Desain Kemasan Dan Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas Ipb 9

1

1

DESAIN KEMASAN DAN PERLAKUAN
PEMATANGAN BUATAN PADA SISTEM DISTRIBUSI
PEPAYA (Carica papaya L.) VARIETAS IPB 9

MOHAMMAD IQWAL TAWAKAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

2

3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Kemasan dan
Perlakuan Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica papaya L.)
Varietas IPB 9 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Mohammad Iqwal Tawakal
NRP F152140091

4

RINGKASAN
MOHAMMAD IQWAL TAWAKAL. Desain Kemasan dan Perlakuan
Pematangan Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica papaya L.) Varietas
IPB 9. Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI dan SUTRISNO.
Pepaya sebagai buah klimakterik dipanen dan didistribusikan dalam

kondisi belum matang dengan tingkat ketuaan yang bervariasi. Kemasan sebagai
wadah pada proses distribusi adalah penting untuk melindungi pepaya dari
kerusakan mekanis, sedangkan pematangan saat sampai di tujuan perlu dilakukan
untuk menghasilkan pepaya yang siap dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk
merancang desain kemasan transportasi papaya untuk mengurangi kerusakan
selama pengangkutan dan menganalisis respon perlakuan pematangan buatan pada
papaya sehingga dapat menentukan jadwal penjualan yang tepat.
Penelitian dimulai dari pemanenan, sortasi, pencucian, hot water treatment
untuk menghambat perkembangan antraknosa, pengemasan dengan kemasan hasil
rancangan, simulasi transportasi, penyimpanan pada suhu 15 oC dan perlakuan
pematangan buatan. Parameter mutu pascapanen yang diamati terdiri dari tingkat
kerusakan mekanis, susut bobot, warna, kekerasan, dan total padatan terlarut.
Pepaya yang digunakan adalah var IPB-9 dengan tingkat kematangan 60 %
(semburat 1), berat 1.271 ± 0.05 kg, diameter 10.01 ± 0.41 cm, panjang 23.87 ±
0.57 cm. Kemasan tipe RSC (Regular Slotted Container) dari bahan karton
gelombang flute BC dirancang untuk transportasi dan distribusi pepaya dengan
jumlah per kemasan 12 buah yang ditata dalam dua posisi yaitu tegak dan miring
30o. Pepaya dikemas menggunakan kemasan primer berupa foam net dan foam
net+plastik wrapping. Sebagai kontrol, pepaya tidak diberi tambahan kemasan
primer. Pepaya dalam kemasan ditransportasikan menggunakan meja simulator

dengan frekuensi 2.701 ± 0.45 Hz, amplitudo 2.614 ± 0.88 cm (setara 90.44 km)
dan diukur tingkat kerusakan mekanisnya. Sistem distribusi dan pemasaran yang
dirancang pasca transportasi adalah pepaya disimpan pada suhu 15 oC dan
dikeluarkan untuk dimatangkan dengan perlakuan ethephon 250 dan 750 ppm
setelah 1, 2 dan 3 minggu penyimpanan.
Dimensi kemasan hasil rancangan untuk posisi tegak (P1) adalah 460 x
340 x 240 mm dan untuk posisi miring (P2) 600 x 340 x 230 mm dengan kekuatan
tekan (compression force) masing-masing sebesar 8871.50 N/m2 dan 7979.82
N/m2. Pasca transportasi, kerusakan mekanis yang terjadi pada pepaya yang diberi
foam net dengan posisi tegak 20.83 % dan posisi miring 12.5 %, sedang yang
diberi foam net + plastik wraping sebesar 0% untuk posisi tegak maupun miring,
sementara kerusakan pada pepaya kontrol mencapai 25 %. Kemasan primer
berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis dengan kerusakan
terendah menggunakan foam net + plastik wraping.
Pepaya dengan tingkat kematangan 60 % (semburat 1) setelah 7 hari
disimpan pada suhu 15 0C masih belum layak untuk dikonsumsi sebagai buah
meja, sehingga perlu dilakukan pematangan buatan. Pematangan menggunakan
ethephon dengan konsentrasi 250 ppm dan 750 ppm tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan warna, kekerasan dan TPT. Buah pepaya layak dikonsumsi
setelah 2 hari pematangan dan tercapai kondisi optimum untuk dikonsumsi pada

hari ke 4 dengan lama simpan 6 hari di suhu ruang. Pepaya yang disimpan 14 hari,

5

saat dikeluarkan dari ruang simpan sudah menguning warna kulitnya tetapi belum
merata. Pematangan buatan yang baik untuk pepaya dalam kondisi tersebut
adalah ethephon konsentrasi 250 ppm dengan hasil pada hari ke dua dapat
dikonsumsi sebagai buah meja dengan lama simpan 4 hari pada suhu ruang.
Pepaya yang disimpan 21 hari tidak dilakukan pematangan buatan karena sudah
rusak dan tidak layak konsumsi.
Kata kunci: ethephon, kemasan, pematangan buatan, penyimpanan, pepaya

6

SUMMARY
MOHAMMAD IQWAL TAWAKAL. Packaging Design and Artificial Ripening
Treatment for Papaya (Carica papaya L.) IPB 9 for Improvement of Papaya
Distribution System. Supervised by EMMY DARMAWATI and SUTRISNO.
Papaya as a climacteric fruit are commontly harvested and distributed in an
unripe state with various of maturities. Packaging in the distribution process is

essential for protection from mechanical damage, while ripening is required to
present the papaya for ready to consume. The objectives of this research were to
design the transportation packaging for papaya, to analyze its performance by
simulation transportation, and also to analyze the response of artificial ripening
treatment for papaya in order to perform the best schedule of storage.
This study was started by harvesting, sorting, cleaning, hot water treatment,
and transportation simulation, storage in refrigerator at 15 0C, artificial ripening
treatment and storage at room temperature. Physical quality parameter
determination were consist of weight loss, color, firmness, and total soluble solid.
Papaya var IPB 9 (Calina) were harvested with maturity of 60%. Papayas were
sorted and graded for 1.271 ± 0.05 kg of weight, 10.01 ± 0.41 cm of diameter, and
23.87 ± 0.57 cm of lenght. Each package contained 12 fruits (± 12 kg) with two
positions, which were standing (P1) and sloping with 30 degree (P2). Packaging
was made from flute BC of corrugated board with type RSC (Regular Slotted
Container). Additional treatments (foam net and plastic wrapping) were used as a
primary packaging. Transportation simulation was conducted to evaluate the
strength of packaging in protecting of papaya during the transportation process,
using simulator table with 2.701 ± 0.45 Hz of frequency, 2.614 ± 0.88 cm of
amplitude during as two hours. The transport simulation was done equal with
90.44 km for district class road. The designed distribution system was: after the

transportation, papaya then stored at 15 0C for 1, 2 and 3 weeks and followed by
ripening treatment using 250 and 750 ppm of ethepon.
The packaging dimension for standing position (P1) was 46 x 34 x 24 cm
and sloping with 30 degree (P2) was 60 x 34 x 23 cm with BC flute and RSC type.
Packaging with standing position (P1) had a compression strength of 7979.82
N/m2, while 8871.50 N/m2 for packaging with sloping 30 degree. After
transportation with simulator that equal with 90 km, the damage was found in both
position (P1 and P2) but statistically, the position of papaya was no effect on
mechanical damage. However, the using primary packaging was found
significantly reduced the damage, where mechanical damaged of papaya in
control package (without primary package) was 25%. Mechanical damage of
papaya that used foam net was 20.83% for position P1, 12.5% for position P2,
and it would be 0% for papaya that used foam net + plastics wrapping for both
position P1 and P2.
Artifial ripening using ethephon will accelerate the maturation of papaya.
Papaya with maturity level of 60 % (yellow tinge) that stored at 15 0C for 7 days
was found still not be able to consumed as a table fruit, and it was still necessary
to artificial ripening process. Artificial ripening using ethephon with a
concentration of 250 ppm and 750 ppm did not significantly affect in the change
of color, hardness and total soluble solids. Papaya could be consumed after 2 days


7

of ripening and reached the optimum conditions for consumption after 4 days,
with a possibility shelf life for 6 days at room temperature. The best artificial
ripening treatment for papaya that had stored 14 days at 15 0C was by using 250
ppm of ethephon. The use of 250 ppm ethephon would make the best visually and
smoothly yellow color of papaya‟s peel surface.
Keywords: ethephon, foam net, papaya, plastic wrapping, storage

8

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9

DESAIN KEMASAN DAN PERLAKUAN PEMATANGAN
BUATAN PADA SISTEM DISTRIBUSI PEPAYA
(Carica papaya L.) VARIETAS IPB 9

MOHAMMAD IQWAL TAWAKAL

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017


10

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr

12

13

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian dengan Desain Kemasan dan Perlakuan Pematangan
Buatan Pada Sistem Distribusi Pepaya (Carica papaya L.) Varietas IPB 9.
Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari segala bantuan
dan dukungan berbagai pihak, baik ide, pemikiran, tenaga, moril maupun material.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr Ir
Emmy Darmawati, MSi dan Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku komisi pembimbing
atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian, hingga penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih

kepada Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr sebagai dosen penguji tamu yang telah
memberikan saran dan masukan dalam sidang tesis ini. Penghargaan yang tinggi
penulis haturkan kepada Bapak Ibu, Istri dan Anak-anak, Mertua, keluarga, dan
teman-teman program studi Teknologi Pascapanen SPS IPB atas dukungan
materiil dan moril yang tiada henti. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017
Mohammad Iqwal Tawakal

14

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya (Carica papaya L.)
Penanganan Pasca Panen Pepaya
Rancangan Kemasan
Penyimpanan
Pematangan Buatan
Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Proses Pengambilan Data
Analisa Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimensi Pepaya
Desain Kemasan Pepaya
Kesetaraan Simulasi
Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi
Perubahan Fisiologis Pepaya Pada Penyimpanan Dingin Pasca Simulasi
Transportasi
Pematangan Buatan
Pematangan Buatan Untuk Pepaya Pasca 7 Hari Penyimpanan
Pematangan Buatan Untuk Pepaya Pasca 14 Hari Penyimpanan
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
3
4
5
7
8
9
9
9
9
10
15
15
16
16
17
20
20
22
26
26
29
33
33
38
58

15

DAFTAR TABEL
Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah
Dimensi kemasan pepaya hasil perhitungan
Nilai efisiensi penggunaan pallet dan jumlah kemasan setiap lapisan

17
18
19

DAFTAR GAMBAR
Tipe kemasan karton untuk distribusi (A) RSC, (B) HTC, dan (C)
FTC (Peleg 1985)
5
Buah pepaya berdasarkan umur petik yang digunakan petani (A)
semburat 1 (B) semburat 2
10
Ilustrasi buah pepaya dalam posisi tegak
11
Ilustrasi buah pepaya dalam posisi miring 30 derajat
11
Diagram alir prosedur kerja penelitian
14
Desain kemasan hasil rancangan untuk posisi buah tegak
17
Desain kemasan hasil rancangan untuk posisi buah miring 30 derajat
18
Posisi buah pepaya dalam kemasan (a) tegak (b) miring 30 derajat
18
Pola penyusunan kemasan pada pallet (a) kemasan P1 pada dimensi
pallet 1165 x 1165 mm (b) kemasan P2 pada dimensi pallet 1000 x
1200 mm (c) kemasan P2 pada dimensi pallet 800 x 1200 mm
20
Kerusakan mekanis pepaya pasca simulasi transportasi (a) luka memar
(b) luka gores
21
Grafik kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi
21
Nilai susut bobot buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C
23
Nilai indeks warna buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 0C
24
0
Nilai kekerasan buah pepaya selama penyimpanan suhu 15 C
25
Nilai total padatan terlarut buah pepaya selama penyimpanan suhu 15
0
C
25
Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 0;
kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3)
26
Nilai warna indeks “L” (1) warna indeks “a” (2) warna indeks “b” (3)
pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang
pasca pematangan buatan
27
Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 4;
kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3)
27
Nilai total padatan terlarut pada berbagai konsentrasi ethephon yang
disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan
28
Nilai kekerasan pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan
pada suhu ruang pasca pematangan buatan
28
Nilai susut bobot pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan
pada suhu ruang pasca pematangan buatan
29
Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 0;
kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3)
29
Nilai warna indeks “L” (1) warna indeks “a” (2) warna indeks “b” (3)
pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan pada suhu ruang
pasca pematangan buatan
30

16

Perubahan secara visual warna kulit dan daging buah pada hari ke 2;
kontrol (1) 250 ppm (2) 750 ppm (3)
Nilai total padatan terlarut pada berbagai konsentrasi ethephon yang
disimpan pada suhu ruang pasca pematangan buatan
Nilai kekerasan pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan
pada suhu ruang pasca pematangan buatan
Nilai susut bobot pada berbagai konsentrasi ethephon yang disimpan
pada suhu ruang pasca pematangan buatan

31
31
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
Tabel dimensi dan berat buah pepaya
Perhitungan dimensi kemasan
Perhitungan ventilasi kemasan
Perhitungan total tumpukan kemasan
Optimasi penyusunan kemasan pada pallet
Perhitungan simulasi transportasi
Analisis sidik ragam dan uji Duncan kerusakan mekanis buah pepaya
Analisis sidik ragam dan uji Duncan susut bobot selama pematangan
buatan
Analisis sidik ragam dan uji Duncan total padatan terlarut selama
pematangan buatan
Analisis sidik ragam dan uji Duncan tekstur kekerasan selama
pematangan buatan
Analisis sidik ragam dan uji Duncan warna “L” selama pematangan
buatan
Analisis sidik ragam dan uji Duncan warna “a” selama pematangan
buatan
Analisis sidik ragam dan uji Duncan warna “b” selama pematangan
buatan
Pematangan pepaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda
setelah simulasi transportasi posisi buah tegak dan 1 minggu
penyimpanan dalam cold storage 15 0C
Pematangan pepaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda
setelah simulasi transportasi posisi buah miring dan 1 minggu
penyimpanan dalam cold storage 15 0C
Pematangan papaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda
setelah simulasi transportasi posisi buah tegak dan 2 minggu
penyimpanan dalam cold storage 15 0C
Pematangan papaya dengan konsentrasi ethephon yang berbeda
setelah simulasi transportasi posisi buah miring dan 2 minggu
penyimpanan dalam cold storage 15 0C

39
40
42
43
44
45
47
48
49
50
51
52
53

54

55

56

57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya merupakan buah potensial yang diminati di banyak daerah tropis
dunia termasuk Indonesia dan menjadi buah unggulan karena bermanfaat sebagai
salah satu sumber vitamin, mineral dan antioksidan. Namun pepaya merupakan
buah yang mudah rusak, terutama disebabkan oleh kelainan fisiologis, kerusakan
mekanis, serta gangguan hama dan penyakit sehingga mengurangi daya simpan
buah. Kerusakan mekanis pada pepaya disebabkan oleh kegiatan pengangkutan
dan pendistribusian. Selama ini pepaya diangkut menggunakan keranjang bambu
dari kebun menuju gudang penyimpanan, dan didistribusikan ke rumah kemasan
atau pasar menggunakan bak terbuka dengan cara ditumpuk (bulky) lasung di
dasar bak angkut. Beberapa rumah kemasan atau suplier telah menggunakan
keranjang plastik (container) sebagai wadah untuk transportasi pepaya dengan
tujuan pasar institusi atau pasar modern. Salah satu kelemahan dari kontainer
adalah jarak pasar yang dijangkau terbatas karena kontainer plastik harus dibawa
oleh penjual dalam keadaan kosong, sehingga menambah biaya distribusi.
Pengemasan merupakan bagian utama dalam kegiatan transportasi dan
distribusi guna melindungi produk dari benturan, gesekan, serta guncangan
sehingga memperkecil peluang terjadinya kerusakan mekanis pada produk.
Kerusakan mekanis yang terjadi dalam proses transportasi dan distribusi akan
mempercepat kerusakan fisiologis saat pepaya disimpan. Pada persaingan pasar
global yang tinggi seperti pasar bebas ASEAN, kemasan juga memegang peran
sangat penting dalam memberi nilai tambah untuk menarik dan memudahkan
konsumen membelinya (FAO 2009). Sistem kemasan yang sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan pasar perlu dirancang untuk memberikan perlindungan yang
optimal baik dari kerusakan mekanis maupun kerusakan fisiologis.
Pepaya sebagai buah klimaterik, umumnya dipanen pada saat kondisi tua
dan didistribusikan dalam kondisi belum matang. Pedagang dan pemasok,
membeli pepaya dari petani saat buah cukup tua tapi belum matang dengan tingkat
ketuaan yang dipilih sesuai jangkauan pasar yang dituju. Untuk mempercepat
kematangan, pengumpul atau pedagang melakukan pematangan buatan sebelum
dibawa ke pasar. Secara komersial, pematangan buatan dilakukan untuk
memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum. Untuk
mempercepat proses pematangan dapat dilakukan dengan cara memberikan bahan
kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan. Zat pengatur tumbuh
yang sering digunakan untuk menyeragamkan kemasakan buah adalah dari
golongan etilen (C2H4). Ethephon yang berbahan aktif etilen, dapat digunakan
untuk menyeragamkan kemasakan buah sehingga pemanenan dapat dilakukan
sekaligus, memperoleh kecerahan warna, menghindari rasa pahit pada saat buah
berwarna merah dan dapat memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak
optimum pada saat yang terjadwal.
Permasalahan yang sering dihadapi di lapang adalah perlakuan pematangan
yang tidak tepat membuat pepaya cepat rusak atau kelewat matang sehingga masa
jualnya pendek. Lama simpan buah diduga akan berpengaruh terhadap perubahan
fisiologi pepaya pada saat dimatangkan, oleh karena itu perlu dikaji cara

2

pematangan buatan yang sesuai dengan kondisi fisiologis buah saat dikeluarkan
dari tempat penyimpanan.
Perumusan Masalah
Kerusakan mekanis pada proses distribusi pepaya masih tinggi karena belum
digunakannya kemasan yang memadahi. Kualitas tampilan dan daya simpan buah
pepaya akan cepat menurun setelah dipanen apabila tidak dilakukan perbaikan
rancangan kemasan dan perlakuan pascapanen. Rancangan kemasan
menggunakan bahan karton gelombang yang ditambah dengan kemasan pelindung
(kemasan primer) berupa bantalan foam net dan plastik wrapping, serta
pengaturan posisi pepaya dalam kemasan diharapkan mampu mengurangi
kerusakan mekanis. Pepaya sebagai buah klimaterik dipanen dan didistribusikan
dalam kondisi belum matang dengan tingkat ketuaan yang bervariasi perlu
dilakukan pematangan buatan untuk menghasilkan buah dengan kematangan yang
seragam dan untuk memperbaiki tampilan buah guna meningkatkan daya saing
buah pepaya pada pasar domestik dan internasional.
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk merancang system kemasan
transportasi papaya berbahan karton gelombang guna mengurangi kerusakan
mekanis dan menganalisis respon perlakuan pematangan buatan pada papaya
pasca transportasi dan penyimpanan dingin. Secara khusus penelitian bertujuan
untuk
1. Merancang sistem kemasan untuk transportasi pepaya berbahan karton
gelombang yang dikombinasikan dengan kemasan primer berupa foam net dan
plastik wrapping
2. Menganalisis kerusakan mekanis dan fisiologis pepaya pasca transportasi
3. Menganalisis perubahan mutu pepaya pasca transportasi yang disimpan di
suhu dingin (15 oC)
4. Mengkaji pengaruh pematangan buatan terhadap pepaya yang disimpan pada
suhu dingin pasca transportasi terhadap perubahan mutu pasca pematangan
buatan
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
dukungan teknologi pascapanen pada suatu kegiatan agroindustri yang bergerak
dalam produk segar buah pepaya IPB 9, baik untuk kepentingan pasokan pasar
dalam negeri maupun ekspor.
Ruang Lingkup Penelitian
Perancangan kemasan dan perlakuan pematangan buatan pada pepaya IPB 9
ditujukan untuk mengkaji sistem distribusi yang dimulai dengan transportasi
pepaya dari kelompok tani ke pasar dimana pepaya yang didistribusikan tidak

3

langsung dijual karena tingkat kematangannya 60% atau semburat 1. Pasca
tranportasi, pepaya disimpan pada suhu dingin (cold storage) untuk menjaga mutu
sebelum siap jual. Sebelum dijual, pepaya dikeluarkan dari cold storage dan
dilakukan pematangan buatan untuk mempercepat perubahan fisiologi pepaya siap
dikonsumsi sebagai buah meja. Pematangan buatan juga ditujukan untuk
membuat warna pepaya kuning merata sebagai salah satu daya tarik konsumen.
Konsentrasi etephon sebagai bahan kimia untuk pematangan buatan dijadikan
sebagai perlakuan dalam penelitian ini. Posisi buah dalam kemasan dan
penambahan kemasan pelindung berupa foam net dan plastik wrapping menjadi
perlakukan pada kajian sistem kemasan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya (Carica papaya L.)
Tanaman pepaya (Carica pepaya L.) merupakan salah satu tanaman buah
tropika yang berasal dari Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui dapat tumbuh
di daerah-daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan. Hampir
semua bagian pohon dapat dimanfaatkan. Buah pepaya lebih banyak
dimanfaatkan karena mudah didapat dan lezat. Pepaya merupakan tanaman
berumah satu sekaligus berumah dua dengan tiga jenis pohon, yaitu : pohon jantan,
betina dan hermafrodit (Villegas 1992).
Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan dalam
divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledone, ordo Caricales, family Caricaceae,
genus Carica dan spesies Carica pepaya L. Buah pepaya termasuk dalam
golongan buah sejati tunggal. Buah ini dapat berisi satu biji atau lebih, dapat pula
tersusun dari satu atau banyak buah. Pepaya juga termasuk buah buni. Buah buni
adalah buah yang dagingnya mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar yang tipis
seperti kulit, dan lapisan dalam yang tebal, lunak, dan berair. Biji-biji banyak
terdapat dalam bagian yang lunak tersebut dan biji yang menempel pada daging
buah (Pantastico 1989). Pepaya termasuk buah buni yang berdinding tebal dan
dapat dimakan. Buah mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi. Buah yang
dihasilkan dari bunga betina berbentuk bulat, licin dan bertangkai pendek. Buah
dari bunga hermaprodit berbentuk agak lonjong, berdaging tebal, berbiji banyak.
Saat masak kulit buah berwarna kekuningan atau jingga (Villegas 1992).
Buah pepaya mengandung berbagai jenis enzim, vitamin dan mineral. Buah
pepaya kaya pula dengan vitamin B kompleks dan vitamin E. Selain itu buah
pepaya juga mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan memiliki
kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Kadar protein dalam buah
pepaya tidak terlalu tinggi. Pepaya juga dapat mempercepat pencernaan
karbohidrat dan lemak. Selain itu pepaya memiliki sifat antiseptik dan membantu
mencegah perkembangbiakan bakteri yang merugikan di dalam usus (Villegas
1992). Nilai gizi buah pepaya setiap 100 g bobot segar antara lain: (1) Kalori 38,
(2) Protein 0.6 g, (3) Vitamin A 2,500 SI, (4) Vitamin B1 0.02 mg, (5) Vitamin B2
0.02mg, (6) Niasin 0.10 mg, (7) Vitamin C 60 mg.
Pepaya IPB 9 atau yang dikenal dengan nama lain Callina. Bobot buah
pepaya jenis Callina sekitar 0.6-1.5 kg, panjang buah 23-24 cm dengan diameter

4

buah 9.2-9.5 cm. Kulit buah berwarna hijau lumut bertekstur mulus dan daging
buah yang tebal berwarna jingga dengan tingkat kemanisan 10.1-11.2 °Briks.
Bentuk buahnya silindris seperti peluru, bentuk pangkal buah agak kedalam, ratarata kekerasan 0.823 mm/s dan mempunyai daya simpan lama yaitu lebih dari satu
minggu (Pusat Kajian Buah-buahan Tropika 2009).
Penanganan Pascapanen Pepaya
Penanganan pascapanen adalah tahapan kegiatan yang sangat penting
dilakukan sejak produk dipanen hingga produk dipasarkan dan sampai di tangan
konsumen. Penanganan pascapanen harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran,
keseragaman buah serta kandungan vitamin dan mineral, sehingga dapat diterima
konsumen dan dapat disimpan lebih lama.
Umumnya pepaya dipanen pada kondisi hijau tetapi sudah tua, tingkat
ketuaan ini sangat dipengaruhi oleh tujuan pemasarannya. Karena pepaya
termasuk buah tropis klimakterik maka masa simpannya dapat diperpanjang
dengan cara menyimpannya pada kondisi hijau tetapi sudah tua. Pepaya yang
dipanen pada kondisi yang sudah mendekati matang biasanya ditujukan untuk
pasar lokal, sementara untuk pasar yang jauh, pepaya dipanen pada kondisi yang
masih hijau tua. Tingkat ketuaan ini sangat berbeda untuk tiap varietas pepaya.
Setelah dipanen buah pepaya tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti
respirasi, fotosintesis dan transpirasi. Respirasi merupakan kegiatan metabolik
oksidatif yang penting dalam fisiologi pascapanen. Menurut Pantastico (1989),
sebagian besar perubahan fisikokimia buah pascapanen berhubungan dengan
respirasi seperti proses pemeraman, pembentukan aroma dan kemanisan,
pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Sebagai buah klimakterik,
kenaikan pola respirasi buah pepaya dapat digunakan sebagai acuan untuk waktu
simpan dan pemeraman. Buah pepaya mudah mengalami kerusakan setelah
pemanenan baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis.
Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen
yang selalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan
nilai komditas yang disimpan. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah
pengendalian laju transpirasi dan respirasi (Pantastico 1989). Peranan
penyimpanan antara lain dalam hal penyelamatan dan pengamanan hasil panen,
juga memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas hortikultura. Umur
pemasaran pepaya dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat.
Kondisi optimal untuk penyimpanan pepaya adalah kondisi yang memungkinkan
buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan cita rasa, tekstur
dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktivitas
respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadap
mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat
diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau
komposisi atmosfirnya.
Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil
pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan
produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan
pendinginan karena sederhana dan efektif. Selama penyimpanan dengan
pendinginan diperlukan suhu yang tepat karena adanya kemungkinan komoditi

5

mengalami kerusakan akibat suhu rendah (chilling injury). Buah-buahan tropika
umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays 1991). Chilling injury adalah
kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum yang dicirikan oleh
bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang
tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal.
Kemasan
Menurut Hardenberg (1986) pengemasan untuk pengiriman dan penanganan
memerlukan wadah-wadah yang dirancang dengan baik untuk melindungi barang
dari getaran, kememaran dan berat wadah-wadah lain yang ditumpuk di atasnya.
Pengisian yang padat dan rata tersebut memungkinkan wadah mempunyai
kekuatan yang cukup ketika ditumpuk sehingga dapat melindungi isinya dalam
keadaan penanganan yang bagaimanapun. Penambahan lubang ventilasi dilakukan
untuk meminimalkan kerusakan akibat pengemasan yang terlalu padat dan akibat
penumpukkan. Lubang ventilasi dalam kardus berfungsi untuk menghilangkan
panas. Beberapa faktor harus diperhitungkan dalam perancangan agar diperoleh
kemasan yang baik. Faktor tersebut adalah pola pengaturan posisi produk dalam
kemasan, pemilihan dimensi kemasan dan flute yang sesuai dengan sifat buah dan
kondisi selama pengangkutan.
Karton gelombang memiliki banyak tipe kemasan. Terdapat tiga tipe umum
yang digunakan, yaitu Regular Slotted Container (RSC), Half Telescopic
Container (HTC), dan Full Telescopic Container (FTC) Peleg (1985). Dari ketiga
tipe tersebut RSC dan FTC paling banyak digunakan sebagai kemasan distribusi
produk hortikultura yang ada di Indonesia. Bahan kemasan dari karton gelombang
merupakan bahan kemasan hasil industri kertas sehingga jenis dan tipenya telah
memiliki standar. Hal ini menyebabkan pemilihan bahan kemasan lebih mudah
dibandingkan dengan kayu. Faktor yang menentukan ketebalan bahan karton
gelombang adalah tipe flute. Tipe kemasan karton gelombang dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Tipe kemasan karton untuk distribusi (A) RSC, (B) HTC, dan (C)
FTC (Peleg 1985).
Menurut Satuhu (2004), bahan dan bentuk kemasan secara umum dapat
dibedakan menjadi kemasan langsung dan tidak langsung. Kemasan langsung
yaitu kemasan utama yang berhubungan dengan buah yang dikemas, Bahan
pengemas utama ini dapat berupa karung, plastik, kertas, atau daun. Sedangkan
kemasan tidak langsung yaitu kemasan kedua dari buah yang tidak bersentuhan
langsung, Wadah kedua dimaksudkan untuk melindungi bahan dari kerusakan
fisik dan mekanis terutama untuk memudahkan pengaturan dalam gudang

6

penyimpanan, dan distribusi serta memudahkan pengaturan dalam alat angkut.
Bahan pengemas ini dapat dibuat dari peti kayu, peti karton, dan keranjang bambu.
Tindakan penggunaan foam net tidak dapat meningkatkan mutu akan tetapi
berfungsi dalam menjaga mutu. Adanya pelindung pada produk menjadi mudah
disimpan dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan selama transportasi
sehingga dapat mempertahankan mutu serta dapat meningkatkan harga jual
(Suyanti 2011).
Penggunaan plastik wrapping mampu untuk menahan laju penurunan mutu
dan kehilangan air yang terlalu banyak akibat penguapan serta mengatur
kebutuhan oksigen selama respirasi. Menurut Purwoko dan Magdalena (1999)
perlakuan plastik merupakan perlakuan terbaik dalam memperpanjang umur
simpan buah mangga varietas harum manis. Sedangkan Utama et al. (2006)
menjelaskan bahwa pengemasan buah manggis secara individu menggunakan
plastik film regang (strech) mampu memperpanjang masa simpan dan
mempertahankan mutu buah manggis. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan
keberhasilan penggunaan plastik wrapping pada berbagai buah-buahan dalam
memperbaiki penampilan kulit buah, memperpanjang daya simpan, mencegah
susut bobot buah, menutup luka atau goresan kecil, mencegah timbulnya jamur,
mencegah busuk dan mempertahankan warna.
Pada pengangkutan dengan kendaraan terbuka tumpukan produk harus hatihati disusun agar tidak menyebabkan kerusakan mekanis (Kitinoja dan Kader
2003). Buah-buahan yang tidak disusun secara rapi dalam kemasan akan saling
berbenturan dan terjadi gesekan antara buah jika mendapat gaya dinamis berupa
guncangan dan getaran. Dalam pengemasan buah-buahan tersebut, penyusunan
merupakan faktor yang penting. Menurut Satuhu (2004), perlakuan yang kurang
sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang
dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai kurang dari
30-50%. Dalam penyusunan buah, perlu diperhatikan arah penyusunan buah
dalam kemasan. Buah harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan
terbesar searah dengan arah getaran yang dominan selama pengangkutan. Untuk
pengangkutan dengan truk, arah getaran yang dominan adalah arah vertikal
sehingga buah di dalam kemasan disusun dengan arah vertical (Nugroho et al
2011).
Penyimpanan
Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen
yang selalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan
nilai komditas yang disimpan. Peranan penyimpaann antara lain dalam hal
penyelamatan dan pengamanan hasil panen, juga memperpanjang waktu simpan,
terutama untuk komoditas hortikultura. Selain itu penyimpanan juga dapat
menghindarkan banjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk
memilih buah-buahan dan sayur-sayuran sepanjang tahun.
Penyimpanan adalah suatu cara menempatkan suatu komoditi di dalam
ruangan pada suhu dan kelembaban optimal untuk menunggu proses selanjutnya.
Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktivitas respirasi, ketahanan
terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi
lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara

7

pengendalian suhu, sirkulasi udara, kelembaban dan komposisi atmosfir. Tujuan
utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi
(Pantastico 1989). Penyimpanan selain dilakukan pada suhu ruang bisa juga
dilakukan di dalam lemari pendingin.
Penyimpanan dingin adalah penyimpanan di bawah 15 0C dan di atas titik
beku. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, penurunan
laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan
(Watkins 1971). Apabila buah-buahan didinginkan, maka proses respirasi yang
menyebabkan kehilangan CO2 dapat dikurangi, tetapi proses penguapan air justru
dapat menjadi cepat terutama bila kelembaban relatif udara di bawah keadaan
optimal (85-90%).
Batas penurunan suhu penyimpanan buah-buahan dan sayuran adalah suhu
yang merupakan awal terjadinya proses kerusakan akibat pendinginan (chilling
injury) yang dapat menyebabkan kulit berwarna hitam. Suhu ini bervariasi antara
satu produk dengan produk yang lain, bergantung pada jenisnya masing-masing
Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan suhu rendah yaitu di bawah
suhu optimal yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah.
Chilling injury terjadi karena adanya kerusakan mitokondria sehingga produksi
adenosin triposphat (ATP) menurun, terakumulasinya senyawa etilen yang akan
merangsang sintesa lignin (penyebab mengerasnya jaringan daging buah),
timbulnya rasa pahit akibat terakumulasinya senyawa penol, meningkatnya asam
organik chlorogenat dan menurunnya vitamin C (Potter 1978). Tiap-tiap jenis
buah-buahan mempunyai batas ketahanan tertentu pada suhu dingin. Buah buahan
tropik umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays 1991).
Pepaya merupakan buah yang relatif lebih mudah rusak dibandingkan
dengan buah-buahan lainnya karena mempunyai kulit yang tipis (Broto et al.
1994). Jagtiani et al. (1998) menyatakan buah pepaya sensitif terhadap suhu
rendah, dan chilling injury terjadi pada suhu dibawah 7 0C. Gejala chilling injury
pada buah pepaya terjadi setelah 14 hari penyimpanan pada suhu 5 0C untuk buah
hijau dan 21 hari untuk 60% buah menguning (Seymour et al. 1993). Pada buah
pepaya ciri-ciri chilling injury adalah buah menjadi kehilangan flavour (rasa dan
aroma) dan tampak keriput (Desroiser 1988).
Pematangan Buatan
Pematangan buatan diartikan sebagai suatu usaha mengatur proses
pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami semata.
Pematangan buatan dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar akan suatu buah
yang matang optimum pada suatu periode yang terjadwal, dalam artian
mempercepat atau memperlambat proses pematangan tersebut. Secara komersial,
pematangan buatan dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar terhadap buah
yang masak optimum (Mikasari 2004).
Pengontrolan pematangan relatif mudah dilakukan, terutama untuk buahbuahan klimakterik, yakni dengan jalan mengatur waktu terjadinya puncak
klimakterik. Secara teoritik, pengontrolan pematangan dilakukan dengan
perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa
menimbulkan kerusakan buah-buahan tersebut. Suhu ruangan pematangan yang
tinggi dapat mengakibatkan kelainan fisiologis pada buah. Buah yang diperam

8

pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging buah rusak, sedangkan pada
suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama.
Metode lain untuk mempercepat pematangan adalah dengan memberikan
etilen yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan. Etilen (C2H4) merupakan gas
hasil metabolisme aktif yang dikeluarkan oleh buah yang matang dan berfungsi
sebagai pemicu (trigger) pematangan (Seymour et al. 1993). Pemberian etilen
berpengaruh nyata terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak
klimakterik. Kader (1989) menerangkan bahwa baik kelompok buah klimakterik
maupun non klimakterik, akan memberikan respon terhadap pemberian etilen,
walau efeknya berbeda. Pada buah-buahan klimakterik, konsentrasi etilen pada
tingkat kritis buah tersebut akan mempercepat tercapainya puncak klimakterik,
tanpa berpengaruh terhadap tingginya puncak klimakterik yang ditandai dengan
meningkatnya penyerapan O2. Pada buah non klimakterik, efek pemberian etilen
adalah menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan naiknya laju pematangan
buah tersebut. Efek ini sangat erat kaitannya dengan konsentrasi etilen yang
diberikan tetapi tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik
tersebut.
Pantastico (1989) menyatakan bahwa pada buah-buahan klimakterik, etilen
hanya menggeser sumbu waktu, tidak merubah bentuk kurva respirasi, dan tidak
menimbulkan perubahan pada zat utama yang terkandung. Semakin besar
konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada suatu tingkat kritis, semakin cepat
pemacuan respirasi. Pembentukan etilen terjadi pada saat praklimakterik dan
meningkat konsentrasinya pada saat puncak klimakterik.
Buah yang dapat diperam ialah golongan buah klimakterik yaitu buah
dengan pola respirasi yang diawali peningkatan secara lambat, kemudian
meningkat dan menurun lagi setelah mencapai puncak. Kematangan optimum
buah, dimana buah memiliki kualitas rasa (eating quality) paling maksimal terjadi
di sekitar puncak klimakterik (Sutrisno 1994).
Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah
Menurut Ahmad (2013) etilen (C2H4) dikenal sebagai gas yang mempunyai
fungsi dan kemampuan memicu proses pematangan dan meningkatkan kualits
buah-buahan dengan cara mempercepat dan menyeragamkan proses pematangan
Ethrel (ethephon) merupakan senyawa penghasil etilen yang banyak
digunakan secara komersil. Ethephon ialah asam khlororetilfosfat, senyawa ini
dalam air yang bersifat netral mudah diurai menjadi etilen. Ethephon atau ethrel
(2-chloroethyle phosphonic acid) dapat berpenetrasi ke dalam buah, kemudian
terurai dan membentuk etilen. Ethephon digunakan untuk memacu pematangan
pada buah tomat dan bit (Singal et al. 2012), mangga (Mahayothee et al. 2007),
jambu biji (Mohamed-Nour dan Abu-Goukh 2010). Ehtephon diberikan dengan
cara mencelupkan buah ke dalam larutan ethephon atau ethrel dengan konsentrasi
500-2000 ppm (El-Rayes 2000; Ibrahim et al.1994; Mohammed-Nour dan AbuGoukh 2003). Buah pisang yang dicelupkan pada larutan ethephon 2500 ppm akan
lebih cepat mencapai puncak klimaterik daripada buah pisang yang tidak diberi
etephon (Pantastico 1989). Pemakaian etilen 100 ppm dengan suhu 20-25 0C dan
kelembapan 80-95 % selama 24-48 jam dapat menghasilkan ¼ warna kuning
dengan kematangan pepaya yang seragam (Kader 2004). Pramudianta (2004)

9

menambahkan bahwa kajian penyerap etilen dalam penyimpanan pepaya segar
mendapatkan suhu optimum untuk pepaya yaitu 15 0C dengan umur simpan 10
hari. Ethephon yang berbahan aktif etilen telah banyak digunakan untuk
menyeragamkan kematangan buah, memperoleh kecerahan warna, menghindari
rasa pahit pada saat buah berwarna merah dan dapat memenuhi permintaan pasar
terhadap buah yang matang optimum pada saat yang terjadwal (Syska 2006;
Singal et al. 2012). Pemberian ethephon pada buah memberikan warna yang lebih
menarik dan seragam serta umur simpan lebih lama (Rahman et al. 2008).
Penyemprotan atau pencelupan menggunakan ethrel pada pepaya varietas Taiwan
Red Lady direkomendasikan dalam pematangan buatan (Bhawan 2009).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama dari bulan Desember 2015 – Maret 2016.
Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium berikut :
1. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
2. Laboratorium Siswadhi Supardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
3. Laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Departemen Teknologi Hasil
Hutan.
Bahan dan Alat
Buah pepaya IPB 9 (Calina) yang diambil langsung dari Kelompok Tani
Tirta Mekar, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor sebagai pemasok
eksportir dan pasar lokal, baik pasar induk maupun pasar institusi. Bahan kemasan
yang dirancang adalah karton gelombang dengan tipe RSC (Regular Slotted
Container) flute BC (fine and medium). Foam net dan plastik wrapping. Adapun
bahan kimia lainnya yang digunakan adalah Ethephon 39 SL (39% w/w) dan air
destilata.
Alat yang digunakan adalah simulator transportasi, universal tester machine
(UTM), cold storage, chromameter (Konica Minolta, CR-400, Jepang), rheometer
(35-12-208, Sun Scientific Co., Ltd., Jepang), refractometer (Atago, Jepang),
timbangan digital (Mettler PM-4800), penggaris, jangka sorong, kamera digital
dan bak stainless stell.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai suatu skenario sistem distribusi buah
pepaya. Buah pepaya yang digunakan berumur 4 bulan setelah pembungaan
dengan tingkat kematangan daging buah 60 % dan permukaan kulit pepaya sudah
nampak semburat warna kuning (semburat 1) berdasarkan umur petik yang biasa

10

dilakukan oleh petani (Gambar 2). Kemudian pepaya dilakukan tindakan tindakan
disinfestasi hama/penyakit menggunakan metode Hot Water Treatment (HWT)
pada suhu 54 0C selama 4 menit (Xueping et al. 2013). Pepaya dikemas
menggunakan foam net dan plastik wrapping serta disusun dalam kemasan dengan
posisi buah tegak dan miring 300 untuk kemudian ditransportasikan oleh pengepul
atau
kelompok
tani
menuju
pasar
tujuan
(tradisional
maupun
institusi/supermarket).

A
B
Gambar 2 Buah pepaya berdasarkan umur petik yang digunakan petani (A)
semburat 1 (B) semburat 2
Prosedur Penelitian
Persiapan
Pepaya disortasi dan digrading dengan berat buah 1-1.3 kg, diameter 9.510.5 cm, dan panjang 23-24 cm. Pepaya dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran
dengan cara dilap, kemudian dilakukan sortasi berdasarkan tampilan visual yaitu
tanpa ada kerusakan fisik serta munculnya gejala hama dan penyakit. Jumlah buah
yang digunakan sebanyak 144 buah.
Perancangan Kemasan
Perancangan kemasan diawali dengan pengukuran dimensi dan berat ratarata buah pepaya dengan mengukur panjang dan diameter buah. Penentuan jumlah
buah (N) dari kapasitas yang diinginkan (12 kg) menggunakan Persamaan (1).
N = Jb x Kk ………..…………….…………..…………..……………….(1)
Dimana:
Jb
= Jumlah buah dalam 1 kg (buah/kg)
Kk
= Kapasitas kemasan (kg)
Dalam penelitian ini, kemasan dirancang berdasarkan dimensi panjang, lebar,
tinggi dan ventilasi dari kemasan tersebut. Lubang ventilasi dibuat dengan luasan
maksimal 2 % dari total luas permukaan kemasan, sesuai dengan saran Singh et
al.(2008). Formula yang digunakan dalam penentuan dimensi kemasan adalah
sebagai berikut ini :

11

Untuk kemasan dengan susunan posisi buah tegak

Gambar 3 Ilustrasi buah pepaya dalam posisi tegak
P = 4[(2 x tnf) + (dp)] .................................................................................(2)
Dimana:
P
= panjang kemasan (cm)
tnf
= tebal foam net (cm)
dp
= diameter pepaya (cm)
L = 3[(2 x tnf) + (dp)].................................................................................(3)
Dimana:
L
= lebar kemasan (cm)
tnf
= tebal foam net (cm)
dp
= diameter pepaya (cm)
T = trp …....................................................................................................(4)
Dimana:
T
= tinggi kemasan (cm)
Trp
= tinggi rata-rata buah papaya (cm)
Untuk kemasan dengan susunan buah posisi miring 30 derajat

Gambar 4 Ilustrasi buah pepaya dalam posisi miring 30 derajat
P = [BC + CE + EG + GI + IK] ................................................................(5)
Dimana:
P
= panjang kemasan (cm)
BC
= Sin 300 x AC
AC
= tinggi pepaya (cm)
CE

= EG = GI

IK
= Cos 300 x IJ
IJ
= CD = [diameter pepaya + (2 x tebal foam net)]
L = 3[(2 x tnf) + (dp)]..................................................................................(6)
Dimana:
L
= lebar kemasan (cm)

12

tnf
= tebal foam net (cm)
dp
= diameter pepaya (cm)
T = AB + AN….........................................................................................(7)
Dimana:
T
= tinggi kemasan (cm)
AB

=

2

AC
= tinggi pepaya (cm)
BC
= Sin 300 x AC
AN
= ½ x AL
AL
= DM = CD2 – CM2
CM
= CD x Cos 300
Sudut BAC, ECD, GEF, IGH dan KIJ pada Gambar 2 besarnya adalah 30
derajat, sedangkan sudut BCA, CED, EGF, GIH dan IJK adalah 60 derajat.
Prototype kemasan dibuat setelah dimensi kemasan ditentukan dan
kemudian diuji kekuatan tekannya (compression strength) menggunakan alat
instron universal testing mechine dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan
kemasan.
Perhitungan jumlah tumpukan kemasan dilakukan dengan rumus
……………………….…………..…………………………...…..(8)
Dimana :
SF
= beban aman maksimum
P
= kekuatan tekan (N/m2)
f
= nilai koefisien keselamatan
Jumlah tumpukan kemasan =
…………………….…....…(9)
Efisiensi penyusunan kemasan pada pallet dilakukan dengan rumus
…….....(10)
Kemasan Primer
Percobaan penelitian ini pada buah pepaya menggunakan kemasan primer
sebagai pelindung yaitu foam net dan plastik wrapping. Buah pepaya yang
dikemas dengan kemasan primer tersebut diharapkan mempunyai tingkat
kerusakan fisik minimal, memperpanjang umur simpan dan penampakan buah
terbaik.
Simulasi Transportasi
Kemasan yang berisi buah papaya kemudian dilakukan uji skala
laboratorium dengan menggunakan simulator transportasi. Frekuensi, amplitudo
dan lama simulasi di atas meja simulator ditetapkan sesuai sistem distribusi dari
target pengguna kemasan (jarak tempuh yang direncanakan). Simulasi transportasi
dilakukan dengan meja simulator selama 2 jam, diasumsikan memiliki waktu yang
sama dengan pengiriman buah menuju pedagang buah di pusat perbelanjaan buah
segar Kota Bogor maupun di Jakarta.

13

Pengamatan dan Pengukuran Kerusakan Mekanis
Pasca simulasi transportasi dilakukan identifikasi kerusakan pada kemasan
dan kerusakan mekanis pada buah, Pengamatan tingkat kerusakan mekanis
dilakukan secara visual pada penampakan buah pepaya. Parameter kerusakan
pepaya adalah kulitnya terdapat luka gores, luka memar dan luka pecah dan
dihitung dengan Persamaan 11. Buah papaya kemudian disimpan pada suhu 15 0C.
% rusak =

………...……………………..…..(11)

Penyimpanan dalam Cold Storage
Hasil sortasi/terbaik dan pepaya yang mengalami kerusakan mekanis
tersebut disimpan pada suhu 15 0C. Selama 1 bulan penyimpanan setiap
minggunya sebagian buah pepaya diamati dan diukur pengaruhnya dari proses
pematangan buatan.
Pematangan Buatan
Pepaya yang digunakan untuk penelitian pematangan buatan adalah pepaya
hasil sortasi dari perlakuan yang telah dijelaskan diatas. Sortasi dilakukan untuk
memilih pepaya yang secara fisik tidak mengalami kerusakan mekanis pasca
transportasi. Kerusakan mekanis yang teridentifikasi adalah luka memar, tergores
dan adanya permukaan yang mengeluarkan getah. Pepaya yang secara fisik tidak
rusak, dikembalikan ke dalam karton box dan disimpan pada suhu 15 oC.
Pepaya yang sudah disimpan 7 hari, 14 hari dan seterusnya (kelipatan dari 7
hari) dikeluarkan dari cold storage, dibersihkan permukaannya dengan
menggunakan kain bersih dan siap untuk diberi perlakuan pematangan buatan.
Pematangan buatan dilakukan dengan penyemprotan ethephon pada seluruh
permukaan buah. Konsentrasi ethephon yang digunakan adalah 250 ppm dan 750
ppm. Sebelum disemprot larutan ethephon, plastik wrapping dan foam net pada
pepaya dilepaskan terlebih dahulu dan dibiarkan terbuka untuk diamati proses
pematangannya. Pasca penyemprotan, pepaya disimpan pada kontainer plastik dan
ditempatkan di suhu ruang untuk diamati perubahan mutu fisik dan kimianya.
Alur proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

14

- Ukuran buah
- Jumlah buah
- Dimensi
kemasan
RSC flute AB, A
- prototype

Umur 4 bulan setelah
pembungaan,
kematangan
60 %, bobot seragam 1-1.3 kg

Pepaya IPB 9
Tindakan HWT suhu 54 0C; 4 menit
Rancangan
Kemasan

Posisi Tegak

Foam net +
Wrapping

Foam net

Posisi Miring

Foam net +
Wrapping

Kontrol

Foam net

Kontrol

Rancangan Kemasan
Simulasi transportasi; 2 jam

Simpan suhu 15 0C

Minggu 1

T1

T2

Minggu 2

kontrol

T1

T2

Minggu 3

kontrol

T1

T2

Minggu 4

kontrol

T1

T2

kontrol

Pematangan Buatan
Simpan suhu ruang

Gambar 5 Diagram alir prosedur kerja penelitian

15

Prosedur Pengambilan Data
Susut Bobot
Masing-masing berat sampel di awal pengamatan (Wi) dan sampel selama
penyimpanan (Wf) ditimbang. Penimbangan Wf dilakukan setiap kali
pengamatan. Susut bobot (SB) dihitung dengan persamaan 12, hasil perhitungan
dinyatakan dalam bentuk persentase susut bobot.
SB =
x 100%............................................................................... (12)
Keterangan:
Wi = bobot awal (gram)
Wf = bobot akhir (gram)
Warna
Pengukuran warna menggunakan chroma meter. Pengukuran dilakukan
pada tiga titik tetap yang sudah ditandai. Data hasil pengukuran warna berupa
nilai kecerahan (L), nilai kromatik merah hijau (a) dan nilai kromatik warna biru
kuning (b).
Kekerasan
Alat yang digunakan adalah rheometer dengan ukuran probe silinder 5 mm.
Setiap sampel ditekan dengan beban maksimal 10 kg, kedalaman 50 mm,
kecepat