Keterkaitan antara Infrastruktur dan Pendapatan per Kapita: Perbandingan Daerah Kaya dan Miskin di Indonesia 2003-2012

KETERKAITAN ANTARA INFRASTRUKTUR DAN
PENDAPATAN PER KAPITA: PERBANDINGAN DAERAH
KAYA DAN MISKIN DI INDONESIA 2003-2012

NI PUTU MANACIKA MANUPADA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan antara
Infrastruktur dan Pendapatan per Kapita: Perbandingan Daerah Kaya dan Miskin
di Indonesia 2003-2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Ni Putu Manacika Manupada
NIM H14100091

ABSTRAK
NI PUTU MANACIKA MANUPADA. Keterkaitan antara Infrastruktur dan
Pendapatan per Kapita: Perbandingan Daerah Kaya dan Miskin di Indonesia
2003-2012. Dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO.
Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur
keberhasilan kinerja perekonomian di suatu negara. Meskipun secara keseluruhan
pendapatan per kapita di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya,
namun belum diikuti dengan pemerataannya di setiap provinsi di Indonesia.
Perbedaan pendapatan per kapita antar provinsi ini salah satunya disebabkan oleh
tidak meratanya kualitas dan kuantitas infrastruktur. Penelitian ini menggunakan
metode data panel pada 30 provinsi di Indonesia tahun 2003-2012 dengan rincian
15 provinsi kaya dengan PDRB per kapita tinggi dan 15 provinsi miskin dengan
PDRB per kapita rendah. Variabel dependen yang digunakan adalah pendapatan
per kapita (LNPDRBK), sedangkan variabel independen yang digunakan adalah

infrastruktur air (AIR), listrik (LSTRK), panjang jalan (LNJLN), sekolah
(LNSKLH), dan ranjang rumah sakit (LNBED). Hasil dari penelitian ini seluruh
variabel infrastruktur berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per
kapita kecuali air untuk Indonesia secara keseluruhan dan provinsi dengan PDRB
per kapita tinggi, serta panjang jalan untuk provinsi dengan PDRB per kapita
rendah. Pendapatan per kapita di Indonesia secara keseluruhan dan provinsi
dengan pendapatan per kapita tinggi sensitif terhadap ketersediaan infrastruktur
ekonomi, sedangkan pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita
rendah sensitif terhadap ketersediaan infrastruktur sosial.
Kata kunci: Data panel, Infrastruktur, Pendapatan per kapita

ABSTRACT
NI PUTU MANACIKA MANUPADA. The Relationship between Infrastructure
and Income per Capita: Comparison of Rich and Poor Provinces in Indonesia
2003-2012. Supervised by D.S PRIYARSONO.
Income per capita is one of indicators to measure the performance of an
economy in a country. Although in general income per capita in Indonesia always
increases every year, but it is not followed by income equality among the
provinces. Income disparity among provinces happens because of infrastructure
disparity, both quantity and quality. This research used panel data method for 30

provinces in Indonesia on 2003-2012, consisting 15 rich provinces with high
income per capita and 15 poor provinces with low income per capita. Dependent
variable in this research is income per capita (PDRBK), while the independent
variables are water (AIR), electricity (LSTRK), length of roads (LNJLN), school
(LNSKLH), and hospital beds (LNBED). The results of this research show that all
of the infrastructure variables have positive and significant effect on income per
capita except for water in Indonesia in general and provinces with high income
per capita, then length of roads in provinces with low income per capita. Income
per capita in Indonesia in general and provinces with high income per capita is

sensitive to the availability of economic infrastructure, while income per capita in
provinces with low income per capita is sensitive to availability of social
infrastructure.
Keywords : Income per capita, Infrastructure, Panel data

KETERKAITAN ANTARA INFRASTRUKTUR DAN
PENDAPATAN PER KAPITA: PERBANDINGAN DAERAH
KAYA DAN MISKIN DI INDONESIA 2003-2012

NI PUTU MANACIKA MANUPADA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keterkaitan antara Infrastruktur dan Pendapatan per Kapita:
Perbandingan Daerah Kaya dan Miskin di Indonesia 2003-2012
Nama
: Ni Putu Manacika Manupada
NIM
: H14100091


Disetujui oleh

Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D
Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai April 2014
ini ialah ekonomi regional, dengan judul Keterkaitan antara Infrastruktur dan
Pendapatan per Kapita: Perbandingan Daerah Kaya dan Miskin di Indonesia
2003-2012.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

orangtua dan keluarga penulis, yaitu Bapak I Nengah Suastawa (Alm), Ibu
Komang Yeni Trisnawati, serta adik-adik dari penulis yaitu Ni Made Wacika
Manutara dan Ni Nyoman Kayika Manuhita atas doa, motivasi, dan dukungan
secara moril dan juga materiil untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan secara teoritis maupun moril dalam proses
penyusunan sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Dr. Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji utama dan Ranti Wilasih, M.Si
selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah
diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
yang memberikan ilmu dan dukungan kepada penulis selama menjalankan
studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
4. Teman-teman satu bimbingan Pupu, Nita, Nia, dan Tisa yang menjadi teman
berdiskusi dan juga berbagi suka dan duka selama penyusunan skripsi ini,
serta Kak Perdana dan Kak Nella yang membantu dalam proses penulisan
skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat hiphip di perkuliahan Uke, Arti, Dian, Alfin, Tika, Heny,
Fida, Amel, Fazri, Erlangga, Dwiki, serta sahabat-sahabat lainnya Putri

Monicha, Meliana, Deska, Ticka, Ayumi, Nabila, Eri, Rheza, Bani, Ogis,
Firman, Dinar, dan The Flinch.
6. Teman-teman Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan 47, Hipotesa 2011 dan
2012, KMHD IPB, Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Kangin, dan keluarga besar SM Town.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Ni Putu Manacika Manupada

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3


Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

4

Pendapatan per Kapita

4

Infrastruktur

4


Hipotesis

5

Kerangka Pemikiran Konseptual

5

METODE

6

Jenis dan Sumber Data

6

Metode dan Pengolahan Data

7


Metode Data Panel dan Uji Asumsi Klasik

7

Elastisitas

9

Perumusan Model Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Perkembangan Pendapatan per Kapita di Provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi, Provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia Secara
Keseluruhan

10

Perkembangan Ketersediaan Infrastruktur di Provinsi dengan PDRB per Kapita
Tinggi, Provinsi dengan PDRB per Kapita Rendah, dan Indonesia Secara
Keseluruhan
11
Keterkaitan Infrastruktur dengan Pendapatan per Kapita

15

Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur terhadap Pendapatan per Kapita

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
Data, variabel, dan sumber data
Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya
Uji model terbaik analisis data panel
Hasil estimasi model ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan
per kapita di Indonesia
5 Hasil estimasi model ketersediaan infrastrutur terhadap pendapatan per
kapita di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
6 Hasil estimasi model ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan
per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita rendah
7 Elastisitas infrastruktur terhadap pendapatan per kapita

1
2
3
4

7
9
15
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1 Produk Domestik Bruto per Kapita atas harga dasar konstan 2000 tahun
2003-2012
2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tertinggi dan
terendah tahun 2003 dan 2012
3 Kerangka pemikiran konseptual
4 Rata-rata pendapatan per kapita atas dasar harga konstan 2000 di
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per
kapita rendah, dan Indonesia secara keseluruhan 2003-2012
5 Rata-rata persentase akses rumah tangga terhadap air bersih di provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per kapita
rendah, dan Indonesia secara keseluruhan 2003-2012
6 Rata-rata persentase penggunaan air minum berdasarkan sumbernya di
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan rendah 2003-2012
7 Rata-rata persentase akses rumah tangga terhadap listrik yang
bersumber dari PLN di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi,
provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia secara
keseluruhan
8 Rata-rata kepadatan jalan di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi,
provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia secara
keseluruhan 2003-2012
9 Rata-rata kepadatan sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK) di provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per kapita
rendah, dan Indonesia secara keseluruhan 2003-2012
10 Rata-rata kepadatan ranjang rumah sakit di provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia
secara keseluruhan 2003-2012

1
2
5

10

11
12

12

13

14

14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di
Indonesia secara keseluruhan
2 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk
mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per
kapita di Indonesia secara keseluruhan
3 Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi
keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per kapita di
Indonesia secara keseluruhan
4 Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi
keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per kapita di
Indonesia secara keseluruhan
5 Hasil uji Chow untuk mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur
dengan pendapatan per kapita di Indonesia secara keseluruhan
6 Hasil uji Hausman untuk mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur
dengan pendapatan per kapita di Indonesia secara keseluruhan
7 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
8 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk
mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per
kapita di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
9 Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi
keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per kapita di
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
10 Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi
keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per kapita di
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
11 Hasil uji Chow untuk mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur
dengan pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi
12 Hasil uji Hausman untuk mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur
dengan pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi
13 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas di
provinsi dengan PDRB per kapita rendah
14 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk
mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per
kapita di provinsi dengan PDRB per kapita rendah
15 Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect untuk mengestimasi
keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per kapita di
provinsi dengan PDRB per kapita rendah
16 Hasil pengujian dengan metode Random Effect untuk mengestimasi
keterkaitan antara infrastruktur dengan pendapatan per kapita di
provinsi dengan PDRB per kapita rendah

23

23

24

25
26
26
27

27

28

29

30

30
31

31

32

33

17 Hasil uji Chow untuk mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur
dengan pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita
rendah
18 Hasil uji Hausman untuk mengestimasi keterkaitan antara infrastruktur
dengan pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita
rendah

34

34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian di suatu negara adalah pendapatan per kapita, yaitu rasio Produk
Domestik Bruto (PDB) terhadap jumlah penduduk atau rasio Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) terhadap jumlah penduduk untuk cakupan regional.
Pendapatan per kapita juga menjadi salah satu gambaran tingkat kemakmuran
suatu negara. Semakin tinggi pendapatan per kapita, maka semakin tinggi daya
beli penduduk dan daya beli yang bertambah ini akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Sukirno 2006).

Produk Domestik Bruto
per Kapita (juta Rupiah)

12
10
8
6
4
2
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)

Gambar 1 Produk Domestik Bruto per kapita atas harga dasar
konstan 2000 tahun 2003-2012
Seperti yang terlihat pada Gambar 1, pendapatan per kapita di Indonesia
dari tahun ke tahun secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Pada tahun
2003, pendapatan per kapita di Indonesia sebesar Rp 7 287 245.70 dan terus
meningkat sehingga menjadi Rp 10 590 578.20 pada tahun 2012. Meskipun secara
keseluruhan pendapatan per kapita di Indonesia mengalami peningkatan, tetapi
jika ditinjau dari pendapatan per kapita regionalnya, akan terlihat perbedaan
pendapatan per kapita antar provinsi di Indonesia.
Pada tahun 2003 Provinsi Kalimantan Timur memiliki pendapatan per
kapita paling tinggi sebesar Rp 32 987 950 dan Provinsi Gorontalo memiliki
pendapatan per kapita terendah sebesar Rp 1 998 814. Pada tahun 2012, Provinsi
DKI Jakarta memiliki pendapatan per kapita paling tinggi yaitu sebesar Rp 45 675
000.87 dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan pendapatan per kapita paling
rendah, yaitu Rp 2 866 440.53 (Gambar 2). Perbedaan yang sangat timpang antara
provinsi yang memiliki pendapatan per kapita tertinggi dan pendapatan per kapita
terendah menggambarkan bahwa tingkat kemakmuran antarprovinsi di Indonesia
belum merata (Badan Pusat Statistik 2013).

Pendapatan Domestik
Regional Bruto per
Kapita (juta Rupiah)

2
50
40
Prov. pendapatan per
kapita tertinggi

30
20

Prov. pendapatan
perkapita terendah

10
0
2003

2012
Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)

Gambar 2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per
kapita tertinggi dan terendah tahun 2003 dan 2012
Peningkatan pendapatan per kapita di Indonesia belum mampu dijadikan
tolok ukur keberhasilan kinerja perekonomian Indonesia karena tidak diiringi
dengan pemerataannya di tingkat provinsi. Perbedaan pendapatan per kapita
provinsi-provinsi di Indonesia atau PDRB per kapita ini salah satunya disebabkan
oleh perbedaan kuantitas dan kualitas ketersediaan infrastruktur, serta
pembangunan dari infrastruktur itu sendiri (Bappenas 2013).
Dalam upaya pembangunan ekonomi diperlukan analisis peranan
infrastruktur yang mampu mendukung pembangunan perekonomian tersebut.
Karena peningkatan prasarana infrastruktur diharapkan mampu mendatangkan
kesejahteraan dan meningkatkan efisiensi kegiatan ekonomi sehingga
ketimpangan PDRB per kapita ini dapat ditanggulangi (Wahyuni 2009).
Menurut Ramelan (1997), infrastruktur dibagi menjadi dua jenis yaitu
infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah
infrastruktur fisik yang terdiri dari prasarana umum seperti prasarana transportasi,
jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih, sanitasi, pembuangan limbah, serta
perhubungan. Infrastruktur sosial terdiri dari prasarana pendidikan dan kesehatan.
Ketersediaan infrastruktur, baik ekonomi dan sosial, merupakan bagian
terpenting dari strategi dan upaya pembangunan untuk meningkatkan
produktivitas dan pertumbuhan output (Srinivasu dan Rao 2013). Selain itu,
infrastruktur juga merupakan instrumen yang dapat memperlancar perputaran roda
perekonomian sehingga akselerasi pembangunan pun dapat dilaksanakan karena
semakin tinggi tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu daerah, maka
pembangunan di daerah tersebut akan berjalan semakin cepat (Basri 2002).
Pembangunan infrastruktur sosial di bidang pendidikan dan kesehatan
akan berpengaruh terhadap modal tenaga kerja (terutama penduduk miskin) yang
nantinya akan berdampak pada peningkatan kesempatan kerja dan juga prospek
pendapatan yang meningkat (Calderón dan Servén 2004). Selain itu, ketersediaan
infrastruktur ekonomi atau fisik seperti tenaga listrik, air bersih, jalan, dan
sebagainya memiliki keterkaitan yang kuat dengan perkembangan suatu wilayah
yang ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Daerah yang memiliki ketersediaan infrastruktur yang lebih baik memiliki laju
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik dibandingkan

3
dengan daerah yang memiliki ketersediaan infrastruktur yang terbatas (Bappenas
2003).
Arah kebijakan pembangunan nasional dan pembangunan daerah disusun
berdasarkan isu strategis di setiap tahunnya agar arah kebijakan dapat
dilaksanakan dengan tuntas dan terfokus, mengingat ketersediaan sumberdaya
yang terbatas (Bappenas 2013). Selain itu, setiap daerah di Indonesia memiliki
karakteristik dan tingkat kematangan ekonomi yang berbeda sehingga
pembangunan infrastruktur pun perlu disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing.
Berdasarkan pendapatan per kapitanya, provinsi di Indonesia dibagi
menjadi 2 bagian yaitu provinsi kaya dengan PDRB per kapita tinggi dan provinsi
miskin dengan PDRB per kapita rendah. Masing-masing provinsi ini memiliki
tingkat pembangunan infrastruktur yang berbeda-beda. Oleh karena itu penelitian
ini akan melihat bagaimana ketersediaan infrastruktur di 2 kelompok tersebut dan
Indonesia secara keseluruhan, serta variabel infrastruktur manakah yang
pengaruhnya paling besar bagi pendapatan per kapita.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah perkembangan pendapatan per kapita dan ketersediaan
infrastruktur di Indonesia secara keseluruhan, provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita rendah?
2. Bagaimanakah keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dengan
pendapatan per kapita di Indonesia secara keseluruhan, provinsi dengan
PDRB per kapita tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita rendah?
3. Bagaimanakah pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per
kapita di Indonesia secara keseluruhan, provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita rendah?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan pendapatan per
kapita, ketersediaan infrastruktur (air, listrik, panjang jalan, pendidikan, dan
kesehatan), serta keterkaitan antar keduanya di Indonesia secara keseluruhan,
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita
rendah. Selain itu, penelitian ini pun bertujuan untuk mengetahui pengaruh
ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per kapita di Indonesia, provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita rendah
sehingga pembangunannya harus diutamakan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi
pemerintah pusat dan daerah, juga instansi terkait mengenai pentingnya
mengetahui perkembangan pendapatan per kapita dan infrastruktur, keterkaitan

4
antara pendapatan infrastruktur dan pendapatan per kapita, serta pengaruh
ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per kapita di Indonesia secara
keseluruhan, di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, dan provinsi dengan
PDRB per kapita rendah agar arah pembangunan perekonomian dan infrastruktur
lebih fokus dan terarah. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi bahan pustaka dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta rujukan
bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup perkembangan pendapatan per
kapita, ketersediaan infrastruktur (air, listrik, panjang jalan, pendidikan, dan
kesehatan), keterkaitan antara pendapatan infrastruktur dan pendapatan per kapita,
serta pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per kapita di
Indonesia secara keseluruhan, di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, dan
provinsi dengan PDRB per kapita rendah. Analisis dalam penelitian ini
menggunakan metode data panel dengan 30 provinsi di Indonesia pada tahun
2003-2012 yang dibagi menjadi 15 provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan
15 provinsi dengan PDRB per kapita rendah. Jenis infrastruktur yang digunakan
adalah air, listrik, panjang jalan, pendidikan, dan kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pendapatan per Kapita
Pendapatan per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk digunakan
sebagai alat ukur untuk mengukur laju pembangunan ekonomi dan taraf
kemakmuran masyarakat (Sukirno 2006). Tujuan digunakannya pendapatan per
kapita sebagai alat ukur pembangunan ekonomi adalah pertama, untuk
menunjukkan secara kasar laju dari pembangunan ekonomi yang dicapai pada
suatu tahun dan kedua, untuk membandingkan tingkat kemakmuran yang dicapai
setiap negara. Fungsi lain dari pendapatan per kapita adalah untuk
menggambarkan perbedaan tingkat kemakmuran di antar wilayah. Semakin tinggi
pendapatan per kapita, semakin tinggi daya beli penduduk, dan daya beli ini akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Infrastruktur
Menurut Basri dan Munandar (2009), infrastruktur merupakan penentu
kelancaran dan akselerasi pembangunan karena dengan tersedianya fasilitas
infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah atau negara.
Infrastruktur memiliki eksternalitas yang tinggi karena pengadaan infrastruktur
berpengaruh positif bagi perkembangan sektor ekonomi lainnya. Secara garis
besar, Bank Dunia membagi infrastruktur dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu
(1) infrastruktur ekonomi atau infrastruktur fisik, yang meliputi jalan raya, rel

5
kereta api, bandara, pasokan listrik, jaringan telekomunikasi, ketersediaan air
bersih, dermaga dan pelabuhan, dan sebagainya, (2) infrastruktur sosial yang
meliputi pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan perumahan (3) infrastruktur
administrasi atau infrastruktur institusional yang meliputi hukum, koordinasi, dan
kontrol administrasi.
Hipotesis
Berdasarkan berbagai landasan teori dan penelitian sebelumnya, dapat
dirumuskan hipotesis interaksi antara variabel terikat dan variabel bebas sebagai
berikut :
1. Infrastruktur air akan berpengaruh positif terhadap pendapatan dan juga
pembangunan ekonomi karena air merupakan kebutuhan pokok dan juga
faktor yang penting dalam pemilihan lokasi untuk pemukiman rumah tangga,
perusahaan, dan juga perindustrian sebagai roda perekonomian (Rives dan
Heaney 1995).
2. Infrastruktur listrik akan berpengaruh positif terhadap pendapatan per kapita
karena semakin tinggi tingkat konsumsi listrik akan meningkatkan
pendapatan secara positif karena jumlah pengakses listrik di suatu wilayah
akan membantu pergerakan perekonomian daerah sehingga produktivitas
individu meningkat (Sari 2009).
3. Infrastruktur jalan akan berpengaruh positif terhadap pendapatan perkapita
karena terdapat korelasi positif antara panjang jalan per luas wilayah dengan
pendapatan, sehingga jika infrastruktur jalan di suatu daerah baik maka
pendapatan masyarakat pun meningkat (Basri dan Munandar 2009).
4. Infrastruktur pendidikan akan secara positif mempengaruhi pendapatan per
kapita karena peningkatan infrastruktur pendidikan akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan tanpa adanya trade-off
karena pendidikan berkaitan dengan mobilitas tenaga kerja (Zheng dan
Kuroda 2012). Artinya, pendidikan mampu meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga pendapatan pun meningkat.
5. Infrastruktur kesehatan akan secara positif mempengaruhi pendapatan per
kapita karena semakin tinggi pendapatan masyarakat maka investasi untuk
kesehatan pun semakin tinggi sehingga harapan hidup meningkat dan
produktivitas pun ikut meningkat (Todaro dan Smith 2006).
6. Pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi akan lebih
sensitif terhadap ketersediaan infrastruktur ekonomi (air, listrik, dan panjang
jalan), sedangkan pendapatan per kapita di provinsi dengan PDRB per kapita
rendah akan sensitif terhadap ketersediaan infrastruktur sosial (sekolah dan
ranjang rumah sakit).

Kerangka Pemikiran Konseptual
Berdasarkan hipotesis yang telah dipaparkan, maka untuk menganalisis
keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan pendapatan per kapita di
Indonesia secara keseluruhan, provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, dan

6
provinsi dengan PDRB per kapita rendah diperoleh kerangka pemikiran
konseptual sebagai berikut :

Gambar 3 Kerangka pemikiran konseptual

METODE
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder 30 provinsi di Indonesia dengan
rincian 15 provinsi kaya dengan PDRB per kapita tinggi dan 15 provinsi miskin
dengan PDRB per kapita rendah yang dibagi berdasarkan pendapatan per kapita
rata-ratanya dengan time series waktu tahunan periode 2003-2012 yang digabung
menjadi data panel. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Kementerian Kesehatan, serta studi pustaka yang dilakukan terhadap jurnal,
artikel-artikel di internet, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian
ini. Data sekunder yang digunakan diuraikan pada Tabel 1.

7
Tabel 1 Data, variabel, dan sumber data
No
1
2

3

4
5

6

Data yang digunakan
Pendapatan per kapita di 30 provinsi
di Indonesia
Banyaknya rumah tangga yang
menggunakan sumber air minum
bersih (%)
Banyaknya rumah tangga yang
mengakses listrik yang bersumber
dari PLN (%)
Rasio panjang jalan terhadap luas
wilayah (km/km2)
Rasio jumlah sekolah SD, SMP,
SMA, dan SMK terhadap populasi
(unit/jiwa)
Rasio jumlah ranjang rumah sakit
terhadap populasi (unit/jiwa)

Variabel

Sumber data

LNPDRBK

BPS

AIR

BPS

LSTRK

BPS

LNJLN

BPS

LNSKLH

BPS

LNBED

KEMENKES

Metode dan Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif.
Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode data panel. Metode ini
digunakan untuk menganalisis keterkaitan ketersediaan infrastruktur dengan
pendapatan per kapita di Indonesia secara keseluruhan, provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita rendah serta elastisitas untuk
menganalisis pengaruh masing-masing variabel infrastruktur terhadap perubahan
pendapatan per kapita. Metode analisis kualitatif digunakan untuk
menginterpretasikan hasil dari metode analisis kuantitatif yang dilakukan dengan
program komputer Eviews 6 dan Microsoft Excel 2010.

Metode Data Panel dan Uji Asumsi Klasik
Teknik estimasi dalam metode data panel terdiri dari tiga macam, yaitu
Pooled Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model.
Untuk menentukan model mana yang tepat untuk pengolahan data, perlu
dilakukan uji kesesuaian model, yaitu dengan menggunakan Chow Test dan
Hausman Test. Setelah itu, dilakukan uji asumsi klasik untuk mendapatkan model
yang terbaik.
Dalam pengolahan data panel, untuk memilih metode dan model yang
paling tepat perlu dilakukan beberapa pengujian, yaitu :
1. Chow Test, yaitu uji kesesuaian yang dilakukan untuk membandingkan model
Pooled Least Square dengan Fixed Effect Model. Hipotesis dalam pengujian
ini adalah :

8
H0 : Pooled Least Square
H1 : Fixed Effect Model
Jika hasil pengujian menunjukkan nilai Fstatistik lebih kecil dari FN-1,NT-N-K,
maka terima H0 sehingga yang digunakan adalah model Pooled Least Square.
Sebaliknya, jika nilai Fstatistik lebih besar dari FN-1, NT-N-K, maka tolak H0
sehingga yang digunakan adalah model Fixed Effect.
2. Hausman Test, yaitu uji keseuaian yang dilakukan untuk membandingkan
model Fixed Effect Model dengan Random Effect Model. Hipotesis dalam
pengujian ini adalah :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Jika hasil pengujian menunjukkan nilai Fstatistik lebih kecil dari Fchi maka tolak
H0 sehingga yang digunakan adalah model Fixed Effect. Sebaliknya, jika nilai
Fhausman lebih besar dari Fchi, maka terima H0 sehingga yang digunakan adalah
model Random Effect.
Dalam metode data panel, kriteria ekonometrik harus memenuhi 3 uji
asumsi model klasik yang utama, yaitu uji Multikolinearitas, uji
Heteroskedastisitas, dan uji Autokorelasi. Penjelasan dari ketiga uji asumsi
tersebut adalah :
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear sempurna antarpeubah
bebas dalam model (Juanda 2009). Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat
dilihat dengan membandingkan nilai uji korelasi antara 2 variabel bebas dengan
nilai R2. Jika nilai uji korelasi lebih kecil dari R2, maka tidak ada multikolinearitas.
Sebaliknya, jika nilai uji korelasi lebih besar dari R2, maka terjadi
multikolinearitas.
Uji Heteroskedastisitas
Dalam asumsimodel regresi yang bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased
Estimator), error ui bersifat homoskedastik yang artinya semua memiliki ragam
yang sama, atau σ2 konstan. Jika terdapat masalah heteroskedastisitas dalam
model regresi, maka model menjadi tidak memiliki ragam minimum (tidak
efisien) dan tidak bias. Salah satu cara untuk mengatasi heteroskedastisitas adalah
menggunakan metode Generalized Least Square (GLS), yaitu metode kuadrat
terkecil yang diboboti dengan cara model ditransformasi dengan memberikan
bobot pada data aslinya (Juanda 2009).
Uji Autokorelasi
Autokolerasi adalah korelasi di antara anggota observasi yang diurut
menurut waktu (time series) atau ruang (cross section) (Gujarati 2006). Untuk
mendeteksi adanya autokorelasi pada model salah satunya dapat menggunakan
statistik uji Durbin-Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai DurbinWatson (DW) statistik dengan nilai DW-tabel. Daerah keputusan H0 dan H1 dapat
dilihat dari Tabel 2.

9
Tabel 2 Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya
Nilai DW
Keputusan
4-dL< DW < 4
Tolak H0; ada autokolerasi negatif
4-dU< DW < 4-dL
Tidak tentu, coba uji yang lain
dU< DW < 4-dU
Terima H0
dL< DW < 4-dU
Tidak tentu, coba uji yang lain
0< DW < dL
Tolak H0; ada autokolerasi positif
Sumber : Juanda (2009)

Elastisitas
Elastisitas digunakan untuk mengukur pengaruh 1% perubahan dalam
variabel independen X terhadap persentase perubahan variabel dependen Y dan
untuk mengevaluasi pentingnya variabel-variabel independen karena elastisitas
dapat digunakan bebas satuan. Secara umum, nilai elastisitas tak terbatas dan
dapat bernilai positif dan negatif (Juanda 2009).

Perumusan Model Penelitian
Untuk menganalisis keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dengan
pendapatan per kapita, dalam penelitian ini digunakan 5 variabel independen yang
terdiri dari infrastruktur air, listrik, panjang jalan, pendidikan, dan kesehatan serta
variabel dependen pendapatan per kapita. Hubungan antara ketersediaan
infrastruktur dan pendapatan per kapita ini dirumuskan menjadi 3 model agar
terlihat perbedaan antara masing-masing wilayah dan rekomendasi yang diberikan
bisa tepat sasaran. Persamaan estimasi data panel yang digunakan adalah :
LNPDRBKSit = α0 + α1AIRit + α2LSTRKit + α3LNJLNit + α4LNSKLHit +
α5LNBEDit + it (1)
LNPDRBKTit = α0 + α1AIRit + α2LSTRKit + α3LNJLNit + α4LNSKLHit +
α5LNBEDit + it (2)
LNPDRBKRit = α0 + α1AIRit + α2LSTRKit + α3LNJLNit + α4LNSKLHit +
α5LNBEDit + it (3)
Keterangan :
(1)
:
(2)
:
(3)
:
α0
:
α1 – α5
:
:
:
AIRit
:
LSTRKit
:
LNJLNit
LNSKLHit :
:
LNBEDit

Model 1 untuk Indonesia secara keseluruhan
Model 2 untuk provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
Model 3 untuk provinsi dengan PDRB per kapita rendah
Intersep
Parameter infrastruktur
Error term
Akses rumah tangga terhadap air bersih (%)
Akses rumah tangga terhadap listrik bersumber PLN (%)
Rasio jalan terhadap luas wilayah (km/km2)
Rasio jumlah sekolah terhadap populasi (unit/jiwa)
Rasio jumlah ranjang rumah sakit terhadap populasi (unit/jiwa)

10
: Provinsi; i=1,2,3,… 30
: Times series; t=1,2,3,…10 (mewakili 2003-2012)

i
t

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Pendapatan per Kapita di Provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi, Provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia Secara
Keseluruhan
Pendapatan per kapita merupakan salah satu gambaran tingkat kemakmuran
di suatu negara atau daerah. Seperti yang terlihat pada Gambar 4, secara
keseluruhan PDRB per kapita di Indonesia pada tahun 2003-2012 mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3.6% dan PDRB per kapita
rata-rata sebesar Rp 8 457 763. Jika PDRB per kapita di Indonesia dibagi
berdasarkan provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan rendah, maka akan
terlihat perbedaan dari keduanya. Untuk provinsi dengan PDRB per kapita tinggi,
pada tahun 2003-2012 memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 3.2% dan PDRB
per kapita rata-rata sebesar Rp 12 325 648. Sedangkan provinsi dengan PDRB per
kapita rendah memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 4.2% dengan PDRB per
kapita rata-rata sebesar Rp 4 589 879 pada tahun 2003-2012.
Perbedaan pendapatan per kapita antara provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi dan rendah ini dari tahun ke tahun terus mengalami fluktuasi. Lima tahun
terakhir, kesenjangan pendapatan per kapita antara provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi dan provinsi dengan PDRB per kapita rendah ini terus melebar, yang
artinya pendapatan per kapita di Indonesia masih belum merata dan timpang.
14
12
10

Pendapatan per
Kapita
(juta Rupiah)

8
6
4
2
0

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Prov. PDRB per kapita tinggi

11.41 11.24 11.98 11.66 12.11 12.56 12.93 12.42 13.35 13.60

Prov. PDRB per kapita rendah

3.78

3.89

4.09

4.25

4.45

4.67

4.91

5.07

5.29

5.50

Indonesia

7.59

7.56

8.04

7.96

8.28

8.62

8.92

8.74

9.32

9.55

Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik 2003-2012 (diolah)

Gambar 4 Rata-rata pendapatan per kapita atas dasar harga konstan
2000 di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi,
provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia
secara keseluruhan 2003-2012

11
Perkembangan Ketersediaan Infrastruktur di Provinsi dengan PDRB per
Kapita Tinggi, Provinsi dengan PDRB per Kapita Rendah, dan Indonesia
Secara Keseluruhan
Ketersediaan air bersih sangat penting bagi keberlangsungan kegiatan
perekonomian. Seperti yang terlihat pada Gambar 5, rata-rata akses rumah tangga
terhadap air bersih di Indonesia mengalami fluktuasi, baik secara keseluruhan atau
di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan juga rendah. Dari tahun 2003
hingga 2012, secara keseluruhan di Indonesia rata-rata akses rumah tangga
terhadap air bersih sebesar 63.71%. Untuk provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi, rata-rata akses rumah tangga terhadap air bersih sebesar 61.48% dan untuk
provinsi dengan PDRB per kapita rendah sebesar 65.94%.
80
60

Air bersih (%)

40
20
0

Prov. PDRB per kapita tinggi

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

55.49 59.23 55.92 59.47 58.20 61.50 64.79 65.61 68.81 65.75

Prov. PDRB per kapita rendah 61.92 63.68 65.61 66.52 61.82 64.21 66.61 67.53 70.08 71.45
Indonesia
58.71 61.46 60.76 63.00 60.01 62.86 65.70 66.57 69.45 68.60

Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik 2003-2012 (diolah)

Gambar 5 Rata-rata persentase akses rumah tangga terhadap air
bersih di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi,
provinsi dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia
secara keseluruhan 2003-2012
Rumah tangga di provinsi dengan PDRB per kapita rendah memiliki akses
terhadap air bersih lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga di provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh akses air bersih
yang bersumber dari sumur terlindung dan mata air terlindung di provinsi dengan
PDRB per kapita rendah lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi dengan PDRB
per kapita tinggi. Akses air bersih di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
mayoritas bersumber dari ledeng dan air kemasan (Gambar 6).

12

Sumber : Badan Pusat Statistik 2003-2012 (diolah)

Gambar 6 Rata-rata persentase penggunaan air minum berdasarkan
sumbernya di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan
rendah 2003-2012
Listrik merupakan salah satu komponen penting untuk menggerakkan roda
perekonomian Indonesia. Rata-rata akses rumah tangga terhadap listrik PLN di
Indonesia terus mengalami peningkatan secara keseluruhan maupun di provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi dan rendah. Rata-rata persentase rumah tangga
yang mengakses listrik PLN di Indonesia pada tahun 2003-2012 sebesar 77.46%.
Di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi sebesar 82.32% dan 71.48% untuk
provinsi dengan PDRB per kapita rendah (Gambar 7).
100
80
60

Listrik (%)

40
20
0

200
3

200
4

200
5

200
6

200
7

200
8

200
9

201
0

201
1

201
2

Prov. PDRB per kapita tinggi

77.43 79.80 80.41 81.02 82.06 83.44 83.24 83.61 85.31 86.90
Prov. PDRB per kapita rendah 64.44 66.95 68.01 69.07 71.52 73.29 74.03 74.35 76.18 80.55
Indonesia
71.78 73.48 74.40 75.32 77.09 78.90 78.82 79.46 81.15 84.20

Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik 2003-2012 (diolah)

Gambar 7 Rata-rata persentase akses rumah tangga terhadap listrik
yang bersumber dari PLN di provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per kapita rendah,
dan Indonesia secara keseluruhan 2003-2012
Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang terpenting dalam kegiatan
perekonomian karena jalan mampu menghubungkan satu wilayah dengan wilayah
lainnya sehingga penyaluran barang dan jasa dapat berlangsung. Menurut
kondisinya, Badan Pusat Statistik membagi jalan menjadi 4 bagian, yaitu jalan

13
baik, jalan sedang, jalan rusak, dan jalan rusak berat. Dalam penelitian ini
digunakan jalan baik dan jalan sedang. Jalan baik adalah jalan yang dapat dilalui
kendaraan dengan kecepatan 60 km/jam dan selama 2 tahun mendatang tanpa
pemeliharaan pada pengerasan jalan. Sedangkan jalan sedang adalah jalan yang
dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 40-60 km/jam dan selama 1 tahun
mendatang tanpa rehabilitasi pada pengerasan jalan.
1.200
1.000
0.800

Prov. PDRB per
kapita tinggi

0.600

Prov. PDRB per
kapita rendah

0.400

Indonesia

0.200
0.000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik 2003-2012 (diolah)

Gambar 8 Rata-rata kepadatan jalan di provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per kapita rendah,
dan Indonesia secara keseluruhan 2003-2012
Seperti yang terlihat pada Gambar 8, rasio panjang jalan menurut kondisi
baik dan sedang terhadap luas wilayah di Indonesia secara keseluruhan, dan juga
pada provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan rendah mengalami peningkatan
dan penurunan dari tahun 2003 hingga 2012. Rata-rata kepadatan jalan di
Indonesia secara keseluruhan adalah 0.342, di provinsi dengan PDRB per kapita
tinggi adalah 0.769, dan di provinsi dengan PDRB per kapita rendah adalah 0.342.
Provinsi dengan PDRB per kapita tinggi memiliki kepadatan jalan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan provinsi dengan PDRB per kapita rendah.
Keberadaan infrastruktur pendidikan sangat penting karena mampu
menunjang peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga produktivitasnya
pun meningkat. Dari tahun 2003 hingga 2012, kepadatan sekolah (SD, SMP,
SMA, dan SMK) di Indonesia secara keseluruhan adalah 0.00104, di provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi adalah 0.00092, dan di provinsi dengan PDRB per
kapita rendah adalah 0.00116. Di provinsi dengan PDRB per kapita rendah
memiliki kepadatan sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi
dengan PDRB per kapita tinggi, artinya ketersediaan unit sekolah untuk penduduk
di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi lebih rendah dibandingkan dengan
ketersediaan unit sekolah untuk penduduk di provinsi dengan PDRB per kapita
rendah.

14

Kepadatan sekolah
(unit/populasi)

0.00150
0.00120
0.00090

Prov. PDRB per
kapita tinggi

0.00060

Prov. PDRB per
kapita rendah

0.00030

Indonesia

0.00000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik 2003-2012 (diolah)

Gambar 9 Rata-rata kepadatan sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK)
di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, provinsi
dengan PDRB per kapita rendah, dan Indonesia secara
keseluruhan 2003-201
Kualitas infrastruktur kesehatan salah satunya dapat dilihat dari rasio
ranjang rumah sakit terhadap populasi. Semakin tinggi rasionya artinya daya
tampung rumah sakit bagi masyarakat semakin tinggi. Pada tahun 2003-2012,
rata-rata kepadatan ranjang rumah sakit mengalami peningkatan tetapi pada tahun
2005 dan 2006 mengalami penurunan. Rata-rata kepadatan ranjang rumah sakit di
Indonesia secara keseluruhan sebesar 0.00068, di provinsi dengan PDRB per
kapita tinggi sebesar 0.00070, dan di provinsi dengan PDRB per kapita rendah
0.00066. Berdasarkan data ini, artinya rasio ranjang rumah sakit terhadap populasi
di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi dan rendah tidak timpang.
0.00120

Rata-rata rasio
(unit/populasi)

0.00100
Prov. PDRB
per kapita
tinggi

0.00080
0.00060

Prov. PDRB
per kapita
rendah

0.00040
0.00020

Indonesia

0.00000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik 2002 dan Kementerian Kesehatan 2004-2012
(diolah)

Gambar 10 Rata-rata kepadatan rumah sakit di provinsi dengan PDRB
per kapita tinggi, provinsi dengan PDRB per kapita
rendah, dan Indonesia secara keseluruhan 2003-2012

15
Keterkaitan Infrastruktur dengan Pendapatan per Kapita
Dengan analisis data panel, dapat diketahui pengaruh ketersediaan
infrastruktur terhadap pendapatan per kapita di Indonesia secara keseluruhan,
provinsi dengan PDRB per kapita tinggi, dan provinsi dengan PDRB per kapita
rendah. Dalam penelitian ini terdapat dua tahap uji statistik untuk mencari model
terbaik, yaitu uji Chow dan uji Hausman. Berdasarkan uji Chow dan uji Hausman
pada ketiga model tersebut (model 1: Indonesia; model 2: provinsi dengan PDRB
per kapita tinggi; model 3: provinsi dengan PDRB per kapita rendah) maka model
yang digunakan adalah Fixed Effect karena probabilitas Chi-Sq dari ketiga model
tersebut kurang dari taraf nyata 5%.
Tabel 3 Uji model terbaik analisis data panel
Uji Model Terbaik
Probabilitas Uji Chow
Probabilitas Uji Hausman

Model 1
0.000*
0.000*

Probabilitas Chi-Sq
Model 2
Model 3
0.0000*
0.0000*
0.0090*
0.0069*

Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Uji asumsi klasik pertama yang harus dipenuhi adalah uji multikolinearitas
dengan cara melakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil penghitungan nilai
koefisien korelasi dengan menggunakan Eviews 6 (Lampiran), pada ketiga model
ini tidak terdapat multikolinearitas karena nilai uji korelasi dari antara 2 variabel
bebas dalam model lebih kecil dari R2.
Uji asumsi klasik selanjutnya adalah uji heteroskedastisitas dan uji
autokorelasi. Dengan dilakukannya metode GLS (Generalized Least Square)
yaitu dengan memberikan cross section weights pada model maka pelanggaran
asumsi heteroskedastisitas dan autokorelasi dapat diabaikan (Juanda 2009). Selain
itu, berdasarkan Tabel 4, 5, dan 6 dapat dilihat bahwa pada ketiga model nilai Sum
square resid yang diboboti (weighted) lebih kecil dibandingkan dengan nilai Sum
square resid yang tidak diboboti (unweighted), yang artinya pelanggaran asumsi
heteroskedastisitas sudah teratasi.
Model Indonesia secara Keseluruhan (Model 1)
Dari hasil estimasi pada Tabel 4, model 1 memiliki nilai R2 sebesar
0.992214 yang artinya sebesar 99.22% keragaman pada variabel dependen
(pendapatan per kapita) dapat dijelaskan oleh variabel independen (air, listrik,
jalan, sekolah, dan ranjang rumah sakit), sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain di luar model. Nilai probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf
nyata 5% menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu
menjelaskan pengaruhnya bagi pendapatan per kapita dengan baik.

16
Tabel 4 Hasil estimasi model ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per
kapita di Indonesia secara keseluruhan
Indonesia
Variabel
Koefisien
t-statistik
C
16.84938*
37.06573
Air
0.000656
1.071778
Listrik
0.009812*
11.60226
Jalan
0.036127*
2.942143
Sekolah
0.191240*
3.153322
Ranjang rumah sakit
0.075538*
5.964010
Uji Kesesuaian Model
R-squared (R2)
0.992214
Durbin-Watson
0.814890
Prob > F-stat
0.00000*
Sum square resid (Weighted)
3.456257
Sum square resid (Unweighted)
3.663143
Jumlah observasi
299
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Seperti yang terlihat pada Tabel 4, seluruh variabel infrastruktur memiliki
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan per kapita, kecuali
air (AIR) tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf 5% namun memiliki tanda
positif, yang artinya sesuai dengan hipotesis. Listrik (LSTRK) berpengaruh positif
bagi pendapatan per kapita, di mana setiap kenaikan 1% akses rumah tangga
terhadap listrik meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0.0098%. Jalan
(LNJLN) berpengaruh positif bagi pendapatan per kapita yang di mana setiap
kenaikan 1% ketersediaan infrastruktur jalan meningkatkan pendapatan per kapita
sebesar 0.0361%.
Sekolah (LNSKLH) dan ranjang rumah sakit (LNBED) juga memiliki
pengaruh positif bagi pendapatan per kapita. Setiap kenaikan 1% ketersediaan
infrastruktur sekolah akan meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0.1912%
dan untuk ranjang rumah sakit, setiap kenaikan 1% ketersediaan infrastruktur
kesehatan akan meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0.0755%.
Model Provinsi dengan PDRB per Kapita Tinggi (Model 2)
Dari hasil estimasi pada Tabel 5, model 2 memiliki nilai R2 sebesar
0.989850 yang artinya sebesar 98.98% keragaman pada variabel dependen
(pendapatan per kapita) dapat dijelaskan oleh variabel independen (air, listrik,
jalan, sekolah, dan ranjang rumah sakit), sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain di luar model. Nilai probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf
nyata 5% menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu
menjelaskan pengaruhnya bagi pendapatan per kapita dengan baik.

17
Tabel 5 Hasil estimasi model ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per
kapita di provinsi dengan PDRB per kapita tinggi
Prov. PDRB per kapita tinggi
Variabel
Koefisien
t-statistik
C
17.35031*
27.08202
Air
-0.000501
-0.639943
Listrik
0.008764*
4.365404
Jalan
0.046451*
3.011390
Sekolah
0.199015*
2.490884
Ranjang rumah sakit
0.058909*
3.593392
Uji Kesesuaian Model
R-squared (R2)
0.989850
Durbin-Watson
0.655194
Prob > F-stat
0.00000*
Sum square resid (Weighted)
2.520650
Sum square resid (Unweighted)
2.614231
Jumlah observasi
150
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Seperti yang terlihat pada Tabel 5, seluruh variabel infrastruktur memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per kapita, kecuali air (AIR)
tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf 5% dan memiliki tanda negatif
yang tidak sesuai dengan hipotesis. Hubungan negatif antara variabel air dan
pendapatan per kapita ini seperti hasil penelitian Suyanto (2012). Hal ini terjadi
karena pertumbuhan populasi tidak diikuti dengan pertumbuhan ketersediaan air
bersih sehingga kegiatan perekonomian pun terganggu dan mempengaruhi
pendapatan per kapita. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk kualitas
data air dari publikasi BPS karena sangat rentan untuk mengalami sampling error
sehingga dapat memengaruhi hasil olahan data.
Listrik (LSTRK) dan jalan (LNJLN) memiliki pengaruh positif bagi
pendapatan per kapita. Setiap kenaikan 1% akses rumah tangga terhadap listrik
akan meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0.0087% dan setiap kenaikan
1% ketersediaan infrastruktur jalan akan meningkatkan pendapatan per kapita
sebesar 0.0361%. Selain itu, sekolah (LNSKLH) dan ranjang rumah sakit
(LNBED) juga memiliki pengaruh positif bagi pendapatan per kapita. Setiap
kenaikan 1% ketersediaan infrastruktur sekolah akan meningkatkan pendapatan
per kapita sebesar 0.1990% dan untuk ranjang rumah sakit, setiap kenaikan 1%
ketersediaan infrastruktur kesehatan akan meningkatkan pendapatan per kapita
sebesar 0.0589%.
Model Provinsi dengan PDRB per Kapita Rendah (Model 3)
Dari hasil estimasi pada Tabel 6, model 3 memiliki nilai R2 sebesar
0.971065 yang artinya sebesar 97.10% keragaman pada variabel dependen
(pendapatan per kapita) dapat dijelaskan oleh variabel independen (air, listrik,
jalan, sekolah, dan ranjang rumah sakit), sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain di luar model. Nilai probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf

18
nyata 5% menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu
menjelaskan pengaruhnya bagi pendapatan per kapita dengan baik.
Tabel 6 Hasil estimasi model ketersediaan infrastruktur terhadap pendapatan per
kapita di provinsi dengan PDRB per kapita rendah
Prov. PDRB per kapita rendah
Variabel
Koefisien
t-statistik
C
16.76438*
26.30868
Air
0.001806*
2.080206
Listrik
0.008840*
8.823127
Jalan
0.018601
0.782781
Sekolah
0.215580*
2.441430
Ranjang rumah sakit
0.099887*
5.261879
Uji Kesesuaian Model
R-squared (R2)
0.971065
Durbin-Watson
0.957136
0.00000*
Prob > F-stat
Sum square resid (Weighted)
0.861781
Sum square resid (Unweighted)
0.946595
Jumlah observasi
149
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Seperti yang terlihat pada Tabel 6, air (AIR) dan listrik (LSTRK)
berpengaruh positif terhadap pendapatan per kapita. Setiap kenaikan 1% akses
ruma