Partisipasi Masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum dalam Program CSR Tirta Investama

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG
PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR
TIRTA INVESTAMA

IPA SADA HANAMI PURBA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi
Masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum dalam Program CSR
Tirta Investama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Ipa Sada Hanami Purba
NIM I34100130

i

ABSTRAK
IPA SADA HANAMI PURBA. Partisipasi Masyarakat Desa Ciherang Pondok
dan Desa Ciderum dalam Program CSR Tirta Investama. Dibimbing oleh
IVANOVICH AGUSTA.
Program CSR akan terlaksana dengan baik apabila masyarakat turut
berperan aktif didalamnya. Keterlibatan masyarakat akan mampu menumbuhkan
rasa memiliki masyarakat terhadap program yang telah diimplementasikan. Oleh

karena itu, modal sosial dapat dijadikan alat penilaian untuk mengetahui
partisipasi peserta program dalam melaksanakan kegiatan. Penelitian ini dilakukan
dengan metode kuantitatif dan kualitatif, menggunakan kuesioner dan panduan
wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas peserta program
berumur produktif menengah, perempuan, berstatus menikah, berpendidikan
tinggi, dan berpengalaman kelompok sedang. Modal sosial peserta program
tergolong sedang. Akan tetapi, hal tersebut tidak menimbulkan partisipasi peserta
program yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan. Kurangnya keterlibatan
peserta program dalam proses perencanaan dan evaluasi menyebabkan tingkat
partisipasi masyarakat berada pada tingkatan tokenisme.
Kata kunci: CSR, modal sosial, partisipasi, peserta program, tokenisme.

ABSTRACT
IPA SADA HANAMI. Rural Community in Ciherang and Ciderum on CSR
program of Tirta Investama. Supervised by IVANOVICH AGUSTA.

CSR program will be implemented properly if the community also
participated in it. Community involvement will be capable of generating a sense
of belonging of community to a program that has been implemented. Therefore,
social capital can be used as an assessment tool to determine the extent of

participation in conducting the program. This research was conducted using
quantitative and qualitative methods of questionnaires and in-depth interview. The
results showed the majority of program participants are in characteristics, as
productive middle age, female, married, educated, and middle experienced with
the group. Social capital program participants classified as moderate. However, it
does not effect to a higher participation in the program participants conducting the
program. Lack of involvement of participants in the program planning and
evaluation process led to the level of community participation at the level of
tokenism.
Key words: CSR, involvement, trust, program participants, tokenism.

ii

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG
PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR
TIRTA INVESTAMA

IPA SADA HANAMI PURBA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

Ciherang Pondok dan Desa
Tirta

JuduI

NIM


Disetujui

(
Pembimbing

Tanggal Lulus:

28

-------

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai April
2014 ini ialah kajian Corporate Social Responsibility (CSR), dengan judul
Partisipasi Masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum dalam Program

CSR Tirta Investama.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ivanovich Agusta selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Heri Yunarso dari Departemen
CSR PT Tirta Investama Caringin, pihak pemerintah Desa Ciherang Pondok dan
Desa Ciderum, dan seluruh peserta program Kampung Sehat yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada mama, papa, dan seluruh keluarga, serta teman-teman terutama temanteman SKPM 47 IPB, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Ipa Sada Hanami Purba

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Corporate Social Responsibility (CSR)
Karakteristik Individu
Partisipasi
Modal Sosial
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Sampling
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum

Karakteristik Geografi
Karakteristik Penduduk
Karakteristik Ekonomi
Karakteristik Sosial
Kondisi Lingkungan
PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tirta Investama
Program Kampung Sehat
KARAKTERISTIK PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG
SEHAT PT TIRTA INVESTAMA
Tingkat Umur
Jenis Kelamin
Status Pernikahan
Tingkat Pendidikan
Pengalaman Berkelompok
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG
SEHAT PT TIRTA INVESTAMA
Tahap Perencanaan

viii

ix
ix
1
1
2
3
3
5
5
5
7
7
10
13
14
14
17
17
17
17

18
19
19
19
20
21
21
22
27
27
27
31
31
31
32
32
33
35
35


vii

Tahap Pelaksanaan
Tahap Menikmati Hasil
Tahap Evaluasi
HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN TINGKAT PARTISIPASI
PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA
INVESTAMA
Hubungan antara Tingkat Umur dan Tingkat Partisipasi
Hubungan antara Jenis Kelamin dan Tingkat partisipasi
Hubungan antara Status Pernikahan dan Tingkat Partisipasi
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi
Hubungan antara Pengalaman Berkelompok dan Tingkat Partisipasi
MODAL SOSIAL PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT
PT TIRTA INVESTAMA
Tingkat Kepercayaan
Tingkat Kepatuhan Norma
Tingkat Jaringan
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN TINGKAT PARTISIPASI
PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA
INVESTAMA
Hubungan antara Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi
Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Norma dan Tingkat Partisipasi
Hubungan antara Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

36
36
37

39
39
40
40
41
42
45
45
45
46

47
47
48
49
51
51
51
53
55
61

viii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15
16
17

18

19

20

21

Definisi operasional karakteristik individu
Definisi operasional partisipasi
Definisi operasional modal sosial
Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang Pondok dan Desa
Ciderum menurut jenis kelamin pada tahun 2013
Jumlah dan persentase kategori umur masyarakat Desa Ciherang
Pondok dan Desa Ciderum berdasarkan kategori usia pada tahun 2013
Jumlah dan persentase peserta program menurut golongan umur pada
tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut jenis kelamin pada
tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut status pernikahan pada
tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat pendidikan
pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut pengalaman
berkelompok pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya
pada tahap perencanaan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya
pada tahap pelaksanaan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya
pada tahap menikmati hasil program CSR Kampung Sehat pada tahun
2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya
pada tahap evaluasi program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya
dalam program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut umur dan tingkat
partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut jenis kelamin dan
tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun
2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut status pernikahan dan
tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun
2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat pendidikan dan
tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun
2014
Jumlah dan persentase peserta program menurut pengalaman
berkelompok dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung
Sehat pada tahun 2014
Jumlah dan persentase tingkat kepercayaan peserta program CSR
Kampung Sehat pada tahun 2014

14
15
16
20
21
31
31
32
32
33
35
36

36
37
38
39

40

41

42

42
45

ix

22 Jumlah dan persentase tingkat kepatuhan norma peserta program CSR
Kampung Sehat pada tahun 2014
23 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat jaringan
program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
24 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat kepercayaan
dan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
25 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat norma dan
tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun
2014
26 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat jaringan dan
tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun
2014

46
46
47

48

49

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Diagram presentase luas wilayah Desa Ciherang berdasarkan
penggunakan lahan tahun 2013
3 Diagram presentase luas wilayah Desa Ciderun berdasarkan penggunaan
lahan tahun 2014
4 Sketsa Desa Ciherang Pondok
5 Sketsa Desa Ciderum

13
19
20
55
56

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi Penelitian
2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian tahun 2014
3 Contoh Hasil Pengolahan Data

55
57
58

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah industri atau perusahaan di Indonesia. Selain menghasilkan maksimalisasi
cara berpikir, industri juga mendatangkan keuntungan materiil bagi siapa pun
yang berhasil menggerakkan dan memanfaatkannya (Inayah 2012). Namun,
eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh sektor industri atau perusahaan
seringkali menciptakan degradasi lingkungan yang cukup parah yang berdampak
pada keberlangsungan hidup masyarakat sekitar perusahaan. Kini masyarakat
telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha.
Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin
bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh
keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk
memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada
tingkat kesadaran masyarakat ini memunculkan kesadararan baru tentang
pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social
Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi
bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja,
melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan
lingkungan sosialnya.
Tanggung jawab sosial perusahaan (TSP) yang sering disebut Corporate
Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) kini semakin diterima secara
luas. CSR kini banyak diterapkan baik oleh perusahaan multi-nasional maupun
perusahaan nasional atau lokal. Respons pemerintah terhadap pentingnya CSR ini
terlihat dari dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah melalui Kepmen. BUMN
Nomor: Kep-236/MBU/2003, yang mengharuskan seluruh BUMN untuk
menyisihkan sebagian labanya untuk pemberdayaan masyarakat yang dikenal
dengan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL), yang
implementasinya ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Menteri BUMN, SE No.
433/MBU/2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Keputusan Menteri
BUMN tersebut di atas. Lebih lanjut respons pemerintah tersebut terlihat dari
dikeluarkannya UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang memuat
kewajiban perusahaan khususnya perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya
alam untuk melakukan CSR.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah mulai dikenal sejak
awal tahun 1970-an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan
praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan
hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha
untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Pengertian CSR
menurut World Business Council for Sustainable Development (Suharto 2006)
adalah Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis
dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya. Berdasarkan pedoman ini, CSR tidak
sesederhana sebagaimana dipahami dan dipraktikkan oleh kebanyakan perusahan.

2

CSR mencakup kontribusi secara ekonomi dan sosial yang akan berdampak pada
penguatan lingkungan sosial masyarakat tidak hanya untuk karyawan perusahaan
tersebut tetapi bagi masyarakat sekitar dimana perusahaan itu beroperasi. Apabila
hal tersebut dianut dengan benar, perusahaan dapat meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dan lingkungan, yang bermanfaat baik bagi perusahaan
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
PT. Tirta Investama merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan
Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen perusahaan.
Fokus yang dilakukan adalah memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan
sosial masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Salah satu
contohnya adalah pengimplementasian program Kampung Sehat. Kegiatan
tersebut sebagai bentuk kepedulian Aqua terhadap wilayah di sekitar pabrik Aqua
melalui program Corporate Sosial Responsibility (CSR) bina lingkungan
bekerjasama dengan Yayasan Tanggap Alam. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan. Program yang berbasiskan pada potensi lokal ini berupaya
mengoptimalkan potensi di kedua desa tersebut untuk menyelesaikan masalah
yang ada.
Pola community development merupakan bentuk CSR yang saat ini banyak
dipraktikkan oleh perusahaan besar, dimana salah satu prinsipnya adalah
partisipasi. Partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan
keterlibatan aktif semua stakeholder, baik pemerintah, masyarakat, maupun
perusahaan (Chambers dalam Wibisono 2007). Modal sosial dapat dimanfaatkan
dan didayagunakan dalam pengimplementasian community development. Modal
sosial akan memungkinkan manusia bekerjasama untuk menghasilkan sesuatu
yang besar, menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan
saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Sulasmi (2003) dalam
Inayah (2012) dalam penelitian disertasinya menemukan bahwa semangat
kerjasama, rasa saling percaya, berkorelasi dengan intensitas kerjasama yang
selanjutnya mempengaruhi kualitas sinergi kerja organisasi. Ketika CSR
diimplementasikan melalui model alternatif yang berbasis pemanfaatan modal
sosial, maka akan lebih bermakna bagi pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi,
sosial, maupun budaya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu dianalisis lebih
lanjut hubungan antara modal sosial dan partisipasi peserta program CSR
Kampung Sehat PT Tirta Investama.
Rumusan Masalah
Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki tujuan dan cara pandangnya
masing-masing dalam mengimplementasikan program CSR nya. Pelaksanaan
CSR yang efektif tentunya akan memberi manfaat bagi perusahaan itu sendiri.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program CSR. Oleh karena itu perlu
diketahui karakteristik peserta program CSR (umur, jenis kelamin, status
pernikahan, tingkat pendidikan, dan pengalaman berkelompok).
Perusahaan sudah seharusnya melibatkan masyarakat dalam
pengimplementasian program CSR nya. Program CSR akan terlaksana dengan

3

baik apabila masyarakat benar-benar turut berperan aktif didalamnya. Proses
pelibatan masyarakat tersebut akan mampu menumbuhkan rasa memiliki
masyarakat terhadap program yang telah diimplementasikan. Oleh karena itu
perlu dianalisis sejauhmana tingkat partisipasi dan hubungannya dengan
karakteristik individu peserta program CSR.
Tumbuhnya modal sosial dalam masyarakat akan selaras dengan
penciptaan kepercayaaan terhadap perusahaan. Kepercayaan merupakan modal
sosial yang berarti untuk membangun kemitraan berbasis nilai kekeluargaan yang
akhirnya akan menumbuhkan rasa ikut memiliki masyarakat terhadap perusahaan.
Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauhmana modal sosial masyarakat dan
hubungannya dengan tingkat partisipasi peserta program CSR, dilihat dari
tingkat kepercayaan, tingkat kepatuhan terhadap norma, dan tingkat
kekuatan jaringan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penulisan Penelitian secara umum adalah untuk menganalisis
hubungan antara modal sosial dan partisipasi peserta program CSR dan secara
khusus bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik individu peserta program CSR (umur, jenis
kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan
pengalaman berkelompok).
2. Menganalisis tingkat partisipasi dan hubungannya dengan karakteristik
individu peserta program CSR.
3. Menganalisis modal sosial dan hubungannya dengan tingkat partisipasi
peserta program CSR, dilihat dari tingkat kepercayaan, tingkat kepatuhan
terhadap norma, tingkat kekuatan jaringan.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak
yang berminat maupun yang terkait dengan masalah CSR, khususnya kepada :
1. Peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai CSR
dan mampu memaknai secara ilmiah fenomena yang terlihat.
2. Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam melakukan kajian
mengenai CSR.
3. Kalangan non akademisi, pemerintah, maupun swasta dapat bermanfaat
sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam penerapan CSR yang lebih
berbasiskan pengembangan masyarakat.

4

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Corporate Social Responsibility (CSR)
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dilatarbelakangi oleh
eksploitasi sumber daya alam dan rusaknya lingkungan karena operasi perusahaan
atau industri yang berlomba-lomba mencari laba sebanyak-banyaknya tanpa
menghiraukan dampak sosial yang dapat terjadi sehingga terjadi krisis
lingkungan. Tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam menguasai industri
menjadi parameter kualitas kehidupan manusia. Masalahnya bagaimana
mengelola perbedaan di antara dua kepentingan yaitu kepentingan industri dan
kepentingan lingkungan (Wibisono dalam Indarti 2012). Menurut Wibisono
(2007) CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para
pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan
lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Implementasi CSR didasarkan pada konsep pembangunan
berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pencapaian yang bermanfaat secara
ekonomi, lingkungan, dan sosial (triple bottom lines). Aspek ekonomi meliputi
kesejahtaraan atau kemakmuran ekonomi (economic prosperity), lingkungan
meliputi peningkatan kualitas lingkungan (environmental quality), dan untuk
aspek sosial meliputi keadilan sosial (social justice).
CSR memiliki kaitan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang
didefinisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi
kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhannya. Sejak istilah pembangunan berkelanjutan mulai
populer, banyak dilakukan konferensi yang menunjukkan kepedulian masyarakat
dunia akibat kecenderungan semakin menurunnya kualitas lingkungan. Adapun
tahap-tahap dalam penerapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan pada
umumnya (Wibisono 2007) yaitu:
1. Tahap perencanaan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu
Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building.
Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen
manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan
kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu
mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk
membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR
secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan
merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi
konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan
kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen
perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif
dan efisien.

6

2. Tahap implementasi. Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus
diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan
orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui
tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah
utama yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi
dilakukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan
mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR
khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Menurut Wibisono
(2007) tujuan utama sosialisasi adalah agar program CSR yang akan
diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen
perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius
yang dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan roadmap yang telah
disusun. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan
CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan, misalnya melalui
sistem manajemen kinerja, proses produksi, pemasaran dan proses
bisnis lainnya.
3. Tahap evaluasi. Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu
ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.
Evaluasi dapat berguna untuk mengetahui kegagalan dan keberhasilan
suatu program dan dapat pula dilakukan untuk pengambilan keputusan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan meminta pihak independen untuk
melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang dilakukan.
4. Pelaporan. Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun system
informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun
keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
Salah satu bentuk aktualisasi CSR ialah melalui pengembangan
masyarakat. Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diterapkan
perusahaan hendaknya mengandung unsur pengembangan masyarakat dengan
menitikberatkan pada keberlanjutan program (Widyameiga dan Purnaningsih
2010). Tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun kembali
masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, memenuhi kebutuhan
manusia, dan membangun kembali struktur-struktur negara kesejahteraan,
ekonomi global, birokrasi, elit profesional, dan sebagainya yang kurang
berperikemanusiaan dan sulit diakses (Ife dan Tesoriero dalam Ardianto dan
Machfudz 2011). Kedudukan community (komunitas) dalam konsep
pengembangan masyarakat pada lingkungan industrial adalah sebagai bagian dari
stakeholder yang secara stategis memang diharapkan memberikan dukungannya.
Untuk meningkatkan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan perusahaan
atau paling tidak untuk menjaga kemunculan ketidaksetaraan sosial ekonomi
anggota komunitas lokal dengan perusahaan atau dengan pendatang lainnya
diperlukannya suatu cara untuk meningkatkan daya saing dan mandirinya
komunitas lokal.

7

Karakteristik Individu
Menurut Pangestu (1995) terdapat beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap program, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang mencakup karakteristik individu
yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah
beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. Faktor
eksternal yaitu faktor yang meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola
proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi. Selain itu, menurut
Murray dan Lappin yang dikutip Matrizal dalam Wicaksono (2010), faktor lain
yang mempengaruhi partisipasi seseorang adalah lama tinggal. Semakin lama
tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai
bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan
memelihara lingkungan dimana dia tinggal.
Silaen dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur
seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini
karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan
nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru.
Tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal
yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah baginya
untuk menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jumlah beban keluarga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota, yang
dinyatakan dalam besarnya jumlah jiwa yang ditanggung oleh anggota dalam
keluarga. Semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk
berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya
digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga
(Ajiswarman dalam Wicaksono 2010).
Menurut Slamet (1994), faktor-faktor internal berasal dari dalam
kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok
didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri
sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan.
Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat
partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi
anggota masyarakat, besarnya pendapatan, dan keterlibatan dalam kegiatan
pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi.
Partisipasi
Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan
dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam
keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui
sumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi. Keterlibatan
masyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi pada
pelaksanaan program. Partisipasi tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis tahapan,
yaitu:

8

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang
dimaksud adalah perencanaan suatu kegiatan.
2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, karena inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya.
Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu
partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan
materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota program.
3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek
pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti
program tersebut berhasil mengenai sasaran.
4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada
tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberikan masukan
demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan
kekuasaan masyarakat yaitu mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan
pada distribusi kekuasaan antara masyarakat atau pemerintah. Arnstein juga
menjelaskan ada delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Delapan tingkat
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Manipulation (Manipulasi)
Dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan
sebagai „stempel karet‟ dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk
dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan
dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang
murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi
oleh penguasa.
2. Therapy (Terapi)
Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama
dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan
sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan
masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap
masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan.
Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada
dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan
bukannya menemukan penyebab luka.
3. Informing (Menginformasikan)
Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung
jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali
pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat
satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan
umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi
ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat
hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.

9

4.

5.

6.

7.

Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media
pemberitahuan, pamflet, dan poster.
Concultation (Konsultasi)
Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis
menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan
partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan
diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak
pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Jika pemegang
kekuasaan membatasi usulan masyrakat, maka kegiatan tersebut
hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap
sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari
frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang
dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab.
Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa
mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat.
Placation (Menenangkan)
Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh
meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan
akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk
memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang
kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu
strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk
dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung
jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka
mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.
Partnership (Kemitraan)
Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara
pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk samasama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give,
sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak.
Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan
yang terorganisir, pemimpin bertanggungjawab, masyarakat mampu
membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber
dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat.
Dengan demikian masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar
menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu
perencanaan.
Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan)
Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa
mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat
terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat
menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam
menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang
peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk
mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya
akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar.

10

8. Citizen Control (Kontrol warga negara)
Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa
kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan
kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan
aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada
pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian,
masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana
untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
Berdasarkan kedelapan tangga tersebut, Arnstein (1969) mengelompokkannya
lagi menjadi tiga tingkat berdasarkan pembagian kekuasaan, yaitu: (1) Nonpartispasi, (2) Tokenisme, dan (3) Kekuatan warga negara (Citizen Power).
Tangga pertama (Manipulation) dan kedua (Therapy) termasuk dalam tingkatan
non-partisipasi atau tidak ada partisipasi.Tangga ketiga (Informing), keempat
(Concultation), dan kelima (Placation) termasuk ke dalam tingkat tokenisme atau
sekedar justifikasi agar masyarakat mengiyakan. Selanjutnya pada tangga keenam
(Partnership), ketujuh (Delegated Power), kedelapan (Citizen Control) termasuk
ke dalam tingkat citizen power dimana masyarakat telah memiliki kekuasaan.
Pengertian partisipasi lainnya didefinisikan oleh Nasdian (2006) yaitu
proses aktif dimana inisiatif diambil oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara
berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan
mekanisme) dimana mereka dapat melakukan kontrol secara efektif. Partisipasi
komunitas dalam pengembangan masyarakat adalah suatu proses bertingkat dari
pendistribusian kekuasaan pada komunitas sehingga mereka memperoleh kontrol
lebih besar pada hidup mereka sendiri. Apabila dikaitkan dengan pembangunan,
menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharuddin (2003), untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yaitu: (1) adanya
kemampuan, (2) adanya kesempatan, (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi.
Partisipasi sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan merupakan
kegiatan yang berkesinambungan. Dalam pembangunan seperti itu sangat
membutuhkan pelibatan orang sebanyak mungkin. Sehingga tanpa partisipasi dari
seluruh masyarakat pembangunan sulit dapat berjalan dengan baik.
Modal Sosial
Colleta dan Cullen (2000) dalam Nasdian (2006), modal sosial
didefinisikan sebagai “suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari
organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world-view),
kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi
dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok
formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang
melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga
memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan. Merujuk pada Ridell (1997) dalam Suharto (2006), terdapat tiga
komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma
(norms), dan jaringan-jaringan (networks). Ketiganya dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepercayaan
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah
masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan

11

kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Cox (1995)
dalam Inayah (2012) menyebutkan bahwa dalam masyarakat yang
memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial yang
cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama.
Adanya kapital sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga
sosial yang kokoh. Kapital sosial melahirkan kehidupan sosial yang
harmonis (Putnam 1995). Rasa percaya diri (trust) adalah suatu bentuk
keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan
sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa
bertindak dalam sutu pola tindakan yang saling mendukung, paling
tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya.
2. Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai,
harapan-harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh
sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama,
panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode
etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan
sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim
kerjasama. Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk
dari kepercayaan sosial.
3. Jaringan
Infrastruktur dinamis dari kapital sosial berwujud jaringan-jaringan
kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki
jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Jaringan-jaringan sosial yang erat
akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaatmanfaat dari partisipasinya itu.
Ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial
dalam komunitas dapat dibedakan tiga jenis jaringan sosial yaitu: (i) jaringan
interest (jaringan kepentingan), yakni hubungan sosial yang dibentuk adalah
hubungan-hubungan sosial yang bermuatan kepentingan; (ii) jaringan sentiment
(jaringan emosi), yang terbentuk atas adanya hubungan-hubungan sosial yang
bermuatan emosi; dan (iii) jaringan power, yakni hubungan hubungan sosial yang
membentuk jaringan lebih bermuatan power. Jaringan kepentingan terbentuk atas
dasar hubungan-hubungan sosial yang bermaknsa pada tujuan-tujuan tertentu dan
khusus yang ingin diraih para aktor atau pelakunya. Oleh karena itu tindakan dan
interaksi yang terjadi dalam jaringan tipe yang pertama selalu dievaluasi
berdasarkan tujuan-tujuan relasional. Sedangkan jaringan power umumnya
diujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Terakhir mengenai
tipe jaringan emosi terbentuk atas hubungan sosial yang mana hubungan sosial itu
sendiri menjadi tujuan tindakan sosial, seperti dalam hubungan pertemanan,
kekeluargaan ataupun kekerabatan (Agusyanto, 2007).
Sementara itu, Dasgupta dan Serageldin (2002) menyatakan bahwa
jaringan kerja pada awalnya merupakan suatu sistem komunikasi untuk
melindungi, memelihara, dan mengembangkan hubungan interpersonal. Mengenai

12

jaringan kerja itu, terdapat hubungan yang sifatnya inter dan antar organisasi
dalam masyarakat yang akan mencerminkan adanya kapital sosial yang bersifat
mengikat, menyambung, dan mengait (bonding, bridging, dan linking social
capital). Kapital sosial yang mengikat (bonding) berasal dari dalam komunitas,
sementara yang bersifat menyambung (bridging) terjadi dari interaksi antar
organisasi (kelompok), dan yang bersifat mengait (linking) terbentuk dari
hubungan formal kelembagaan seperti antara pemerintah (pemerintah daerah)
dengan komunitas.
Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang
tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogianya memiliki muatan
nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis
humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai
lokal. Modal sosial yang berbasis pada ideologi pancasila merupakan bentuk
modal sosial yang perlu dikembangkan bersama-sama guna membangun
masyarakat Indonesia yang partisipatif, kokoh, terus bergerak, kreatif, kompak,
dan yang menghormati manusia lain. Modal sosial memiliki unsur-unsur
penopang, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Social participation. Social
participation berarti partisipasi sosial anggota masyarakat. Pada masyarakat
tradisional, hal ini melekat dalam perayaan kelahiran, perkawinan, kematian, (2)
Reciprocity atau timbal balik, yaitu saling membantu dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan orang laindan kepentingan diri sendiri. Dengan
demikian hubungan yang terjadi menyangkut hak dan tanggung jawab, (3) Trust
atau kepercayaan, (4) Acceptance and diversity atau penerimaan atas
keberagaman, yaitu adanya toleransi yang memperhatikan sikap dan tindaktanduk serta perilaku yang saling hormat-menghormati, saling pengertian, dan
apresiasi di antara lingkungan, (5) Norma dan nilai, Norma dan nilai merupakan
value sistem yang akan berkembang menjadi suatu budaya, (6) Sense of efficacy
atau perasaan berharga, yaitu timbulnya rasa percaya diri dengan memberikan
penghargaan kepada setiap orang, dan (7) Cooperation and proactivity atau
kerjasama dan proaktif. Dalam kaitannya dengan modal sosial, kerjasama harus
terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif.
Komponen-komponen modal sosial dalam Uphoff (1979), dikelompokkan
ke dalam dua kategori. Pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan
berbagai bentuk asosiasi sosial. Kedua, kategori kognitif yang dihubungkan
dengan proses-proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya.
Komponen-komponen kapital sosial tersebut diantaranya adalah:
1. Hubungan sosial (jaringan); yang merupakan pola-pola hubungan
pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi.
Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling
menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan atau hubungan biasa.
Komponen ini termasuk ke dalam kategori struktural,
2. Norma; merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang
diyakini dan disetujui bersama. Komponen ini termasuk ke dalam
kategori kognitif,
3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan
timbal balik, nlai-nilai untuk menjadi orang yang layak dipercaya.
Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif,

13

4. Solidaritas; terdapat norma untuk menolong orang lain, kebersamaan,
sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok serta
keyakinan bahwa anggota lain juga akan melaksanakan hal yang
serupa. Komponen ini termasuk ke dalam kategori struktural,
5. Kerjasama; terdapat norma untuk bekerja sama, sikap kooperatif,
keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif serta menerima tugas
untuk kepentingan bersama. Komponen ini termasuk ke dalam
kategori kognitif.
Kerangka Pemikiran
Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah menganalisis hubungan
modal sosial terhadap partisipasi masyarakat dalam program CSR. Pangestu
(1995) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat terhadap program, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang mencakup karakteristik individu yang
dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban
keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok.
Penguatan Modal Sosial :
1. Tingkat Kepercayaan
2. Tingkat Kepatuhan terhadap Norma
3. Tingkat Kekuatan Jaringan

Karakteristik Individu:
1. Tingkat Umur
2. Jenis Kelamin
3. Status Pernikahan
4. Tingkat Pendidikan
5. Pengalaman Berkelompok

Tingkat
Partisipasi
Peserta
Program:
1. Keikutsertaan dalam perencanaan
kegiatan
2. Keikutsertaan dalam pelaksanaan
kegiatan
3. Pemanfaatan hasil kegiatan
4. Keikutsertaan dalam evaluasi
kegiatan

Keterangan:
Berhubungan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Modal sosial dapat digunakan untuk mengetahui apakah kepercayaan dan
partisipasi di dalam komunitas itu besar atau kecil. Merujuk pada Ridell (1997)
dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu
kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks).
Program CSR akan terlaksana dengan baik apabila masyarakat benar-benar turut
berperan aktif didalamnya. Oleh karena itu, meneliti hubungan antara modal
sosial dan partisipasi penting dilakukan.

14

Hipotesis Penelitian
Dari kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan antara karakteristik peserta program dan tingkat
partisipasi peserta program.
2. Terdapat hubungan antara modal sosial dan tingkat partisipasi peserta
program.
Definisi Operasional
Karakteristik Individu
Pangestu (1995) menjelaskan bahwa terdapat faktor internal karakteristik
individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam
suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, status pernikahan, dan pengalaman berkelompok.
Tabel 1 Definisi operasional karakteristik individu
Variabel

Definisi Operasional

Ukuran

Jenis Data

Tingkat Umur

Lama hidup responden
dari sejak lahir hingga
pada saat
diwawancarai

Ordinal

Jenis Kelamin

Perbedaan antara
perempuan dengan
laki-laki secara
biologis sejak lahir
Hukum antar pribadi
yang membentuk
hubungan kekerabatan
(keluarga)
Jenjang terakhir
sekolah formal yang
pernah diikuti
responden

50 tahun = 3
(produktif tua)
Laki-laki=1
Perempuan=2

Belum Menikah = 1
Menikah = 2
Cerai Hidup = 3
Cerai Mati =4
Tidak Sekolah/Tamat
SD=1 (rendah)
Tamat SMP=2
(menengah)
Tamat SMA/PT = 3
(tinggi)
Tidak ada = 1 (rendah)
Ikut 1-3 kelompok = 2
(sedang)
Ikut lebih dari 3
kelompok = 3 (tinggi)

Nominal

Status
Pernikahan

Tingkat
Pendidikan

Pengalaman
Berkelompok

Pengalaman yang
dimiliki seseorang
dalam mengikuti suatu
kelompok di
lingkungan tempat
tinggalnya

Nominal

Ordinal

Ordinal

15

Tingkat Partisipasi Peserta Program
Definisi partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) adalah keterlibatan
aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan
hasil, dan evaluasi. Dengan total skor dari seluruh pertanyaan dari masing-masing
indikator yang telah distandarisasi, maka dapat dikategorikan kedalam rendah,
sedang, dan tinggi. Dengan rincian sebagai berikut:
1. Rendah (Non-Partisipasi) : skor 4-6
2. Sedang (Tokenisme): skor 7-9
3. Tinggi (Citizen Power): skor 10-12
Tabel 2 Definisi operasional partisipasi
Variabel
Definisi Operasional
Tahap
pengambilan
keputusan
(perencanaan)

Tahap
pelaksanaan

Tahap
menikmati
hasil

Tahap
evaluasi

Ukuran

 Skor 7-9
(R)
 Skor 1012 (S)
 Skor 1316 (T)
Keikutsertaan dan keaktifan
 Skor 6-8
responden (banyaknya kegiatan
(R)
yang diikuti responden) pada
 Skor 9-11
pelaksanaan kegiatan serta
(S)
keaktifan dalam tiap-tiap kegiatan  Skor 12tersebut.
14 (T)
Manfaat/ketrampilan yang
 Skor 3-4
dirasakan dari program CSR.
(R)
 Skor 5-6
(S)
 Skor 7-9
(T)
Keikutsertaan responden dalam
 Skor 6-8
mengevaluasi kegiatan.
(R)
 Skor 9-10
(S)
 Skor 1113 (T)
Keikutsertaan responden
(kehadiran responden) dalam
mengikuti rapat penyusunan
rencana program dan keaktifan
dalam rapat tersebut.

Jenis Data
Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Penguatan Modal Sosial
Merujuk pada Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga
komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma
(norms), dan jaringan-jaringan (networks). Dengan total skor dari seluruh
pertanyaan dari masing-masing indikator yang telah distandarisasi, maka dapat
dikategorikan kedalam rendah, sedang, dan tinggi. Dengan rincian sebagai
berikut:
1. Rendah : skor 3-4

16

2. Sedang
3. Tinggi

: skor 5-6
: skor 7-9

Tabel 3 Definisi operasional modal sosial
Variabel
Definisi Operasional
Tingkat
Meliputi kepercayaan pada
Kepercayaan
tetangga; pada pemilik usaha;
pada aparat pemerintah.

Tingkat
Kepatuhan
terhadap
Norma

Tingkat
Kekuatan
Jaringan

Ukuran
 Skor 7-13
(R)
 Skor 15-21
(S)
 Skor 22-29
(T)

Meliputi kesediaan menolong  Skor 3-5
orang lain; kepedulian pada
(R)
orang lain; keterbukaan pada  Skor 6-8
orang lain.
(S)
 Skor 9- 12
(T)
Hubungan-hubungan
yang  Skor 12-20
terjalin
antara
sesama
(R)
masyarakat dengan perusahaan.  Skor 21-30
Dilihat dari aspek hubungan
(S)
pertetanggaan,
pertemanan,  Skor 31-40
kerja,
maupun
hubungan
(T)
dengan pemangku desa

Jenis Data
Ordinal

Ordinal

Ordinal

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Ciderum dan Desa Ciherang Pondok,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Wilayah ini termasuk dalam wilayah
operasi PT Tirta Investama. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ciherang Pondok dan Ciderum
termasuk kedalam kawasan pelaksanaan Program Kampung Sehat. Waktu
penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.

Teknik Sampling
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh warga peserta
program Kampung Sehat PT Tirta Investama, Desa Ciherang Pondok dan Desa
Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Unit analisanya adalah
individu. Responden adalah individu yang menjadi peserta program kampung
sehat. Dalam pendekatan kuantitatif, responden dipilih untuk nantinya menjadi
target survei. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode sensus. Peneliti
menggunakan metode sensus karena jumlah populasi yang tidak terlalu banyak
sehingga akan lebih baik apabila teknik sensus yang dilakukan. Sehingga
responden penelitian ini berjumlah 35 orang.
Pendekatan kualitatif diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara
mendalam kepada informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja.
Informan adalah orang dari pihak perusahaan yang andil dalam program CSR dan
juga peserta program (tokoh masyarakat) yang memiliki peran besar dalam
program CSR PT Tirta Investama.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara mendalam
dengan kuesioner kepada responden yang merupakan seluruh peserta Program
Kampung Sehat. Sementara untuk pengumpulan data kualitatif

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara).

10 155 109

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

15 191 104

Partisipasi Masyarakat Desa Terhadap Pembangunan Prasarana Transportasi Darat (Studi Deskriptif: Pada Desa Hutatinggi, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara)

2 58 96

Tingkat Kesiapan Masyarakat Desa Penyangga Terhadap Pra Penetapan Dan Pengelolaan Sistem Zonasi Di Taman Nasional Batang Gadis (Studi Di Desa Batahan, Sibanggor Julu Dan Sopotinjak Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara)

0 43 128

Peranan Pemerintah Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Studi Kasus di Desa Pulau Kumpai Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi)

34 202 85

Partisipasi Masyarakat Desa Dalam Kegiatan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) (Studi di Desa...

0 34 3

Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan (Studi Pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Tanjung Balai)

1 65 72

Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Kemandirian Masyarakat Peserta Posdaya Sauyunan Desa Ciherang

0 8 108

Hubungan Tingkat Partisipasi Peserta Program Csr Pt. Pertamina Dengan Tingkat Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong

1 7 97

Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor - Repositori Dokumen Elektronik 2 ď desa.ciderum

2 37 6