- Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk
persediaan atau menguasai narkotika golongan 1.
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Peredaran Narkotika Di Gunungsitoli
Narkotika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat tertentu yang telah memperoleh izin khusus dari menteri kesehatan. Pengertian produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan,
mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas danatau mengubah bentuk narkotika termasuk mengekstrasi, mengkonversi, atau merakit narkotika untuk memproduksi obat. Yang berkaitan
erat dengan produksi adalah mengolah, mengekstrasi, mengkonversi, merakit atau menyediakan. Sedangkan pergertian pabrik obat adalah perusahaan yang berbenruk badan hukum yang dimiliki
izin dari menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk narkotika pasal 1 angka 10. Untuk memproduksi narkotika dibuka kemungkinan
untuk memberi izin kepada lebih dari satu pabrik obat dalam hal – hal tertentu pasal 8 ayat 1. Dalam rangka pengawasan terhadap proses produksi, mentri kesehatan melakukan pengedalian
tersendiri. Pengertian pengendalian tersendiri adalah pengedalian yang lain, yakni dikaitkan dengan rencana kebutuhan tahunan narkotika, baik kebutuhan dalam wujud bahan baku
narkotika maupun dalam wujud obat sebagai hasil akhir proses produksi pasal 8 ayat 2. Ancaman pidana bagi mereka yang memproduksi narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum diatur
dalam pasal 80 ayat 1 UU No. 22Th. 1997. Lembaga ilmu pengetahuan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta yang kegiatannya secara khusus atau salah satu fungsinya
melakukan kegiatan percobaan, penelitian, dan pengembangan dapat memperoleh , menanam, menyimpan dan menggunakan narkotika dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan. Akan
tetapi harus mendapat ijin terlebih dahulu dari menteri kesehatan pasal 10. Pengertian lembaga
Universitas Sumatera Utara
ilmu pengetahuan tersebut termasuk juga intansi pemerintah yang karena tugas dan fungsinya berwenang melakukan pengawasan, penyidikan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Terhadap pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepetingan pengembagan ilmu pengetahuan diancam
dengan ketentuan pasal 99 UU No. 22Th. 1997. Bagi pimpinan pedagang basar farmasi yang melakukan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas, yang dilakukan bukan oleh lembaga ilmu
pengetahuan diancam dengan pasal 99 UU No. 22Th. 1997. Di dalam UU No. 5Th. 1997 pengertian psikotropika terdapat dalam ketetuan umum, yaitu : psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perusahaan khas pada aktivitas mental dan
perilaku pasal 1 angka 1 UU No. 5Th. 1997. Dari pengertian tersebut, pada saat ini sudah dibedakan secara jelas antara narkotika dan psikotropika. Seperti uraian dalam bab III tentang
penggolongan obat-obat berbahaya, menurut SMITH, KLINE dan FRENCH CLINICAL STAFF membuat definisi yang mencampur adukkan keduanya. Dari pengertian pasal 1 angka 1 tersebut
diatas, maka pengertian psikotropika adalah : 1.
Zat atau obat baik alamiah maupun sintetis yang bukan termasuk narkotika; 2.
Berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat SSP; 3.
Menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sebelum UU No. 5Th. 1997 ada, masalah zat adiktif diatur dalam UU No. 23Th. 1992 tentang
kesehatan dalam pasal 44. Pada pokoknya disebutkan pengamanan, penggunaan bahan yang mengadung zat adiktif diarahkan agar tidak menggangu dan membahayakan kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Untuk itu baik produksi, peredaran dan penggunaan bahan yang mengadung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan
Universitas Sumatera Utara
yang ditentukan. Di dalam UU No. 5Th. 1997 disebutkan lebih lanjut, bahwa tujuan pengaturan psikotropika. Penggolongan psikotropika didasarkan sindrom ketergantugan, untuk pertama kali
ditetapakan dan dilampirkan dalam undang-undang ini. Untuk selanjutkan apabila ada perubahan atau penetapan baru mengenai jenis-jenis psikotropika akan diatur oleh menteri yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan pasal 2 UU No. 5Th. 1997. Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Pengertian peredaran adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan psikotropika, baik dalam rangka perdangan. Bukan perdangan maupaun pemindahan tangan pasal 1 angka 5. Sedangkan perdagangan adalah
setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian danatau penjualan, termasuk penawaran atau untuk menjual psikotropika, dan kegiatan lain berkenaan dengan pemindah
tangan psikotropika dengan memperoleh imbalan. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar terlebih dahulu pada departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan dalam hal ini departemen kesehatan pasal 9. Untuk itu menteri menetapakan syarat- syarat dan tata cara pendaftaran psikotropika yang berupa obat. Terhadap psikotropika yang
tidak didaftarkan terlebih dahulu, lalu diedarkan diancam dengan ketentuan pasal 60 ayat UU No. 5Th. 199. Demikian juga terhadap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika
wajib dilengkapi dengan dokumen pengangkutan psikotropika. Pengertian pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkain kegiatan dalam rangka memindahkan psikotropika dari satu
tempat ke tempat lain, dengan cara, modal, atau sarana angkutan apapun, dalam rangka produksi dan peredaran pasal 1 angka 8. Sedangkan pengertian dokumen pengangkutan adalah surat jalan
dan faktur yang memuat keterangan identitas pengirim, dan penerima, bentuk jenis, dan jumlah psikotropika yang diangkut. Dokumen tersebut dibuat oleh pabrik, pedagang besar farmasi,
sarana penyimpanan sediaan faramasi pemerintah atau apotik yang mengirimkan psikotropika
Universitas Sumatera Utara
tersebut pasal 10. Jika ketentuan yang diatur dalam pasal 10 tersebut dilanggar, maka pelakunya diancam dengan ketentuan pasal 63 ayat 1 UU No. 5Th. 1997. Penyerahan psikotropika diatur di
dalam pasal 12 dan 13 UU No. 5Th. 1997. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan faramasi pemerintah. Pegertian pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dan menteri untuk melakukan kegiatan penyaluran sediaan farmasi,
termasuk psikotropika dan alat kesehatan. Sedangkan pengertian lembaga penelitian dan lembaga pendidikan adalah lembaga yang secara khusus atau yang salah satu fungsinya
melakukan kegiatan penelitian dan menggunakan psikotropika dalam penelitian, pengembagan, pendidikan, atau penganjaran dan telah mendapat persetujuan dari menteri dalam rangka
kepentigan ilmu pengetahuan pasal 12. Pola- pola penyaluran tersebut terdapat di dalam pasal 12 ayat 2. Pola-pola penyaluran tersebut sudah dibakukan seperti ditentukan diatas, apabila pola-
pola penyaluran tersebut disimpangi, bagi penyalur diancam pidana menurut pasal 60 ayat ayat 2 UU No. 5Th. 1997, dan bagi peneriman penyaluran diancam pidana dalam pasal 60 ayat 3 UU
No. 5Th. 1997. Penyerahan psikotropika diatur dalam pasal 14 dan 15. Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan , dan dokter pasal 14 ayat
1. Di dalam pelaksanaan ekspor dan impor Psikotropika tunduk pada UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dan perundang- undangan lainnya. Pada dasarnya ekspor dilakukan oleh
pabrik obat atau pedagang besar farmasi PBF, yang telah memiliki izin. Sedangkan untuk impor Psikotropika disamping oleh pabrik obat dan PBF, juga dapat dilakukan oleh lembaga penelitian
atau lembaga pendidikan. Hanya saja untuk lembaga penelitian atau lembaga pendidikan dilarang mengedarkan Psikotropika yang di Impornya pasal 16. Penyimpangan terhadap ekspor
dan impor dari ketentuan tersebut, merupakan Tindak Pidana yang diancam pasal 61 ayat 1 UU
Universitas Sumatera Utara
No. 5 tahun 1997. Para eksportir atau importir psikotropika, setiap kali melakukan kegiatan ekspor atau impor Psikotropika, harus memiliki surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan
impor pasal 17 dari menteri kesehatan pasal 18. Baik eksportir maupun importir yang melalaikan kewajiban tersebut dikenai pidana berdasarkan pasal 61 ayat 1 UU No. 5 tahun 1997. Dalam hal
pengangkutan dalam rangka ekspor dan impor wajib dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan alamat pengekspor dan mengimpor Psikotropika;
b. Jenis, bentuk dan jumlah Psikotropika; dan
c. Negara tujaun ekspor Psikotropika Pasal 23 ayat 2.
Demikian juga dalam hal impor psiotropika, wajib dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor Psikotropika yang dikeluarkan dari pemerintah negara pengekspor pasal 21. Dalam rangka
pengangkutan ekspor pihak ekspor Psikotropika wajib memberikan : -
Surat persetujuan ekspor Psikotropika dari Menteri Kesehatan ; -
Surat persetujuan impor Psikotropika dari Pemerintah Negara pengimpor; Kepada orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkut ekspor pasal 22 ayat 1.
Untuk selanjutnya orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor tersebut wajib memberikan kedua surat tersebut kepada penanggung jawab pengangkutan pasal 22 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENANGANAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH