1
BAB I PENDAHULUAN
Pada BAB ini dijabarkan mengenai argumentasi penulis mengajukan usulan masalah mengenai pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien
hipertensi untuk diteliti.
1.1 Latar Belakang
Tekanan darah merupakan tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding pembuluh darah, yang diatur dengan menggunakan mekanisme yang
kompleks di dalam tubuh Baradero, Dayrit Siswadi, 2005. Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah menetap dengan kriteria tekanan darah
sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg, yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan berdampak ke
seluruh tubuh Price Wilson, 2012; NICE Clinical Guideline 127, 2011. Berbagai faktor predisposisi bertanggung jawab terhadap terjadinya
hipertensi, diantaranya usia, jenis kelamin, ras, pola hidup, dan penyakit penyerta Corwin, 2009.
Menurut data James, et al, 2014, satu milyar orang di seluruh dunia menderita hipertensi dengan angka kematian tujuh juta tiap tahun. Di Asia
Tenggara, setidaknya terdapat 35 orang dewasa menderita hipertensi dengan angka kematian 9,4 dari seluruh kematian per tahun. Di Indonesia,
persentase populasi orang dewasa menderita hipertensi sebesar 25,8 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013.
Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2013, prevalensi orang dewasa di Bali yang menderita hipertensi sebanyak 19,9.
Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada bulan Januari 2015 didapatkan data bahwa pada tahun 2013, hipertensi menduduki
peringkat kedua dalam sepuluh besar Surveilans Penyakit Terpadu Puskesmas Provinsi Bali dengan jumlah kasus baru pasien mencapai 40.146
orang. Sedangkan pada tahun 2014, hipertensi menempati peringkat pertama dalam sepuluh besar Surveilans Penyakit Terpadu Puskesmas Provinsi Bali
dengan jumlah kasus baru 37.037 orang. Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada bulan
Januari 2015 juga menunjukkan bahwa, ditinjau dari kasus baru hipertensi per jumlah penduduk tiap kabupaten di Bali, Kabupaten Klungkung pada
tahun 2013 menduduki peringkat kedua dengan persentase 1,96, dan peringkat pertama tahun 2014 dengan persentase 2,85. Sedangkan menurut
data hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung pada bulan Januari 2015 didapatkan data bahwa di Kabupaten Klungkung jumlah
pasien kasus baru hipertensi pada tahun 2014 berjumlah 5.175 orang. Dari jumlah tersebut, wilayah yang memiliki jumlah kasus baru hipertensi
tertinggi adalah wilayah kerja UPT Puskesmas Banjarangkan I yaitu 1.280 pasien dengan 529 pasien laki-laki dan 751 pasien perempuan.
Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik, misalnya tidak terpenuhinya perawatan dan kurangnya kontrol terhadap hipertensi kronik, dapat
menimbulkan komplikasi serius yang berujung pada kematian Weir, 2005.
Konsekuensi hipertensi kronik yang paling sering yaitu gangguan penglihatan, oklusi koroner, infark miokard, gagal ginjal dan stroke sehingga
hipertensi disebut sebagai “the silent killer” Hinkle Cheever, 2013. Secara umum, komplikasi-komplikasi tersebut terjadi akibat tekanan darah
yang tinggi menyebabkan kerusakan pembuluh darah di berbagai organ dan berkurangnya jumlah darah yang dipompakan sehingga terjadi insufisiensi
oksigen yang dapat mengakibatkan kematian sel Corwin, 2009. Penatalaksanaan hipertensi didasarkan pada diagnosis tepat, perbaikan dan
modifikasi gaya hidup, serta pemberian agen antihipertensi. Hanya pasien dengan kriteria tertentu yang dapat diterapi menggunakan obat
antihipertensi. Sedangkan semua pasien yang terdiagnosa hipertensi, dengan maupun tanpa agen antihipertensi direkomendasikan untuk melakukan
modifikasi gaya hidup NICE Clinical Guideline 127, 2011. Modifikasi gaya hidup pasien merupakan area mandiri perawat yang didasari
oleh teori keperawatan Self Care yang dikemukakan oleh Dorothea Orem. Teori ini meyakini bahwa setiap individu dapat mempelajari keterampilan
merawat diri sehingga dapat memenuhi kebutuhannya serta terpelihara kesehatan dan kesejahteraan hidupnya Tomey Alligood, 2006. Dalam
hal ini, perawat memberikan asuhan keperawatan dengan berupaya memandirikan pasien agar dapat melakukan modifikasi gaya hidup dalam
mengelola penyakit hipertensinya agar kesehatan dan kesejahteraan hidupnya tercapai.
Perubahan gaya hidup yang tepat sangat penting dalam perawatan pasien dengan hipertensi. Penelitian klinis menunjukkan bahwa efek penurunan
tekanan darah oleh perubahan gaya hidup setara dengan terapi antihipertensi monoterapi. Perubahan gaya hidup yang tepat akan lebih aman dan efektif
dalam penundaan pemberian terapi obat pada pasien dengan hipertensi derajat 1. Selain itu, perubahan gaya hidup ini juga berkontribusi dalam
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang telah menerima terapi obat, sehingga mengurangi jumlah dan dosis agen antihipertensi yang
diperlukan Mancia, et.al, 2013. Perubahan gaya hidup harus dilakukan segera setelah diagnosis dan harus
dilakukan secara teratur NICE Clinical Guideline 127, 2011. Modifikasi gaya hidup yang disarankan oleh Mancia, et.al, 2013 dalam ESH and ESC
Guidelines meliputi pembatasan garam, konsumsi alkohol yang tidak
berlebihan, perubahan diet, penurunan berat badan, aktivitas fisik yang regular, dan berhenti merokok. Di antara modifikasi gaya hidup tersebut,
aktivitas fisik merupakan hal yang dapat dilakukan secara mandiri dan memberi efek yang positif Millar, McGowan, Cornelissen, Araujo, Swaine,
2013. Aktivitas fisik memberi manfaat yang besar pada segala usia dan juga
memiliki hubungan
positif terhadap
penurunan kasus
penyakit kardiovaskuler pada penderita hipertensi sebesar 50 James, et al., 2014.
Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa aktivitas fisik aerobik dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik ± 3 mmHg Mancia, et al,
2013. Meskipun memiliki manfaat yang besar, terdapat kendala dalam melaksanakan aktivitas fisik pada pasien hipertensi, salah satunya adalah
minimnya antusiasme Owen, Wiles Swaine, 2010. Beberapa orang mungkin memiliki beberapa hambatan dalam melakukan
latihan aerobik, diantaranya kendala waktu dan lingkungan, serta adanya penyakit penyerta, seperti obesitas, artritis, dan penyakit paru yang tidak
memungkinkan seseorang melakukan latihan aerobik Owen, Wiles Swaine, 2010. Salah satu aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dengan mengatasi masalah diatas adalah latihan isometrik Peters, Alessio, Hagerman, Ashton, Nagy Wiley, 2006.
Latihan isometrik atau kontraksi statis didefinisikan sebagai kontraksi tahanan otot tanpa disertai perubahan panjang kelompok otot yang
bersangkutan Millar, McGowan, Cornelissen, Araujo, Swaine, 2013. Latihan isometrik dapat dilakukan di manapun dan kapanpun asalkan
terdapat ruang gerak yang cukup. Latihan ini tidak berlangsung terlalu lama, yaitu dapat dilakukan kurang dari 20 menit dalam satu kali latihan Kisner
Colby, 2007. Latihan isometrik tidak memiliki efek merugikan dalam pelaksanaannya, namun dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit
jantung dan pembuluh darah yang serius Kisner Colby, 2007; Peters, Alessio, Hagerman, Ashton, Nagy Wiley, 2006.
Latihan isometrik memberi dampak positif terhadap tubuh. Latihan isometrik dapat meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki denyut nadi
serta tekanan darah sistolik dalam waktu yang singkat Baross, Wiles, Swaine, 2013. Selain itu, latihan isometrik juga dapat meningkatkan besar
otot, menguatkan tubuh atas dan bawah, menurunkan lemak tubuh, meningkatkan densitas tulang, menurunkan risiko fraktur, dan meningkatkan
kualitas hidup, khususnya pada lansia Chrysant, 2010. Mekanisme penurunan tekanan darah setelah latihan isometrik dapat
dijelaskan melalui perubahan fisiologis akibat kontraksi otot atau kelompok otot yang diberi latihan. Ketika dilakukan kontraksi, arteri dan arteriol yang
ada di sekitar otot akan mengalami konstriksi akibat tekanan dari otot, sehingga aliran darah pada pembuluh darah tertahan McGowan, et al,
2007. Ketika otot direlaksasikan, akan terjadi mekanisme hiperemia reaktif yang menyebabkan terjadinya aktivasi semua faktor vasodilator pada
pembuluh darah setempat, sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan aliran darah empat sampai tujuh kali keadaan normal yang diakibatkan oleh
terjadinya pengaturan aliran darah metabolik lokal Gowan, et.al, 2007; Guyton Hall, 2006.
Hiperemia reaktif meningkatkan kecepatan aliran darah dan menginduksi mekanisme
“shear stress” pada sel endotel pembuluh darah akibat tarikan viskositas darah terhadap dinding vaskuler. Stres ini akan mengubah bentuk
sel-sel endotel sesuai dengan aliran darah dan selanjutnya meningkatkan pelepasan endothelium-derived relaxing factor EDRF yang pada dasarnya
tersusun atas nitrit oxide NO. NO akan merelaksasikan pembuluh darah dan meningkatkan diameter pembuluh darah sehingga resistensi perifer
menurun, yang berdampak pada penurunan tekanan darah Guyton Hall, 2006.
Owen, Wiles Swaine 2010 serta Kelly Kelly 2010 dalam meta- analisisnya menjelaskan bahwa latihan isometrik sederhana handgrip dan
ekstensi anggota gerak bawah, yang dilakukan selama kurang dari 20 menit, dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu, dan total waktu latihan kurang
dari satu jam selama seminggu, dapat menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 10-13 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata 6-8 mmHg,
selama 5-10 minggu latihan. Menurut Peters, Alessio, Hagerman, Ashton, Nagy Wiley 2006, setelah intervensi latihan isometrik 3 kali seminggu
selama enam minggu tekanan darah sistolik pasien hipertensi turun rata-rata 13 mmHg dari rata-rata tekanan darah 146 menjadi 133 mmHg. Sedangkan
Deverux, Wiles Swaine 2010 menyatakan bahwa latihan isometrik dengan ekstensi kedua kaki dalam empat minggu menyebabkan penurunan
secara signifikan pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan tekanan arteri rata-rata MAP.
Penelitian mengenai latihan isometrik dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sudah banyak dilakukan dan hasilnya dipublikasikan dalam
jurnal-jurnal internasional. Namun sepengetahuan penulis, di Indonesia khususnya di Bali belum pernah dilakukan penelitian serupa. Berdasarkan
hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi di wilayah kerja
UPT Puskesmas Banjarangkan I.
1.2 Rumusan Masalah