Pengaruh Latihan Isometrik terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Banjarangkan I.

(1)

SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN ISOMETRIK TERHADAP TEKANAN

DARAH PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

UPT PUSKESMAS BANJARANGKAN I

OLEH:

IDA AYU MADE VERA SUSILADEWI NIM. 1102105017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

PENGARUH LATIHAN ISOMETRIK TERHADAP TEKANAN

DARAH PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

UPT PUSKESMAS BANJARANGKAN I

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

IDA AYU MADE VERA SUSILADEWI NIM. 1102105017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ida Ayu Made Vera Susiladewi NIM : 1102105017

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, 13 April 2015 Yang membuat pernyataan,


(4)

iv

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN ISOMETRIK TERHADAP TEKANAN

DARAH PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

UPT PUSKESMAS BANJARANGKAN I

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

IDA AYU MADE VERA SUSILADEWI NIM. 1102105017

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama,

Ns. Desak Md Widyanthari, M.Kep., Sp.Kep.MB NIP. 19850830 200812 2 003

Pembimbing Pendamping

Ns. I Md Oka Adnyana, S.Kep NIP.19730916 199603 1 001


(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN ISOMETRIK TERHADAP TEKANAN

DARAH PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

UPT PUSKESMAS BANJARANGKAN I

OLEH:

IDA AYU MADE VERA SUSILADEWI NIM. 1102105017

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI: SELASA


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Latihan Isometrik terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Banjarangkan I”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada: 1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. 2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF, sebagai Ketua PSIK Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang telah memberikan pengarahan dalam pembuatan skripsi.

3. Ns. Desak Md. Widyanthari, M.Kep, Sp.Kep.MB sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Ns. I Md Oka Adnyana, S.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

5. drg. I Gusti Ayu Ratna Dwijawati, M.Kes selaku kepala UPT Puskesmas Banjarangkan I yang telah memberikan ijin serta bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.


(7)

vii

6. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil selama penyusunan skripsi ini.

7. Asisten penelitian yang telah memberikan bantuan serta dukungan waktu dan kesempatan untuk membantu penulis.

8. Serta seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan dunia keperawatan dan pengetahuan secara luas.

Denpasar, April 2015


(8)

viii ABSTRAK

Susiladewi, Ida Ayu Made Vera. 2015. Pengaruh Latihan Isometrik terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Banjarangkan I. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Desak Made Widyanthari, M.Kep, Sp.Kep.MB, (2) Ns. I Made Oka Adnyana, S.Kep.

Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah menetap dengan kriteria tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Aktivitas fisik memberi manfaat signifikan penurunan tekanan darah dan kasus penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Salah satu aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah latihan isometrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi. Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experimental yaitu pretest-posttest with control group yang dilakukan terhadap 33 sampel yang dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran langsung terhadap tekanan darah sampel serta melakukan wawancara mengenai karakteristik sampel yang diteliti. Hasil penelitian pada 17 sampel kelompok kontrol tidak terdapat perubahan yang signifikan antara tekanan darah pretest dan posttest, sedangkan dari 16 sampel kelompok perlakuan terdapat penurunan tekanan darah yang signifikan. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tekanan darah posttest antarkelompok. Berdasarkan uji Independent Sample T-test perbedaan ini bermakna secara statistik dengan tingkat kemaknaan p=0,000 artinya ada pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi. Berdasarkan hasil temuan di atas, disarankan kepada perawat untuk melakukan promosi penatalaksanaan hipertensi melalui perubahan gaya hidup khususnya aktivitas fisik yang dapat dilakukan dengan latihan isometrik sebagai latihan sehari-hari.


(9)

ix ABSTRACT

Susiladewi, Ida Ayu Made Vera. 2015. The Effect of Isometric Exercises on Blood Pressure of Hypertension Patients at the Working Area of Banjarangkan I Community Health Centre. Undergraduate thesis, Nursing Department, Faculty of Medicine, Udayana University. Advisor (1) Ns. Desak Made Widyanthari, M.Kep, Sp.Kep.MB, (2) Ns. I Made Oka Adnyana, S.Kep. Hypertension is a persistent high blood pressure which has more than 140/90 mmHg. One of the physical exercises that can be useful to reduce blood pressure is isometric exercise. Goal of this research is to determine the effect of isometric exercise on blood pressure of hypertensive patient. This research utilizes a quasi-experimental design using pretest-posttest with control group of 33 samples that have been selected by purposive sampling method. Data collection is performed by a direct measurement on blood pressure and done some interview to get characteristic of the samples. The results of this research on those 17 samples of control group did not show any significant reduction in blood pressure on pretest and posttest, whereas other group with 16 samples showed significant reduction in blood pressure. The results of this research also showed significant difference posttest blood pressure in both groups. Based on the Independent Sample T-test, this difference is statistically significant with significance level of p = 0.000. Based on those results, it is suggested to nurses to promote the management of hypertension through lifestyle changing, especially physical activity that can be performed with isometric exercise as daily exercise.

Keywords: isometric exercise, hypertension, blood pressure


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN………... iii

HALAMAN PENGESAHAN………. iv

KATA PENGANTAR………..………... v

ABSTRAK………..………... vii

ABSTRACT………..………... viii

DAFTAR ISI………..……. ix

DAFTAR TABEL………..………. xi

DAFTAR GAMBAR……….…………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………..………. xiii

DAFTAR SINGKATAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 8

1.3 Tujuan Penelitian ………... 1.3.1 Tujuan Umum ………... 1.3.2 Tujuan Khusus ……….. 8 8 8 1.4 Manfaat Penelitian ………. 1.4.1 Manfaat Teoritis ………... 1.4.2 Manfaat Praktis ………... 9 9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi ……….. 2.1.1 Definisi Hipertensi ……… 2.1.2 Penyebab Hipertensi ………. 2.1.3 Jenis HIpertensi ……… 2.1.4 Klasifikasi Hipertensi ………... 2.1.5 Faktor Risiko Hipertensi ………... 2.1.6 Manifestasi Klinis Hipertensi ………... 2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi ………... 10 10 11 12 13 13 17 18 2.2 Latihan Isometrik ……….. 2.2.1 Pengertian Latihan Isometrik ……….... 2.2.2 Tujuan Latihan Isometrik ………... 2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Latihan Isometrik ……….. 2.2.4 Prinsip Latihan Isometrik ………... 2.2.5 Kontraindikasi Latihan Isometrik ………. 2.2.6 Latihan Isometrik Menggenggam (Handgrip)……….. 23 23 23 24 24 26 26 2.3 Pengaruh Latihan Isometrik terhadap Tekanan Darah ……... 27


(11)

xi BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep ………... 30

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………

3.2.1 Variabel Penelitian ………...

3.2.2 Definisi Operasional ………...

32 32 32

3.3 Hipotesis ………... 33 BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ………... 34

4.2 Kerangka Kerja ………... 35

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ………... 36

4.4 Populasi, Teknik Sampling dan Sampel ……… 4.4.1 Populasi ………...

4.4.2 Teknik Sampling ………... 4.4.3 Sampel ………...

36 36 36 38

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ……….

4.5.1 Jenis Data ………...

4.5.2 Cara Pengumpulan Data ………... 4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data ………... 4.5.4 Etika Penelitian ………...

39 39 40 42 43

4.6 Pengolahan dan Analisa Data ……… 4.6.1 Pengolahan Data ………... 4.6.2 Teknik Analisis Data ………...

45 45 46 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ………...

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian………... 5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian………...

5.1.3 Hasil Pengamatan terhadap Responden sesuai Variabel Penelitian..

5.1.4 Hasil Analisis Data Tekanan Darah………...

49 49 50 54 56

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian………... 5.2.1 Karakteristik Responden Penelitian .………... 5.2.2 Tekanan Darah Pretest Masing-Masing Kelompok... 5.2.3 Tekanan Darah Posttest Masing-Masing Kelompok... 5.2.4 Perbedaan Tekanan Darah Pretest dan Posttest……… 5.2.5 Perbedaan Tekanan Darah Posttest Kedua Kelompok.……….

60 60 61 62 62 65 BAB VI PENUTUP

6.1 Simpulan ………. ………... 67

6.2 Saran……….. ……… 68 DAFTAR PUSTAKA


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi ……….... 13

Tabel 3.1 Definisi Operasional ………...………... 33

Tabel 4.1 Hasil Uji Homogenitas Karakteristik Responden………. 39

Tabel 4.2 Hasil Uji Kappa terhadap Asisten Penelitian……….. 43

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Shapiro Wilk ………..……….. 47

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia……….. 51

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan IMT……… 52

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok…….. 52

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Konsumsi Alkohol………. 53

Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga……….. 53

Tabel 5.6 Tekanan Darah Sistolik Pretest……….. 54

Tabel 5.7 Tekanan Darah Diastolik Pretest... 54

Tabel 5.8 Tekanan Darah Sistolik Posttest………. 55

Tabel 5.9 Tekanan Darah Diastolik Posttest………... 55

Tabel 5.10 Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Sisitolik Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol………... 57

Tabel 5.11 Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Diastolik Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol………. 57

Tabel 5.12 Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Sisitolik Pretest dan Posttest Kelompok Perlakuan………... 58

Tabel 5.13 Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Diastolik Pretest dan Posttest Kelompok Perlakuan………. 58

Tabel 5.14 Data Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Sistolik Posttest pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan……… 59

Tabel 5.15 Data Hasil Analisis Perbedaan Tekanan Darah Diastolik Posttest pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan……… 59


(13)

xiii

Halaman

Gambar 2.1 Latihan Isometrik Handgrip ………... 26

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……….. 31

Gambar 4.1 Desain Penelitian …….………...……… 34


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Penjelasan Penelitian Kelompok Kontrol Lampiran 3 : Penjelasan Penelitian Kelompok Perlakuan Lampiran 4 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5 : Format Data Karakteristik Responden Lampiran 6 : Prosedur Latihan Isometrik Handgrip Lampiran 7 : Prosedur Pengukuran Tekanan Darah Lampiran 8 : Lembar Uji Numerator Penelitian Lampiran 9 : Hasil Uji Numerator Penelitian Lampiran 10 : Tabel Induk Responden Penelitian

Lampiran 11 : Hasil Uji Homogenitas Karakteristik Responden Penelitian Lampiran 12 : Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

Lampiran 13 : Hasil Analisis Data Penelitian

Lampiran 14 : Grafik Perubahan Tekanan Darah Responden Penelitian

Lampiran 15 : Surat Permohonan Izin Melakukan Studi Pendahuluan ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Lampiran 16 : Surat Permohonan Izin Melakukan Studi Pendahuluan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung

Lampiran 17 : Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian oleh Pemerintah Provinsi Bali

Lampiran 18 : Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung

Lampiran 19 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian oleh Puskesmas Banjarangkan I

Lampiran 20 :Lembar Konsultasi


(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

Batra : Pengobatan Tradisional

cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate

CI : Confidence Interval (tingkat kepercayaan) ERDF : Endothelium Derived Relaxing Factor ESC : European Society of Cardiology ESH : European Society of Hypertension IMT : Indeks Massa Tubuh

K+ : ion positif kalium

Kesbangpol Linmas : Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kesling : Kesehatan Lingkungan

kg/m2 : kilogram per meter persegi (satuan IMT) KIA/KB : Kesehatan Ibu & Anak/ Keluarga Berencana Lansia : Lanjut Usia

MAP : Mean Arterial Pressure

Maks : Maksimum

mg : milligram (satuan berat)

Min : Minimum

mmHg : millimeter Hydrargyrum (satuan tekanan darah) MVC : Maximum Voluntary Contraction

Na+ : Ion positif natrium

NICE : National Institute for Health and Care Excellence


(16)

xvi

P2M : Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Promkes : Promosi Kesehatan

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat RAA : Renin-Angiotensin-Aldonsteron ROM : Range of Motion

SA : Sino-Atrial

SD : Standar Deviasi


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada BAB ini dijabarkan mengenai argumentasi penulis mengajukan usulan masalah mengenai pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi untuk diteliti.

1.1 Latar Belakang

Tekanan darah merupakan tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding pembuluh darah, yang diatur dengan menggunakan mekanisme yang kompleks di dalam tubuh (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2005). Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah menetap dengan kriteria tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg, yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan berdampak ke seluruh tubuh (Price & Wilson, 2012; NICE Clinical Guideline 127, 2011). Berbagai faktor predisposisi bertanggung jawab terhadap terjadinya hipertensi, diantaranya usia, jenis kelamin, ras, pola hidup, dan penyakit penyerta (Corwin, 2009).

Menurut data (James, et al, 2014), satu milyar orang di seluruh dunia menderita hipertensi dengan angka kematian tujuh juta tiap tahun. Di Asia Tenggara, setidaknya terdapat 35% orang dewasa menderita hipertensi dengan angka kematian 9,4% dari seluruh kematian per tahun. Di Indonesia, persentase populasi orang dewasa menderita hipertensi sebesar 25,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).


(18)

2

Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013), prevalensi orang dewasa di Bali yang menderita hipertensi sebanyak 19,9%. Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada bulan Januari 2015 didapatkan data bahwa pada tahun 2013, hipertensi menduduki peringkat kedua dalam sepuluh besar Surveilans Penyakit Terpadu Puskesmas Provinsi Bali dengan jumlah kasus baru pasien mencapai 40.146 orang. Sedangkan pada tahun 2014, hipertensi menempati peringkat pertama dalam sepuluh besar Surveilans Penyakit Terpadu Puskesmas Provinsi Bali dengan jumlah kasus baru 37.037 orang.

Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada bulan Januari 2015 juga menunjukkan bahwa, ditinjau dari kasus baru hipertensi per jumlah penduduk tiap kabupaten di Bali, Kabupaten Klungkung pada tahun 2013 menduduki peringkat kedua dengan persentase 1,96%, dan peringkat pertama tahun 2014 dengan persentase 2,85%. Sedangkan menurut data hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung pada bulan Januari 2015 didapatkan data bahwa di Kabupaten Klungkung jumlah pasien kasus baru hipertensi pada tahun 2014 berjumlah 5.175 orang. Dari jumlah tersebut, wilayah yang memiliki jumlah kasus baru hipertensi tertinggi adalah wilayah kerja UPT Puskesmas Banjarangkan I yaitu 1.280 pasien dengan 529 pasien laki-laki dan 751 pasien perempuan.

Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik, misalnya tidak terpenuhinya perawatan dan kurangnya kontrol terhadap hipertensi kronik, dapat menimbulkan komplikasi serius yang berujung pada kematian (Weir, 2005).


(19)

3

Konsekuensi hipertensi kronik yang paling sering yaitu gangguan penglihatan, oklusi koroner, infark miokard, gagal ginjal dan stroke sehingga hipertensi disebut sebagai “the silent killer” (Hinkle& Cheever, 2013). Secara umum, komplikasi-komplikasi tersebut terjadi akibat tekanan darah yang tinggi menyebabkan kerusakan pembuluh darah di berbagai organ dan berkurangnya jumlah darah yang dipompakan sehingga terjadi insufisiensi oksigen yang dapat mengakibatkan kematian sel (Corwin, 2009).

Penatalaksanaan hipertensi didasarkan pada diagnosis tepat, perbaikan dan modifikasi gaya hidup, serta pemberian agen antihipertensi. Hanya pasien dengan kriteria tertentu yang dapat diterapi menggunakan obat antihipertensi. Sedangkan semua pasien yang terdiagnosa hipertensi, dengan maupun tanpa agen antihipertensi direkomendasikan untuk melakukan modifikasi gaya hidup (NICE Clinical Guideline 127, 2011).

Modifikasi gaya hidup pasien merupakan area mandiri perawat yang didasari oleh teori keperawatan Self Care yang dikemukakan oleh Dorothea Orem. Teori ini meyakini bahwa setiap individu dapat mempelajari keterampilan merawat diri sehingga dapat memenuhi kebutuhannya serta terpelihara kesehatan dan kesejahteraan hidupnya (Tomey & Alligood, 2006). Dalam hal ini, perawat memberikan asuhan keperawatan dengan berupaya memandirikan pasien agar dapat melakukan modifikasi gaya hidup dalam mengelola penyakit hipertensinya agar kesehatan dan kesejahteraan hidupnya tercapai.


(20)

4

Perubahan gaya hidup yang tepat sangat penting dalam perawatan pasien dengan hipertensi. Penelitian klinis menunjukkan bahwa efek penurunan tekanan darah oleh perubahan gaya hidup setara dengan terapi antihipertensi monoterapi. Perubahan gaya hidup yang tepat akan lebih aman dan efektif dalam penundaan pemberian terapi obat pada pasien dengan hipertensi derajat 1. Selain itu, perubahan gaya hidup ini juga berkontribusi dalam penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi yang telah menerima terapi obat, sehingga mengurangi jumlah dan dosis agen antihipertensi yang diperlukan (Mancia, et.al, 2013).

Perubahan gaya hidup harus dilakukan segera setelah diagnosis dan harus dilakukan secara teratur (NICE Clinical Guideline 127, 2011). Modifikasi gaya hidup yang disarankan oleh Mancia, et.al, (2013) dalam ESH and ESC Guidelines meliputi pembatasan garam, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan, perubahan diet, penurunan berat badan, aktivitas fisik yang regular, dan berhenti merokok. Di antara modifikasi gaya hidup tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang dapat dilakukan secara mandiri dan memberi efek yang positif (Millar, McGowan, Cornelissen, Araujo, Swaine, 2013).

Aktivitas fisik memberi manfaat yang besar pada segala usia dan juga memiliki hubungan positif terhadap penurunan kasus penyakit kardiovaskuler pada penderita hipertensi sebesar 50% (James, et al., 2014). Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa aktivitas fisik aerobik dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik ± 3 mmHg (Mancia, et al,


(21)

5

2013). Meskipun memiliki manfaat yang besar, terdapat kendala dalam melaksanakan aktivitas fisik pada pasien hipertensi, salah satunya adalah minimnya antusiasme (Owen, Wiles & Swaine, 2010).

Beberapa orang mungkin memiliki beberapa hambatan dalam melakukan latihan aerobik, diantaranya kendala waktu dan lingkungan, serta adanya penyakit penyerta, seperti obesitas, artritis, dan penyakit paru yang tidak memungkinkan seseorang melakukan latihan aerobik (Owen, Wiles & Swaine, 2010). Salah satu aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan mengatasi masalah diatas adalah latihan isometrik (Peters, Alessio, Hagerman, Ashton, Nagy & Wiley, 2006).

Latihan isometrik atau kontraksi statis didefinisikan sebagai kontraksi tahanan otot tanpa disertai perubahan panjang kelompok otot yang bersangkutan (Millar, McGowan, Cornelissen, Araujo, & Swaine, 2013). Latihan isometrik dapat dilakukan di manapun dan kapanpun asalkan terdapat ruang gerak yang cukup. Latihan ini tidak berlangsung terlalu lama, yaitu dapat dilakukan kurang dari 20 menit dalam satu kali latihan (Kisner & Colby, 2007). Latihan isometrik tidak memiliki efek merugikan dalam pelaksanaannya, namun dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah yang serius (Kisner & Colby, 2007; Peters, Alessio, Hagerman, Ashton, Nagy & Wiley, 2006).

Latihan isometrik memberi dampak positif terhadap tubuh. Latihan isometrik dapat meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki denyut nadi


(22)

6

serta tekanan darah sistolik dalam waktu yang singkat (Baross, Wiles, Swaine, 2013). Selain itu, latihan isometrik juga dapat meningkatkan besar otot, menguatkan tubuh atas dan bawah, menurunkan lemak tubuh, meningkatkan densitas tulang, menurunkan risiko fraktur, dan meningkatkan kualitas hidup, khususnya pada lansia (Chrysant, 2010).

Mekanisme penurunan tekanan darah setelah latihan isometrik dapat dijelaskan melalui perubahan fisiologis akibat kontraksi otot atau kelompok otot yang diberi latihan. Ketika dilakukan kontraksi, arteri dan arteriol yang ada di sekitar otot akan mengalami konstriksi akibat tekanan dari otot, sehingga aliran darah pada pembuluh darah tertahan (McGowan, et al, 2007). Ketika otot direlaksasikan, akan terjadi mekanisme hiperemia reaktif yang menyebabkan terjadinya aktivasi semua faktor vasodilator pada pembuluh darah setempat, sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan aliran darah empat sampai tujuh kali keadaan normal yang diakibatkan oleh terjadinya pengaturan aliran darah metabolik lokal (Gowan, et.al, 2007; Guyton & Hall, 2006).

Hiperemia reaktif meningkatkan kecepatan aliran darah dan menginduksi mekanisme “shear stress” pada sel endotel pembuluh darah akibat tarikan viskositas darah terhadap dinding vaskuler. Stres ini akan mengubah bentuk sel-sel endotel sesuai dengan aliran darah dan selanjutnya meningkatkan pelepasan endothelium-derived relaxing factor (EDRF) yang pada dasarnya tersusun atas nitrit oxide (NO). NO akan merelaksasikan pembuluh darah dan meningkatkan diameter pembuluh darah sehingga resistensi perifer


(23)

7

menurun, yang berdampak pada penurunan tekanan darah (Guyton & Hall, 2006).

Owen, Wiles & Swaine (2010) serta Kelly & Kelly (2010) dalam meta-analisisnya menjelaskan bahwa latihan isometrik sederhana (handgrip dan ekstensi anggota gerak bawah), yang dilakukan selama kurang dari 20 menit, dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu, dan total waktu latihan kurang dari satu jam selama seminggu, dapat menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 10-13 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata 6-8 mmHg, selama 5-10 minggu latihan. Menurut Peters, Alessio, Hagerman, Ashton, Nagy & Wiley (2006), setelah intervensi latihan isometrik 3 kali seminggu selama enam minggu tekanan darah sistolik pasien hipertensi turun rata-rata 13 mmHg dari rata-rata tekanan darah 146 menjadi 133 mmHg. Sedangkan Deverux, Wiles & Swaine (2010) menyatakan bahwa latihan isometrik dengan ekstensi kedua kaki dalam empat minggu menyebabkan penurunan secara signifikan pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan tekanan arteri rata-rata (MAP).

Penelitian mengenai latihan isometrik dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sudah banyak dilakukan dan hasilnya dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional. Namun sepengetahuan penulis, di Indonesia khususnya di Bali belum pernah dilakukan penelitian serupa. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi di wilayah kerja UPT Puskesmas Banjarangkan I.


(24)

8

1.2 Rumusan Masalah

Hipertensi merupakan keadaan peningkatan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg yang dapat mengakibatkan komplikasi serius apabila tidak ditangani dengan baik. Aktivitas dan latihan fisik merupakan salah satu regimen penatalaksanaan nonfarmakologis yang penting dalam pengelolaan tekanan darah. Latihan isometrik adalah salah satu latihan yang dapat digunakan untuk pengelolaan tekanan darah. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah “Bagaimanakah pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah pasien hipertensi.

1.3.2Tujuan Khusus

Selain tujuan umum, penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai. Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini meliputi: a. Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi yang meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), kebiasaan merokok dan minum alkohol, serta riwayat hipertensi keluarga.

b. Mengetahui tekanan darah pasien hipertensi sebelum diberikan intervensi pada masing-masing kelompok.

c. Mengetahui tekanan darah pasien hipertensi setelah diberikan intervensi pada masing-masing kelompok.


(25)

9

d. Menganalisis perbedaan tekanan darah pasien hipertensi sebelum dan setelah intervensi pada masing-masing kelompok.

e. Menganalisis perbedaan tekanan darah pasien hipertensi antarkelompok setelah dilakukan intervensi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan teori dan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan mengenai penatalaksanaan hipertensi dengan memberikan aktivitas fisik.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kerangka pemikiran untuk peneliti selanjutnya guna mengembangkan atau mencari intervensi-intervensi lain yang berpengaruh terhadap tekanan darah pasien hipertensi.

1.4.2Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi perawat dalam melakukan intervensi aktivitas fisik pada klien dengan hipertensi. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman perawat dalam memberikan aktivitas fisik pada klien hipertensi.


(26)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB ini dijabarkan mengenai tori-teori yang dapat mendukung argumentasi dalam penelitian. Tinjauan teori yang ditampilkan pada BAB ini meliputi hipertensi, latihan isometrik, serta pengaruh latihan isometrik terhadap tekanan darah.

2.1 Hipertensi

2.1.1Definisi Hipertensi

Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah kepada tiap satuan luas pembuluh darah arteri ketika jantung memompa darah, yang dikontrol oleh berbagai proses fisiologis (Guyton & Hall, 2006; Palmer & William, 2007). Tekanan darah pada arteri terdiri atas tekanan sistolik, yaitu tekanan darah pada saat ventrikel kiri berkontraksi, dan tekanan diastolik yang merupakan tekanan darah pada saat ventrikel kiri berelaksasi (Gunawan, 2007).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik yang lebih besar dari 140 mmHg, atau tekanan darah diastolik yang lebih besar dari 90 mmHg secara persisten setidaknya dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut pada orang dewasa (McPhee & Ganong, 2006). Price & Wilson (2012) mendefinisikan hipertensi sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas 140/90 mmHg. Sedangkan menurut Guyton dan Hall (2006), hipertensi berarti kondisi tekanan darah arteri rata-rata (MAP) seseorang


(27)

11

lebih tinggi dari batas normal yaitu 110 mmHg. Corwin (2009) juga mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah tinggi yang diukur paling tidak dalam tiga kali kesempatan yang berbeda dan bervariasi sesuai usia.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap dengan kriteria tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, atau tekanan arteri rata-rata lebih dari 110 mmHg atau disesuaikan dengan usia, yang diukur dalam tiga kali pemeriksaan.

2.1.2Penyebab Hipertensi

Tekanan darah tergantung pada tiga komponen yang saling mengkompensasi, yaitu kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan resistensi perifer. Apabila terjadi gangguan pada salah satu komponen tersebut, namun tidak terjadi kompensasi oleh komponen lainnya, maka hal tersebut dapat menyebabkan hipertensi (Corwin, 2009).

Setiap penyebab hipertensi tersebut dapat diakibatkan oleh peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis yang dapat merupakan respon yang berlebihan terhadap kondisi stres. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi karena rangsangan abnormal pada saraf simpatis dan hormon yang memengaruhi nodus sino-atrial (SA) (McPhee & Ganong, 2006).

Penyebab umum hipertensi adalah terjadinya peningkatan resistensi perifer (McPhee & Hammer, 2010). Peningkatan resistensi perifer yang kronis juga dapat disebabkan oleh rangsangan saraf simpatis dan hormon pada arteriol


(28)

12

sehingga mengakibatkan vasokontriksi. Vasokonstriksi mengakibatkan peningkatan kerja jantung untuk memompa lebih kuat sehingga menghasilkan tekanan yang lebih besar.

Peningkatan volume sekuncup dapat disebabkan oleh gangguan pengaturan garam dan air oleh ginjal atau peningkatan konsumsi garam. Selain itu, peningkatan abnormal kadar renin dan aldosteron atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengaturan garam dan air di ginjal (McPhee & Ganong, 2006; McPhee & Hammer, 2010).

2.1.3Jenis Hipertensi

Peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi seiring dengan tingginya penyimpangan tekanan darah dari batas normal (Hinkle & Cheever, 2013). Berbagai faktor dianggap berperan dalam menyebabkan hipertensi, namun secara umum hipertensi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Hipertensi primer (hipertensi esensial)

Kira-kira 95% orang dewasa mengalami hipertensi primer yaitu hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (McPhee & Ganong, 2006). Hipertensi primer sering dihubungkan dengan faktor lingkungan yang meliputi tingginya intake garam, obesitas, dan gaya hidup yang menetap; faktor genetik, peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dan sistem saraf simpatik; serta penyebab lain yaitu semakin kakunya aorta akibat peningkatan usia (Weber, et al, 2014).


(29)

13

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi ini meliputi hanya 5% dari seluruh penderita hipertensi, dimana penyebab peningkatan tekanan darah dapat diidentifikasi dan biasanya diobati (Price &Wilson, 2012; Weber, et al, 2014). Hipertensi sekunder biasanya disebabkan oleh gagal ginjal kronik, stenosis arteri renalis, peningkatan sekresi aldosteron, peokromositoma, dan apnea ketika tidur (Weber, et al, 2014).

2.1.4Klasifikasi Hipertensi

Menurut Weber, et al (2014) dalam Clinical Practice Guidelines for The Management of Hypertension in The Community: A Statement by The American Society of Hypertension and The International Society of Hypertension, tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan besarnya penyimpangan dari nilai normal untuk usia 18 tahun keatas, dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi derajat 2 ≥160 Atau ≥100 Sumber. Weber, et al, 2014

2.1.5Faktor Risiko Hipertensi

Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, atau karakteristik individu yang apabila pajanan terhadapnya meningkat, dapat mempermudah terbentuknya suatu penyakit, atau gangguan (Kabo, 2008).


(30)

14

a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor yang dapat diubah untuk menghindari terjadinya penyakit atau gangguan. Faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi adalah intake garam, berat badan, merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, dan stres psikososial (Mancia, et al, 2013; Weber, et al, 2014).

1)Intake garam

Pada orang normal, konsumsi garam dalam satu hari tidak boleh melebihi enam gram (satu sendok teh) karena telah mengandung 2300 mg natrium. Garam sangat erat kaitannya dengan hipertensi karena tiga gram garam dapat menaikkan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 3 mmHg (Susanto, 2010).

2)Berat badan

Tingginya komposisi lemak tubuh khususnya pada area abdominal erat kaitannya dengan hipertensi, sehingga penurunan berat badan efektif dalam menurunkan tekanan darah (Ross, Caballero, Cousins, Tucker, Ziegler, (2012). Terdapat 2 mekanisme utama yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah akibat tingginya komposisi lemak tubuh yaitu terjadinya resistensi insulin dan adanya kelainan struktur dan fungsi vaskuler (Mohler & Townsend, 2006).

3)Merokok

Nikotin yang terdapat dalam rokok merupakan substansi yang dapat menyebabkan koagulasi serta meningkatkan risiko arterosklerosis.


(31)

15

Disamping itu, nikotin bersifat toksik terhadap sistem saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan peningkatan beban kerja jantung (Hinkle& Cheever, 2013).

4)Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol yang regular tiap hari meningkatkan risiko hipertensi. Sampai saat ini mekanisme alkohol mempengaruhi tekanan darah masih belum jelas, namun sering dihubungkan dengan perubahan sistem saraf simpatik diantaranya dapat meningkatkan denyut nadi, kontraksi jantung dan vasokonstriksi serta dapat menurunkan sensitivitas baroreseptor (Porth, Hannon, & Pooler, 2009).

5)Aktivitas fisik

Aktivitas fisik mempengaruhi tekanan darah dalam jangka waktu yang panjang. Selama latihan tekanan darah meningkat secara tajam akibat peningkatan resistensi pembuluh darah, namun kemudian menurun (Stensel & Hardman, 2009). Penurunan tekanan darah setelah aktivitas fisik tampak setelah 15 menit istirahat (Chrysant, 2010). Efek penurunan tekanan darah ini menetap selama 22 jam pascalatihan pada lansia. Penurunan tekanan darah pascalatihan ini dapat terjadi akibat penurunan akitivitas saraf simpatik dan peningkatan respon vasodilator seperti NO yang menginisiasi terjadinya penurunan resistensi perifer (Stensel & Hardman, 2009).


(32)

16

6)Stres psikologis

Stres psikologis memiliki pengaruh terhadap tekanan darah pada rentang usia 18-64 tahun. Individu dengan peningkatan tekanan darah selama stres dan pada periode adaptasi menunjukkan peningkatan risiko terjadinya hipertensi (Gasperin, Netuveli, Dias, Pattussi, 2009).

b. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah karakteristik yang tidak dapat diubah dan dapat mempermudah terjadinya penyakit atau gangguan. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor genetik, usia, dan jenis kelamin (Mancia, et al, 2013; Weber, et al, 2014).

1)Faktor genetik

Faktor keturunan berkaitan dengan nilai tekanan darah dan respon terhadap penurunan intake natrium. Hal ini dibuktikan dengan adanya genotip yang teridentifikasi memengaruhi aksis RAA pada pengaturan garam di ginjal (Institute of Medicine, 2005).

2)Usia

Tekanan darah sistolik biasanya meningkat sejajar dengan pertambahan usia, sedangkan tekanan darah diastolik meningkat biasanya hanya sampai usia 50 tahun (Kabo, 2008). Hal ini berhubungan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada masa lansia, meliputi penebalan dan kekakuan katup jantung, penurunan kemampuan memompa darah, penurunan elastisitas pembuluh darah,


(33)

17

serta peningkatan resistensi pembuluh darah perifer (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).

3)Jenis kelamin

Perbedaan tekanan darah berdasarkan jenis kelamin dimulai pada masa remaja hingga lansia. Pada pria yang berusia kurang dari 60 tahun, rata-rata tekanan darah sistolik lebih tinggi 6-7 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih tinggi 3-5 mmHg daripada wanita dengan usia yang sama. Namun setelah usia 60 tahun, tekanan darah meningkat pada wanita sehingga hipertensi lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Hormon ovarium diperkirakan sangat berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah wanita premenopausal (Benhagen, 2005).

2.1.6Manifestasi Klinis Hipertensi

Hipertensi sendiri tidak menampakkan gejala, namun beberapa tanda seperti sakit kepala, keletihan, dan pening sering dianggap berhubungan dengan hipertensi. Temuan fisik awal juga tidak tampak pada pasien hipertensi, dan perubahan yang tampak biasanya ditemukan pada kasus lanjut (McPhee & Hammer, 2010).

Sedangkan manifestasi klinis hipertensi kronis menurut Corwin (2009), meliputi sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang diserta mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur, cara berjalan yang kurang mantap akibat kerusakan sistem saraf pusat, nokturia


(34)

18

akibat peningkatan aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus, dan edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.1.7Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut Mancia, et al, (2013), penatalaksanaan hipertensi dilakukan secara berkesinambungan antara terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi dimulai ketika terjadi kondisi prehipertensi, sedangkan pemberian terapi farmakologi dimulai ketika terjadi hipertensi derajat 2 atau pada hipertensi derajat 1 yang tidak berespon terhadap terapi nonfarmakologi.

a. Terapi nonfarmakologi 1)Penurunan berat badan

Pada pasien dengan berat badan berlebih atau obesitas, penurunan berat badan sangat membantu untuk mengatasi hipertensi, diabetes, dan gangguan lemak (Mancia, et al, 2013; Weber, et al, 2014). Penurunan berat badan yang disarankan adalah mencapai IMT pada rentang ideal (18,5-24,9 kg/m2) (Mancia et al, 2013; Rilantono, 2013). 2)Pengurangan garam

Mekanisme yang berhubungan antara intake garam dan peningkatan tekanan darah meliputi peningkatan volume intraseluler dan meningkatkan resistensi perifer akibat aktivasi saraf simpatik (Mancia, et al, 2013). Pengurangan intake garam direkomendasikan sampai 5 gram/hari yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4-5 mmHg pada pasien hipertensi (Mancia et al, 2013; Weber, et al, 2014).


(35)

19

3)Olahraga

Olahraga penting dalam penatalaksanaan hipertensi karena tubuh dapat meningkatkan respon tubuh terhadap kebutuhan oksigen dan energi yang meningkat pada sistem tubuh. Penurunan tekanan darah yang bermakna terlihat setelah dua minggu latihan dan akan menetap selama individu meneruskan kebiasaan latihannya (Choudhury & Lip, 2005). 4)Pembatasan konsumsi alkohol

Konsumsi 2 gelas alkohol dalam satu hari membantu dalam perlindungan terhadap kanker, namun jumlah konsumsi alkohol yang lebih banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan harus diantisipasi. Pada wanita, alkohol harus dibatasi yaitu satu gelas tiap hari (Weber, et al, 2014). Total konsumsi alkohol tidak lebih dari 140 gram per minggu pada laki-laki dan 80 gram per minggu pada perempuan (Mancia et al, 2013).

5)Berhenti merokok

Merokok menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi akut, dan menetap selama lebih dari 15 menit setelah mengonsumsi satu rokok, hal ini terjadi akibat adanya stimulasi saraf simpatis pada tingkat sentral dan ujung saraf (Mancia, et al, 2013). Sangat direkomendasikan untuk menghentikan kebiasaan merokok pada semua perokok dan hal ini memerlukan bantuan (Mancia et al, 2013; Weber, et al, 2014).


(36)

20

b. Terapi farmakologis

Terapi dengan obat harus dimulai pada pasien dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg apabila modifikasi gaya hidup tidak efektif menurunkan tekanan darah (Rilantono, 2013; Mancia, et al, 2013). Pada pasien dengan hipertensi derajat 2, terapi obat harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis, biasanya dengan kombinasi 2 obat, tanpa menunggu efek modifikasi gaya hidup (Mancia, et al, 2013).

Untuk pasien yang berusia lebih dari 80 tahun, batas yang disarankan untuk memulai terapi obat adalah pada tekanan darah ≥ 150/90 mmHg, dan target pengobatan mencapai tekanan darah <140/90 mmHg (Mancia, et al, 2013; Weber, et al, 2014). Pasien ini biasanya menerima lebih dari satu obat untuk mencapai target kontrol tekanan darah (Weber, et al, 2014). Obat yang biasanya digunakan untuk pengobatan hipertensi, diantaranya:

1)Penghambat enzim angiotensin-converting (ACE Inhibitor)

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menghambat sistem renin-angiotensin dengan cara menghambat sintesis atau menghambat kerja angiotensia II, dan kemudian mencegah efek vasokonstriksi (Mancia, et al, 2013; Rilantono, 2013; Weber, et al, 2014). Kemudian mekanisme lain yang terjadi adalah adanya peningkatan kemampuan vasodilator bradikinin. Efek samping umum obat ini adalah batuk (Weber, et al, 2014).


(37)

21

2)Diuretika

Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi natrium dengan menghambat pompa Na+/K+ di tubulus distal ginjal dan juga dapat menimbulkan efek vasodilatasi, dengan efek samping umum adalah gangguan metabolik (Weber, et al, 2014; Rilantono, 2013).

3)Penghambat kanal kalsium (Ca antagonis)

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menghalangi aliran masuk ion kalsium melalui kanal L pada sel otot halus arteri (Weber, et al, 2014; Mancia, et al, 2013; Rilantono, 2013). Efek samping umum obat ini adalah edema perifer di tungkai, biasanya berhubungan dengan pemberian obat ini dengan dosis tinggi (Weber et al, 2014; Rilantono, 2013).

4)ß-bloker

ß-bloker menurunkan cardiac output dan juga menurunkan pelepasan renin dari ginjal dengan cara menghambat secara kompetitif pengikatan katekolamin ke reseptor adregenik (Weber, et al, 2014; Rilantono, 2013). Efek samping obat ini yaitu mengganggu metabolisme glukosa sehingga tidak disarankan pada pasien dengan risiko diabetes (Weber, et al, 2014; Mancia, et al, 2013).

5)α-bloker

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan memblok reseptor α -adregenik dengan berperan sebagai neurotransmiter palsu yang menurunkan aliran saraf simpatis sehingga dapat menurunkan tonus


(38)

22

simpatis dan kemudian mencegah vasokonstriksi (Weber, et al, 2014; Rilantono, 2013). Obat ini biasanya dikombinasikan dengan diuretik untuk mendapat efek yang maksimal (Weber, et al, 2014). Efek samping penggunaan obat ini adalah mulut kering, hipotensi ortostatik, dan sedasi, serta adanya efek withdrawl (Rilantono, 2013).

6)Centrally acting agents

Obat golongan ini yang banyak digunakan adalah clonidine dan metildopa, yang bekerja secara langsung menurunkan aliran simpatik dari sistem saraf pusat. Namun mengantuk dan mulut kering menjadi efek samping terapi obat ini (Weber, et al, 2014; Mancia, et al, 2013). 7)Vasodilator

Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan cAMP intraseluler yang mengakibatkan vasodilatasi langsung pada arteriol (Rilantono, 2013). Karena agen ini sering menyebabkan retensi cairan dan takikardia, obat ini lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah ketika dikombinasikan dengan diuretik dan ß-bloker atau agen simpatik (Weber, et al, 2014).

8)Antagosnis reseptor mineralokortikoid

Obat yang paling terkenal dari golongan ini adalah spironolakton. Obat golongan ini merupakan jenis baru dan dapat ditoleransi dengan lebih baik. Efek samping obat ini adalah ginekomastia dan gangguan seksual (Weber, et al, 2014).


(39)

23

2.2 Latihan Isometrik

2.2.1Pengertian Latihan Isometrik

Latihan isometrik adalah bentuk latihan statis yang mengkontraksikan otot dan menghasilkan tahanan tanpa perubahan panjang otot dan tanpa gerakan sendi (Kisner & Colby, 2007; Millar, McGowan, Cornelissen, Araujo & Swaine, 2013). Tekanan dan tahanan dihasilkan otot tanpa tegangan mekanis (tahanan x jarak). Sumber resistensi pada latihan isometrik meliputi menggenggam dan melawan tahanan secara manual, menggenggam beban pada posisi khusus, mengatur posisi melawan berat tubuh, atau menarik dan mendorong objek yang tak dapat bergerak (Kisner & Colby, 2007).

2.2.2Tujuan Latihan Isometrik

Latihan isometrik merupakan bagian penting dalam desain program rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan fungsional. Menurut Funnell, Koutoukidis dan Lawrence (2009) serta Kisner dan Colby (2007), tujuan melakukan latihan isometrik adalah:

a. Untuk mencegah dan meminimalisir atropi otot ketika pergerakan sendi tidak memungkinkan akibat imobilisasi eksternal (gips, bidai, traksi skeletal)

b. Untuk mengaktifkan otot untuk memulai mengembalikan kontrol neuromuskuler dengan tetap menjaga jaringan yang mengalami penyembuhan ketika pergerakan sendi tidak diperbolehkan setelah cedera jaringan lunak atau operasi.


(40)

24

d. Untuk meningkatkan kekuatan otot ketika penggunaan latihan tahanan dinamik dapat mengganggu integritas sendi atau menyebabkan nyeri sendi.

e. Untuk mengembangkan kekuatan otot statis khususnya pada titik ROM sesuai dengan kebutuhan tertentu yang diinginkan.

2.2.3Keuntungan dan Kerugian Latihan Isometrik

Latihan isometrik oleh pasien dengan posisi statik memiliki beberapa keuntungan, diantaranya memiliki risiko injuri lebih kecil dibandingkan latihan lain, memerlukan waktu yang minimal sehingga mengefisiensi waktu, dapat dilakukan dimana saja asalkan ruang gerak cukup, alat yang digunakan sedikit atau tidak ada, serta membantu pasien/klien untuk meningkatkan rentang kontraksi statis (Fair, 2011; Pearl, 2005). Kerugian yang mungkin dari latihan isometrik adalah bahwa otot yang terbentuk hanya pada sudut yang dilatih pasien/klien (Fair, 2011).

2.2.4Prinsip Latihan Isometrik a. Intensitas latihan

Jumlah tekanan yang dapat dihasilkan selama kontraksi otot isometrik dibedakan oleh bagian pada posisi sendi dan panjang otot pada waktu kontraksi. Untuk meningkatkan kekuatan otot, intensitas latihan dengan 60%-80% maximum voluntary contraction (MVC) dianggap kurang. Namun resistensi harus ditingkatkan secara progresif untuk melanjutkan pemberian beban yang tinggi pada otot hingga menjadi lebih kuat (Kisner & Colby, 2007; Devereux, Wiles & Swaine, 2010).


(41)

25

Sedangkan untuk menurunkan tekanan darah pasien hipertensi, intensitas latihan yang tepat untuk menurunkan tekanan darah belum diteliti (Badrov, Bartol, DiBartolomeo, Millar, McNevin & McGowan, 2013). Namun, dalam beberapa penelitian, para peneliti memberikan latihan dengan intensitas 30% MVC (Owen, Wiles & Swaine, (2010). Variasi intensitas kontraksi yang digunakan pada beberapa penelitian dalam yang dikaji dengan meta-analisis oleh Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo dan Swaine, (2013) adalah antara 10%-50% MVC dengan hasil menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4-15 mmHg, tekanan darah diastolik sebesar 3-9 mmHg, serta menurunkan MAP sebesar 3-4 mmHg.

b. Durasi aktivasi otot

Untuk mendapatkan perubahan adaptif pada performa otot statis, kontraksi otot harus diimbangi dengan waktu jeda. Hal ini memungkinkan adanya istirahat agar tidak terjadi kelelahan otot. Waktu ini juga memberikan kesempatan untuk terjadinya perubahan metabolik di otot setelah tekanan puncak (Davies, 2013; Kisner & Colby, 2007).

Menurut McGowan, et al (2007) dan Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo dan Swaine, (2013) durasi kontraksi otot untuk pasien hipertensi adalah 45 detik sampai dua menit. Periode istirahat untuk tiap kontraksi adalah satu sampai empat menit yang memungkinkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot (Badrov, Bartol, DiBartolomeo, Millar, McNevin & McGowan, 2013; Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo & Swaine, 2013). Dalam satu sesi latihan biasanya terdiri atas 4 kali


(42)

26

pengulangan kontraksi yang masing-masing diselingi dengan waktu istirahat. Pasien hipertensi disarankan melakukan tiga sampai lima sesi dalam satu minggu (Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo & Swaine, 2013; Owen, Willes & Swaine, 2010).

2.2.5Kontraindikasi Latihan Isometrik

Latihan isometrik dengan intensitas tinggi dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat gangguan jantung dan pembuluh darah yang berat (Kisner & Colby, 2007). Apabila latihan isometrik intensitas tinggi diberikan, dikhawatirkan dapat mengakibatkan adanya gangguan pembuluh darah dan jantung yang lebih serius. (McGowan, et al, 2007; Millar, et al, 2013; Owen, Willes & Swaine, 2010).

2.2.6Latihan Isometrik Menggenggam (Handgrip)

Gambar 2.1. Latihan Isometrik Handgrip (Sumber: Cirrus Media, 2013)

Handgrip merupakan pegangan ketika besarnya kekuatan otot digunakan pada objek yang digenggam. Kekuatan genggaman dinilai dengan skala MVC yang dinilai menggunakan dinamometer handgrip (Karwowski, 2006). Latihan handgrip memiliki keuntungan diantaranya meningkatkan


(43)

27

kekuatan tangan, meningkatkan muskularitas lengan bawah, dan memacu ketahanan tangan. Latihan handgrip sangat baik untuk meningkatkan kekuatan pergelangan tangan, tangan dan melatih keseragaman otot. Menggenggam dilakukan dengan membuka dan menutup jari dan pergelangan tangan yang juga melibatkan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah (Musa, 2013).

2.3 Pengaruh Latihan Isometrik terhadap Tekanan Darah

Meskipun mekanisme yang mendasari penurunan tekanan darah pascalatihan isometrik masih belum jelas, penurunan tekanan darah ini dapat disebabkan oleh adanya adaptasi sistem pembuluh darah yang menurunkan resistensi perifer total yang dapat mempengaruhi cardiac output. Selain itu, adanya mekanisme neural mengakibatkan adaptasi yang mempengaruhi aliran darah (McGowan, Levy, McCartney & McDonald, 2007). Penelitian terkini menunjukkan adanya efek hipotensi yang signifikan pada tekanan darah sistolik lima menit setelah menyelesaikan satu set kontraksi bilateral handgrip. Hasil ini penting untuk meningkatkan adaptasi tekanan darah jangka panjang (Millar, MacDonald, Bray & McCartney, 2009).

Latihan isometrik handgrip juga menurunkan reaktivitas kardiovaskuler terhadap stresor psikofisiologis pada orang dengan tekanan darah tinggi (Badrov, Horton, Millar & McGowan, 2013). Mekanisme lain yang dapat terjadi adalah perubahan pada sistem saraf yaitu menurunkan aktivitas sistem saraf simpatik (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007).


(44)

28

Pada penelitian, 5 menit setelah satu kali kontraksi bilateral handgrip nadi meningkat yang dapat diinterpretasikan sebagai perubahan keseimbangan neurokardiak yaitu peningkatan respon vagal dan/atau penurunan modulasi simpatik (Millar, McDonald, Bray & McCartney, 2009).

Terdapat efek yang menguntungkan dari kontraksi handgrip bilateral akut pada reaktivasi vagal setelah latihan. Terjadinya perbaikan pada modulasi otonom kardiak meningkatkan aktivasi vagal. Isometrik handgrip meningkatkan kontrol neurokardiak dan menyeimbangkan sistem simpatovagal (Millar, MacDonald, Bray & McCartney, 2009). Peningkatan respon vagal memperlambat kontraksi jantung dan menurunkan fungsi sirkulasi, sedangkan penurunan modulasi saraf simpatik mengakibatkan penurunan kerja jantung dan pembuluh darah (Muttaqin, 2009).

Latihan isometrik mengakibatkan penekanan otot pada pembuluh darah sehingga menghasilkan stimulus iskemik dan menstimulasi mekanisme shear stress (Guyton & Hall, 2006). Stimulus iskemik menginduksi peningkatan aliran arteri brakialis untuk menurunkan efek langsung iskemia pada pembuluh darah tersebut. Ketika tekanan dilepaskan, aliran darah pembuluh darah lengan bawah membesar dikarenakan dilatasi pembuluh darah distal yang menginduksi stimulus shear stress pada arteri brakialis (McGowan, et al, 2007).

Mekanisme shear stress menimbulkan pelepasan turunan NO-endotelium, vasodilator potensial (McGowan, et al, 2007). Penemuan terbaru


(45)

29

menemukan bahwa terjadi peningkatan kapasitas istirahat pada sistem produksi, pelepasan dan/atau penggunaan NO-dilator memiliki kontribusi pada penurunan tekanan darah sistolik setelah latihan. Selain itu stimulus hiperemia reaktif berkontribusi dalam pelepasan substansi vasodilator lain termasuk prostasiklin dan metabolit iskemik (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007).

Respon reaktivitas puncak aliran darah dari keadaan dasar menghasilkan peningkatan akumulasi metabolit (misalnya asam laktat) yang berespon dalam melawan iskemia. Latihan kronik akan menyeimbangkan metabolisme aerob dan anaerob yang mendorong pengurangan produksi metabolit dalam berespon terhadap stimulus iskemik yang sama (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007). Hal ini menghasilkan penurunan kebutuhan aliran darah ke jaringan lengan bawah (Guyton & Hall, 2006; McGowan, et al, 2007).

Selain itu, dalam latihan, kekuatan tekanan akibat sumbatan pada pembuluh darah, meningkatkan perfusi dan pasokan oksigen selama oklusi pembuluh darah sehingga menurunkan stimulus aliran (Guyton & Hall, 2006; McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007). Jadi, penurunan puncak reaktivitas aliran darah hiperemia dapat mempengaruhi perubahan fungsi otot polos pembuluh darah dan mendasari perubahan struktur pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan resistensi perifer (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007).


(1)

d. Untuk meningkatkan kekuatan otot ketika penggunaan latihan tahanan dinamik dapat mengganggu integritas sendi atau menyebabkan nyeri sendi.

e. Untuk mengembangkan kekuatan otot statis khususnya pada titik ROM sesuai dengan kebutuhan tertentu yang diinginkan.

2.2.3Keuntungan dan Kerugian Latihan Isometrik

Latihan isometrik oleh pasien dengan posisi statik memiliki beberapa keuntungan, diantaranya memiliki risiko injuri lebih kecil dibandingkan latihan lain, memerlukan waktu yang minimal sehingga mengefisiensi waktu, dapat dilakukan dimana saja asalkan ruang gerak cukup, alat yang digunakan sedikit atau tidak ada, serta membantu pasien/klien untuk meningkatkan rentang kontraksi statis (Fair, 2011; Pearl, 2005). Kerugian yang mungkin dari latihan isometrik adalah bahwa otot yang terbentuk hanya pada sudut yang dilatih pasien/klien (Fair, 2011).

2.2.4Prinsip Latihan Isometrik

a. Intensitas latihan

Jumlah tekanan yang dapat dihasilkan selama kontraksi otot isometrik dibedakan oleh bagian pada posisi sendi dan panjang otot pada waktu kontraksi. Untuk meningkatkan kekuatan otot, intensitas latihan dengan 60%-80% maximum voluntary contraction (MVC) dianggap kurang. Namun resistensi harus ditingkatkan secara progresif untuk melanjutkan pemberian beban yang tinggi pada otot hingga menjadi lebih kuat (Kisner & Colby, 2007; Devereux, Wiles & Swaine, 2010).


(2)

Sedangkan untuk menurunkan tekanan darah pasien hipertensi, intensitas latihan yang tepat untuk menurunkan tekanan darah belum diteliti (Badrov, Bartol, DiBartolomeo, Millar, McNevin & McGowan, 2013). Namun, dalam beberapa penelitian, para peneliti memberikan latihan dengan intensitas 30% MVC (Owen, Wiles & Swaine, (2010). Variasi intensitas kontraksi yang digunakan pada beberapa penelitian dalam yang dikaji dengan meta-analisis oleh Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo dan Swaine, (2013) adalah antara 10%-50% MVC dengan hasil menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4-15 mmHg, tekanan darah diastolik sebesar 3-9 mmHg, serta menurunkan MAP sebesar 3-4 mmHg.

b. Durasi aktivasi otot

Untuk mendapatkan perubahan adaptif pada performa otot statis, kontraksi otot harus diimbangi dengan waktu jeda. Hal ini memungkinkan adanya istirahat agar tidak terjadi kelelahan otot. Waktu ini juga memberikan kesempatan untuk terjadinya perubahan metabolik di otot setelah tekanan puncak (Davies, 2013; Kisner & Colby, 2007).

Menurut McGowan, et al (2007) dan Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo dan Swaine, (2013) durasi kontraksi otot untuk pasien hipertensi adalah 45 detik sampai dua menit. Periode istirahat untuk tiap kontraksi adalah satu sampai empat menit yang memungkinkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot (Badrov, Bartol, DiBartolomeo, Millar, McNevin & McGowan, 2013; Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo & Swaine, 2013). Dalam satu sesi latihan biasanya terdiri atas 4 kali


(3)

pengulangan kontraksi yang masing-masing diselingi dengan waktu istirahat. Pasien hipertensi disarankan melakukan tiga sampai lima sesi dalam satu minggu (Millar, McGowan, Corneilissen, Araujo & Swaine, 2013; Owen, Willes & Swaine, 2010).

2.2.5Kontraindikasi Latihan Isometrik

Latihan isometrik dengan intensitas tinggi dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat gangguan jantung dan pembuluh darah yang berat (Kisner & Colby, 2007). Apabila latihan isometrik intensitas tinggi diberikan, dikhawatirkan dapat mengakibatkan adanya gangguan pembuluh darah dan jantung yang lebih serius. (McGowan, et al, 2007; Millar, et al, 2013; Owen, Willes & Swaine, 2010).

2.2.6Latihan Isometrik Menggenggam (Handgrip)

Gambar 2.1. Latihan Isometrik Handgrip (Sumber: Cirrus Media, 2013)

Handgrip merupakan pegangan ketika besarnya kekuatan otot digunakan pada objek yang digenggam. Kekuatan genggaman dinilai dengan skala MVC yang dinilai menggunakan dinamometer handgrip (Karwowski, 2006). Latihan handgrip memiliki keuntungan diantaranya meningkatkan


(4)

kekuatan tangan, meningkatkan muskularitas lengan bawah, dan memacu ketahanan tangan. Latihan handgrip sangat baik untuk meningkatkan kekuatan pergelangan tangan, tangan dan melatih keseragaman otot. Menggenggam dilakukan dengan membuka dan menutup jari dan pergelangan tangan yang juga melibatkan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah (Musa, 2013).

2.3 Pengaruh Latihan Isometrik terhadap Tekanan Darah

Meskipun mekanisme yang mendasari penurunan tekanan darah pascalatihan isometrik masih belum jelas, penurunan tekanan darah ini dapat disebabkan oleh adanya adaptasi sistem pembuluh darah yang menurunkan resistensi perifer total yang dapat mempengaruhi cardiac output. Selain itu, adanya mekanisme neural mengakibatkan adaptasi yang mempengaruhi aliran darah (McGowan, Levy, McCartney & McDonald, 2007). Penelitian terkini menunjukkan adanya efek hipotensi yang signifikan pada tekanan darah sistolik lima menit setelah menyelesaikan satu set kontraksi bilateral

handgrip. Hasil ini penting untuk meningkatkan adaptasi tekanan darah jangka panjang (Millar, MacDonald, Bray & McCartney, 2009).

Latihan isometrik handgrip juga menurunkan reaktivitas kardiovaskuler terhadap stresor psikofisiologis pada orang dengan tekanan darah tinggi (Badrov, Horton, Millar & McGowan, 2013). Mekanisme lain yang dapat terjadi adalah perubahan pada sistem saraf yaitu menurunkan aktivitas sistem saraf simpatik (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007).


(5)

Pada penelitian, 5 menit setelah satu kali kontraksi bilateral handgrip nadi meningkat yang dapat diinterpretasikan sebagai perubahan keseimbangan neurokardiak yaitu peningkatan respon vagal dan/atau penurunan modulasi simpatik (Millar, McDonald, Bray & McCartney, 2009).

Terdapat efek yang menguntungkan dari kontraksi handgrip bilateral akut pada reaktivasi vagal setelah latihan. Terjadinya perbaikan pada modulasi otonom kardiak meningkatkan aktivasi vagal. Isometrik handgrip

meningkatkan kontrol neurokardiak dan menyeimbangkan sistem simpatovagal (Millar, MacDonald, Bray & McCartney, 2009). Peningkatan respon vagal memperlambat kontraksi jantung dan menurunkan fungsi sirkulasi, sedangkan penurunan modulasi saraf simpatik mengakibatkan penurunan kerja jantung dan pembuluh darah (Muttaqin, 2009).

Latihan isometrik mengakibatkan penekanan otot pada pembuluh darah sehingga menghasilkan stimulus iskemik dan menstimulasi mekanisme

shear stress (Guyton & Hall, 2006). Stimulus iskemik menginduksi peningkatan aliran arteri brakialis untuk menurunkan efek langsung iskemia pada pembuluh darah tersebut. Ketika tekanan dilepaskan, aliran darah pembuluh darah lengan bawah membesar dikarenakan dilatasi pembuluh darah distal yang menginduksi stimulus shear stress pada arteri brakialis (McGowan, et al, 2007).

Mekanisme shear stress menimbulkan pelepasan turunan NO-endotelium, vasodilator potensial (McGowan, et al, 2007). Penemuan terbaru


(6)

menemukan bahwa terjadi peningkatan kapasitas istirahat pada sistem produksi, pelepasan dan/atau penggunaan NO-dilator memiliki kontribusi pada penurunan tekanan darah sistolik setelah latihan. Selain itu stimulus hiperemia reaktif berkontribusi dalam pelepasan substansi vasodilator lain termasuk prostasiklin dan metabolit iskemik (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007).

Respon reaktivitas puncak aliran darah dari keadaan dasar menghasilkan peningkatan akumulasi metabolit (misalnya asam laktat) yang berespon dalam melawan iskemia. Latihan kronik akan menyeimbangkan metabolisme aerob dan anaerob yang mendorong pengurangan produksi metabolit dalam berespon terhadap stimulus iskemik yang sama (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007). Hal ini menghasilkan penurunan kebutuhan aliran darah ke jaringan lengan bawah (Guyton & Hall, 2006; McGowan, et al, 2007).

Selain itu, dalam latihan, kekuatan tekanan akibat sumbatan pada pembuluh darah, meningkatkan perfusi dan pasokan oksigen selama oklusi pembuluh darah sehingga menurunkan stimulus aliran (Guyton & Hall, 2006; McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007). Jadi, penurunan puncak reaktivitas aliran darah hiperemia dapat mempengaruhi perubahan fungsi otot polos pembuluh darah dan mendasari perubahan struktur pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan resistensi perifer (McGowan, Levy, McCartney & MacDonald, 2007).


Dokumen yang terkait

PENGARUH LATIHAN NAFAS DALAM TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH Pengaruh Latihan Nafas Dalam Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.

0 0 18

PENGARUH LATIHAN NAFAS DALAM TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH Pengaruh Latihan Nafas Dalam Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.

0 0 14

GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANJARANGKAN II KABUPATEN KLUNGKUNG BALI 2014.

0 0 6

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

0 0 15

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

0 0 2

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

1 1 10

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

0 0 41

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

0 10 6

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

0 4 17

PENGARUH HIPNOTERAPI TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI DI JOMBATAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS JABON Rifki Ainur Siska Arif Wijaya Leo Yosdimyati R ABSTRAK - PENGARUH HIPNOTERAPI TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI DI JOMBATAN WILAYAH KERJA

1 1 6