BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kloramfenikol
Panjang gelombang analisis ditentukan dengan membuat kurva serapan kloramfenikol baku menggunakan spektrofotometer UV. Spektrum hasil
pengukuran kloramfenikol baku dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kurva serapan kloramfenikol baku 15 µgml secara spektrofotometri UV
Dari kurva serapan ini, diperoleh kesimpulan bahwa kloramfenikol memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 278 nm. Panjang
gelombang yang diperoleh berbeda 8 nm dari prosedur menurut SNI 7541.1:2009 yang menyatakan bahwa kloramfenikol dalam sampel diidentifikasi pada panjang
gelombang 270 nm. Menurut Moffat et al 2005 dan Ditjen POM 1979, kloramfenikol memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 278 nm.
Maka, pada penelitian ini digunakan panjang gelombang 278 nm.
4.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum
Pada orientasi dilakukan variasi perbandingan fase gerak metanol-air yaitu 40 : 60, 50 : 50, 55 : 45, 60 : 40, 65 : 35, 70 : 30, dan 75 : 25 dengan
laju alir 1 mlmenit. Kromatogram hasil optimasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1. Hasil optimasi fase gerak dengan parameter data waktu tambat dan
asimetris
Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa semakin besar konsentrasi metanol
dalam fase gerak, maka waktu tambat akan semakin singkat. Namun, waktu tambat yang singkat tidak selalu menjadi yang terbaik terutama untuk sampel
dalam matriks biologis. Hal ini dikarenakan sering muncul puncak-puncak lain pada menit-menit awal yang akan mengganggu pengamatan.
Puncak kromatogram dalam kondisi ideal memperlihatkan bentuk Gaussian dengan asimetris benilai 1. Bila asimetris lebih besar dari 1 maka
puncak akan berbentuk tailing, sehingga nilai asimetris yang terbaik adalah yang mendekati 1. Berdasarkan kedua hal tersebut, maka dipilih perbandingan fase
gerak metanol-air 55:45 dengan waktu tambat 5,95 dan asimetris 1,85. Kromatogram hasil penyuntikan kloramfenikol baku dengan perbandingan fase
gerak metanol-air 55:45 dapat dilihat pada Gambar 5. No Perbandingan FG Metanol-air
Waktu Retensi menit Asimetris
1 40 :60
14,49 2,56
2 50 : 50
7,71 2,05
3 55 : 45
5,95 1,85
4 60 : 40
4,83 1,91
5 65 : 35
4,11 1,86
6 70 : 30
3,61 1,87
7 75 : 25
3,29 2,04
Gambar 5. Kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol baku dengan perbandingan fase gerak metanol-air 55:45
4.3
Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Kloramfenikol Baku
Kurva kalibrasi kloramfenikol baku dibuat dengan konsentrasi yang meningkat dimulai dari rentang konsentrasi 0,05; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9 dan 1,1
µgml. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kurva kalibrasi kloramfenikol baku
Analisis secara kuantitatif ditentukan dari kurva kalibrasi kloramfenikol baku berdasarkan luas puncak. Luas puncak digunakan karena kromatogram yang
diperoleh tidak simetris. Bila besaran puncak asimetri yang terjadi adalah : 0,8 S
S
1,2 maka penetapan kuantitatif berdasarkan tinggi puncak tidak boleh dikerjakan, tetapi dilakukan penetapan kuantitatif berdasarkan luas puncak.
Dari kurva kalibrasi diperoleh hubungan yang linier antara luas area dan konsentrasi dengan koefisien korelasi r = 0,9994. Koefisien korelasi yang
diperoleh ini masih dalam batas penerimaan nilai koefisien korelasi yaitu r = 0,995 Moffat et al, 2005. Dari hasil perhitungan, diperoleh persamaan regresi
8297 ,
1079 9059
, 17319
+ =
X Y
. Salah satu kromatogram hasil penyuntikkan larutan kloramfenikol baku untuk kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol baku 0,9µgml
pada pembuatan kurva kalibrasi Perhitungan persamaan regresi dan koefisien korelasi dapat dilihat pada
Lampiran 3
3.3 Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Sampel