Atik Rahmaniyar, 2015 STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
generasi muda sebagai penerus bangsa memiliki keteladanan dalam bersikap. Kemajuan suatu bangsa pun akan tercipta dengan membudayakan perilaku yang
baik dan berkarakter. Seperti pendapat yang diungkapkan Noor 2011, hlm. 44 bahwa kemajuan suatu bangsa tidak akan terwujud jika kecerdasan, kepandaian,
atau keterampilan sumber daya manusia tidak dilandasi dengan keimanan dan akhlak yang mulia. Aspek-aspek penanaman pendidikan karakter dalam mata
pelajaran tidak lain dari upaya untuk memunculkan kembali martabat bangsa yang lambat laun hilang oleh perkembangan zaman. Arus modern semakin
memengaruhi terkikisnya moral anak bangsa. Pendidikanlah menjadi obat bagi tingkah polah masyarakat saat ini. Seperti yang dikatakan Noor 2011, hlm. 44
bahwa pembinaan watak menjadi salah satu cara untuk mengatasi krisis moral pada masa ini.
Nilai kearifan lokal local wisdom yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius seakan-akan hilang dengan gaya hidup instan dan
modern. Contohnya, semakin banyak perbuatan yang keluar dari norma kesusilaan, tindak tutur yang kasar dan tidak santun dalam berbicara, dan
penguasa negeri yang tidak bisa dijadikan teladan lagi. Hilangnya nilai-nilai kearifan lokal tersebut mengakibatnya terpuruknya etika yang dulu tertananam
dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat bermartabat yang memiliki karakter bangsa yang dahulunya terkenal ramah, santun, berpekerti luhur, dan berbudi
mulia melemah seiring sering terjadinya fenomena sekarang ini. Dengan demikian, dunia pendidikan tidak hanya mencerdaskan anak didik
dalam aspek kognitif saja. Namun, diperlukan juga adanya perbaikan dari segi moral dan keluhuran budi pekerti. Wujud perubahan ini sejalan dengan Undang-
Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
Atik Rahmaniyar, 2015 STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perwujudan perubahan tersebut secara implisit diaplikasikan dalam
pembelajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pembelajaran. Sastra sebagai salah satu pembelajaran masih dipertahankan oleh kurikulum walaupun
masih terkesan dianaktirikan dalam cakupan pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran sastra terdapat nilai-nilai moral yang bisa
diajarkan kepada anak didik untuk diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Pembelajaran sastra juga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya aktif dalam
pengembangan pendidikan karakter siswa. Hal ini ini senada pendapat oleh Abidin 2012, hlm. 16 yang mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran sastra
adalah agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra dalam upayan pembentuka budi pekerti yang halus dan bermoral juga menerapkan nilai-nilai
yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Karya sastra dalam penceritaannya sebagian besar merupakan refleksi
fenomena kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Rahmanto 1988, hlm. 15 bahwa pada dasarnya sastra memiliki hubungan
relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata. Oleh karena itu, jika pembelajaran sastra ini dilaksanakan dengan cara yang tepat maka diharapkan
dapat memecahkan permasalahan yang ada seperti fenomena yang tertera di atas. Salah satu wujud karya sastra yang dapat menumbuhkan warisan karakter
masyarakat pada zaman dahulu, salah satunya, yaitu cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan warisan karya sastra lama sarat akan makna yang dimiliki Indonesia.
Selain sebagai upaya pelestarian dan pemupukan kecintaan terhadap karya sastra lama yang keberadaannya semakin hilang seiring peradaban zaman, cerita rakyat
juga dimunculkan untuk mengungkapkan nilai kearifan lokal yang berupa nilai budaya dan pendidikan karakter yang sesuai dengan daerah keberadaan cerita
rakyat itu diciptakan. Sama halnya dengan pendapat Vansina dalam Taum, 2011, hlm. 11 yang menjelaskan bahwa tradisi lisan dalam berbagai jenisnya sudah
pasti dapat menghidupkan kembali masa lampau. Tradisi lisan ibarat kata-kata mutiara yang menjadi kunci memahami filosofi kerja, cinta, dan penderitaan para
Atik Rahmaniyar, 2015 STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
leluhur di masa lampau. Tak dapat disangkal pula bahwa tradisi lisan merupakan sebuah sumber pengetahuan akan masa lampau. Dengan adanya upaya untuk
mengungkapkan nilai yang terkandung dalam cerita rakyat, diharapkan pembelajaran sastra mendukung perbaikan karakter anak bangsa.
Indonesia dengan kebudayaan nasionalnya tentu memiliki kebudayaan daerah atau kebudayaan lokal yang merupakan pemersatu keteguhan budaya
negara. Kebudayaan daerah merupakan kebudayaan yang hanya berkembang turun-temurun pada masyarakat di ruang lingkup daerah tersebut. Adanya warna
lokal dalam setiap karya sastra yang berwujud kebudayaan daerah menyebabkan perbedaan pola pikir dan kebiasaan masyarakat setiap daerah. Hal ini dikarenakan
kebudaayaan daerah muncul setelah adanya pola pikir yang sama pada masyarakatnya.
Karya sastra daerah memungkinkan mudahnya pembelajaran sastra karena ini berkaitan dengan budaya daerah setempat. Hal ini senada dengan Ratna 2010,
hlm. 383, karya sastra warna lokal adalah karya-karya yang melukiskan ciri khas suatu wilayah tertentu. Selain itu, sastra daerah berupaya membangkitkan rasa
untuk lebih mencintai karya sastra daerah sendiri. Karya sastra yang dipilih pun harus memiliki kebermaknaan karena salah satu fungsi sastra sebagai bahan
renungan dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismawati 2013, hlm. 3, sastra dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena
sastra bersifat konsestif yang berdiri sejajar dengan kehidupan. Cerita rakyat setiap daerah biasanya hanya berkisar pada penceritaan
turun-temurun di lingkungan masyarakat saja. Kemudian, penelitian terdahulu hanya sebatas menganalisis nilai budaya dan pendidikannya saja. Belum
banyaknya dokumentasi akan warisan budaya nenek moyang ini merupakan alasan utama bagi peneliti untuk mengkaji lebih dalam struktur, fungsi, dan nilai
kearifan lokal yang terkandung dalam cerita. Hal ini dirasakan peneliti sendiri pada saat studi lapangan dengan masih susahnya atau belum banyaknya mencari
data tersebut, baik di kantor dinas kebudayaan dan pariwisata sendiri maupun budayawan yang ahli dalam bidang tersebut. Senada dengan pendapat Mahmud
2013, hlm. 99 bahwa belum terdapatnya penyebutan daerah Kabupaten Bangka dalam himpunan cerita rakyat dari berbagai daerah yang dipublikasikan.
Atik Rahmaniyar, 2015 STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Untuk menambah khazanah sastra daerah, penelitian ini mengambil cerita rakyat Bangka yang memiliki nilai kearifan lokal. Peneliti hanya mengupas hal
yang berkaitan dengan nilai kearifan lokal masyarakat setempat yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut. Adapun judul cerita rakyat yang dipilih dengan
pertimbangan tersebut, yaitu Putri Kayu Pelawan, Batu Mangkeng, Bukit Pohon Aur, Ikan Pari Putih, Sungai Halim,
dan Lubang Bujang, Asal Mula Pisang Mas, Bujang Antan, Lebai yang Berotak Cemerlang,
dan Putri Bungsu dan Putra Raja. Kesepuluh cerita rakyat yang dipilih dengan alasan kesesuaian dengan penuturan
informan dan cerita rakyat yang belum didokumentasikan. Dahulu, tradisi bercerita memang sudah membudaya di masyarakat. Jadi,
para anak pun terbiasa dengan cerita rakyat yang dituturkan. Namun, di zaman sekarang, anak-anak yang lebih menyukai hal yang instan, seperti bermain
internet, game, ataupun permainan yang lainnya. Kemudian dalam hal bacaan pun anak-anak lebih memilih membaca komik dibanding membaca sastra. Komik
dipandang lebih ringan daripada bacaan karya sastra. Apalagi di sekolah, guru tidak pandai memilih bahan ajar sastra dan metode yang tepat atau sesuai. Hal ini
menyebabkan tidak maksimalnya pembelajaran sastra di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herfanda dalam Noor, 2011, hlm. 78, bahwa pengajaran
sastra di sekolah sampai saat ini belum berjalan secara maksimal disebabkan masih rendahnya apresiasi dan minat baca siswa terhadap karya sastra. Karena
alasan inilah, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji struktur, fungsi, dan nilai kearifan lokal cerita rakyat Bangka sehingga siswa lebih mengenal dan tertarik
terhadap karya sastra daerahnya. Para pendidik yang berkecimpung di dunia pendidikan ataupun para guru di sekolah dapat menjadikannya sebagai bahan
pembelajaran sastra yang menarik dan menyenangkan. Peneliti mengangkat masalah “Struktur, Fungsi, dan Nilai Kearifan Lokal
Cerita Rakyat di Kabupaten Bangka serta Pemanfaatannya untuk Menyusun Bahan Ajar Apresias
i Sastra di SMA” sebagai upaya untuk memotivasi masyarakat Bangka mengenal cerita rakyat daerah sendiri dan untuk siswa SMA
agar lebih menyukai sastra daerah dalam upaya meningkatkan motivasi membaca mereka dan melakukan kajian sastra khususnya dalam karya sastra cerita rakyat.
Dengan demikian, sama halnya dengan alasan yang diungkapkan diatas, kajian ini
Atik Rahmaniyar, 2015 STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
bertujuan agar dapat memotivasi para guru untuk menjadikannya sebagai bahan ajar yang menyenangkan.
Selanjutnya dalam pemilihan materi bahan ajar, guru harus memilih bahan ajar yang sesuai dengan kriteria yang layak untuk anak didik agar tujuan
pembelajaran pun dapat dicapai. Pemilihan kriteria karya sastra pun dipilih dengan menitikberatkan segi bahasa dan kejiwaan siswa Rahmanto, 1988, hlm.
27. Segi bahasa dimaksudkan agar siswa memahami karya sastra yang dibaca sesuai dengan keterbacaan mereka karena jika tidak ada penyesuaian pengajaran
pun tidak akan optimal. Kemudian dari segi kejiwaan dimaksudkan harus sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa.
Menurut Ismawati 2013, hlm. 35, hal-hal yang terkait dengan pemilihan materi ajar, diantaranya: 1 materi harus spesifik, jelas, akurat, mutakhir. 2
materi harus bermakna, otentik, terpadu, berfungsi, kontekstual, komunikatif. 3 materi harus mencerminkan kebhinekaan dan kebersamaan, pengembangan
budaya, iptek, dan pengembangan kecerdasan berpikir, kehalusan perasaan, dan kesantunan sosial. Berdasarkan penjelasan di atas pemilihan bahan ajar harus
mengandung makna dalam penyampaiannya pada proses pembelajaran dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Penelitan yang sejenis pula pernah dilakukan oleh Ucu 2013 yang meneliti tentang struktur, nilai budaya, konteks penuturan, dan fungsi Legenda di
Kabupaten Bandung Barat. Selain itu, penelitian sejenis juga dilakukan oleh Dameria Br Ginting 2014 yang meneliti tentang analisis struktur, fungsi, dan
nilai budaya yang terkandung dalam legenda terjadinya Danau Lau Kawar dan Bukit Gundaling. Berdasarkan data-data penelitian terdahulu tersebut, terlihat
bahwa struktur utama karya sastra berkaitan erat dengan kehidupan terhadap nilai- nilai yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. penelitian ini berbeda
dengan penelitian ssebelumnya. Selain objek penelitian berbeda, pada penelitian ini, peneliti berusaha menemukan struktur, nilai kearifan lokal, dan fungsi yang
terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka tersebut. Selain itu untuk lebih membedakannya peneliti meluaskan wilayah yang dijadikan tempat pengambilan
data penelitian dan hasil analis dari cerita rakyat Kabupaten Bangka ini dapat dijadikan alternatif bahan ajar apresiasi sastra cerita rakyat oleh guru, yang
Atik Rahmaniyar, 2015 STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kemudian dapat ditanamkan karakter melalu cerita rakyat ini dan dapat dilestarikan oleh siswa SMA khususnya di Kabupaten Bangka. Dengan demikian,
sastra lisan bernuansa kearifan lokal Kabupaten Bangka ini perlu diteliti serta diwariskan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya pada generasi selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah