commit to user 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang isolasi kitin dan sintesis kitosan cangkang udang, penentuan konsentrasi optimum adsorbsi logam Ag oleh
kitosan, penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO
2
dan komposit kitosanAg dan karakterisasinya serta uji aktivitas kain antibakteri.
A. Isolasi kitin dan sintesis kitosan
Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang melalui beberapa tahap yaitu pembuatan serbuk cangkang udang lolos ayakan 100 mesh, proses
deproteinasi, proses demineralisasi dan proses deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa protein dan
lemak pada cangkang udang. Pada cangkang udang, keberadaan kitin disertai dengan adanya protein dan fraksi anorganik yang kebanyakan disusun oleh garam-garam
kalsium karbonat CaCO
3
dan kalsium fosfat Ca
3
PO
4 2
. Untuk memperoleh kitin diperlukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan mineral-
mineral yang terdapat dalam kulit udang. Adapun reaksi demineralisasi dalam pelarut asam adalah sebagai berikut:
Ca
3
PO
4 2
s
+ 6 HCl
aq
3 CaCl
2 aq
+ 2 H
3
PO
4 aq
CaCO
2 s
+ 2 HCl
aq
CaCl
2 aq
+ CO
2 g
+ H
2
O
l
Adanya CO
2
yang dihasilkan dapat terlihat dari buih yang terbentuk pada proses demineralisasi. Pemutusan gugus asetil dari gugus N-asetil pada kitin untuk
menghasilkan kitosan disebut proses deasetilasi. Reaksi hidrolisis dengan basa kuat yang terjadi antara kitin dengan NaOH yang terjadi seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2. Proses isolasi kitin dari cangkang udang yang telah dilakukan sebanyak 25 g serbuk cangkang udang berat kering menghasilkan kitin rata- rata sebanyak
4,801 ± 0, 136 g 19,20 dari cangkang udang yang kemudian sintesis kitin menjadi kitosan rata-rata menghasilkan sebanyak 3,013 g 12,05 dari berat
cangkang udang kitosan.
commit to user 39
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR Kitin dan kitosan yang dihasilkan dari cangkang udang dikarakterisasi
dengan spektroskopi infra merah untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsionalnya selain itu derajat deasetilasi kitosan juga dapat ditentukan.
Serapan dan gugus fungsi yang terdapat pada kitin dan kitosan disajikan pada Tabel 1 Brugnerotto et al., 2001; Ming et al., 2001; 2003; Liu et al., 2006; Khan et
al., 2002; Tretenichenko et al., 2006 Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan
Bil. Gelombang cm
-1
sekitar Gugus fungsi kitin dan kitosan
3448,5 O-H stretching dan N-H -NH
2
Amina 3271,0 3109,0
N-H NHCOCH
3
Amida II 2931,6 2885,3 doublet
C-H stretching C-H ring, -CH
3
dan –CH
2
- 1658,7 1630,0 doublet-singlet C=O stretching NHCOCH
3
Amida I 1596,0
N-H bending -NH
2
1419,0 1377,0 C-H bending C-Hring;-CH
2
;-CH
3
dan C-C 1558,4 1311,5
N-H C-N NHCOCH3 AmidaII III 1157,2
Brigde-O-stretching C-OC 1072,3 1026,1
C-O
asym
C-O
sym
stretching 894,9
Ring stretching C-H siklo atau ring Spektra kitin dan kitosan hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang Berdasarkan Gambar 4, spektra IR kitin muncul serapan sekitar 3271 dan
3271 3109 -NH Amida II
-C=O 1596 cm
-1
, -NH
2
3271 3109 -NH Amida II
1658,7 1630
-C=O str 1311,5
-C-N Amida III
1558,4 –NH amida II
commit to user 40
3109 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H NHCOCH
3
, Amida II; 2931,6 dan 2885,3 cm
-1
yang menunjukkan gugus C-H stretching; 1658,7 dan 1630 cm
-1
yang menunjukkan gugus C=O stretching NHCOCH
3
, Amida I; 1558,4 dan 1311,5 cm
-1
menunjukkan gugus N-H dan C-N NHCOCH
3
, Amida II dan III. Terbentuknya kitosan dari proses deasetilasi kitin ditandai dengan perubahan
serapan sekitar 3448,5 cm
-1
menjadi lebih lebar. Intensitas puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H Amida II semakin rendah dan hilang. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadi tumpang tindih dengan serapan
-NH
2
dan -OH. Serapan gugus amina lebih kecil daripada serapan gugus hidroksida karena ikatannya lebih lemah. Semakin besarnya gugus asetil pada kitin yang
tersubstitusi dengan atom H menjadi gugus amina -NH
2
, kemampuan kitosan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air semakin besar, sehingga
menyebabkan pelebaran puncak serapan sekitar 3448,5 cm
-1
dan menyebabkan puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm
-1
semakin tidak kelihatan. Perubahan juga terjadi pada puncak serapan sekitar 1658,7 dan 1630 cm
-1
yang menunjukkan gugus C=O stretching NHCOCH
3
, Amida I. Intensitas puncak serapan ini menjadi lebih kecil dan muncul serapan baru yang lebih kecil yaitu
serapan pada bilangan gelombang 1596 cm
-1
yang menunjukkan gugus amina primer. Hal ini menunjukkan banyaknya gugus asetil yang lepas, membentuk gugus
amina -NH
2
. Kekuatan ikatan C=O dari gugus asetil lebih besar dari kekuatan ikatan N-H dari gugus amina, sehingga energi vibrasi yang dibutuhkan lebih kecil
dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus asetil lebih besar daripada energi vibrasi dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus
amina hukum Hooke. Serapan 1558,4 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H NHCOCH
3
, Amida II bergeser ke bilangan gelombang yang lebih besar yaitu ke arah 1596 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H amina. Hal ini disebabkan karena kekuatan ikatan N-H dalam amina -NH
2
lebih kuat daripada kekuatan ikatan N-H dalam amida NHCOCH
3
. Karakterisasi kitosan dengan spektrofotometer IR selain untuk mengetahui
gugus-gugus fungsi dari kitosan hasil isolasi, dapat juga digunakan untuk menghitung derajat deasetilasi kitosan hasil isolasi yang didasarkan pada absorbansi
commit to user 41
gugus amina, hidroksi dan karbonil. Untuk menghitung derajat deasetilasi kitosan dapat digunakan baseline b yang diusulkan oleh Baxter Khan et al., 2002. Dari
penelitian ini derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 95,15 berdasarkan baseline b. Adapun cara penentuan DD dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Analisis X-Ray Diffractometer difraksi sinar-X Karakterisasi kedua dari kitin dan kitosan dilakukan dengan menggunakan
teknik difraksi sinar-X yang umumnya digunakan untuk karakterisasi padatan sehingga diketahui kristalinitasnya. Difraktogram kitin dan kitosan disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan Pola difraksi sinar-X kitin dan kitosan menunjukkan pola puncak difraksi
yang memiliki posisi 2 θ yang relatif sama, namun pada kitosan mempunyai
intensitas yang lebih lemah dan melebar. Pola difraksi kitin dan kitosan terdiri dari puncak utama pada 2
θ sekitar 10
o
dan 20
o
. Pelebaran puncak menunjukkan ketidakteraturan pengaturan bidang kristal setelah deasetilasi. Tingginya kristalinitas
pada kitin disebabkan adanya ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Struktur kristalinitas kitin dan kitosan dapat terlihat seperti pada Gambar 6.
878 1654
769 579
commit to user 42
Gambar 6. Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan Champagne, 2002 Adanya interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang unit polimer kitin
dan kitosan. Secara umum kristalinitas kitin lebih tinggi daripada kitosan karena ikatan hidrogen yang mempengaruhi interaksi intramolekuler dan intermolekuler
kitin lebih kuat daripada kitosan. Ikatan hidrogen kitin dan kitosan terlihat seperti Gambar 7 dan 8.
HN
:
C O : ------- H O H
3
C Gambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin
N H------- :O
Gambar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan Oksigen lebih elektronegatif dari pada nitrogen sehingga dipol negatif
oksigen lebih kuat dari pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hidrogen yang terikat pada oksigen lebih positif dari pada hidrogen yang terikat pada nitrogen. Hal
ini menyebabkan ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitin lebih kuat daripada kitosan.
Selama proses deasetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya deasetilasi dan pemutusan rantai polimer secara acak. Hal ini menyebabkan keteraturan kitin
Ik.hidrogen
..
δ- δ+
.. ..
δ-
..
δ- δ+
Ik.hidrogen
..
δ-
H
δ+
H
δ+
commit to user 43
semakin menurun. Selain itu ikatan hidrogen intermolekuler –NH
2
---OH kitosan dapat diperlemah oleh adanya faktor sterik molekul karena panjang ikatan gugus
amina lebih pendek dibandingkan panjang ikatan gugus asetil. Semakin banyak gugus asetil tersubstitusi menjadi gugus amina maka jarak antar bidang rantai
polimer yang membentuk ikatan hidrogen intermolekuler semakin pendek dan menyebabkan kestabilan ikatan hidrogen intermolekuler –NH
2
---OH lebih kecil dibandingkan ikatan hidrogen intermolekuler –C=O---HO-gugus asetil pada kitin.
Oleh karena itu, secara umum kristalinitas kitosan lebih rendah daripada kitin.
B. Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan