commit to user 16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia yang berfungsi sebagai pelindung bagi tubuh terhadap lingkungan dan cuaca. Pakaian
yang baik adalah pakaian yang enak dipakai, mudah dalam hal perawatannya. Tidak hanya itu saja tetapi pakaian juga harus bersih dan higienis sehingga memberikan
kenyamanan bagi pemakainya. Pakaian yang tidak higienis akan dapat menimbulkan masalah kesehatan, misalnya penyakit infeksi saluran
kencing yang
dapat disebabkan
tidak higienisnya
pakaian dalam
atau seringnya iritasi pada bayi karena penggunaan popok pampers http:gresnews.comchHealthclusterDokter, 2010.
Salah satu penyebab pakaian tidak higienis karena banyak bakteri yang tumbuh pada pakaian tersebut. Untuk menghambat dan mencegah pertumbuhan
bakteri perlu adanya bahan antibakteri didalam pakaian tersebut. Untuk memberikan sifat antibakteri pada pakaian atau kain bisa dengan menambahkan suatu bahan yang
bersifat polikationik Lee et al., 1999; Ramachandran, 2003. Salah satu bahan alami yang bersifat polikationik yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain
adalah kitosan. Kitosan 2-amino-deoksi-
β-D-glukosa merupakan polimer kationik alami yang bersifat nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat biokompatibel.
Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, anti jamur, kosmetik, farmasi, flokulan,
antikanker, dan antibakteri Liu et al., 2006; Prashanth and Tharanathan 2007. Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang
bermuatan negatif Stephen, 2005. Oleh karena itu, kitosan dapat dijadikan salah satu alternatif bahan antibakteri yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya dalam
pembuatan kain antibakteri. Penelitian Purnawan dkk. 2008 menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri
kitosan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,4; 0,8; 1,4 bv pada kain katun hanya sekitar 67
commit to user 17
sebelum pencucian dan jauh menurun menjadi sekitar 43 setelah pencucian kain dalam waktu kontak 3 jam. Aktivitas antibakteri kitosan yang relatif kecil ini
disebabkan karena interaksi kitosan dengan kain yang masih lemah dan besarnya berat molekul kitosan. Lemahnya interaksi kitosan dangan kain menyebabkan
kitosan mudah lepas, sedangkan besarnya berat molekul kitosan menyebabkan interaksi ammonium kuartener kitosan yang bermuatan positif dengan bakteri
menjadi kurang efektif. Ada beberapa cara untuk meningkatkan sifat antibakteri dalam pembuatan
kain antara lain: 1 Penambahan senyawa pengemban yang dapat memperkuat interaksi dengan kain, seperti penambahan SiO
2
. Adanya gugus aktif silanol Si- OH pada SiO
2
yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas Li et al., 2007. 2
Penambahan suatu logam berat yang dapat menghambat bakteri seperti Cd, Ag, Cu Ramachandran, 2003. Logam berat jika terakumulasi dalam tubuh manusia bisa
menyebabkan gangguan kesehatan karena bersifat toksik tetapi diantara logam berat yang ada Ag mempunyai toksisitas rendah bagi manusia, sehingga Ag aman
digunakan sebagai bahan antibakteri pada pakaian. Adanya ion logam Ag dalam polietilen dapat meningkatkan sifat antibakteri secara signifikan Zhang et al.,
2008. Ahmad et al. 2009 dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil sintesis bionanokomposit AgLempungkitosan cocok diapliasikan sebagai bahan antibakteri
dan dunia kesehatan meskipun penelitian ini belum menguji sifat antibakteri hasil sintesis tersebut. Hal ini diharapkan dengan penambahan ion logam Ag ke dalam
silika dan kitosan dapat meningkatkan sifat antibakteri kain. Keberhasilan penelitian ini akan memberikan peningkatan dalam
menciptakan pakaian yang memiliki daya hambat dan daya tahan terhadap aktivitas bakteri dikulit manusia sehingga kesehatan lebih terjaga. Selain itu, keberhasilan
metode penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pembuatan tekstil antibakteri terhadap masyarakat luas maupun kalangan industri sehingga dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
commit to user 18
B. Perumusan Masalah