Uji Daya Hambat Gentamisin Sulfat, Ampisilin Trihidrat Dan Kombinasinya Terhadap Bakteri EscherichiaColi Dan Staphylococcus Aureus Secara In Vitro

(1)

UJI DAYA HAMBAT GENTAMISIN SULFAT,

AMPISILIN TRIHIDRAT DAN KOMBINASINYA TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

SECARA IN VITRO

SKRIPSI DIAJUKAN OLEH: JULIYANTI SIAHAAN

020804049

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI DAYA HAMBAT GENTAMISIN SULFAT,

AMPISILIN TRIHIDRAT DAN KOMBINASINYA TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

SECARA IN VITRO SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JULIYANTI SIAHAAN NIM 020804049

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

UJI DAYA HAMBAT GENTAMISIN SULFAT,

AMPISILIN TRIHIDRAT DAN KOMBINASINYA TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

SECARA IN VITRO Oleh:

JULIYANTI SIAHAAN NIM 020804049

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Oktober 2007 Disetujui Oleh:

Pembimbing I Panitia Penguji

(Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt.) (Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.)

NIP 131 283 721 NIP 131 283 716

Pembimbing II (Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt.) NIP 131 283 721 (Dra. Masfria M.S., Apt.) (Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.Si., Apt.) NIP 131 569 NIP 131 283 722

(Drs. Rasmadin Mukhtar, M.Si., Apt.) NIP 130 810 737

Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah, pemeliharaan, karya-Nya dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih tulus dan penghargaan yang tiada terhingga kepada orangtua tercinta, Ibunda J. Manullang dan Ayahanda H. Siahaan serta Abang Herman dan Adik Martin, atas doa, dorongan semangat,

pengorbanan dan kasih sayang kepada penulis selama masa pendidikan hingga selesainya skripsi ini.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt. dan Ibu Dra. Masfria M.S., Apt. atas waktu, bimbingan, kesabaran, dan tanggung jawab kepada penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi USU, Ibu Dra. Siti Nurbaya, Apt. sebagai dosen wali penulis, beserta Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan membina penulis.

2. Ibu Dra. Azizah Nasution M.Sc., Apt., Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., Bapak Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah


(5)

memberikan koreksi dan saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini..

3. Seluruh keluarga penulis khususnya keluarga S. Manullang, keluarga T. Manullang, keluarga M. Manalu dan keluarga H. Sitorus yang telah memberikan dukungan doa, semangat dan bimbingan kepada penulis.

4. Keluarga “Shine” (Kak Esmika, Rika, Kak Sinur dan Imey), teman-teman sepelayanan di UKM KMK UP FMIPA (Riris, Dewi, Nurmala, Susi, Erlia, Bertha, Ezra, Tinorma, Heni, Siska, Winda, Leni, Alex, Martin, Ricky, Herbert, Agustina), adik-adik “Imago Dei” (Gokman, Jandri, Jhon, Roni), Geas, Bang Jhonson, Kak Jessy, sobat SMU Hetty dan Altur, Kak Maria, Aika, Zeplin, Even, Majus, Juliita, Deddy, Bang Dicky, pemuda-pemudi IPEK-36 (Kak Yeni, Kak Helen, Nando, Cece), Adik Iyet, Jeje, Mahadi, dan Kak Melda yang selalu menjadi teman penulis dalam berbagi suka dan duka. 5. Teman-temanku seperjuangan Farmasi angkatan 2002 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang selalu membantu dan memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan penulis berterima kasih untuk masukan-masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini menjadi sumbangan yang berguna bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi khususnya.


(6)

Medan, Oktober 2007 Penulis


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan pengujian secara in vitro daya hambat antibiotik gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik tersebut terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang (punch hole) dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik gentamisin konsentrasi 20 - 300 mcg/ml dan ampisilin konsentrasi 20 - 400 mcg/ml memberikan hambatan yang bersifat bakterisid berupa daerah jernih di sekitar daerah pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil pengujian kombinasi kedua antibiotik pada konsentrasi 100 – 300 mcg/ml untuk gentamisin dan konsentrasi 200 – 400 mcg/ml untuk ampisilin dengan pencampuran dan pendekatan kedua antibiotik tersebut, tidak menunjukkan adanya efek sinergis melainkan adanya inaktivasi gentamisin oleh ampisilin. Berdasarkan analisis statistik dengan uji rancangan acak lengkap faktorial, diameter hambat pada kombinasi kedua antibiotik ini lebih kecil dibanding diameter hambat masing-masing gentamisin dan ampisilin. Perbedaan jenis bakteri yang diuji menghasilkan daya hambat yang tidak berbeda nyata oleh masing-masing gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik ini.


(8)

ABSTRACT

An in vitro experiment of gentamycin, ampicillin and their combination inhibitions to Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria had been done. The experiment was done using agar diffution method by using punch hole at different concentrations.

The result of this experiment showed that gentamycin at concentration of 20 – 300 mcg/ml and ampicillin 20 – 400 mcg/ml resulted in inhibition that behaved bactericidal activity shown as transparant zone around the growth zone of Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria. The result of the antibiotic combination at concentration of 100 – 300 mcg/ml of gentamycin and 200 – 400 mcg/ml of ampicillin with mixing and the approach of the antibiotic combination didn’t show synergistic effect but rather showed inactivation of gentamycin by ampicillin. Based on statistical analysis using factorial complete randomized design, the inhibition diameters of the antibiotic combinations were smaller than those of gentamycin and ampicillin. The difference of bacteria tested resulted in insignificant inhibition by each gentamycin, ampicillin and their combination.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iv

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 3

1.3Hipotesis... 3

1.4Tujuan Penelitian... 4

1.5Manfaat Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Antibiotik ... 5

2.1.1 Ampisilin ... 7

2.1.2 Gentamisin Sulfat ... 8


(10)

2.3 Interaksi Obat ... 10

2.3.1 Interaksi Farmakodinamika... 10

2.3.1.1 Interaksi Antagonis... 10

2.3.1.2 Interaksi Aditif... 10

2.3.1.3 Interaksi Sinergis... 10

2.3.1.4 Interaksi Potensiasi... 11

2.3.1.5 Augmentative Interaction... 11

2.3.1.6 Complementary Interaction... 11

2.3.2 Interaksi Farmasetika... 11

2.3.3 Interaksi Farmakokinetika... 12

2.4 Kombinasi Antibiotik ... 12

2.5 Bakteri ... 13

2.5.1 Klasifikasi Bakteri... 13

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri... 14

2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri……… 16

2.5.3.1 Fase Penyesuaian Diri (lag phase)……… 16

2.5.3.2 Fase Logaritmik (exponential phase)……… 16

2.5.3.3 Fase Stasioner (stationary phase)………. 16

2.5.3.4 Fase Kematian (period of decline)……….… 16

2.5.4 Uji Aktivitas Antimikroba ... 17

2.5.5 Uraian Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus... 18

2.5.5.1 Bakteri Escherichia coli ……… 18


(11)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 20

3.1 Alat-alat ... 20

3.2 Bahan-bahan... 20

3.3 Pembuatan Media... 21

3.3.1 Nutrien Agar ( NA )... 21

3.3.2 Larutan NaCl 0,9%... 21

3.3.3 Suspensi Mc. Farland... 21

3.4 Sterilisasi Alat dan Bahan... 22

3.5 Pembiakan Bakteri... 22

3.5.1 Pembuatan Stok kultur... 22

3.5.2.Pembuatan Inokulum... 22

3.6 Pembuatan Larutan antibiotik Gentamisin dan Ampisilin dalam berbagai konsentrasi...23

3.6.1Pembuatan Larutan Gentamisin sulfat... 23

3.6.2Pembuatan Larutan Ampisilin trihidrat... 23

3.7 Pengujian daya hambat larutan antibiotik gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya dengan menggunakan metode difusi agar... 24

3.7.1 Pengujian daya hambat gentamisin terhadap bakteri Escherichia coli... 24

3.7.2 Pengujian daya hambat ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli……… 24

3.7.3Pengujian daya hambat kombinasi gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli...25


(12)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 36

4.1 Kesimpulan... 36

4.2 Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA... 37

LAMPIRAN... 39


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil uji daya hambat gentamisin terhadap bakteri

Escherichiacoli dan bakteri Staphylococcus aureus... 28 Tabel 4.2.Hasil uji daya hambat ampisilin terhadap bakteri

Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus... 29 Tabel 4.3 Hasil uji daya hambat kombinasi terhadap bakteri

Escherichia coli ... 31

Tabel 4.4 Hasil uji daya hambat kombinasi terhadap bakteri

Staphylococcus aureus... 32 Tabel 4.5 Hasil uji daya hambat kombinasi antibiotik gentamisin

dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli

dan bakteri Staphylococcus aureus... 34


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kombinasi sinergis Sulfonamida dan Trimetoprim………. 25 Gambar 2. Kombinasi sinergis antibiotik A dan B ... 30 Gambar 3. Kombinasi (I) terhadap bakteri Escherichia coli... 31 Gambar 4. Kombinasi (I) terhadap bakteri Staphylococcus aureus………. 32


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan alur uji daya hambat gentamisin dan

ampisilin menggunakan metode difusi agar ... 39 Lampiran 2. Bagan alur uji daya hambat kombinasi gentamisin

dan ampisilin menggunakan metode difusi agar... 40 Lampiran 3. Data hasil uji daya hambat gentamisin dan kombinasi

(yang diukur diameter hambat gentamisin) terhadap

bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.... 41 Lampiran 4. Data hasil uji daya hambat ampisilin dan kombinasi

(yang diukur diameter hambat ampisilin) terhadap

bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus... 42 Lampiran 5. Data hasil uji daya hambat kombinasi gentamisin dan

Kombinasi terhadap bakteri Escherichia coli dan

Bakteri Staphylococcus aureus... 43 Lampiran 6. Gambar uji daya hambat antibiotik gentamisin dan ampisilin

(a) serta kombinasi gentamisin dan ampisilin

(b) terhadap bakteri Escherichia coli ... 44 Lampiran 7. Gambar uji daya hambat antibiotik gentamisin dan ampisilin

(a) serta kombinasi gentamisin dan ampisilin

(b) terhadap bakteri Staphylococcus aureus ... 45 Lampiran 8. Gambar uji daya hambat kombinasi antibiotik gentamisin dan

ampisilin bakteri Staphylococcus aureus...46 Lampiran 9. Analisis Data Statistik dengan Uji Rancangan Acak Lengkap Faktorial dan Uji LSD………...……… 47

Lampiran 10. Sertifikat Analisis Gentamisin Baku (Kimia Farma)……… 51 Lampiran 11. Sertifikat Analisis Ampisilin Baku (Phapros)…………....….52


(16)

ABSTRAK

Telah dilakukan pengujian secara in vitro daya hambat antibiotik gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik tersebut terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang (punch hole) dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik gentamisin konsentrasi 20 - 300 mcg/ml dan ampisilin konsentrasi 20 - 400 mcg/ml memberikan hambatan yang bersifat bakterisid berupa daerah jernih di sekitar daerah pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil pengujian kombinasi kedua antibiotik pada konsentrasi 100 – 300 mcg/ml untuk gentamisin dan konsentrasi 200 – 400 mcg/ml untuk ampisilin dengan pencampuran dan pendekatan kedua antibiotik tersebut, tidak menunjukkan adanya efek sinergis melainkan adanya inaktivasi gentamisin oleh ampisilin. Berdasarkan analisis statistik dengan uji rancangan acak lengkap faktorial, diameter hambat pada kombinasi kedua antibiotik ini lebih kecil dibanding diameter hambat masing-masing gentamisin dan ampisilin. Perbedaan jenis bakteri yang diuji menghasilkan daya hambat yang tidak berbeda nyata oleh masing-masing gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik ini.


(17)

ABSTRACT

An in vitro experiment of gentamycin, ampicillin and their combination inhibitions to Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria had been done. The experiment was done using agar diffution method by using punch hole at different concentrations.

The result of this experiment showed that gentamycin at concentration of 20 – 300 mcg/ml and ampicillin 20 – 400 mcg/ml resulted in inhibition that behaved bactericidal activity shown as transparant zone around the growth zone of Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria. The result of the antibiotic combination at concentration of 100 – 300 mcg/ml of gentamycin and 200 – 400 mcg/ml of ampicillin with mixing and the approach of the antibiotic combination didn’t show synergistic effect but rather showed inactivation of gentamycin by ampicillin. Based on statistical analysis using factorial complete randomized design, the inhibition diameters of the antibiotic combinations were smaller than those of gentamycin and ampicillin. The difference of bacteria tested resulted in insignificant inhibition by each gentamycin, ampicillin and their combination.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang terus berkembang. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri yang dapat menyerang seluruh tubuh.

Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan mikroba seperti bakteri dan jamur, yang dalam konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba lain (Sumadio & Harahap, 1994).

Penggunaan antibiotik secara rasional untuk terapi perlu didasari pada berbagai pertimbangan khusus. Penggunaan antibiotik secara rasional ialah pemilihan antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan efektif untuk memusnahkannya serta memiliki potensi terkecil untuk menimbulkan toksisitas maupun reaksi alergi bagi pasien(Wattimena, dkk., 1987).

Antibiotik sering diberikan kepada pasien sebagai kombinasi untuk mengatasi infeksi. Kombinasi antibiotik ini dapat bersifat sinergis atau antagonis. Sebagai contoh dijelaskan bahwa antibiotik golongan aminoglikosida bekerja secara sinergis dengan antibiotik golongan penisilin (Wattimena, dkk., 1987; Ganiswarna, 1995).

Berdasarkan pengamatan beberapa studi kasus di rumah sakit, pemberian kombinasi antibiotik golongan aminoglikosida seperti gentamisin dengan


(19)

antibiotik golongan penisilin seperti ampisilin, ternyata tidak memberikan hasil yang baik bagi pasien setelah digunakan selama beberapa minggu. Beberapa kasus tersebut diantaranya pada pasien penderita mastoiditis (radang telinga bagian tengah). Pada pengobatan dengan kombinasi ampisilin dan gentamisin selama 20 hari, pasien tersebut belum juga sembuh dan diganti dengan pemberian siprofloksasin (Simarmata, 2002; Sari, 2005; Susmihayati, 2006). Selain itu, kombinasi ampisilin dan gentamisin diberikan pada pasien penderita congestive heart failure (gagal jantung kongestif). Namun pemberian selama 3 hari, pasien belum juga sembuh (Magdawati, 2002). Pada pasien paska bedah perut juga diberikan kombinasi ampisilin dan gentamisin. Setelah pengobatan selama 5 hari, bagian perut pasien belum membaik dan belum mengering dan diganti dengan pemberian siprofloksasin (Mayasari, 2006).

Antibiotik golongan aminoglikosida seperti gentamisin menjadi tidak aktif jika dikombinasikan dengan antibiotik golongan penisilin baik secara in vitro maupun in vivo. Dalam hal ini, gentamisin ternyata diinaktivasi oleh antibiotik golongan penisilin sehingga terjadi bentuk kompleks yang tidak aktif antara kedua golongan antibiotik tersebut. Studi in vitro dilakukan untuk memeriksa adanya inaktivasi antara kedua golongan antibiotik yang diduga dari pengamatan secara klinik (Banker & Rhodes, 1979; Ganiswarna, 1995; Stockley, 1994).

Berdasarkan adanya dua informasi yang bertentangan tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang efek dari kombinasi gentamisin sebagai antibiotik golongan aminoglikosida dengan ampisilin sebagai antibiotik golongan penisilin melalui pengujian daya hambat dari ampisilin, gentamisin dan kombinasi


(20)

kedua antibiotik tersebut terhadap bakteri Staphylococcus aureus (mewakili bakteri Gram positif) dan bakteri Escherichia coli (mewakili bakteri Gram negatif). Sebenarnya bakteri yang paling tepat untuk gentamisin adalah Staphylococcus epidermidis sedangkan untuk ampisilin adalah Micrococcus luteus, namun kedua bakteri ini tidak dapat diperoleh, maka sebagai penggantinya adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922. Adapun dasar pemilihan bakteri tersebut karena gentamisin dan ampisilin biasa digunakan terhadap infeksi yang disebabkan bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Wattimena, 1987). Selain itu, kombinasi ampisilin dan gentamisin diberikan pada penderita kolesistitis (radang kandung kemih) akut yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (Ganiswarna, 1995).

1.2 Perumusan masalah

a. Apakah ada hambatan dari masing-masing antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

b. Apakah ada efek sinergis atau interaksi dari kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.3 Hipotesis

a. Ada hambatan dari masing-masing antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.


(21)

b. Ada efek sinergis atau interaksi dari kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui hambatan dari masing-masing antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

b. Untuk mengetahui adanya efek sinergis atau interaksi dari kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek dari kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro, dan sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan obat ini di bidang klinik.


(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik

Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroba lain. Pada perkembangannya bahan yang dapat dikelompokkan sebagai antibiotik bukan hanya hasil alamiah saja, akan tetapi bahan-bahan semisintetik yang merupakan hasil modifikasi bahan kimia antibiotik alam (Sumadio dan Harahap, 1994).

Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasni mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Toksisitas selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995).

Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kapada kemampuan antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri. Antibiotik


(23)

lebih banyak yang efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif karena permeabilitas dinding selnya lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram negatif. Jadi suatu antibiotik dikatakan mempunyai spektrum sempit apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut(Sumadio dan Harahap, 1994).

.

Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu :

a. Antibiotik penghambat sintesis dinding sel mikroba.

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin.

b. Antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba.

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin.

c. Antibiotik penghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon.

d. Antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba.

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan polien. e. Antibiotik penghambat metabolisme mikroba.

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam p-amino salisilat (PAS) (Ganiswarna, 1995).


(24)

2.1.1 Ampisilin Struktur Kimia:

Ampisilin berupa serbuk hablur, putih dan tak berbau. Dalam air kelarutannya 1g/ml, dalam etanol absolut 1g/250ml dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform (Wattimena, 1987).

Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok

antibiotik β –laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Ampisilin efektif terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif. Ampisilin digunakan untuk infeksi pada saluran urin yang disebabkan oleh Escherichia coli dan juga untuk infeksi saluran pernafasan, telinga bagian tengah yang disebabkan Streptococcus pneumoniae (Brooks, 2001; Wattimena, 1987)

Mekanisme kerja ampisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida, karena sintesis dinding sel terganggu maka bakteri tersebut tidak mampu mengatasi perbedaan tekanan osmosa di luar dan di dalam sel yang mengakibatkan bakteri mati (Wattimena, 1987).

2.1.2 Gentamisin Sulfat Struktur Kimia :


(25)

Gentamisin sulfat berupa serbuk, putih sampai putih kekuningan yang mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol 95%. Gentamisin aktif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.

Gentamisin sulfat merupakan kelompok antibiotik aminoglikosida yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Gentamisin digunakan pada infeksi infeksi intra-abdomen, luka, saluran kemih, pneumonia dan meningitis.

Mekanisme kerja antibiotik gentamisin sama seperti mekanisme kerja antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yaitu dengan menghambat sintesis protein bakteri. Dalam hal ini, antibiotik golongan aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetika pada mRNA tidak terbaca dengan baik sehingga tidak terbentuk sub unit 70 S, akibatnya biosintesis protein bakteri dikacaukan. Efek ini terjadi tidak hanya pada fase pertumbuhan bakteri melainkan bila bakteri tidak membelah diri. Semua aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom secara selektif (Wattimena, 1987; Tjay, 2002).

2.2 Penggunaan Antibiotik di Klinik

Penggunaan terapeutik antibiotik di klinik bertujuan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat mikroba atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Penggunaan antibiotik perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut:


(26)

Proses pemberian antibiotik yang paling baik adalah dengan melakukan pemeriksaan mikrobiologis atau uji kepekaan kuman penyebab infeksi. Setelah itu, dilakukan pengobatan terhadap pasien yang bersangkutan.

b. Faktor pasien

Faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah fungsi organ tubuh pasien yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui dan lain-lain.

c. Pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat merugikan pasien berupa efek samping dan masalah resistensi. Pemberian antibiotik tepat jika uji sensitifitas telah dilakukan.

Gejala klinik infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba. Bila mekanisme pertahanan tubuh berhasil, mikroba dan zat toksik yang dihasilkannya dapat disingkirkan tanpa pemberian antibiotik (Anonim b, 2007; Ganiswarna, 1995; Tjay, 2002).

2.3 Interaksi Obat

Interaksi obat terjadi jika obat-obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling mempengaruhi kerja masing–masing obat. Kerja obat dapat menjadi lebih atau kurang aktif. Interaksi obat dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Interaksi Farmakodinamika

2. Interaksi Farmasetika

3. Interaksi Farmakokinetika (Harkness, 1984; Tjay, 2002). 2.3.1 Interaksi Farmakodinamika


(27)

Interaksi ini terjadi apabila efek satu obat diubah akibat keberadaan obat lain pada tempat aksinya atau sasarannya dalam tubuh.

2.3.1.1 Interaksi Antagonis

Antagonis terjadi jika obat-obat yang diberikan bersama-sama menimbulkan efek yang berlawanan. Kegiatan kedua obat saling mengganggu atau dapat juga kegiatan salah satu obat dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat yang lain.

2.3.1.2 Interaksi Aditif

Aditif terjadi bila obat-obat yang diberikan bersama-sama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah terhadap pasien. Contohnya secara matematis: 1+1=2

2.3.1.3 Interaksi Sinergis

Sinergis terjadi bila obat-obat yang diberikan bekerja sama menimbulkan efek yang lebih besar daripada jumlah efek masing-masing obat secara terpisah. Contohnya secara matematis: 1+1=lebih dari 2.

2.3.1.4 Interaksi Potensiasi

Potensiasi terjadi bila satu obat memperkuat efek obat lain dengan cara meningkatkan kadar obat yang lain tersebut dalam darah. Contohnya secara matematis: a+b=lebih banyak b daripada yang biasa (Anief, 2002; Ganiswarna, 1995; Tjay, 2002).

2.3.1.5 Augmentative interaction

Interaksi ini terjadi apabila satu obat memperlama atau memperpanjang kerja dari obat yang lain.


(28)

2.3.1.6 Complementary interaction

Interaksi ini terjadi apabila kedua obat yang diberikan bersama-sama tersebut saling melengkapi.

2.3.2 Interaksi Farmasetika

Interaksi ini terjadi di luar tubuh. Apabila obat-obat tersebut dicampur, akan terjadi interaksi secara langsung, baik secara kimiawi maupun fisika. Umumnya interaksi ini menjadikan obat tidak aktif lagi atau inaktivasi obat. Contohnya obat suntik karbenisilin tidak boleh disuntikkan selagi pasien diinfus gentamisin sulfat.

Antibiotik golongan penisilin berinteraksi secara kimia dengan antibiotik golongan aminoglikosida menjadi bentuk yang tidak aktif secara biologi melalui suatu reaksi antara amino pada aminoglikosida dengan cincin beta laktam pada antibiotik penisilin, sehingga kedua antibiotik tersebut menjadi tidak aktif. Antibiotik golongan aminoglikosida khususnya gentamisin diinaktivasi oleh antibiotik golongan penisilin (Ganiswarna, 1995; Stockley, 1994).

2.3.3 Interaksi Farmakokinetika

Interaksi ini terjadi karena obat yang satu menurunkan atau bahkan dapat menaikkan kadar obat kedua dalam darah, dengan jalan mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresinya dari dalam tubuh. Akibatnya, obat kedua tidak aktif atau justru menjadi lebih kuat kerjanya atau dapat lebih toksis (Ganiswarna, 1995).


(29)

2.4 Kombinasi Antibiotik

Antibiotik sering diberikan kepada pasien sebagai kombinasi untuk mengatasi infeksi dan kombinasi antibiotik ini dapat bersifat sinergis atau antagonis.

Kombinasi obat seringkali diberikan dengan maksud meningkatkan efek terapeutisnya tanpa meningkatkan efek buruknya. Namun bukan hanya efek kombinasi terhadap mikroba perlu diperhatikan, tetapi juga efek kombinasi terhadap pasien (Wattimena, 1987; Tjay, 2002).

Penggunaan kombinasi antibiotik yang tepat harus dapat mencapai sasaran sebagai berikut :

a. Kombinasi bekerja sinergik terhadap mikroba penyebab infeksi.

Sinergisme dapat terjadi bila kombinasi antibiotik menghasilkan efek yang lebih besar daripada jumlah dari masing-masing antibiotik. Contoh kombinasi antibiotik seperti penisilin yang aktif bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri, mempermudah antibiotik aminoglikosida memasuki sel mikroorganisme, berinteraksi dengan ribosom dan menghambat sintesis protein mikroorganisme tersebut.

b. Kombinasi sebagai tindak awal penanganan infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya pada meningitis.

c. Kombinasi mencegah terjadinya resistensi mikroba.

d. Kombinasi antibiotik digunakan untuk menangani infeksi campuran, misalnya paska bedah abdomen.


(30)

Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan lebih dari satu jenis mikroba yang peka terhadap antibiotik yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan pemberian kombinasi antibiotik sesuai dengan kepekaan mikroba-mikroba penyebab infeksi campuran tersebut (Anonim b, 2007; Ganiswarna, 1995; Wattimena, 1987).

2.5 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata ”bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau lubang. Sekarang nama ini dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop.

2.5.1 Klasifikasi Bakteri

Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan: a. Golongan Basil

Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas :

- Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang.

- Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua

b. Golongan Kokus

Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:


(31)

- Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.

- Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.

- Stafilokokus, yaitu kokus yang mengelompok berupa suatu untaian.

- Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus.

c. Golongan Spiril

Spiril adalah bakteri yang berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil dibandingkan golongan kokus dan basil (Dwidjoseputro, 1990).

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri a. Pengaruh suhu

Setiap bakteri mempunyai suhu optimum. Pada suhu optimum ini, pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar kisaran suhu optimum, pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada pertumbuhan Lay,1994).

b. Pengaruh tekanan osmotik

Pengaruh tekanan osmotik pada pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan menempatkan bakteri dalam larutan garam pada berbagai konsentrasi (Lay, 1994; Dwidjoseputro, 1990).


(32)

c. Pengaruh pH

Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7, meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5-8 (Lay,1994).

d. Pengaruh oksigen

Mikroorganisme sering dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu:

- Aerob obligat , yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk hidupnya.

- Anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada oksigen.

- Anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam lingkungan dengan atapun tanpa oksigen.

- Mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau kurang (Lay,1994).

2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri

2.5.3.1 Fase Penyesuaian Diri (lag phase)

Pada fase ini, bakteri belum berkembang biak tetapi aktivitas metabolismenya sangat tinggi. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung


(33)

selama 2 jam. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Chatim, 1994).

2.5.3.2 Fase Logaritmik (exponential phase)

Pada fase ini, bakteri berkembang biak secara eksponensial. Untuk kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung selama 18-24 jam. Pada pertengahan fase ini, pertumbuhan bakteri sangat ideal, pembelahan terjadi sangat teratur (Chatim, 1994).

2.5.3.3 Fase Stasioner (stationary phase)

Pada fase ini, peningkatan jumlah bakteri diikuti dengan peningkatan jumlah hasil metabolisme yang toksis. Akibatnya, bakteri mulai ada yang mati dan pembelahan terhambat. Fase stasioner terjadi pada saat dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mati (Chatim, 1994; Dwidjoseputro, 1990).

2.5.3.4 Fase Kematian (period of decline)

Jumlah bakteri yang mati semakin banyak dan semakin melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak. Pada fase kematian ini, biasanya pembiakan berhenti (Dwidjoseputro, 1990).

2.5.4 Uji Aktivitas Antimikroba 1. Metode dilusi


(34)

Cara ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM) dari obat antimikroba.

Prinsip dari metode dilusi ini adalah sebagai berikut:

Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Setelah itu, masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 36±10C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji.

2. Metode difusi

Prinsip dari metode difusi ini adalah sebagai berikut:

Obat dijenuhkan ke dalam kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat tertentu tersebut ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu 36±10C selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya daerah jernih di sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba (Brooks, 2001; Lay, 1994; Wattimena, 1987).


(35)

Metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan mikroba dalam media cair yang mengandung obat antimikroba. Hambatan pertumbuhan mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Ditjen POM, 1995; Wattimena, 1987).

2.5.5 Uraian Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus 2.5.5.1. Bakteri Escherichia coli

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 80C-460C, sedangkan tumbuh sangat baik pada suhu 370C (Chatim, 1994; Dwidjoseputro, 1990).

Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran kemih, diare dan meningitis (radang membran pembungkus otak) (Brooks, 2001).


(36)

2.5.5.2. Bakteri Staphylococcus aureus Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Bakteri ini termasuk bakteri Gram positif , berbentuk kokus, bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 150C sampai 400C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 350C-370C (Chatim, 1994; Dwidjoseputro, 1990).

Infeksi Staphylococcus aureus dapat berasal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya pasca operasi infeksi Staphylococcus aureus atau infeksi setelah patah tulang terbuka dan meningitis yang disertai patah tulang tengkorak. Jika Staphylococcus aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka bisa terjadi endokarditis (radang katup atau rongga jantung), meningitis (radang membran pembungkus otak) ataupun infeksi paru-paru (Brooks, 2001).


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang dimulai dengan penyiapan larutan antibiotik dengan berbagai konsentrasi, pengujian hambatan masing-masing antibiotik gentamisin, ampisilin dan kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Parameter yang digunakan adalah mengukur daerah hambatan pertumbuhan bakteri dengan metode difusi agar. 3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, autoklaf (Webeco), oven (Gallenkamp), inkubator (Fisher Scientific), jangka sorong, jarum Ose, lampu bunsen, lemari pendingin (Precision), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Sartorius), pencetak lubang (punch hole), mikro pipet, spatula, pinset, rubber pump, hot plate (Fisons).

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli ATCC 25922, bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, larutan Mc. Farland, akuades, Ampisilin trihidrat (Phapros), Gentamisin sulfat (Kimia Farma), Media nutrien agar, Larutan NaCl 0,9%.


(38)

3.3 Pembuatan Media

3.3.1 Nutrien Agar ( NA ) (Difco Laboratories, 1977) Komposisi :

Bacto beef extract 3,0 g

Bacto peptone 5,0 g Bacto agar 15,0 g Cara pembuatan :

Campuran bahan di atas sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1 liter akuades. Dipanaskan di atas hot plate sampai semua bahan larut sempurna. Bahan dalam keadaan panas dituangkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.

3.3.2 Larutan NaCl 0,9% (Ditjen POM, 1995) Komposisi :

NaCl 9,0 g Akuades steril ad 1000,0 ml Cara pembuatan :

NaCl sebanyak 9 g dilarutkan dengan akuades hingga 1000 ml lalu dimasukkan dalam erlenmeyer dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.

3.3.3 Suspensi Mc. Farland (Anonim a , 2005) Komposisi :

Larutan asam sulfat 1% 9,5 ml Larutan barium klorida 1,175% 0,5 ml


(39)

Cara pembuatan :

Kedua larutan dicampur dalam tabung reaksi dan dihomogenkan. 3.4 Sterilisasi Alat dan Bahan (Dwidjoseputro, 1990).

Alat-alat gelas disterilkan dalam oven pada suhu 1600 C-1700 C selama 2 jam. Media pembenihan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.

3.5 Pembiakan Bakteri (Soemarno, 2000). 3.5.1 Pembuatan Stok kultur

Bakteri Escherichia coli

Diambil satu koloni bakteri Escherichia coli dengan menggunakan jarum Ose steril, lalu ditanamkan pada media NA miring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36±10

Bakteri Escherichia coli dari stok kultur diambil dengan jarum Ose steril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% sampai didapat kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan larutan standar Mc. Farland, ini berarti konsentrasi bakteri adalah 10

C selama 18-24 jam.

Bakteri Staphylococcus aureus

Sama dengan prosedur untuk Escherichia coli, tapi bakteri yang dipakai adalah bakteri Staphylococcus aureus.

3.5.2 Pembuatan Inokulum Bakteri Escherichia coli

8


(40)

dengan memipet 0,1 ml biakan bakteri (108 CFU/ml) dimasukkan dalam tabung reaksi steril dan ditambahkan larutan NaCl 0,9% sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen, dari sini diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 106

3.6.1 Pembuatan larutan Gentamisin sulfat CFU/ml

Bakteri Staphylococcus aureus

Sama dengan prosedur untuk Escherichia coli, tapi bakteri yang dipakai adalah bakteri Staphylococcus aureus.

3.6 Pembuatan Larutan Gentamisin dan Ampisilin dalam berbagai konsentrasi

Sebanyak 100 mg Gentamisin sulfat dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan akuades steril hingga garis tanda. Dari larutan ini dipipet masing-masing 0,2 ml; 0,5 ml; 0,8 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml dan 3 ml kemudian diencerkan dalam labu tentukur 10 ml dengan akuades steril hingga garis tanda, sehingga diperoleh larutan Gentamisin sulfat berturut-turut dengan konsentrasi 20 mcg/ml, 50 mcg/ml, 80 mcg/ml, 100 mcg/ml, 150 mcg/ml, 200 mcg/ml, 250 mcg/ml dan 300 mcg/ml.

3.6.2 Pembuatan larutan Ampisilin trihidrat

Sebanyak 100 mg Ampilsilin trihidrat dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan akuades steril hingga garis tanda. Dari larutan ini dipipet masing-masing 0,2 ml; 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml dan 4 ml kemudian diencerkan dalam labu tentukur 10 ml dengan akuades steril hingga garis tanda, sehingga diperoleh larutan ampisilin trihidrat berturut-turut


(41)

dengan konsentrasi 20 mcg/ml, 50 mcg/ml, 100 mcg/ml, 150 mcg/ml, 200 mcg/ml, 250 mcg/ml, 300 mcg/ml, 350 mcg/ml dan 400 mcg/ml.

3.7 Pengujian daya hambat larutan gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya dengan menggunakan metode difusi agar

3.7.1 Pengujian daya hambat gentamisin terhadap bakteri Escherichia coli Dipipet sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 106 CFU/ml ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang media NA dengan suhu 45-500 C sebanyak 20 ml. Setelah itu cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat dibuat lubang dengan menggunakan alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya ditetesi larutan gentamisin dengan berbagai konsentrasi tertentu sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan mikro pipet. Pelarut akuades steril sebagai kontrol. Pra inkubasi selama ± 15 menit kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36±10

3.7.3Pengujian daya hambat ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli C selama 18-24 jam. Setelah itu diukur daerah hambatan pertumbuhan di sekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong. Hal yang sama dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Dipipet sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 106 CFU/ml ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang media NA dengan suhu 45-500 C sebanyak 20 ml. Setelah itu cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri


(42)

menggunakan alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya ditetesi larutan ampisilin dengan berbagai konsentrasi tertentu sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan mikro pipet. Pelarut akuades steril sebagai kontrol. Pra inkubasi selama ± 15 menit kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36±10

3.7.3 Pengujian daya hambat kombinasi gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli.

C selama 18-24 jam. Setelah itu diukur daerah hambatan pertumbuhan di sekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong. Hal yang sama dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Medical Microbiological Technique menyatakan bahwa pengujian kombinasi antibiotik dilakukan dengan mendekatkan kedua antibiotik uji dengan jarak 2 cm (20 mm). Sebagai contoh, pengujian dari kombinasi Sulfonamida dan Trimetoprin.

Gambar 1. Kombinasi sinergis Sulfonamida (S) dan Trimetoprim (T)

(Baker dan Breach, 1995). Pengujian kombinasi antibiotik yang dilakukan adalah dengan mendekatkan lubang dengan jarak 2 cm dan konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi yang memberikan hambatan ± 20 mm, sebagai berikut:


(43)

I. Kombinasi gentamisin 100 mcg/ml dengan ampisilin 200 mcg/ml II. Kombinasi gentamisin 150 mcg/ml dengan ampisilin 250 mcg/ml III. Kombinasi gentamisin 200 mcg/ml dengan ampisilin 300 mcg/ml IV. Kombinasi gentamisin 250 mcg/ml dengan ampisilin 350 mcg/ml V. Kombinasi gentamisin 300 mcg/ml dengan ampisilin 400 mcg/ml

Cara kerja :

Dipipet sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 106 CFU/ml ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang media NA dengan suhu 45-500 C sebanyak 20 ml. Setelah itu cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat dibuat lubang dengan menggunakan alat pencetak lubang (punch hole) secara berdekatan dengan jarak sekitar 2 cm. Larutan ampisilin pada konsentrasi tertentu dan larutan gentamisin pada konsentrasi tertentu dimasukkan dalam lubang yang berbeda yang berjarak 2 cm tersebut, masing-masing sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan mikro pipet. Pra inkubasi selama ± 15 menit kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36±10

Selain itu, pengujian kombinasi gentamisin dan ampisilin dapat dilakukan dengan mencampurkan terlebih dahulu masing-masing larutan gentamisin dan

C selama 18-24 jam. Setelah itu diamati dan diukur diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri.


(44)

ampisilin sebanyak 1 ml sebelum diuji daya hambatnya dalam media agar. Adapun kombinasi tersebut sebagai berikut:

I. Kombinasi gentamisin 100 mcg/ml + ampisilin 200 mcg/ml II. Kombinasi gentamisin 150 mcg/ml + ampisilin 250 mcg/ml III.Kombinasi gentamisin 200 mcg/ml + ampisilin 300 mcg/ml IV.Kombinasi gentamisin 250 mcg/ml + ampisilin 350 mcg/ml V. Kombinasi gentamisin 300 mcg/ml + ampisilin 400 mcg/ml

Cara kerja :

Dipipet sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 106 CFU/ml ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang media NA dengan suhu 45-500 C sebanyak 20 ml. Setelah itu cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat dibuat lubang dengan menggunakan alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya ditetesi dengan kombinasi larutan gentamisin dan ampisilin pada berbagai konsentrasi tertentu sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan mikro pipet. Pelarut akuades steril sebagai kontrol. Pra inkubasi selama ± 15 menit kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36±10 C selama 18-24 jam. Setelah itu diukur daerah hambatan pertumbuhan di sekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Hasil pengujian daya hambat masing-masing antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Hasil uji daya hambat gentamisin terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus

Konsentrasi antibiotik gentamisin

(mcg/ml)

Diameter hambatan (mm)

Escherichia coli Staphylococcus aureus

D* D*

20 15,67 14,78

50 17,22 17,47

80 19,00 18,71

100 19,38 19,55

150 20,10 20,57

200 21,13 21,21

250 21,50 22,00

300 22,16 23,16

Blanko - -

Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 3 kali pengukuran - = Tidak memberikan hambatan

Blanko = Akuades

Tabel 4.2 Hasil uji daya hambat ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus

Konsentrasi antibiotik

ampisilin

Diameter hambatan (mm)


(46)

20 11,83 11,80

50 15,02 15,50

100 15,83 16,30

150 17,88 19,45

200 20,58 20,80

250 21,27 21,65

300 22,35 22,71

350 22,50 23,10

400 23,67 23,70

Blanko - -

Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 3 kali pengukuran - = Tidak memberikan hambatan

Blanko = Akuades

Berdasarkan hasil uji daya hambat kedua data antibiotik di atas, masing-masing gentamisin dan ampisilin memberikan hambatan terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus berupa daerah jernih dari konsentrasi 20 mcg/ml - 300 mcg/ml untuk gentamisin dan konsentrasi 20 mcg/ml - 400 mcg/ml untuk ampisilin sehingga memperlihatkan bahwa gentamisin dan ampisilin bersifat bakterisid terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.

Penghambatan pertumbuhan bakteri oleh antibiotik dapat dilihat dengan adanya daerah jernih di sekitar pertumbuhan bakteri (Lay, 1994).

Gentamisin dan ampisilin digunakan terhadap infeksi yang disebabkan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Gentamisin bekerja dengan mengganggu sintesis protein dari bakteri sedangkan ampisilin menghambat sintesis dinding sel dari bakteri (Wattimena, 1987; Ganiswarna, 1995

Berdasarkan adanya daya hambat masing-masing gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus serta adanya beberapa studi kasus yang diamati di rumah sakit, dilakukan


(47)

pengujian kombinasi kedua antibiotik tersebut terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

Hasil uji daya hambat kombinasi kedua antibiotik ini tidak menunjukkan adanya efek sinergis. Suatu kombinasi antibiotik yang memiliki efek sinergis dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 2. Kombinasi sinergis Antibiotik A dan B

(Koneman,1988). Pada pengujian daya hambat kombinasi gentamisin dan ampisilin, diperoleh diameter hambat kombinasi yang lebih kecil dibandingkan diameter hambat masing-masing gentamisin dan ampisilin. Hasil uji daya hambat kombinasi gentamisin dan ampisilin dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.3 Hasil uji daya hambat kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli

Kombinasi antibiotik

Diameter hambat kombinasi (mm) D* yang diukur

gentamisin

D* yang diukur ampisilin

I 14,58 20,50


(48)

III 17,25 20,89

IV 17,58 21,13

V 19,06 22,27

Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 3 kali pengukuran

I = Kombinasi gentamisin 100 mcg/ml dengan ampisilin 200 mcg/ml II = Kombinasi gentamisin 150 mcg/ml dengan ampisilin 250 mcg/ml III = Kombinasi gentamisin 200 mcg/ml dengan ampisilin 300 mcg/ml IV = Kombinasi gentamisin 250 mcg/ml dengan ampisilin 350 mcg/ml V = Kombinasi gentamisin 300 mcg/ml dengan ampisilin 400 mcg/ml

Gambar 3. Kombinasi (I) terhadap bakteri Escherichia coli

Keterangan: A = Ampisilin G = Gentamisin

Tabel 4.4 Hasil uji daya hambat kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Kombinasi antibiotik

Diameter hambat kombinasi (mm) D* yang diukur

gentamisin

D* yang diukur ampisilin

I 15,20 21,16

II 16,20 21,83


(49)

III 17,45 21,53

IV 17,47 21,90

V 18,72 22,43

Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 3 kali pengukuran

I = Kombinasi gentamisin 100 mcg/ml dengan ampisilin 200 mcg/ml II = Kombinasi gentamisin 150 mcg/ml dengan ampisilin 250 mcg/ml III = Kombinasi gentamisin 200 mcg/ml dengan ampisilin 300 mcg/ml IV = Kombinasi gentamisin 250 mcg/ml dengan ampisilin 350 mcg/ml V = Kombinasi gentamisin 300 mcg/ml dengan ampisilin 400 mcg/ml

Gambar 4. Kombinasi (I) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Keterangan: A = Ampisilin G = Gentamisin

Gambar hasil uji daya hambat untuk beberapa kombinasi lainnya dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7 pada halaman 44 dan 45.

Berdasarkan gambar 3 dan 4 dapat dilihat bahwa kombinasi gentamisin dan ampisilin tidak menunjukkan efek sinergis.

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 diameter hambatan dari kombinasi gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus


(50)

masing-masing gentamisin (lihat Tabel 4.1) dan ampisilin (lihat Tabel 4.2). Dalam hal ini berarti gentamisin dan ampisilin saling mempengaruhi dalam kombinasi. Hal ini menunjukkan terjadinya interaksi secara kimia antara gentamisin dan ampisilin yang mengakibatkan diameter hambatan pertumbuhan kedua antibiotik pada kombinasi lebih kecil dari masing-masing antibiotik.

Berdasarkan analisis statistik melalui uji rancangan acak lengkap faktorial seperti yang tercantum pada lampiran 9 halaman 48 menunjukkan diameter hambatan gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik tersebut memiliki f hitung > f tabel yang artinya gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik tersebut menghasilkan daya hambat yang berbeda secara nyata. Untuk mengetahui perbedaan daya hambat gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik tersebut, dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difficient) yang dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 48 (Gomez, 1995).

Berdasarkan uji LSD, ditunjukkan bahwa diameter hambat kombinasi gentamisin dan ampisilin berbeda nyata dengan diameter hambat masing-masing gentamisin dan ampisilin, artinya terjadi interaksi antara gentamisin dan ampisilin yang mengakibatkan semakin kecil diameter hambat pada kombinasinya.

Pengujian kombinasi gentamisin dan ampisilin dengan mencampurkan terlebih dahulu masing-masing larutan gentamisin dan ampisilin pada konsentrasi tertentu diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil uji daya hambat kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.

Konsentrasi kombinasi

Diameter Hambatan Setelah Kombinasi (mm)

Total Diameter Hambatan Kedua antibiotik (mm)


(51)

gentamisin dan ampisilin (mcg/ml) Escherichia coli Staphylococcus aureus Escherichia coli Staphylococcus aureus

D* D* D* D*

100G+200A 22,50 20,83 39,96 40,35

150G+250A 23,00 21,62 41,37 42,22

200G+300A 23,50 22,29 43,48 43,92

250G+350A 24,10 23,33 44,00 45,10

300G+400A 24,50 23,50 45,83 46,86

Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 2 kali pengukuran G = Antibiotik gentamisin

A = Antibiotik ampisilin

Gambar kombinasi gentamisin dan ampisilin pada pengujian ini dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 46.

Berdasarkan Tabel 4.5, diameter hambatan dari kombinasi gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tidak menunjukkan adanya kenaikan diameter hambat akibat pencampuran kedua antibiotic tersebut. Kombinasi gentamisin dan ampisilin menimbulkan terjadinya interaksi secara kimia antara gentamisin dan ampisilin tersebut menimbulkan terjadinya interaksi secara kimia antara gentamisin dan ampisilin. Hasil interaksi yang terjadi membentuk suatu senyawa kompleks yang tidak aktif.

Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah atau mempengaruhi efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif (Harkness, 1984).

Antibiotik golongan penisilin berinteraksi secara kimia dengan antibiotik golongan aminoglikosida menjadi bentuk yang tidak aktif secara biologi melalui suatu reaksi antara amino pada aminoglikosida dengan cincin beta laktam pada


(52)

Antibiotik golongan aminoglikosida khususnya gentamisin diinaktivasi oleh antibiotik golongan penisilin (Stockley, 1994).

Berdasarkan analisis statistik melalui uji rancangan acak lengkap faktorial seperti yang tercantum pada lampiran 9 halaman 48 menunjukkan jenis bakteri yaitu Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus memiliki f hitung ‹ f tabel yang artinya perbedaan jenis bakteri menghasilkan daya hambatan yang tidak berbeda secara nyata oleh masing-masing antibiotik gentamisin, ampisilin dan kombinasi kedua antibiotik tersebut.


(53)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Antibiotik gentamisin dan ampisilin masing-masing memberikan hambatan yang tidak berbeda secara nyata terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

b. Kombinasi gentamisin dan ampisilin tidak menunjukkan adanya efek sinergis melainkan adanya interaksi kimia dimana gentamisin diinaktivasi oleh ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro.

4.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian hambatan dari kombinasi antibiotik gentamisin dengan golongan penisilin lainnya.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (2002). Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 84-85.

Anonim a. (2005). Mc. Farland Standards. Online 2007.

Anonim b. (2007).Obat (Biomedik Farmalokogi). Online 2007. http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id

Baker, F.J., dan Breach, M. R. (1995). Medical Microbiological Technique. Butterworths: Butterworths Publisher. P. 359.

Banker, G. S., dan Rhodes, C. T. (1979). Drugs and Pharmaceutical Sciences. Volume 7. New York: Marcel Dekker Inc. P. 234.

Brooks, G. F. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 286, 290, 235, 323-325, 357-360.

Chatim, A. (1994). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 42.

Difco Laboratories. (1977). Difco Manual of Dehydrated Cultur Media and

Reagent for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. 9th

Edition. Michigan: Detroit Publisher. P. 93.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan R. I. Hal. 103-104, 406-408, 584, 891, 895-898.

Dwidjoseputro. (1990). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hal. 22, 40-46, 50, 61, 95, 118.

Ganiswarna, S., Setiabudy, R., dan Vincent, H. S. (1995). Antimikroba dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi Keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Hal. 571-573, 577-583, 669-670.

Gomez, K., dan Arturo, A. G. (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Hal. 8-18.


(55)

Koneman, E. W., dan Allen, S. D. (1988 ). Color Atlas and Textbook of Diagnostik Microbiology. Third edition. Chicago: University of Illinois. P. 520.

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 70-71.

Magdawati. (2002). Laporan Latihan Kerja Profesi di Rumah Sakit. Departemen Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mayasari, P. (2006). Laporan Latihan Kerja Profesi di Rumah Sakit. Departemen Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sari, K. (2005). Laporan Latihan Kerja Profesi di Rumah Sakit. Departemen Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Simarmata, D. (2002). Laporan Latihan Kerja Profesi di Rumah Sakit. Departemen Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soemarno. (2000). Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Edisi Ketiga. Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 117-119.

Stockley, I. H. (1994). Drug Interactions. Third Edition. England: University of Notthingham Medical School. P. 133-134.

Sumadio, H., dan Harahap, U. (1994). Biokimia dan Farmakologi Antibiotika. Medan: USU Press. Hal. 2-4, 28.

Sumadio, H., dan Harahap, U. (1995). Resistensi dan Prinsip Penggunaan Antibiotika. Medan: USU Press. Hal. 10-11.

Susmihayati. (2006). Laporan Latihan Kerja Profesi di Rumah Sakit. Departemen Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit PT Elex Komputindo Kelompok Gramedia. Hal: 47-48, 61-61.

Wattimena, J. R., Sugiarso, N. C., Sukandar , E. Y., Widianto, M. B., Soemardji, A. A., Setiadi, A. R. (1987). Farmakodinamika dan Terapi Antibiotika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 1, 60-62, 74-76, 119-122, 128-129, 308-313, 315-316.


(56)

Lampiran 1. Bagan alur uji daya hambat gentamisin dan ampisilin menggunakan metode difusi agar.

Bakteri standard

Diambil dengan jarum Ose steril ditanam pada media agar miring diinkubasi pada suhu 36±10C selama 18-24 jam

Hasil inkubasi

Hasil

Suspensi bakteri 108 CFU/ml

Suspensi bakteri 106 CFU/ml

Diukur diameter hambatnya

Dipipet 0,1ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml NaCl 0,9%

Disuspensikan dalam 10 ml NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar Mc. Farland

Dipipet 0,1 ml ke dalam cawan petri steril, dituang 20 ml media NA steril pada suhu 45-500C, digoyang sampai merata, dibiarkan memadat, setelah padat dilubangi, ditetesi 0,1 ml larutan konsentrasi antibiotik, diinkubasi pada suhu 36±10C selama 18-24 jam


(57)

Lampiran 2. Bagan alur uji daya hambat kombinasi gentamisin dan ampisilin menggunakan metode difusi agar.

Bakteri standard

Diambil dengan jarum Ose steril ditanam pada media agar miring diinkubasi pada suhu 36±10C selama 18-24 jam

Hasil inkubasi

Hasil

Suspensi bakteri 108 CFU/ml

Suspensi bakteri 106 CFU/ml

Diukur diameter hambatnya

Dipipet 0,1ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml NaCl 0,9%

Disuspensikan dalam 10 ml NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar Mc. Farland

Dipipet 0,1 ml ke dalam cawan petri steril, dituang 20 ml media NA steril pada suhu 45-500C, digoyang sampai merata, dibiarkan memadat, setelah padat dibuat lubang yang berdekatan dengan jarak 2 cm, ditetesi masing-masing 0,1 ml larutan konsentrasi antibiotik, diinkubasi pada suhu 36±10C selama 18-24 jam


(58)

Lampiran 3. Data hasil uji daya hambat gentamisin dan kombinasi (yang diukur diameter hambat gentamisin) terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.

K ons ent ra si a nt ib iot ik ge nt am is in (mc g/ ml) 100

Diameter hambatan (mm)

Escherichia coli Staphylococcus aureus

I II III D* I II III D*

18,30 19,35 20,50 19,38 18,65 19,50 20,50 19,55 150 19,40 20,25 20,63 20,10 20,20 20,50 21,00 20,57 200 19,40 21,50 22,50 21,13 20,35 21,40 21,87 21,21 250 21,00 21,50 22,00 21,50 21,50 22,00 22,50 22,00 300 21,25 22,25 23,00 22,16 22,00 23,50 24,00 23,16

Blanko - - - -

K om bi na si A nt ibi ot

ik II I 14,50 14,58 14,66 16,00 16,50 16,50 14,58 15,00 15,10 15,50 16,33 16,00 16,10 16,50 15,20 16,20

III 17,00 17,10 17,66 17,25 16,60 16,66 19,10 17,45 IV 17,00 17,75 18,00 17,58 17,00 17,41 18,00 17,47 V 18,18 19,00 20,00 19,06 18,00 19,00 19,18 18,72 Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 3 kali pengukuran - = Tidak memberikan hambatan

Blanko = Akuades

I = Kombinasi gentamisin 100 mcg/ml dengan ampisilin 200 mcg/ml II = Kombinasi gentamisin 150 mcg/ml dengan ampisilin 250 mcg/ml III = Kombinasi gentamisin 200 mcg/ml dengan ampisilin 300 mcg/ml IV = Kombinasi gentamisin 250 mcg/ml dengan ampisilin 350 mcg/ml V = Kombinasi gentamisin 300 mcg/ml dengan ampisilin 400 mcg/ml


(59)

Lampiran 4. Data hasil uji daya hambat ampisilin dan kombinasi (yang diukur diameter ampisilin) terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus. K ons ent ra si a nt ib iot ik ampi sil in ( m cg/ m l) 200

Diameter hambatan (mm)

Escherichia coli Staphylococcus aureus

I II III D* I II III D*

19,50 20,75 21,50 20,58 20,00 21,00 21,40 20,80 250 21,00 21,30 21,50 21,27 21,10 21,10 22,75 21,65 300 21,30 22,25 23,50 22,35 22,10 22,83 23,20 22,71 350 22,00 22,50 23,00 22,50 23,00 23,15 23,15 23,10 400 23,00 23,50 24,50 23,67 23,00 24,00 24,10 23,70

Blanko - - - -

K om bi na si A nt ibi ot

ik II I 20,00 21,00 20,50 20,10 21,00 21,50 20,50 20,00 21,00 22,50 20,86 21,00 21,50 23,00 21,16 21,83

III 20,00 20,50 22,16 20,89 20,10 21,00 23,50 21,53 IV 20,00 21,00 22,40 21,13 21,50 22,00 22,20 21,90 V 22,00 22,30 22,50 22,27 21,00 23,15 23,15 22,43 Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 3 kali pengukuran - = Tidak memberikan hambatan

Blanko = Akuades

I = Kombinasi gentamisin 100 mcg/ml dengan ampisilin 200 mcg/ml II = Kombinasi gentamisin 150 mcg/ml dengan ampisilin 250 mcg/ml III = Kombinasi gentamisin 200 mcg/ml dengan ampisilin 300 mcg/ml IV = Kombinasi gentamisin 250 mcg/ml dengan ampisilin 350 mcg/ml V = Kombinasi gentamisin 300 mcg/ml dengan ampisilin 400 mcg/ml


(60)

Lampiran 5. Data hasil uji daya hambat kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.

Konsentrasi kombinasi gentamisin dan ampisilin

(mcg/ml)

Diameter Hambatan (mm)

Escherichia coli Staphylococcus aureus

I II III D* I II III D*

100G+200A 22,50 21,50 20,83

150G+250A 23,00 21,35 21,62

200G+300A 23,50 22,29 22,29 23,00 22,29

250G+350A 24,10 24 23,33

300G+400A 24,50 23,50 23,50

Keterangan :

D* = Diameter rata-rata 2 kali pengukuran G = Antibiotik gentamisin


(61)

Lampiran 6. Uji daya hambat antibiotik gentamisin dan ampisilin (a) serta kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin (b) terhadap bakteri Escherichia coli.

(a)

(b)

Keterangan : G = Antibiotik gentamisin 300 mcg/ml A= Antibiotik ampisilin 400 mcg/ml

G

A


(62)

Lampiran 7. Uji daya hambat antibiotik gentamisin dan ampisilin (a) serta kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin (b) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

(a)

(b)

Keterangan : G = Antibiotik gentamisin 300 mcg/ml A= Antibiotik ampisilin 400 mcg/ml

G

A

A


(63)

Lampiran 8. Uji daya hambat antibiotik gentamisin dan ampisilin (a) serta kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin (b) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.


(64)

Lampiran 9. Analisis Data Statistik dengan Uji Rancangan Acak Lengkap Faktorial dan Uji LSD.

Berdasarkan hasil data gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) dipilih konsentrasi kombinasi 300 mcg/ml gentamisin dan 400 mcg/ml ampisilin dari lima konsentrasi kombinasi untuk mewakili uji statistik dengan uji rancangan acak lengkap dan uji LSD.

Bakteri (A)

Diameter Hambatan (B)

Total Kombinasi (yang diukur diameter hambatan gentamisin)

Gentamisin Ampisilin

Escherichia coli Sub Total Staphylococcus aureus Sub Total Total 18,18 19,00 20,00 57,18 D* = 19,06

18,00 19,00 21,25 22,25 19,18 56,18 D* = 18,72

113,36

23,00 66,5 D* = 22,16

22,00 23,50 23,00 23,50 24,00 69,50 D* = 23,16

136

24,50 71,00 D* = 23,67

23,00 24,00

194,68 D* = 21,63

196,78 D* = 21,86

391,46 24,10

71,10 D* = 23,70

142,10 Keterangan: D* = Diameter rata-rata

Komputasi untuk Sum of Squares

SSY = (21,252 + 22,252 + 23,002 + 23,002 + 23,502 + 24,502 + 18,182 + 19,002 + 20,002 + 22,002 + 23,502 + 24,002 + 23,002 + 24,002 + 24,102 + 18,002 + 19,002 + 19,182) - (21,25+ 22,25+ 23,00 + 23,00+ 23,50+ 24,50 + 18,18+ 19,00+ 20,00+ 22,00+ 23,50+ 24,00+ 23,00+ 24,00 + 24,10+ 18,00+ 19,00+ 19,18)2 / 18

= 8599,57 – 8513,39 = 86,18

SSA = (194,682 + 196,782) / 9 – 8513,39 = 8513,63 – 8513,39


(65)

= 0,24

SSB = (1362 + 142,102 + 113,362) / 6 - 8513,39 = 8589,82 - 8513,39

= 76,43

SSAB = (66,502 + 71,002 + 57,182 +69,502 + 71,102 + 56,182 ) / 3 - 8513,39 - 0,24 - 76,43

= 8591,48 - 8513,39 - 0,24 - 76,43 = 1,42

SSE

Sumber Variansi

= 86,18 - 0,24 - 76,43 - 1,42 = 8,09

Analisis Variansi

DF SS MS F hitung F tabel

Jenis Bakteri (A) Diameter Hambatan (B) Interaksi (AB) Error 1 2 2 12 0,24 76,43 1,42 8,09 0,24 38,22 0,71 0,67 0,36 57,04 1,06

f 0,05; 1; 12 = 4,75

f 0,05; 2; 12 = 3,88

f 0,05; 2; 12 = 3,88

Berdasarkan hasil diameter hambatan rata-rata analisis anova faktorial diperoleh 9 perbandingan data yang selanjutnya diuji dengan uji LSD (Least Significant Difficient).

Rumus : LSD = ± t 0,05 √2.MSE/r

Hasil diameter hambatan rata-rata gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri


(66)

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus memiliki r = 3 sehingga diperoleh 6 perbandingan data yang selanjutnya diuji dengan LSD sebagai berikut :

LSD = ± t 0,05 √2.MSE/r 2

= ± 2,179

Hasil diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) dan total dari masing-masing jenis bakteri dengan membandingkan bakteri Escherichia coli dan

√2 . 0,67./ 3

2

= ± 1,089 . √0,447 = ± 0,73

Adapun 6 perbandingan data diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus sebagai berikut: A. Diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi

keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri Escherichia coli

1. 22,16 mm – 23,67 mm = -1,51 mm 2. 22,16 mm – 19,06 mm = 3,1 mm 3. 23,67 mm – 19,06 mm = 4.61 mm

B. Diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

1. 23,16 mm – 23,70 mm = -0,54 mm 2. 23,16 mm – 18,72 mm = 4,44 mm 3. 23,70 mm – 18,72 mm = 4,98 mm


(67)

Staphylococcus aureus memiliki r = 6, sehingga diperoleh 3 perbandingan data yang selanjutnya diuji dengan uji LSD sebagai berikut:

LSD = ± t 0,05 √2.MSE/r 2

= ± 2,179 √2 . 0,67./ 6 2

= ± 1,089 . √0,22 = ± 0,51

Adapun 3 perbandingan data diameter hambatan rata-rata gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus sebagai berikut:

1. 22,16 mm – 23,16 mm = -1 mm 2. 23,67 mm – 23,70 mm = -3 mm 3. 19,06 mm – 18,72 mm = 0,34 mm


(68)

(1)

Lampiran 8. Uji daya hambat antibiotik gentamisin dan ampisilin (a) serta kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin (b) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.


(2)

Lampiran 9. Analisis Data Statistik dengan Uji Rancangan Acak Lengkap Faktorial dan Uji LSD.

Berdasarkan hasil data gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) dipilih konsentrasi kombinasi 300 mcg/ml gentamisin dan 400 mcg/ml ampisilin dari lima konsentrasi kombinasi untuk mewakili uji statistik dengan uji rancangan acak lengkap dan uji LSD.

Bakteri (A)

Diameter Hambatan (B)

Total Kombinasi (yang diukur diameter hambatan gentamisin)

Gentamisin Ampisilin

Escherichia coli Sub Total Staphylococcus aureus Sub Total Total 18,18 19,00 20,00 57,18 D* = 19,06

18,00 19,00 21,25 22,25 19,18 56,18 D* = 18,72

113,36

23,00 66,5 D* = 22,16

22,00 23,50 23,00 23,50 24,00 69,50 D* = 23,16

136

24,50 71,00 D* = 23,67

23,00 24,00

194,68 D* = 21,63

196,78 D* = 21,86

391,46 24,10

71,10 D* = 23,70

142,10 Keterangan: D* = Diameter rata-rata

Komputasi untuk Sum of Squares

SSY = (21,252 + 22,252 + 23,002 + 23,002 + 23,502 + 24,502 + 18,182 + 19,002 + 20,002 + 22,002 + 23,502 + 24,002 + 23,002 + 24,002 + 24,102 + 18,002 + 19,002 + 19,182) - (21,25+ 22,25+ 23,00 + 23,00+ 23,50+ 24,50 + 18,18+ 19,00+ 20,00+ 22,00+ 23,50+ 24,00+ 23,00+ 24,00 + 24,10+ 18,00+ 19,00+ 19,18)2 / 18

= 8599,57 – 8513,39 = 86,18

SSA = (194,682 + 196,782) / 9 – 8513,39 = 8513,63 – 8513,39


(3)

= 0,24

SSB = (1362 + 142,102 + 113,362) / 6 - 8513,39 = 8589,82 - 8513,39

= 76,43

SSAB = (66,502 + 71,002 + 57,182 +69,502 + 71,102 + 56,182 ) / 3 - 8513,39 - 0,24 - 76,43

= 8591,48 - 8513,39 - 0,24 - 76,43 = 1,42

SSE

Sumber Variansi

= 86,18 - 0,24 - 76,43 - 1,42 = 8,09

Analisis Variansi

DF SS MS F hitung F tabel

Jenis Bakteri (A) Diameter Hambatan (B) Interaksi (AB) Error 1 2 2 12 0,24 76,43 1,42 8,09 0,24 38,22 0,71 0,67 0,36 57,04 1,06

f 0,05; 1; 12 = 4,75

f 0,05; 2; 12 = 3,88

f 0,05; 2; 12 = 3,88

Berdasarkan hasil diameter hambatan rata-rata analisis anova faktorial diperoleh 9 perbandingan data yang selanjutnya diuji dengan uji LSD (Least Significant Difficient).

Rumus : LSD = ± t 0,05 √2.MSE/r

Hasil diameter hambatan rata-rata gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri


(4)

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus memiliki r = 3 sehingga diperoleh 6

perbandingan data yang selanjutnya diuji dengan LSD sebagai berikut :

LSD = ± t 0,05 √2.MSE/r 2

= ± 2,179

Hasil diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) dan total dari masing-masing jenis bakteri dengan membandingkan bakteri Escherichia coli dan

√2 . 0,67./ 3 2

= ± 1,089 . √0,447 = ± 0,73

Adapun 6 perbandingan data diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus sebagai berikut: A. Diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi

keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri Escherichia coli

1. 22,16 mm – 23,67 mm = -1,51 mm 2. 22,16 mm – 19,06 mm = 3,1 mm 3. 23,67 mm – 19,06 mm = 4.61 mm

B. Diameter hambatan rata-rata dari gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

1. 23,16 mm – 23,70 mm = -0,54 mm 2. 23,16 mm – 18,72 mm = 4,44 mm 3. 23,70 mm – 18,72 mm = 4,98 mm


(5)

Staphylococcus aureus memiliki r = 6, sehingga diperoleh 3 perbandingan data

yang selanjutnya diuji dengan uji LSD sebagai berikut:

LSD = ± t 0,05 √2.MSE/r 2

= ± 2,179 √2 . 0,67./ 6 2

= ± 1,089 . √0,22 = ± 0,51

Adapun 3 perbandingan data diameter hambatan rata-rata gentamisin, ampisilin dan kombinasi keduanya (yang diukur diameter hambatan gentamisin) bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus sebagai berikut:

1. 22,16 mm – 23,16 mm = -1 mm 2. 23,67 mm – 23,70 mm = -3 mm 3. 19,06 mm – 18,72 mm = 0,34 mm


(6)