BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia iklan yang semakin maju memberikan banyak manfaat positif bagi masyarakat umum. Mereka disuguhkan dengan berbagai macam produk barang
maupun jasa melalui iklan. Dengan begitu, secara tidak langsung mereka dapat mengetahui karakteristik produk maupun jasa tersebut sebelum menentukan
pilihannya. Iklan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif, iklan juga diakui sebagai alat yang paling efektif untuk memasarkan produk Jefkins,
1997:2. Sebuah iklan akan berhasil jika pesan yang terdapat di dalamnya mudah
diingat oleh para calon pembeli potensial. Para pemasang iklan berusaha mengikat masyarakat dengan janji-janji yang disertakan bujukan partisipasi dari masyarakat
dalam penciptaan makna iklan itu. Sebuah iklan tidak hanya berfokus pada penjualan produk barang maupun jasa. Iklan juga dapat berfungsi sebagai alat
untuk berkomunikasi di ranah publik, tidak terkecuali di ranah politik yang dikemas dalam iklan politik. Iklan politik tidak termasuk dalam kategori iklan
komersial maupun iklan layanan masyarakat. Hal itu dikarenakan iklan politik tidak bertujuan untuk menjual produk
barang maupun jasa, melainkan hanya semata-mata bertujuan untuk meminta dukungan suara dari masyarakat. Akhir-akhir ini, pesta demokrasi yang
diselenggarakan di berbagai daerah seperti Pilkada Jawa Tengah, Bali, dan daerah lainya membuat iklan politik semakin bermunculan dengan berbagai tema dan
1
maksud dari masing-masing partai politik yang membuat semakin semarak. Dari berbagai macam tema yang sering diangkat, tema daerah menjadi
salah satu alternatif pilihan yang cukup baik untuk mengangkat nilai-nilai budaya lokal. Fenomena seperti itu seharusnya membuat para pelaku iklan semakin pintar
memilih cara untuk tidak meninggalkan budaya daerah dalam rangka menarik perhatian audiensnya. Begitu juga yang terjadi dalam iklan-iklan politik beberapa
tahun belakangan ini, mengusung budaya daerah sebagai alternatif pilihan untuk mencirikan salah satu calon yang berkampanye.
Pilkada secara langsung pertama kali diselenggarakan pada 1 Juni 2005 dengan dasar hukum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak
pilkada dilakukan secara langsung mulai dari Gubernur, Walikota, bahkan Bupati dipilih langsung oleh masyarakat dengan begitu, masyarakat bisa memilih
pemimpinya sesuai hati nuraninya. Sehingga, membuat para calon mengenalkan diri kepada masyarakat salah satunya dengan menggunakan saluran media massa.
Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjadi.
Media sebagai bagian dari komunikasi massa memegang peran penting di masyarakat. Peran inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat
pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, misalnya sebagai alat sosial, ekonomi, dan budaya. Menurut Nurudin, efek dari
media dapat berwujud tiga hal, diantaranya : Efek Kognitif, Efek Afektif , dan Efek Behavioral Nurudin, 2009:228.
Salah satu media massa elektronik yang secara efektif dapat digunakan sebagai saluran iklan politik adalah televisi. Televisi mempunyai karakteristik
sifat audio visualnya yang tidak dimiliki oleh media massa lain dan penayangannya mempunyai jangkauan yang relatif luas. Dengan begitu, pesan
– pesan yang disampaikan dapat bermanfaat sebagai pembentukan sikap, perilaku,
dan pola pikir. Tidak ada yang menyangkal bahwa iklan televisi adalah salah satu pilihan untuk membujuk dan mempengaruhi pemirsanya dengan kekuatan audio
visualnya yang terasa amat ampuh dalam menyajikan pesan Bungin, 2001:71. Selain itu, iklan televisi juga mampu mempromosikan produk yang kurang
terkenal pada awalnya dan bisa menjadi terkenal. Peran media massa sangat penting dan cepat dalam mengikuti perkembangan teknologi komunikasi.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat juga merupakan salah satu penyebab campur tangan media dalam melakukan percepatan yang memang
membutuhkan waktu yang panjang dan berdampak pada masyarakat. Selain itu, media juga memegang peranan penting dalam penyebaran gagasan tentang budaya
popular untuk mendistribusikan ide-ide, seperti ide budaya. Hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa budaya lokal akan terkikis
dengan adanya penyebaran budaya populer melalui media dan membuat identitas yang menjadi ciri khas sebuah daerah semakin tergerus. Pesan dan tema iklan
politik yang baik mudah diingat oleh masyarakat, sehingga besar kemungkinan mereka akan memberikan suaranya kepada calon pemimpinya yang dihasung oleh
partai politik atau independen. Seperti halnya pada Pilkada Jawa Barat yang sudah dilakukan beberapa bulan yang lalu.
Banyak tema iklan yang diangkat oleh masing-masing calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, seperti pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Tenten
Masduki yang memilih Joko Widodo Jokowi sebagai aktor dalam iklan politiknya, yang telah terbukti berhasil dengan program-programnya sehingga
bisa menarik minat masyarakat untuk memilihnya. Selain itu, pasangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar juga tidak mau kalah dengan pasangan lainnya.
Ahmad Heryawan adalah Gubernur incumbent atau petahana yang tentunya sudah mempunyai kedekatan lebih dengan masyarakat dibanding pasangan yang lain.
Dalam Pilkada Jawa Barat periode 2013-2018 ini, sosok yang akrab disapa Aher itu menggandeng Deddy Mizwar sebagai calon Wakil Gubernurnya. Ada
berbagai versi iklan yang dibuat oleh pasangan ini, mulai dari versi “Kuis”, versi “Dicky Chandra”, versi “Didi Petet”, versi “Berdoa” dan versi “Oni Kabayan”
dengan durasi waktu berbeda-beda. Sebagian besar versi iklan tersebut memperlihatkan unsur budaya Sunda sebagai ciri khas yang dimilikinya dan dapat
membedakan dengan iklan politik dari pasangan lainnya. Dalam iklanya pasangan ini menggunakan media televisi yang disiarkan oleh stasiun televisi nasional
mulai dari RCTI, SCTV, Metro TV, ANTV, Indosiar, dan lain-lain. Tentunya bisa disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satu unsur budaya Sunda yang terdapat dalam iklan politik dari pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar dapat dilihat dari bahasa dan pakaian
yang digunakan. Pasangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar mampu memenangkan Pilkada Jawa Barat periode 2013-2018 dengan perolehan suara
6.515.313 atau 32,39. Identitas budaya dapat dikatakan sebagai rasa
kepemilikan seseorang terhadap budaya atau etnik di daerah asalnya. Identitas budaya yang sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat menjadi
pilihan yang cukup tepat untuk meraih kepercayaan masyarakat. Dari berbagai argumen diatas , peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait judul
tersebut. Hal itu dikarenakan peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai identitas budaya sunda yang terpresentasikandalam iklan calon Gubernur dan
Wakil Gubernur Jawa Barat Periode 2013-2018, Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis iklan tersebut. Semiotika adalah suatu ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah seperangkat yang
dipakai dalam rangka upaya berusaha mencapai jalan di dunia ini, di tengah –
tengah manusia dan bersama – sama manusia Sobur, 2004:15. Peneliti
menggunakan jenis semiotika komunikasi dikarenakan semiotika komunikasi dapat digunakan untuk mengkaji sebuah iklan dari perspektif semiotika, dan juga
untuk membedakan sistem dalam sebuah iklan dengan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang. Sobur berpendapat bahwa pada dasarnya lambang
yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis, yaitu verbal dan non verbal Sobur, 2004:vi.
B. Rumusan masalah