Makna Kepemimpinan Islami Dalam Iklan Politik Di Televisi (Analisis Semiotika Iklan Kampanye Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013)

(1)

(Analisis Semiotika Iklan Kampanye Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun oleh :

Arief Fadillah

NIM: 109051000217

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H./2014 M.


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini hasil jiplakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Oktober 2013


(5)

v

MAKNA KEPEMIMPINAN ISLAMI DALAM IKLAN POLITIK DI TELEVISI (Analisis Semiotika Iklan Kampanye Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013)

Pemimpin yang islami ialah pemimpin yang mau menjadi pelayan bagi rakyat yang dipimpinnya. Hal ini sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan bagi kelompok tersebut (HR Abu Na’im). Memilih pemimpin merupakan suatu keharusan dalam Islam. Untuk itu Islam memiliki figur pemimpin yang patut diteladani dan ditiru kepemimpinannya yakni Rasulullah SAW. Sebagai umat Islam sudah sepatutnya kita meneladani dan meniru gaya kepemimpinan ataupun sifat dan karakter memimpin yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Pertanyaan penelitian adalah bagaimana makna kepemimpinan islami dalam tayangan iklan kampanye Aher-Demiz versi judul doa?

Kepemimpinan islami ialah upaya mengungkapkan kepribadian Rasulullah Muhammad SAW dalam menjalankan kepemimpinan. Pemimpin yang islami harus memiliki karakter yang dekat dengan prinsip-prinsip Islam. Tujuan dari seorang pemimpin yang islami yaitu untuk mensejahterahkan rakyat yang dipimpinnya.

Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian yang bersifat kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Fokus penelitian adalah pada makna kepemimpinan islami yang terdapat dalam iklan pasangan Aher-Demiz versi judul doa. Peneliti menggunakan metode analisis semiotika model Charles Sanders Peirce.

Hasil penelitian menemukan bahwa iklan mengandung makna kepemimpinan islami. Iklan ini digunakan untuk menciptakan citra sebagai pemimpin berkarakter seperti kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu pemimpin yang amanah, melayani rakyatnya dan memiliki tujuan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Keyword: Pemimpin, Kepemimpinan islami, Iklan Pasangan Aher-Demiz versi judul doa, Semiotika Charles Sanders Peirce.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT dzat Maha

Sempurna yang senatiasa menyempurnakan kenikmatan kepada hamba-Nya. Dengan segala karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian ini, sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad SAW berserta sahabat dan keluarganya.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun untuk melengkapi salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulis tidak akan mampu menyelesaikan tanpa bantuan dari pihak lain. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil.

Selanjutnya, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta Wadek I Dr. Suparto, M.Ed, Wadek II Drs. Jumroni, M.Si, dan Wadek III Drs. Wahidin Saputra, MA.

2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.


(7)

vii

3. Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Fauzun Jamal, Lc selaku Pembimbing Akademik KPI G 2009 yang

selalu mendengarkan keluh kesah kami dan pengarahannya dari semester 1 sampai saat ini.

5. Bapak Muchammad Nasucha, M.Si dan Ibu Bintan Humeira, M.Si yang telah memberikan pengarahan pada awal pengajuan proposal skripsi ini. 6. Kedua orangtua saya, Bapak Ibrahim dan Ibu Hamilah yang tak pernah

berhenti berusaha mendidik anaknya dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Kaka saya Rhienny Hijriah dan Adik saya Astrid Karolina Agustin 7. Dewi Nirmala yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan motivasi,

serta bantuan moril kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa disebutkan tapi tidak mengurangi rasa hormat saya pada teman-teman semua, terima kasih banyak ya teman.

Semoga semua bantuan dan do’anya akan menjadi amal ibadah dan mendapatkan balasan yang berlimpah dari Allah SWT. Penulis mohon maaf apabila tanpa sengaja melakukan kesalahan dalam penulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin Ya Rabbal’alamin. Wassalam.

Jakarta, 23 Oktober 2013


(8)

viii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D.Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KERANGKA TEORITIS ... 11

A.Semiotika Charles Sanders Peirce ... 11

1. Tripologi Tanda ... 13

2. Semiotika pada Iklan ... 16

3. Semiotika pada Iklan Televisi ... 18

B.Komunikasi Politk ... 19

C.Iklan ... 22

1. Pengertian Iklan ... 22

2. Fungsi Periklanan ... 24

D.Iklan Politik Televisi ... 25

E. Semiotika Dalam Iklan Politik ... 28

F. Kepemimpinan dalam Konsep Islam ... 29

1. Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW ... 33

2. Kepemimpinan Islami ... 36

BAB III PROFIL AHMAD HERYAWAN-DEDDY MIZWAR ... 42

A. Riwayat Hidup Ahmad Heryawan ... 42

B. Riwayat Hidup Deddy Mizwar ... 48

C. Narasi Iklan Kampanye Pasangan Aher-Demiz judul Doa ... 52

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 54

A. Analisis Iklan Doa Pasangan Aher-Demiz dalam semiotika Charles Sander Peirce ... 54

B. Interpretasi Penelitian ... 69


(9)

ix

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Semiotika Peircean ... 15

Tabel 2 Analisis Scene Satu (Orang Berdoa) ... 55

Tabel 3 Analisis Scene Dua (Deddy Mizwar Berdoa) ... 55

Tabel 4 Analisis Scene Tiga (Ahmad Heryawan Berdoa) ... 57

Tabel 5 Analisis Scene Empat (Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Berdoa Bersama) ... 60

Tabel 6 Analisis Scene Lima (Tangan Ahmad Heryawan) ... 62

Tabel 7 Analisis Scene Enam (Telinga Deddy Mizwar) ... 64

Tabel 8 Analisis Scene Tujuh (Mata dan Telinga Deddy Mizwar) ... 65

Tabel 9 Analisis Scene Delapan (Raut Muka Deddy Mizwar Ketika Berdoa) ... 67


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Semiotika Peircean ... 15

Gambar 3.1 Banner Kampanye Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar ... 52

Gambar 4.1 Tangan Deddy Mizwar ... 54

Gambar 4.2 Deddy Mizwar Berdoa ... 56

Gambar 4.3 Ahmad Heryawan Berdoa ... 58

Gambar 4.4 Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Berdoa Bersama ... 59

Gambar 4.5 Tangan Ahmad Heryawan ... 61

Gambar 4.6 Telinga Deddy Mizwar... 63

Gambar 4.7 Mata dan Telinga Deddy Mizwar... 64

Gambar 4.8 Raut Muka Deddy Mizwar Ketika Berdoa ... 66


(12)

1

A.Latar Belakang Masalah

Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua elemen yang saling berkaitan. Pemimpin adalah seseorang yang memimpin suatu kelompok. Kepemimpinan (George R. Terry (2006 : 495)) adalah kegiatan atau cara seorang pemimpin untuk mempengaruhi yang dipimpinnya agar mau mengikuti untuk mencapai tujuan kelompok tersebut secara sukarela.

Dalam pandangan Islam kehadiran seorang pemimpin sangatlah penting. Dengan adanya pemimpin tujuan hidup umat Islam menjadi jelas terarah. Oleh karena itu Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memilih pemimpin. Argumentasi yang dikemukakan adalah pengangkatan imam itu merupakan usaha untuk menolak kejahatan, dan kejahatan itu tidak mungkin tertolak tanpa adanya imam.1

Pemilihan kepala daerah merupakan ajang lima tahunan yang dilakukan untuk menentukan siapa yang berhak menjadi kepala daerah dalam hal ini Gubernur. Momen ini merupakan titik sentral perubahan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut.

Dalam pesta demokrasi ini selalu ada kandidat-kandidat yang mencalonkan diri sebagai CAGUB (Calon Gubernur) dan CAWAGUB (Calon Wakil Gubernur). Dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 kali ini terdapat 5 pasang kandidat CAGUB dan CAWAGUB. Kelima pasang itu adalah Dikdik Mulyana

1

Moh Mufid, Politik dalam Perspektif Islam(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), cetakan 1, h. 37.


(13)

Arief Mansur-Cecep Nana Suryana Toyib, Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar, Dede Yusuf-Lex Laksamana, Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki, dan Irianto MS Syafiuddin-Tatang Farhunul Hakim. Terdapat dua pasangan incumbent yakni Gubernur Jawa Barat sekarang Ahmad Heryawan yang berpasangan dengan Deddy Mizwar dan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf yang berpasangan dengan Lex Laksamana.

Umat Islam dalam menentukan seorang pemimpin sudah memiliki figur dan pelaku yang pantas untuk diteladani. Dalam Islam figur pemimpin yang ideal yang patut diteladani ialah Rasulullah Muhammad SAW. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

رخ ْلا مْويْلاو هَّلا وجْري اك ْ ل ةنسح ةوْس هَّلا وسر يف ْم ل اك ْ قل

اريثك هَّلا رك و



“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21)2.

Ayat tersebut telah menunjukkan bahwa Rasulullah SAW merupakan manusia yang sempurna yang memiliki akhlak yang mulia. Sehingga tidak diragukan untuk dijadikan sebagai suri tauladan tak terkecuali dalam hal menjadi pemimpin dan memimpin umat.

Sebagaimana peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin dalam perspektif Islam yakni sebagai pelayan dan pemandu bagi rakyatnya.3 Rasulullah

2

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 420.

3


(14)

SAW memiliki empat sifat wajib yang berkaitan dengan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi. Empat sifat tersebut yakni Amanah, Fatanah,

Siddiq, dan Tabligh. Mencari pemimpin yang tepat berarti menemukan empat sifat Nabi SAW itu dalam pribadi seorang calon pemimpin. Kepemimpinan Rasulullah SAW memang tidak dapat ditiru sepenuhnya, namun sebagai umat Islam harus berusaha untuk meniru dan meneladani kepemimipinan Rasulullah SAW tersebut. Untuk memilih seorang pemimpin yang tepat kita harus mengenali karakter atau pribadi orang tersebut dalam memimpin.

Guna mendapatkan dukungan dari masyarakat para kandidat CAGUB dan CAWAGUB tersebut membuat strategi. Strategi yang dilakukan ialah dengan membuat kampanye. Sebagaimana yang dikutip oleh Arnold Steinberg kampanye politik ialah suatu usaha yang formal dan tegas, serta diorganisir sebaik-baiknya, untuk mendapatkan kekuasaan atau jabatan resmi.4 Kampanye dilakukan melalui iklan di media massa atau dikenal dengan sebutan iklan politik. Iklan politik ialah upaya menyampaikan pesan verbal visual perikehidupan politik yang didesain secara komunikatif5.

Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar mengeluarkan beberapa iklan

politik selama periode kampanye kali ini. Salah satunya yang berjudul “Doa”. Dalam tayangan yang berdurasi 30 detik tersebut pasangan yang dikenal dengan panggilan Aher-Demiz ini berusaha menciptakan atau memunculkan suatu citra positif, yakni citra sebagai pemimpin yang islami. Di mana dalam tayangan iklan

4

Arnold Steinberg, Kampanye Politik Dalam Praktek (Jakarta: PT Intermasa, 1981), h. 13

5Sumbo Tinarbuko, “Menyorot Keberadaan Alat Peraga Kampanye,” artikel di akses pada

18 Sepetember 2013 dari www.sumbotinarbuko.com/-menyorot-keberadaan-alat-peraga-kamapnye.html


(15)

tersebut terdapat tanda-tanda yang mengasumsikan bahwa pasangan Aher-Demiz ini memiliki karakter kepemimpinan yang islami.

Ada lima hal penting yang membuat peneliti merasa perlu untuk meneliti iklan tersebut. Pertama, iklan kampanye ini merupakan suatu pencitraan dan bentuk pendekatan dari pasangan Aher-Demiz kepada masyarakat Jawa Barat.

Kedua, iklan kampanye ini memiliki makna yang terkandung di dalamnya.

Ketiga, dalam konteks Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) terdapat makna kepemimpinan yang islami dalam penayangan klan kampanye tersebut. Kelima,

semiotika pada iklan politik ditelevisi merupakan hal yang menarik karena televisi merupakan media massa yang bersifat audiovisual.

Pada intinya iklan dimunculkan untuk memberikan citra positif terhadap sesuatu yang diiklankan. Di dalam iklan terdapat banyak tanda-tanda audio dan

visual serta simbol yang bertujuan untuk membentuk citra yang dinginkan. Melalui tanda-tanda kita dapat berkomunikasi. Begitu berartinya suatu tanda sehingga apabila dikaitkan dengan tanda-tanda lainnya akan menemukan suatu makna tersembunyi dari suatu iklan.

Berdasarkan yang sudah dipaparkan oleh peneliti di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Makna Kepemimpinan Islami Dalam Iklan Politik Di Televisi (Analisis Semiotika Iklan Kampanye Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013).


(16)

B.Rumusan Masalah 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana makna kepemimpinan islami disampaikan dalam iklan kampanye Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar versi judul „Doa’?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui makna kepemimpinan islami disampaikan dalam iklan kampanye Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar versi judul „Doa’.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian media dan komunikasi massa. Khususnya kajian mengenai iklan politik dilihat dari analisis semiotika. b. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi

masyarakat agar dapat lebih cermat dalam melihat pesan yang disampaikan oleh media massa, khususnya terkait dengan pesan-pesan politik dalam iklan kampanye pemilihan pemimpin.


(17)

D.Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Bogdan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.6

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.7 Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya

3. Teknik Pengumpulan Data

Berikut ini adalah teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan:

a. Observasi

Merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Menurut Arikunto observasi dapat diartikan sebagai pengamatan, meliputi pemusatan perhatian terhadap

6

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), h. 9

7

Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Tindakan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 72.


(18)

suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.8 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap iklan kampanye Aher-Demiz versi judul „Doa’.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode yang mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.9 Dalam hal ini, peneliti mengambil dokumentasi iklan kampanye Aher-Demiz dengan mengunduh file video dari website www.youtube.com.

4. Teknik Analisis Data Kualitatif

Menurut Moleong analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja.10

Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen: 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitentiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskannya apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.11

8

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 145

9

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 206

10

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 280.

11

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 248.


(19)

Teori yang digunakan ini bertujuan untuk melihat tanda berupa gambar dan teks. Metode ini diawali dengan pendefinisian objek analisis dan pengumpulan tanda yang akan dikaji serta pengklasfikasian tanda. Objek analisis dalam kajian ini adalah iklan pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar yang berjudul “Doa”.

Selanjutnya akan diamati tanda-tanda yang terdapat dalam tayangan tersebut. Pada level ini, analisis yang dilakukan menyangkut pengklasifikasian dan mengidentifikasi dari tanda audio dan visual.

Sebuah tanda atau representamen adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu oleh Peirce disebut Interpretant-dinamakan sebagai interpretan dari tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada objek tertentu. Dengan demikian menurut Peirce sebuah tanda memiliki relasi „triadik’ langsung dengan interpretan dan objeknya. Peirce mengatakan bahwa tanda-tanda dalam gambar dapat digolongkan ke dalam ikon, indeks, dan simbol (North, 1995:45).12

E.Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang membahas tentang analisis semiotika. Ada beberapa tulisan yang membicarakan mengenai analisis semiotika dan menjadi acuan dalam penelitian ini, diantarnya yaitu:

Skripsi dengan judul “Analisis Semiotika Iklan Politik Partai Bulan Bintang di Media Televisi (Versi Profil Syariah)”. Karya Noviyanto mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

12


(20)

Penelitian ini menggunakan model Charles Sanders Peirce dengan metode penelitian analisis deskriptis. Hasil penelitian ini adalah dapat mengetahui tanda, makna, dan pesan yang terdapat pada iklan politik Partai Bulan Bintang.

Skripsi dengan judul “Analisis Semiotika Kepemimpinan Dalam Komik

Strip Si Bujang”. Karya Novita Intan Sari mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan model Charles Sanders Peirce dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah dapat mengetahui Representamen, Object dan Interpretan

yang terdapat dalam komik strip Si Bujang pada edisi kepemimpinan.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima bab dan masing-masing dari sub bab, yakni:

BAB I : PENDAHULUAN, pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORITIS, bab ini membahas tentang Semiotika Charles Sanders Peirce, Komunikasi Politik, Iklan, Iklan Politik Televisi, Semiotika Dalam Iklan Politik, Kepemimpinan dalam Konsep Islam.

BAB III : PROFIL AHMAD HERYAWAN-DEDDY MIZWAR, bab ini berisi profil CAGUB (Ahmad Heryawan) dan CAWAGUB


(21)

BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA, bab ini membahas tentang analisis iklan kampanye pasangan Aher-Demiz versi judul „Doa’. Interpretasi Penelitian.

BAB V : PENUTUPAN, bab ini adalah bab terakhir yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran peneliti.


(22)

11

A.Semiotika Charles Sanders Peirce

Istilah semiotik diperkenalkan oleh Hippocrates (460-377 SM), penemu ilmu medis Barat, seperti ilmu gejala-gejala.1 Gejala menurut Hippocrates merupakan Semeion yang dalam bahasa Yunani berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya. Dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas.2

Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederatan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1976: 6)3. Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang

memiliki unit dasar dengan „tanda’. Eco menyebut tanda sebagai suatu „kebohongan’. Menurut Eco pada prinsipnya semiotika adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta. Definisi ini meskipun agak aneh secara eksplisit menjelaskan betapa sentralnya konsep dusta di dalam wacana semiotika, sehigga dusta tampaknya menjadi prinsip utama

1

Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna. Penerjemah Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari (Yogyakarta: Jalasutra, 2012), h. 6.

2

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 5.

3

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 7.


(23)

semiotika. Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (represantemen), berfungsinya tanda dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Menurut Peirce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu (Eco, 1979 :15). Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Peirce disebut sebagai objek.

Semiotika memiliki tiga wilayah kajian4:

1. Tanda. Wilayah ini meliputi kajian mengenai jenis tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam menghasilkan makna, dan cara tanda tersebut berhubungan dengan orang yang menggunakannya.

2. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda diorganisasi. 3. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi.

Peirce merujuk bagan tiga dimensi ini sebagai ke-pertamaan, ke-duaan, dan ke-tigaan. Tanda mulai sebagai struktur sensorik, yaitu sebagai sesuatu yang dibuat untuk mensimulasi objek dalam kerangka properti sensoriknya. Kemudian tanda digunakan oleh pengguna tanda untuk membangun koneksi dengan objek, bahkan jika objek aktualnya tidak hadir untuk dipersepsi indera (=ke-duaan). Terakhir, tanda itu sendiri menjadi sumber pengetahuan mengenai dunia, saat ia memasuki dunia budaya dan didistribusikan untuk penggunaan umum (=ke-tigaan).5

4

John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), Edisi 3 h. 66.

5

John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), Edisi 3, h.68


(24)

Teori semiotika Peirce sering disebut sebagai grand theory. Karena gagasan Peirce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal.6

1. Tripologi Tanda

Pembedaan tipe-tipe tanda yang agaknya paling simpel dan fundamental adalah di antara ikon, indeks, dan simbol yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya (Peirce).7

Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat

dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen

dan objeknya terwujud sebagai “kesamaan dalam beberapa kualitas”. Misalnya

suatu peta atau lukisan misalnya, memiliki hubungan ikonik dengan objeknya sejauh keduanya terdapat keserupaan.

Menurut Zoest, ikon dapat dijelaskan dalam tiga bentuk; 1). Ikon spasial atau topologis, yang ditandai dengan adanya kemiripan antara ruang atau profil dan bentuk teks dengan apa yang dijadikan acuannya; 2). Ikon relasional atau diagramatik di mana terjadi kemiripan antara hubungan dua unsur tekstual dengan hubungan dua unsur acuan; 3). Ikon metapora, di mana hubungan dilihat bukan lagi karena adanya kemiripan antara tanda dan acuan, melainkan antara dua acuan, yang mana kedua-duanya diacu dengan tanda yang sama, yang bersifat langsung dan tidak langsung. Dalam konteks seni, ikon metafora (menurut

6

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 13.

7

Kris Budiman, Semiotika Visual (Konsep, Isu dan Problem Ikonitas), (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), cetakan 1


(25)

Dahana, dalam Sobur, 2004) biasanya muncul dalam bentuk parabel, alegori atau kisah metafisis.8

Indeks yaitu tanda yang memiliki keterikatan fenomenal atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat konkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Misalnya, jejak kaki di atas permukan tanah, merupakan indeks dari seseorang yang telah lewat di sana.

Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Tanda-tanda seperti kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Simbol biasa diartikan sebagai suatu lambang yang ditentukan oleh objek dinamisnya dalam arti ia harus benar-benar diinterpretasi. Interpretasi yang dimaksudkan adalah satu upaya pemaknaan terhadap lambang-lambang simbolik dengan melibatkan unsur dari proses belajar, berdasarkan pengalaman sosial dan kesepakatan dalam masyarakat tentang makna lambang tersebut. Contoh, bendera disepakati sebagai lambang yang bersifat simbolik dari suatu bangsa yang karenanya segenap warga bangsa melakukan penghormatan terhadapnya.

Representamen adalah sesuatu yang bersifat indrawi atau material yang berfungsi sebagai tanda. Kehadirannya membangkitkan interpretan, yakni suatu tanda lain yang ekuivalen (arti yang sama), di dalam benak seseorang (interpreter).

8

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), cetakan 2, h. 158.


(26)

Interpretant, setiap tanda yang dipahami oleh seseorang membangkitkan atau berasosiasi dengan tanda lain di dalam benaknya. Tanda yang kemudian ini merupakan interpretan dari yang pertama. (contoh: sebuah gambar mata menyebabkan munculnya kata mata sebagai interpretan di dalam benak seseorang Indonesia). Sering kali kita menginterpratasikan sebuah ikon melalui simbol atau sebaliknya, simbil melalui ikon. Berdasarkan pengertian tentang tanda yang diinterpretasikan lewat tanda lain ini, sebagai gerakan yang tak berujung pangkal, Eco dan Derrida merumuskan proses semiosis yang tak berkesudahan.9

Tabel 1 Semiotika Peircean Jenis Tanda

(Representamen)

Hubungan antar Tanda

dan Sumber Acuannya Contoh

Ikon

Tanda dirancang untuk

merepresentasikan sumber acuan melaui simulasi atau pesanan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, didengar dan seterusnya, dalam ikon)

Segala macam gambar (bagan, diagram dan lain-lain), photo, kata-kata onomatopoeia dan seterusnya

Indeks

Tanda dirancang untuk

mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan

Jari yang menunjuk, kata keterangan seperti

di sini, di sana, kata ganti seperti aku, kau, ia dan seterusnya

9

Kris Budiman, Kosa Semiotika (Yogyakarta: LkiS, 1999), h. 51.

Representamen (X)

Objek (Y) Interpretan (X=Y)

Gambar 2.1 Semiotika Peircean


(27)

Simbol

Tanda dirancang untuk

menyandikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan

Simbol sosial seperti

mawar, simbol

matematika dan

seterusnya

2. Semiotika pada Iklan

Menurut para ahli semiotika iklan (Gillian Dyer, Torben Vestergaard atau Judith Williamson) bahwa sebuah iklan selalu berisi unsur tanda yakni berupa objek yang diiklankan; konteks berupa lingkungan, orang atau makhluk lainnya yang memberikan makna pada objek dan teks yang memperkuat makna serta unsur bunyi dan ucapan.10 Dari pandangan-pandangan para ahli semiotika periklanan dapat dilihat bahwa ada dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan, yang membedakan iklan secara semiotik dengan objek seni pada umumnya.

Mengkaji tanda verbal (judul, teks) dan tanda visual (ilustrasi, logo, tipografi, dan tata visual). Melalui pendekatan teori semiotika, diharapkan karya desain komunikasi visual mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang terkandung di dalamnya.

Tanda verbal akan didekati pada aspek ragam bahasa, tema dan pengertian yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda tersebut dilihat dan dibaca dari dua aspek tersebut kemudian diklasifikasikan, dan dicari hubungan antara yang satu dengan lainnya. Simbol, ikon, indeks merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek dan konsep (interpreatant).

10

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika (Gaya, Kode Matinya Makna), (Bandung: Matahari, 2012), edisi 4 cetakan 1 h. 341.


(28)

Bentuk biasanya menimbulkan persepsi setelah dihubungankan dengan objek dan akan menimbulkan interpretant. Proses ini merupakan proses kognitif yang terjadi dalam memamahami pesan iklan.11

Di dalam sistem semiotika komunikasi visual melekat fungsi komunikasi yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan dari sebuah pengirim pesan kepada para penerima tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Fungsi komunikasi mengharuskan ada relasi antara pengirim dan penerima pesan yang dimediasi oleh media tertentu. Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi tetapi bentuk-bentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikasi, yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi atau makna.12

Alat dalam komunikasi periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi lainnya yang sering dipergunakan yaitu gambar, warna dan bunyi. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya melalui sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun berupa ikon. Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis yaitu verbal dan nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan yang tidak secara meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna yang serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya seperti gambar benda, orang atau binatang (Sobur, 2003 : 116). Yang penting

11

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), cetakan 3, h. 14.

12

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika (Gaya, Kode Matinya Makna), (Bandung: Matahari, 2012), edisi 4 cetakan 1, h. 339.


(29)

dalam meneliti iklan adalah penafsiran kelompok sasaran dalam proses interpretan.

Penafsiran yang bertahap ini merupakan segi penting dalam iklan, proses seperti ini disebut semiosis(Hoed, 2001 : 97). Menurut Berger (2000 : 199), bila akan menganalisis iklan kita harus mengambil iklan dengan orang, objek, latar belakang menarik, naskah yang menarik. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis iklan :

1 Penanda dan petanda 2 Gambar, indeks dan simbol

3 Fenomena sosiologi, demografi orang dalam iklan dan orang-orang yang menjadi sasaran iklan, refleksikan kelas-kelas sosial ekonomi, gaya hidup dan sebagainya.

4 Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk, melalui naskah dan orang-orang yang dilibatkan dalam iklan.

5 Desain dari iklan, termasuk tipe perwajahan yang digunakan, warna dan unsur estetik yang lain.

6 Publikasi yang ditemukan di dalam iklan dan khayalan yang diharapkan oleh publikasi tersebut.

3. Semiotika pada Iklan Televisi

Dalam meneliti semiotika pada media seperti televisi ini harus memahami karakterisitik yang dimiliki oleh media tersebut. Televisi memiliki karakter sebagai media yang menggabungkan unsur audio dan visual. Dalam mengkaji iklan yang ada ditelevisi hal yang harus diperhatikan yaitu melihat kembali


(30)

kepada kedua karakteristik tersebut. Audio dalam hal ini menyangkut suara yang digunakan dalam iklan tersebut. yakni bisa berupa tanda verbal seperti narasi yang diucapkan ataupun musik pengiring iklan. Visual, berarti yang menjadi perhatian ialah gambar, adegan atau tayangan yang muncul dalam iklan tersebut.

Iklan televisi bekerja efektif karena menghadirkan pesan dalam bentuk

verbal dan nonverbal sekaligus. Sebagai sistem pertandaan, maka iklan sekaligus menjadi sebuah bangunan representasi. Tampilan iklan di televisi senantiasa melibatkan tanda dan kode. Setiap bagian iklan pun menjadi “tanda” atau sign, yang secara mendasar berarti sesuatu yang memproduksi makna (Thwaites et al., 2002: 9).

Tanda berfungsi mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan) serangkaian konsep, gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seorang penonton untuk men-decode atau menginterpretasikan maknanya. Jika tanda adalah material atau tindakan yang menunjuk sesuatu, kode adalah sistem di mana tanda-tanda diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda dihubungkan dengan yang lain. Dalam iklan, kode-kode yang secara jelas dapat dibaca adalah bahasa berupa narasi atau unsur tekstual, audio, dan audiovisual.

B.Komunikasi Politik

Dan Nimmo mendefinisikan komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun


(31)

potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan konflik.13

Dalam bukunya Gun Gun Heryanto membagi komunikasi politik ke dalam dua kajian. Komunikasi politik dalam kajian politik, dapat dipahami sebagai aktifitas politik atau upaya-upaya pembentukan kesepakatan, misalnya, kesepakatan menyangkut bagaimana pembagian sumberdaya kekuasaan atau bagaimana kesepakatan tersebut dibuat. Sementara dalam kajian komunikasi, komunikasi politik dipahami sebagai pesan bercirikan politik untuk mempengaruhi pihak lain dalam mencapai tujuan yang direncanakan.14

Komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan yang bercirikan politik dari komunikator politik kepada khalayak politik melalui media tertentu yang bertujuan mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu kepentingan tertentu di masyarakat.15 Media massa dinilai efektif oleh para pelaku politik dalam melakukan komunikasi politiknya. Karena sifat media massa mampu menyampaikan pesan secara serempak kepada khalayak luas yang heterogen.

Swanson dan Nimmo (dalam New Direction in Political Communication, 1990) menitikberatkan komunikasi politik adalah studi tentang strategi penggunaan komunikasi untuk mempengaruhi pengetahuan publik, kepercayaan,

13

Dan Nimmo, Komunikasi Politik Khalayak dan Efek ( Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001), h. 88.

14

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik.(Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN JKT, 2011), h. 3.

15

Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik.(Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN JKT, 2011), h. 4.


(32)

dan tindakan politik; serta studi terhadap keterkatitan kampanye politik sebagai suatu objek.16

Salah satu tujuan komunikasi politik adalah menciptakan, membangun, dan memperkuat citra (image) politik di tengah masyarakat khususnya pemilih. Seperti diungkapakan oleh Arifin (2003), salah satu tujuan dari komunikasi politik adalah membentuk citra politik yang baik bagi khalayak.17 Menurut Water Lippman (1965) citra adalah pictures in our head atau dunia menurut persepsi kita. Citra politik menurut Cangara (2007) adalah idenditas politik yang merupakan visualisasi dari atribut yang diberikan dan dipersepsikan oleh pihak luar tentang seorang kandidat maupun partai politik.18 Citra seorang politisi dapat dibentuk melalui iklan di media massa baik cetak maupun elektronik. Citra politik itu terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual.

Para politisi memanfaatkan iklan sebagai media untuk melakukan komunikasi politiknya. Melalui iklan politik yang disiarkan di televisi citra seorang politisi akan mudah diterima dan terbentuk ke dalam benak khalayak. Hal ini dikarenakan televisi sudah menjadi bagian hidup dari keseharian masyarakat di Indonesia. Banyak dari penduduk di Indonesia mejadikan televisi sebagai sumber kebenaran. Menurut Dedy Jamaluddin Malik, media telah menjadi sarana

16Novita Damayanti, “Analisis Semiotika Iklan Politik Pilpres 2009,”

Wacana Vol X, No $ (November 2011): h. 53

17

Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi Komunikasi Politik Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 5.

18


(33)

dalam upaya perluasan ide-ide, gagasan-gagasan dan pemikiran terhadap kenyataan sosial. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2006 menghasilkan 86 persen dari seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas di Indonesia memiliki aktivitas rutin mengikuti acara televisi dalam seminggu.19 Hal ini memungkinkan televisi merasuki pikiran penikmatnya dengan sangat persuasif. Dengan begitu media telah menjadi sarana komunikasi politik para politisi dalam menyampaikan dan membentuk citranya kepada khalayak khususnya pemilih.

C.Iklan

1. Pengertian Iklan

Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani, yang artinya

„menggiring orang pada gagasan’.20

Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Morrison dalam bukunya mendefinisikan iklan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor” (Setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui). Ada pun maksud „dibayar’ ialah menunjukan bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli. Maksud kata „nonpersonal’

yaitu suatu iklan melibatkan media massa seperti koran, majalah, radio, dan

19Komaruddin Hasan, “Komunikasi Polit

ik dan Pecitraan (Analisis Teoritis Pencitraan Politik di Indonesia)” artikel diakses pada 17 Januari 2014 dari http://kamaruddin-blog.blogspot.com/2010/10/komunikasi-politik-dan-pecitraan.html

20Anwar Efendi, “Bahasa dan Pembentukan Citra dalam Komunikasi

Periklanan di Televisi,” Komunika, Vol. 2, No. 2 (Juli – Desember 2008), h. 140.


(34)

televisi yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan.21

Jefkins mendefinisikan periklanan adalah pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya.22 Periklanan merupakan salah satu alat dari alat yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat.

Sebenarnya di Indonesia sendiri istilah iklan sering disebut dengan istilah lain, yaitu advertensi dan reklame. Kedua istilah itu diambil dari bahasa Belanda (advertensi) dan bahasa Prancis (reclame). Namun secara resminya, sebutan iklan lebih sering digunakan dibanding dengan kedua kata tersebut. Soedardjo lebih memilih rujukan dari bahasa Arab untuk menyebut advertentie atau reklame. Ia melafalkan kata I’lan dalam bahasa Arab untuk diucapkan ke dalam lidah orang Indonesia sebagai istilah iklan. Istilah inilah yang sampai sekarang ini populer digunakan. Pilihan Soedardjo ini karena semangat anti-Barat yang mana pada masa itu Belanda sedang menjajah Indonesia.23

Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia (MPI) mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan (Riyanto, 2001) diartikan sebagai keseluruhan proses

21

Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta: Kencana, 2010), edisi 1, h. 17.

22

Frank Jefkins. Periklanan (Jakarta: Harcourt College Publisher, 1996), h.5.

23

Rendra Widyatama, Pengatar Perikalanan (Jakarta: Buana Pustaka Indonesia, 2005), cetakan 1, h. 14.


(35)

yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksaan dan pengawasan penyampaian iklan.24 Pada dasarnya tujuan periklanan adalah agar produknya terjual atau laku. Seperti yang dikatakan oleh Frank Jefkins: advertising aims to pursuade people to buy. 25 Karena iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli,

2. Fungsi Periklanan

Menurut Terence A. Shimp (2003), secara umum periklanan mempunyai fungsi komunikasi. Ada beberapa fungsi iklan, yaitu:26

a) Informasi, iklan mengkomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan lokasi penjualannya serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.

b) Persuasif, iklan mencoba membujuk para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau mengubah sikap merek-mereka terhadap produk atau perusahaan tersebut.

c) Pengingat, iklan terus-menerus mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka akan tetap membeli produk yang diiklankan tanpa memperdulikan merek pesaingnya.

d) Nilai tambah, memberikan nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang lebih elegan, bergaya, bergengsi dan lebih unggul dari tawaran pesaing.

e) Mendampingi, memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran. Sebagai contoh, periklanan mungkin digunakan sebagai

24

Rendra Widyatama, Pengatar Perikalanan (Jakarta: Buana Pustaka Indonesia, 2005), cetakan 1, h. 16.

25

Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan (Konsep dan Aplikasinya di Indonesia), (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), cetakan 5, h. 9.

26

Terence A. Shimp. Promotion Management and Marketing Communication. Penerjemah oleh Revyani, (Jakarta: Erlangga, 2003), edisi 5, jilid 1, h. 357.


(36)

alat komunikasi untuk meluncurkan promosi-promosi penjualan seperti kupon-kupon dan undian. Peran penting lain dari periklanan adalah membantu perwakilan dari perusahaan.

D.Iklan Politik Televisi

Iklan politik adalah “political advertising refers to the purchase and use of advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political

messages to a mass audience”. Melalui iklan politik para calon bisa mengkomunikasikan pesan-pesan, ide, dan programnya kepada para calon pemilih.27 Lynda Lee Kaid mendefinisikan iklan politik sebagai proses komunikasi melalui sumber (kandidat atau partai politik), mengambil kesempatan untuk mengekspos komunikan melalui saluran media massa dari pesan-pesan politik untuk memengaruhi sikap, kepercayaan dan perlaku politik khalayak.28 Pada dasarnya iklan politik menggambarkan suatu mekanisme yang konvergen sifatnya. Jadi sifat utama dari iklan politik adalah one-to-many-communication

terhadap individu-individu dalam massa yang heterogen sifatnya.29

Konten dan pesan yang disampaikan melalui iklan politik tersebut selalu berisi muatan politik. Di mana isinya tidak jauh dari untuk memperkenalkan kandidat ataupun seruan untuk memilih kandidat yang diiklankan. Muatan pesan

27

Hafied Cangara, Komunikasi Politik (Konsep, Teori, Strategi) (Jakarta: Rajawali,2011)

28

Gun Gun Heryanto, dkk., Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011)

29


(37)

dalam sebuah iklan politik tentunya meliputi informasi visi misi politik, jargon, platform, program politik, dan juga fungus produk yang disampaikan.30

Iklan politik di Indonesia muncul sejak era reformasi.31 Semula iklan politik hanya muncul pada media cetak dan radio saja. Seiring dengan berkembangnya zaman maka iklan politikpun muncul pada media massa seperti televisi. Televisi memiliki kekuatan audio visual yang dahsyat dari segi interaksi. Dengan kekuatan audio visual ini televisi menjadi satu media yang sangat diunggulkan dalam melakukan pendekatan secara persuasif kepada khalayak.

Seiring perkembangan televisi yang sedemikian rupa dan telah menjangkau hampir setiap rumah tangga. Kini televisi sudah menjadi salah satu media yang dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat di Indonesia untuk mendapatkan informasi.32 Sehingga televisi menjadi media yang sangat relevan digunakan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Dengan demikian, iklan politik di televisi menjadi sangat efektif sebagai cara untuk menjangkau rakyat pemilih.

Wilbur Schramm (1955) mengajukan syarat-syarat untuk berhasilnya suatu pesan, yaitu; pertama pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan itu dapat menarik perhatian khalayak; kedua pesan haruslah menggunakan tanda-tanda yang sudah dikenal oleh komunikator dan khalayak sehingga kedua pengertian itu bertemu; ketiga pesan harus membangkitkan

30

Gun Gun Heryanto, dkk., Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h. 58-59.

31

Farid Hamid, dkk., Ilmu Komunikasi (Sekarang dan Tantangan Masa Depan) (Jakarta: Kencana, 2011)

32

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Media Televisi) (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 33.


(38)

kebutuhan pribadi daripada sasaran dan menyarankan agar cara-cara tersebut tepat mencapai kebutuhan itu; dan keempat pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi khalayak.33

Dunia periklanan melihat televisi adalah media yang paling ideal untuk penyampaian ide iklan, karena kemampuan audio visualnya. Melalui kekuatan

audio visualnya iklan televisi tidak saja mampu menampilkan citra produk yang artistik dan rasional, namun juga mampu mengkonstruksi image produk kepada pemirsa dengan optimal.

Iklan televisi mengambil peran penting, dalam :

1. Membangun dan mengembangkan citra positif bagi suatu perusahaan dan produk yang dihasilkan, melalui proses sosialisasi yang terencana dan tertata dengan baik.

2. Membentuk publik opini yang positif terhadap perusahaan atau produk tersebut.

3. Mengembangkan kepercayaan masyarakat terhadap produk konsumsi dan perusahaan yang memproduksinya.

4. Menjalin komunikasi secara efektif dan efisien dengan masyarakat luas, sehingga dapat terbentuk pemahaman dan pengertian yang sama terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan pada masyarakat oleh perusahaan tersebut. Mengembangkan alih pengetahuan

33

Anwar Arifin, Komunikasi Politik; Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi Komunikasi Politik Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 163.


(39)

E. Semiotika Dalam Iklan Politik

Iklan politik di televisi juga dimaknai sebagai alat pencitraan yang efektif. Selain karena jangkauannya yang luas, iklan televisi dirasakan sebagai media yang persuasif sehingga khalayak tidak merasa dipaksakan untuk memilih seorang calon pemimpin.

Menurut Hoed, iklan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi tentang suatu produk (ide, barang, dan jasa) tetapi iklan sekaligus bersifat

“mendorong” dan “membujuk” agar orang menyukai, memilih kemudian

membeli. Dalam situasi ini, iklan dapat dimaknai sebagai sarana komunikasi politik yang paling persuasif. Karena sifat iklan yang persuasif, maka suatu iklan politik harus dikemas sedemikian rupa guna menghasilkan citra yang baik. Iklan oleh karenanya harus mengandung tanda atau simbolisasi-simbolisasi tertentu guna mendukung citra yang diinginkan. Iklan adalah alat komunikasi politik yang sangat penting guna mencapai suatu pencitraan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator dari komunikasi politik yang dilakukan.34

Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –”penggabungan kepentingan” (interest aggregation)” dan

“perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi

public policy.35

Iklan politik yang baik juga membutuhkan keahlian dari komunikator dalam menyampaikan visi dan misi politiknya ke dalam iklan tersebut. Untuk

34Ari Pandu, dkk., “Pencitraan Pemimpin Bangsa dalam Iklan Kampanye Pasangan

Presiden dan Wakil Presiden 2009,” Jurnal Riset Komunikasi Vol.1 No. 2 (Desember 2010).

35


(40)

sampai ke tahap persuasif butuh proses salah satunya dengan memasuki nilai-nilai yang dipahami oleh penerima pesan. Para tokoh politik kemudian menggunakan iklan sebagai sarana mencitrakan bahwa diri mereka adalah sosok pemimpin yang ideal sehingga layak untuk dipilih dalam pemilihan umum. Iklan politik mengemas tokoh politik sedemikian rupa supaya mereka memang pantas menjadi pemimpin.

Jika semiotika dikaitkan dengan bekerjanya sebuah iklan politik, maka setiap pesan merupakan pertemuan antara tanda-tanda. Mengingat bahwa iklan politik mempunyai tanda berbentuk bahasa verbal (audio) dan visual, serta merujuk bahwa teks iklan politik dan penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem nonkebahasaan untuk mendukung peran kebahasaannya. Dalam semiotika, maka iklan politik pada hakikatnya bermain-main dengan tanda dan simbolisasi.

Freddy Istanto (2000) melalui analisis semiotika terhadap iklan menemukan bahwa iklan kini tidak secara vulgar langsung bertujuan menjual produknya. Iklan justru dapat mencitrakan produknya dengan cara yang sangat persuasif, kreatif dan menarik.36

F. Kepemimpinan dalam Konsep Islam

Kepemimpinan adalah kegiatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kepemimpinan secara etimologi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

berasal dari kata dasar “pimpin”. Dengan awalan me- menjadi “memimpin” maka berarti menuntun, menunjukan jalan dan membimbing. Dengan kata lain

36Yearry Panji,”Seminar Nasional Periklanan,”

Efektivitas Iklan dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat pada Pilpres 2009,”(Himakom: UNTIRTA, 2009).


(41)

pemimpin adalah orang yang memimpin atau mengetuai atau mengepalai. Bertolak dari kata pemimpin berkembang pula perkataan kepemimpinan, berupa penambah awalan ke dan akhiran an pada kata pemimpin. Perkataan kepemimpinan menunjukan pada sebuah perihal dalam memimpin, termasuk juga kegiatannya.37 Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua elemen yang saling berkaitan. Kepemimpinan adalah cerminan dari karakter atau perilaku seorang pemimpin.

Dilihat dari ajaran Islam berarti kepemimpinan merupakan kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukan jalan yang diridhai Allah SWT. Kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu fitrah bagi setiap manusia. Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin, dan

akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya…” (HR. Bukhari dan Muslim).38Manusia telah diamanahi oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah dimuka bumi.

تأ ا اق ۖ ةفي خ ضْرأْا يف عاج ي إ ة ئا ْ ّر اق ْ إ

ْ م ا يف عْج

ام م ْعأ ي إ اق ۖ

ْ حّ حّس ْح ءام ا فْسي ا يف سْفي

ْعت ا

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

37

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 28.

38

HR. Al-Bukhari dari Abdullah binUmar, Kitab Al-Itq, Bab Karahiyatut Tathaawul alaa Ar-Raqiiq (2416), Muslim, Fii Al-Imaraat,Fadhilatul Imam Adil wa Uqubatul Jair (1829).


(42)

mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah : 30)39.

Firman tersebut dengan jelas mengatakan bahwa manusia sebagai makluk ciptaan Allah SWT yang terpilih untuk menjadi seorang khalifah di bumi. Pengangkatan seorang imam adalah wajib. Kewajiban itu bukan hanya datang dari Allah SWT, melainkan karena kebutuhan manusia itu sendiri. Argumentasi yang dikemukakan adalah pengangkatan imam itu merupakan usaha untuk menolak kejahatan, dan kejahatan itu tidak mungkin tertolak tanpa adanya imam.40 Kewajiban itu juga tersirat dalam firman Allah SWT dalam QS Al-Furqan (25): 74,“… Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang

bertaqwa”.41 Kewajiban memilih pemimpin itu juga pernah diajurkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya yang menyatakan bahwa wajib menunujuk seorang pemimpin diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan.

Pada dasarnya kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk menggerakan sekelompok orang menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan atau disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa.42

Setiap muslim wajib memiliki kemampuan memimipin dan menguasai ilmu kepemimpinan. Berdasarkan pandangan Islam di dalam manajemen harus

39

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 6.

40

Moh Mufid, Politik dalam Persepektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), h. 37.

41

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 366.

42

Veithzal Rivai, Kiat Memimpin dalam Abad ke 21, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 64.


(43)

terdapat sifat ri’ayah atau jiwa kepemimpinan. Sifat ri’yah tersebut dapat dilakukan denga tujuh tindakan sebagai berikut43:

1. Memberikan perhatian atau kepedulian kepada bawahan 2. Membuat perencanaan kerja secara matang dan baik

3. Bersungguh-sungguh dan teliti dalam melaksanakan rencana kerja 4. Melakukan pengawasan secara terus-menerus

5. Menegakkan disiplin dalam waktu kerja 6. Memikul tanggung jawab terhadap hasil akhir 7. Lakukan evaluasi hasil kerja secara berkala

Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinannya masing-masing, karena kepemimpinan berkaitan dengan karakter atau cara memimpin seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan mengkomunikasikan energinya, antusiasmenya, ambisinya, kesabarannya, kesukaannya dan arahannya.44

Setiap umat Islam sebagai pemimpin yang beriman harus berusaha secara maksimal untuk meneladani kepemimpinan Rasulullah sebagai kongkretisasi kepemimpinan Allah SWT.45

Dalam QS An Nisaa’ ayat 64 & 80 dan Al Hasyr ayat 7, mempertegas

bahwa kepemimpinan Allah SWT tidak sekedar dapat dihayati oleh hati nurani orang-orang beriman. Kepemimpian itu secara khusus dan prima telah dikongkretkan dalam kepemimpinan Rasulullah SAW.

43Hery Sucipto, “

Leadership dan Kepemimpinan Dalam Islam,”Dewan Masjid Indonesia (DMI), 14 September 2013.

44

Veithzal Rivai, Kiat Memimpin dalam Abad ke 21, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 67.

45

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 24.


(44)

Kepemimpinan yang sempurna itu sebagai perwujudan kehendak Allah SWT, merupakan rakhmat yang tidak ternilai harganya bagi seluruh umat Islam sepanjang zaman. Namun nilai yang tinggi itu tidak ada artinya jika setiap umat Islam tidak berusaha mencontoh dan meneladaninya untuk diterapkan dalam lingkungan masing-masing.46

1. Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW

Kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai perwujudan kepemimpinan Allah SWT bagi umat manusia, rahasianya hanya ada pada Sang Pencipta yang mengangkat dan mengutusnya sebagai Rasul. Kenyataan pertama yang terdapat dalam pribadi Rasulullah SAW sebagai manusia yang kepemimpinannya patut diteladani adalah ketangguhan beliau tidak dipengaruhi keadaan masyarakat disekitarnya, yang mana pada masa itu masyarakat sekitarnya berakhlak buruk.

Kenyataan berikutnya bahwa Allah SWT memenuhi janji-Nya untuk melengkapi manusia yang menjadi Rasul-Nya dengan kepribadian yang terpuji. Sifat-sifat Wajib bagi seorang Rasul Allah SWT, yang dimiliki juga oleh Muhammad SAW. Sifat-sifat wajib itu adalah sebagai berikut47:

a) Shidiq

Sifat ini berarti Rasulullah SAW mencintai dan berpihak pada kebenaran yang datangnya dari Allah SWT, sehingga seluruh pikiran, sikap dan emosi yang ditampilkan dalam perilaku, ucapan (sabda) dan diamnya beliau merupakan sesuatu pasti benar. Dalam kepemimpinan sifat ini dapat

46

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 25.

47

Abdul Hakim, Kepemimpinan Islami (Semarang: Unissula Press, 2007), cetakan 1, h. 46


(45)

diartikan kejujuran. Kejujuran dalam bersikap dan bekerja sebagai pemimpin. Karena tanpa kejujuran akan terjadi penyalagunaan wewenang dan jabatan.

b) Amanah

Sifat yang berarti seseorang yang dapat dipercaya. Mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang dirahasiakan dan mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sifat amanah ini berarti juga jujur dalam menunaikan tugas-tugas. Dengan amanah maka akan terhindar dari tindakan kolusi, korupsi, dan manipulasi serta akan dapat memberikan kepercayaan penuh dari para anggotanya atau orang lain sehingga program-program kepemimpinan akan dapat dukungan optimal dari para anggota yang dipimpinnya.

c) Tabligh (Menyampaikan)

Sifat ini sejalan dengan sifat amanah, tetapi sifat ini memiliki kemampuan dalam menyampaikan atau mendakwahkan wahyu Allah SWT, sehingga jelas maksdunya dan dapat dimengerti. Pemimpin mampu mengajak serta memberikan contoh kepada para anggotanya atau pihak lain, melakukan sosialisasi dengan teman kerja, mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi, dan penuh keterbukaan dalam melaksanakan kepemimpinanya.

d) Fatanah (Pandai)

Sifat ini berarti Allah SWT membekali Rasulullah SAW dengan tingkat kecerdasan yang tinggi. Karena agama Islam diturunkan adalah untuk semua manusia dan sebagai rakhmat bagi alam semesta. Oleh karena


(46)

itu hanya pemimpin yang cerdas yang akan mampu memberikan petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi umatnya. Dalam memimpin mampu menyelesaikan masalah, memiliki kemampuan mencari solusi, dan memiliki wawasan yang luas. Pemimpin yang cerdas akan dapat mengambil inisiatif secara cermat, tepat, dan cepat ketika menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam kepemimpinannya.

e) Maksum (Bebas dari dosa)

Sifat ini berarti Rasulullah SAW merupakan seseorang yang berakhlak mulia, yang tidak dapat dan tidak mungkin ditipu dan disesatkan oleh setan yang terkutuk. Dengan demikian beliau merupakan manusia yang paling sempurna.

Dengan sifat-sifat seperti di atas sangat menunjang pelaksanaan kepemimpinan yang beliau laksanakan. Kepemimpinan Muhammad SAW berbeda prinsipal dari kepemimpinan manusia biasa, semata-mata karena karunia Allah SWT.

Demikianlah lukisan kepribadian Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang dicintai umatnya, bukan karena singgasana atau tahta sehingga berkuasa untuk kehendaknya. Dalam kepemimpinannya Rasulullah SAW lebih mendahulukan memberikan bantuan bagian orang-orang yang menderita daripada kepentingan dirinya dan keluarga.

Kepemimpinan Rasulullah SAW dijalankan dengan kerelaan dan ketulusan serta keikhlasan demi kaumnya dan seluruh umat manusia.48

48

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 281.


(47)

Kepemimpinan seperti ini dijalankan untuk memakmurkan masyarakat Arab yang pada masa itu hidup didaerah yang tandus.

Kepemiminpinan Rasulullah SAW pada dasarnya bersifat situasional. Dalam setiap situasi yang berbeda-beda beliau selalu menampilkan kepemimpinan tepat dan bijaksana, karena yang didasari oleh keagungan kepribadian yang beliau miliki.

Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan bahwa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan pada kelompok tersebut (HR Abu Na’im).49 Sehingga sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat dan mampu melayani serta menolong orang lain untuk maju dengan ikhlas.

2. Kepemimpinan Islami

Kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu tanggungjawab yang besar bagi seorang pemimpin. Rahman (1991) menyatakan bahwa kepemimpinan islami adalah upaya mengungkap kepribadian Rasulullah Muhammad SAW dalam menjalankan kepemimpinan. Kepemimpinan islami dipandang sebagai sesuatu yang bukan diinginkan secara pribadi, melainkan sebagai kebutuhan dalam suatu tatanan sosial. Karakter seorang pemimpin yang islami harus dekat dengan prinsip-prinsip Islam. Kepemimpinan islami memiliki gaya yang khas yakni pemimpin yang bermusyawarah kepada bawahannya. Penerapan prinsip syura

menunjukkan kepemimpinan islami berada di antara gaya kepemimpinan yang otoriter dan laissez faire (organisasi tidak mempunyai pengarahan ataupun sehingga semua pihak mengambil keputusan sendiri-sendiri. Artinya penerapan

syura maka seorang pemimpin diwajibkan untuk berkonsultasi atau bermusyawah

49

Kitab Al-Mawahib al-Laduniyah karangan al-Qastholani dan Syarah Az-Zarqani, juz 4, hal. 117-118.


(48)

dengan staf/bawahan dan mendengarkan pendapatnya sebelum memutuskan sesuatu.50 Hal ini sering dilakukan oleh Rasulullah SAW, dalam setiap urusan seperti peperangan, kenegaraan, maupun kemaslahatan umat Rasulullah SAW melakukan musyawarah.51 Sebagaimana firman Allah SWT,

ًّف تْ ْ ۖ ْم تْ ه ا م ة ْحر ا ّف

ْ م ا ّفْا بْ ْا ظي غ ا

ْ تف تْم ع ا إف ۖ رْمأْا يف ْمهْر اش ْم ْرفْغتْسا ْم ْع فْعاف ۖ ْ ح

ي ت ْا بحي ه ا إ ۚ ه ا ى ع

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali Imran (3) : 159)52.

Ada beberapa nilai yang menjadikan kepemimpinan Muhammad SAW sukses,53 yaitu: 1) mutu kepemimpinan; 2) keberanian dan ketegasan; 3) pengendalian diri; 4) kesabaran dan daya tahan; 5) keadilan dan persamaan; 6) kepribadian; dan 7) kebenaran dan kemuliaan tujuan.

Kepemimpinan dalam pandangan Al-Qur’an dan hadits adalah sebuah amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya, dengan penuh

50

Muhammad A. Al-Buraery. Islam Landasan Alternatif Adminitrasi Pembangunan (Jakarta: Jakarta Raja Wali, 1986), h. 374.

51

Mochtar Effendy. Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam (Palembang: Penerbit UNSRI, 2009), cetakan 3, h. 223.

52

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 71.

53Moh, Subhan. “Kepemimpinan Islami dalam Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan

Islam,” artikel diakses pada 30 oktober 2013 dari http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen /2013/06/28/kepemimpinan-islami-dalam-peningkatan-mutu-lembaga-pendidikan-islam-569319. html


(49)

tanggungjawab, keikhlasan, profesional. Kepemimpinan dalam Islam memiliki beberapa prinsip antara lain prinsip tauhid, asy-syura (musyawarah), al-„adalah

(keadilan), al burriyyah ma’a mas’uliyyah (kebebasan disertai tanggung jawab), kepastian hukum, jaminan haq al-ibad54. Pemimpin harus mempunyai visi dan misi yang jelas, serta tahu bagaimana memimpin dan mengatur. Pemimpin harus mempunyai keberanian untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiya (21): 73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). Kesabaran dan ketabahan "…Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah"55. (2). Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt. "Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami…"56. Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya ke tengah masyarakat.

Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi yaitu, apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat

54

Abdul Hakim, Kepemimpinan Islami (Semarang: Unissula Press, 2007), cetakan 1, h. 67.

55

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 417.

56

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 328


(50)

sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya.57 Kepimpinan Islam digerakkan oleh ilmu, iman dan amal soleh yang dilandasi oleh keikhlasan dalam semua bentuk tindakan yang dilakukan.58

Khalifah Abu Bakar Assiddiq ra pernah berpidato ketika beliau dilantik menjadi pemimpin umat sepeninggalan Rasulullah SAW. Ada tujuh poin yang dapat diambil dari pidato khalifah Abu Bakar ra tersebut untuk melihat karakter pemimpin yang baik, yaitu59:

1. Sifat rendah hati.

Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan kedudukan rakyatnya. Ia bukan orang yang harus terus diistimewakan. Ia seolah pelayan rakyat yang di atas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti dipertanggungjawabkan, dan seperti seorang partner dalam batas-batas yang tertentu bukan seperti tuan dengan hambanya. Kerendahan hati biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan, sebaliknya keegoan mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri.

2. Sifat terbuka untuk dikritik.

Seorang pemimpin haruslah menanggapi aspirasi-aspirasi rakyat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun dan konstruktif. Tidak seyogiayanya menganggap kritikan itu sebagai hujatan atau orang yang mengkritik sebagai lawan yang akan menjatuhkannya lantas dengan kekuasaannya mendzalimi orang tersebut. Sebab sehebat apapun seorang pemimpin itu pastilah

57Agus Saputera, “Petunjuk Al

-Quran Dalam Memilih Pemimpin,” 18 Februari 2011

58Omar bin Abdul, “Pemimpin dan Kepemimpinan Menurut Perspektif Islam,” h. 3. 59

Alfathpens, “Pentingnya Mencari Seorang Pemimpin,” artikel diakses pada 7 Januari 2014 dari http://liqoalfath.wordpress.com/2009/04/14/pentingnya-mencari-seorang-pemimpin/


(51)

memerlukan partisipasi dari orang banyak dan mitranya. Disinilah perlunya

social-support dan social-control. Prinsip-prinsip dukungan dan kontrol masyarakat ini bersumber dari norma-norma Islam yang diterima secara utuh dari ajaran Nabi Muhammad SAW.

3. Sifat jujur dan memegang amanah.

Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan simpati rakyat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan amanat rakyat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan.

4. Sifat berlaku adil.

Keadailan adalah konteks nyata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dengan tujuan demi kemakmuran rakyatnya. Keadilan bagi manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakkan soal penegakan keadilan itu sebagai sikap yang essensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada seorang saja-berat sebelah.

5. Komitmen dalam perjuangan.

Sifat pantang menyerah dan konsisten pada konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus Istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Menjadi orang yang pertama berada di depan musuh-musuh yang hendak menghancurkan konstitusi yang telah di sepakati bersama. 6. Bersikap demokratis.

Demokrasi merupakan alat untuk membentuk masyarakat yang madani, dengan prinsip-prinsip segala sesuatunya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat.


(52)

Dalam hal ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum adanya musyawarah yang mufakat. Sebab dengan keterlibatan rakyat terhadap pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan, sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama. 7. Berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT.

Dalam hidup ini segala sesuatunya takkan terlepas dari pantauan Allah SWT, manusia bisa berusaha semampunya dan sehebat-hebatnya namun yang menentukannya adalah tetap Allah SWT. Hubungan seorang pemimpin dengan Tuhannya tak kalah pentingnya; yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah SWT semata. Sifat yang harus terus ia aktualisasikan adalah ridho menerima apa yang dicapainya. Syukur bila meraih suatu keberhasilan dan memacunya kembali untuk lebih maju lagi, sabar serta tawakkal dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan, serta sabar dan tawakkal juga saat menghadapi kegagalan.

Pemimpin islami harus memiliki perilaku yang baik. Memberikan perhatian kepada rakyatnya dan membangun hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya. Seorang pemimpin yang islami itu mempunyai visi-misi memimpin yang jelas, adil dan pandai dalam menjalankan tugasnya. Sebagai pemimpin yang islami harus amanah dan mampu mewujudkan harapan orang-orang yang dipimpinnya agar terwujud kesejahteraan. Kepemimpinan islami yaitu kepemimpinan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai keislaman dalam memimpin. Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan islami ialah upaya untuk meneladani dan meniru gaya kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.


(53)

42

A. Riwayat Hidup Ahmad Heryawan Profil1

Nama Lengkap : H. Ahmad Heryawan, Lc

Alias : Heryawan | Kang Aher

Tempat Lahir : Sukabumi, Jawa Barat Tanggal Lahir : Minggu, 19 Juni 1966 Warga Negara : Indonesia

Istri : Hj. Netty Prasetiyani, M.Si

Pendidikan

* SD Negeri Sela Awi 1 Sukaraja * SLTP Negeri Sukaraja

* SLTA Negeri 3 Sukabumi

* S1 Fakultas Syariah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta

Riwayat Organisasi

* Ketua OSIS SMP * Ketua Rohis SMA * Ketua Majelis Pemuda

* Ketua Pemuda Persatuan Umat Islam

1

Profil Ahmad Heryawan artikel diakses pada 2 Agustus 2013 dari http://www.ahmad heryawan.com/home/ahmad-heryawan/profil


(54)

* Ketua Persatuan Umat Islam

* Ketua DPW PK DKI Jakarta 1999-2003 * Ketua DPW PKS DKI Jakarta 2003-2006

* Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah PKS DKI Jakarta 2006-2010

Riwayat Pekerjaan

* Dosen Lembaga Dakwah Islam Al Hikmah * Dosen Universitas Ibnu Khaldun Bogor * Dosen Tidak Tetap FE Extention UI Jakarta * Ketua Fraksi PK DPRD DKI 1999-2004 * Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta 2004-2009 * Gubernur Jawa Barat 2008-sekarang

1. Biografi Ahmad Heryawan

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.”

Kutipan sabda Rasulullah SAW tersebut menjadi motivasi dalam keseharian H. Ahmad Heryawan, Lc, atau dikenal dengan sebutan Kang Aher. Sebagai salah satu tokoh cendikiawan muslim,2 Kang Aher dikenal sebagai tokoh publik yang cerdas, ramah, bijaksana, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Kang Aher lahir pada 19 Juni 1966 di Sukabumi. Suami dari Hj. Netty Prasetiyani, M.Si ini terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat untuk periode 2008-2013. Kang Aher dibesarkan di lingkungan pedesaan Selaawi dengan kondisi penuh kesederhanaan. Selepas menimba ilmu di Fakultas Syariah LIPIA Jakarta (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) tahun 1992, ayah dari enam orang anak ini langsung menjatuhkan pilihan profesinya sebagai pengajar dibeberapa

2


(1)

80

DAFTAR PUSTAKA

Al-Buraery, Muhammad A. Islam Landasan Alternatif Adminitrasi Pembangunan Jakarta: Jakarta Raja Wali, 1986.

Arifin, Anwar. Komunikasi Politik; Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.

Budiman, Kris. Semiotika Visual (Konsep, Isu dan Problem Ikonitas). Yogyakarta: Jalasutra, 2011. cetakan 1

Budiman, Kris. Kosa Semiotika.Yogyakarta: LkiS, 1999. Buku saku Mengenal H. Ahmad Heryawan, Lc. Bandung, 2012.

Cangara, Hafied. Komunikasi Politik (Konsep, Teori, Strategi). Jakarta: Rajawali,2011.

Cangara, Hafied. Komunikasi Politi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Danesi, Marcel. Pesan, Tanda dan Makna. Penerjemah Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari. Yogyakarta: Jalasutra, 2012.

Daniel, Akhmad. Iklan Politik TV Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru. Yogyakarta: LkiS, 2009.

Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005.

Efendi, Anwar. “Bahasa dan Pembentukan Citra dalam Komunikasi Periklanan di Televisi,” Komunika, Vol. 2, No. 2 (Juli – Desember 2008).

Effendy, Mochtar. Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam. Palembang: Penerbit UNSRI, 2009. cetakan 3

Fiske, John. Pengantar Ilmu Komunikasi, Ed 3. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.

Hakim, Abdul . Kepemimpinan Islami. Semarang: Unissula Press, 2007, cetakan 1 Hamid, Farid, dkk. Ilmu Komunikasi (Sekarang dan Tantangan Masa Depan).

Jakarta: Kencana, 2011.

Heryanto, Gun Gun, dkk. Komunikasi Politik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011.

Kasali, Rhenald. Manajemen Periklanan (Konsep dan Aplikasinya di Indonesia). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007. cetakan 5


(2)

Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Media Televisi). Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

Miranti, Abidin. Politik Demokrasi dan Manajemen Komunikasi, 2002.

Morissan. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Ed 1. Jakarta: Kencana, 2010.

Mufid, Moh. Politik dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004. cetakan 1

Nawawi, Hadari. Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993.

Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika (Gaya, Kode Matinya Makna) Edisi 4. Bandung: Matahari, 2012. Cetakan 1

Rivai, Veithzal. Kiat Memimin dalam Abad ke 21. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Shimp, Terence A. Promotion Management and Marketing Communication. Edisi ke 5 jilid 1 Penerjemah oleh Revyani. Jakarta: Erlangga, 2003.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Cetakan 2

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Rosdakarya, 2009. Sofyan, Ahmadi. Islam On Leadership. Jakarta: Lintas Pustaka, 2006.

Steinberg, Arnold. Kampanye Politik Dalam Praktek Jakarta: PT Intermasa, 1981. Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. Wahyu Wibowo, Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media, 2011.

. Semiotika: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi. Jakarta: Univ Prof DR Moestopo (beragama), 2006.

Widyatama, Rendra. Pengatar Perikalanan. Jakarta: Buana Pustaka Indonesia, 2005. cetakan 1

Kitab

Kitab Al-Mawahib al-Laduniyah karangan al-Qastholani dan Syarah Az-Zarqani, juz 4,

Kitab Al-Itq, Bab Karahiyatut Tathaawul alaa Ar-Raqiiq , Muslim, Fii Al-Imaraat,Fadhilatul Imam Adil wa Uqubatul Jair.


(3)

Kitaabus Sunnah Libni Abi Ashim wama’abu Zhilaalil Jannah fi Takbriijis

Sunnah. dan Silsilatul Abaadiitsish Shahiihah. Jurnal

Abdul, Omar bin. “Pemimpin dan Kepemimpinan Menurut Perspektif Islam”. Ansor, “Peran Iklan Politik Pencitraan dan Dampaknya pada Pilkada di

Kabupaten Sleman,” Jurnal Penelitian IPTEK-KOM Volume 13, No.2, 2011.

Damayanti, Novita. “Analisis Semiotika Iklan Politik Pilpres 2009,” Wacana, Volume X No. 4, 2011.

Hermawan, Anang. “Membaca” Iklan Televisi: Sebuah Perspektif Semiotika,” Jurnal Komunikasi UII Volume 2 No. 1, 2007.

Ilhamsyah, “Analisis Semiotik Iklan Cetak Mobil Grand Livina,”, 2008.

Intan Marlina, Tengku, dkk. “Teori Semiotik Peirce dan Morris: Suatu Pengenalan,”, 2008.

Nuryati, “Kepemimpinan pelayan: Pendekatan baru model kepemimpinan,” STIE

“AUB” Surakarta, 2010.

Pandu, Ari. dkk., “Pencitraan Pemimpin Bangsa dalam Iklan Kampanye Pasangan Presiden dan Wakil Presiden 2009,” Jurnal Riset Komunikasi Vol.1 No. 2 Desember, 2010.

Sandi, Ekayuda. “Makna Tanda Dalam Iklan Kampanye Pilkada JABAR di Televisi.”, 2008.

Saputera, Agus. “Petunjuk Al-Quran Dalam Memilih Pemimpin,” 18 Februari, 2011.

Sucipto, Hery. “Leadership dan Kepemimpinan Dalam Islam,”Dewan Masjid Indonesia (DMI), 14 September 2013.

Sundari, Wiwiek. “Analisis Semiotika Iklan Coca Cola,” Fakultas Sastra UNDIP. 2008.

Tinarbuko, Sumbo. “Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain Komunikasi Visual,” FSR-ISI Yogyakarta, 2003.

Wicaksono, Andri. “Analisis Wacana Iklan Rokok Sampoerna Mild Edisi “Tanya Kenapa?”, 2011.


(4)

Basah, Ranting, dkk. AHER UNDERCOVER (Menyikapi Sisi Lain Ahmad Heryawan). Bandung: Khazanah Intelektual, 2013.

Internet

Alfathpens, “Pentingnya Mencari Seorang Pemimpin,” artikel diakses pada 7 Januari 2014 dari http://liqoalfath.wordpress.com/2009/04/14/pentingnya-mencari-seorang-pemimpin/

Bandung Mediacitra, “Deddy Mizwar, dari Panggung Sandiwara ke Pentas Politik,” artikel diakses pada 6 Agustus 2013 dari http://www. inohong.com/2013/07/deddy-mizwar-dari-panggung-sandiwara-ke.html Hasan, Komaruddin. “Komunikasi Politik dan Pecitraan (Analisis Teoritis

Pencitraan Politik di Indonesia)” artikel diakses pada 17 Januari 2014 dari http://kamaruddin-blog.blogspot.com/2010/10/komunikasi-politik-dan-pecitraan.html

Jeffry, Inengah. “Fenomena Iklan Politik Di Indonesia,” http://politik. kompasiana.com/2013/04/09/fenomena-iklan-politik-di-indonesia-544612 .html

Profil Ahmad Heryawan artikel diakses pada 2 Agustus 2013 dari http://www.ahmadheryawan.com/home/ahmad-heryawan/profil

Setiawan, Eko. “Profil Deddy Mizwar,” artikel diakses pada 4 Agustus 2013 dari http://profil.merdeka.com/indonesia/d/deddy-mizwar/

Subhan, Moh. “Kepemimpinan Islami dalam Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam,” artikel diakses pada 30 oktober 2013 dari http:// ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/06/28/kepemimpinan-islami-dalam-peningkatan-mutu-lembaga-pendidikan-islam-569319.html

Sunandar, Yudha P. “Ahmad Heryawan, Mubaligh yang juga Politikus,” artikel diakses pada 4 Agustus 2013 dari http://salmanitb.com/2011/08/ahmad-heryawan-mubaligh-yang-juga-politikus/

Syahputra, Rendi. “Arti warna dan Psikologi,” artikel diakses pada 18 Oktober 2013 dari http://reemill.blogspot.com/2013/01/arti-warna-dan- psikologis. html


(5)

Tinarbuko, Sumbo. “Iklan Politik dan Pencitraan Politik,” artikel diakses pada 25 Mei 2013 dari http://sumbotinarbuko.blogspot.com/2008/11/iklan-politik-dan-pencitraan-politik.html

Wahyu, Anhar. “Iklan Politik dalam Realitas Media,” artikel diakses pada 26 Mei 2013 dari http://artikel.blog.stisitelkom.ac.id/iklan-politik-dalam-realitas-media.html


(6)

Dokumen yang terkait

Tinjauan Makna Dan Bahasa Visual Pada Iklan Papan Reklame Kampanye Politik (Analisis Semiotika Iklan Papan Reklame Kampanye Politik Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013)

2 75 185

Pemakaian Bahasa Gaul pada Iklan Produk Komersial Televisi

5 89 66

Representasi Makna Ibu Dalam Iklan Kampanye Politik (Kajian Semiotika Iklan Kampanye Politik Pilpres 2014 Aburizal Bakrie Versi “Untuk Ibu” Di Tvone)

0 6 140

Representasi Identitas Budaya Sunda dalam Iklan (Analisis Semiotika Iklan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Representasi Identitas Budaya Sunda dalam Iklan (Analisis Semiotika Iklan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Periode 2013-2018 Ahmad H

0 2 15

PENDAHULUAN Representasi Identitas Budaya Sunda dalam Iklan (Analisis Semiotika Iklan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Periode 2013-2018 Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar).

0 6 23

DAFTAR PUSTAKA Representasi Identitas Budaya Sunda dalam Iklan (Analisis Semiotika Iklan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Periode 2013-2018 Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar).

0 2 4

Identitas Budaya Sunda dalam Iklan Politik Representasi Identitas Budaya Sunda dalam Iklan (Analisis Semiotika Iklan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Periode 2013-2018 Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar).

0 1 14

MAKNA TAYANGAN DEBAT CALON GUBERNUR JAWA BARAT DI TELEVISI BAGI PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT 2013 DI KOTA BANDUNG.

0 1 55

POLITICAL MARKETING PASANGAN INCUMBENT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI JAWA BARAT 2013 (STUDI KASUS TENTANG SRATEGI TIM PEMENANGAN PASANGAN AHMAD HERYAWAN-DEDDY MIZWA.

0 0 2

Tinjauan Makna Dan Bahasa Visual Pada Iklan Papan Reklame Kampanye Politik (Analisis Semiotika Iklan Papan Reklame Kampanye Politik Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013)

0 0 14