Manfaat Pengelolaan Tanaman Terpadu
mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu
struktur tanah dapat dijumpai berbagai mikrokoloni seperti mikroba heterotrof pengguna bahan organik maupun bakteri autotrof, dan bakteri aerob maupun
anaerob. Mikroba adalah bioreaktor mesin biologis yang berperanan penting dalam siklus dan tranformasi berbagai senyawaunsur dan menghasilkan berbagai
produk. Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara yang
diberikan ke pertanaman untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Ada dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan anorganik buatan. Dibandingkan
dengan pupuk anorganik maka pupuk organik memiliki karakteristik: 1 kandungan hara relatif rendah; 2 kelarutannya lambat; 3 kandungan haranya
lengkap makro dan mikro; 4 warnanya tidak menentu, dan 5 bersumber dari sisa tanamantumbuhan, hewan, sampah organik rumah tangga, limbah organik
pabrik, limbah peternakan, dan tanaman khusus penghasil bahan organik. Strategi pengelolaan lahan dalam sistem pertanian ekologis, antara lain: 1
menjaga keseimbangan input dan output; 2 meningkatkan dan mempertahankan kesuburan fisik tanah secara berkesinambungan melalui pemanfaatan pupuk
organikpupuk biologis secara konstan; 3 meningkatkan dan mempertahankan kesuburan
biologis serta
mempertahankan dominasi
mikroba yang
menguntungkan dalam tanahrhizosfer, 4 mengoptimalkan manajemen produksi terutama yang berkaitan dengan pergiliran tanaman sehingga daur dan
pemanfaatan hara berjalan optimal; 5 mengoptimalkan pemanfaatan berbagai organismemikroba yang berperan dalam penyediaan hara bagi tanaman; 6
mengendalikan organisme pengganggu dan meminimalkan beban pada agroekosistem; 7 mengoptimalkan peranan sumberdaya manusia sebagai
dinamisator, aktivator,
organisator, dan
operator dalam
pengelolaan produksilahan.
Budidaya tanaman dapat menggunakan input organik yang berasal limbah ternak dan tanaman yang telah mendapat sentuhan teknologi yaitu berupa pupuk
dan pestisida organik. Limbah tanaman jerami dengan sentuhan teknologi
dijadikan pakan ternak yang berkualitas. Bahan baku yang diproses menjadi input organik berasal dari lingkungan sekitar petani peternak dan dikerjakan oleh petani
peternak anggota kelompok tani ternak, maka input organik yang dihasilkan harganya lebih rendah daripada harga di pasaran. Di samping itu masyarakat yang
mengkonsumsi produk organik akan lebih sehat dan tenaga kerja di sektor pertanian lebih produktif.
Dengan memperhatikan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari sistim pertanian konvensional yang umumnya menggunakan pestisida sintetik,
adalah urgent untuk meninjau kembali praktek-praktek budidaya tanaman yang telah dilakukan selama ini. Kaidah-kaidah biologi yang mendukung rantai daur
ulang yang terjadi di alam antara produsen, konsumen, dan pengurai harus dijaga keberlangsungannya. Praktek-praktek dalam penyediaan unsur hara dan
pengendalian hama, gulma, dan penyakit tanaman yang sinergis dengan kaidah biologi harus digalakkan dan dilibatkan secara proporsional, sehingga lingkungan
tetap produktif dan menguntungkan.
VI PENGELOLAAN HAMA TERPADU Integrated Pest Management IPM
Pengelolaan hama terpadu PHT adalah salah satu komponen kritis dari pertanian berkelanjutan, dan dikenal sebagai pendekatan perlindungan tanaman
berdasarkan manajemen agro-ekosistem. Hal tersebut memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan dan konservasi sumber daya alam. Hal ini memiliki peran
sebagai pendekatan teknis manajemen tanaman, dan sebagai pendekatan kebijakan untuk membangun ketahanan pangan dengan manajemen yang ramah. Namun,
perlindungan tanaman di negara berkembang masih didominasi oleh peningkatan ketergantungan pada pestisida. PHT dikembangkan dalam menanggapi implikasi
negatif dari penggunaan pestisida kimia yang intensif. Hasil tetap dijaga dalam margin ekonomi yang dapat diterima dengan menciptakan kondisi ekologi yang
menekan pengembangan hama. Pengendalian hama terpadu merupakan suatu pendekatan untuk
mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi, budaya, fisik, dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan biaya, kesehatan, dan
risiko-risiko lingkungan. Konsep pengendalian hama terpadu merupakan
koordinasi penggunaan senyawa campuran, yaitu paket budidaya yang merupakan konsep lama tetapi mengandung upaya-upaya pencegahan preventive controls
terhadap perkembangan organisme pengganggu, atau penggunaan pestisida pesticide controls secara bijaksana. Pengertian bijaksana mencakup pemilihan
jenis-jenis pestisida yang mudah terurai degradable sesuai rekomendasi dan pengaplikasiannya harus tepat waktu dan dosis. Tepat waktu artinya
penyemprotan boleh dilaksanakan apabila terlebih dahulu petani sudah melakukan pengamatan dan diketahui bahwa intensitas gangguan organisme pengganggu
tanaman OPT sudah berada di atas ambang ekonomis economic threshold. Reissig et al. 1986 menginformasikan bahwa ambang ekonomi adalah
tingkat populasi hama di mana tindakan pengendalian dianjurkan untuk mencegah jumlah hama mencapai tingkat kerugian ekonomi. Upaya introduksi PHT sudah
memberikan pengaruh cukup baik terhadap perilaku petani, petani mulai mengerti dan mampu bagaimana cara menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama
tanaman berdasarkan konsep PHT. Cara-cara yang dapat digunakan dalam pengelolaan hama terpadu antara
lain 1 penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama atau musuh alami hama, seperti Tricogama sp. Sebagai
musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman; 2 menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang berfungsi sebagai pemikat atraktan,
yang menjauhkan hama dari tanaman utama; 3 menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya
menurunkan kebutuhan terhadap fungisida sintetis; 4 melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi pertumbuhan hama setiap tahun.
Konsep PHT telah menjadi salah satu slogan-slogan yang paling banyak digunakan dalam pembangunan pertanian dan konservasi lingkungan. Berbagai
macam pelaksanaannya membuat PHT
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak yang benar yang dapat diharapkan. Hal ini diperluas
untuk mewujudkan alasan penggunaan pestisida dan menekankan perubahan radikal dalam pest control, bertujuan untuk meminimalkan dan mencegah
kerugian yang disebabkan oleh hama. Gambar 3 di bawah ini menunjukkan kerangka konsep yang menunjukkan hubungan dengan manajemen tanaman,
lingkungan, dan kesehatan manusia. Kerangka ini menggambarkan tentang bagaimana untuk menghasilkan tanaman dengan lingkungan yang bersih, dan
dengan tidak berpengaruh negatif bagi kesehatan manusia Novianto, 2000.
Gambar 3. Kerangka Konsep PHT Novianto, 2000 PHT juga merupakan program pengembangan sumberdaya manusia
melalui mendidik petani untuk belajar bagaimana untuk mengatur diri mereka sendiri dan komunitas mereka, untuk mengumpulkan dan menganalisis data,
untuk membuat keputusan mereka sendiri, dan untuk menciptakan jaringan kerja yang kuat dengan petani lain dan dengan pekerja ekstensi serta peneliti. Gambar 4
berikut menunjukkan hubungan dengan petani, penelitian, dan pekerja ekstensi, menjelaskan tentang bagaimana konsep IPM bekerja untuk petani yang didukung
oleh hubungan research dan extension.
Gambar 4. Pengembangan sumber daya manusia di PHT Novianto, 2000 Dalam Gambar 4 dapat dilihat bahwa IPM perlu mendapat dukungan
berupa hasil-hasil penelitian yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian atau universitas. Keberhasilan memperluas penelitian untuk petani meningkatkan
kepercayaan diri petani dan kemampuan mengambil keputusan. Di samping itu,
Manajemen Tanaman
Kesehatan manusia IPM
Environment
IPM Research
Extension Farmers
tetap memfasilitasi penelitian untuk pengembangan teknologi yang lebih maju. Petani aktif menjadi ahli dalam analisis agro-ekosistem dan dapat
mengambil keputusan-keputusan manajemen tanaman dengan baik yang dibentuk berdasarkan pengamatan dan penilaian mereka sendiri. Petani dapat mengontrol
penyakit, serangga, gulma dan hama lainnya secara efektif dengan biaya ekonomis dan dapat diterima lingkungan. Dalam kasus ini, petani memperoleh
keterampilan dan menciptakan pengetahuan yang menempatkan petani dapat mengendalikan teknologi pertanian.
Kontribusi PHT untuk pertanian berkelanjutan, seperti yang digambarkan oleh Gambar 5, berasal dari sudut pandang agro-ekologi, ekonom, dan sosial.
Item agro-ekologi yang muncul dari proses dinamis sumber daya alam, tidak mencemari, self-renewing terjadi pembaharuan sendiri dan menguntungkan
lingkungan. Hal itu tidak akan menurunkan sumberdaya alam dan meracuni lingkungan yang dapat mengurangi produktivitas pertanian dan akhirnya
menghancurkan kehidupan manusia. Oleh karena itu, melalui pembangunan pertanian berkelanjutan, hal tersebut harus mendukung keseimbangan ekologi.
Gambar 5. Sebuah Pendekatan IPM Pertanian Berkelanjutan Novianto, 2000 Item sosial berkaitan dengan kelembagaan masyarakat pertanian, sehingga
petani mendapat solusi melalui mencoba dan merespon jika ada masalah hama. Hal ini menunjukkan kemampuan untuk belajar, menemukan pilihan baru,
dan memilih tanggapan yang baru dan berbeda. Sementara, item ekonomi berasal dari mengurangi ketergantungan pada input pertanian, misalnya pestisida, serta
meningkatkan keuntungan dari tanaman. Selain itu, tanaman yang sehat cenderung produktif dan menguntungkan, yang akan berkontribusi pada
kelangsungan hidup ekonomi petani. Agro-ecological
Principles Sosial
Institutionalization Economic
Food Security Economic
Condition
IPM
Praktek PHT
dalam pertanian
berkelanjutan diperlukan
untuk meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia melalui peningkatan
pendidikan pada prinsip agro-ekologi. Pengembangan PHT yang efektif
membutuhan dukungan kebijakan dari pemerintah untuk
memperkuat pelaksanaannya, baik melalui dukungan anggaran atau peraturan. Peran PHT di
sini adalah untuk memberi manfaat besar untuk pengembangan pertanian yang lebih berharga dengan pertimbangan lingkungan.
Sistem usahatani konvensionalpertanian rakyat yang masih banyak terdapat di Indonesia telah terbukti pula menimbulkan dampak negatif terhadap
ekosistem pertanian itu sendiri dan juga lingkungan lainnya. Keberhasilan yang dicapai dalam sistem konvensional ini hanya bersifat sementara, karena lambat
laun ternyata tidak dapat dipertahankan akibat rusaknya habitat pertanian itu sendiri. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk memperbaiki sistim konvensional
ini dengan mengedepankan kaidah-kaidah ekosistem yang berkelanjutan. Berbagai potensi alam dari aspek penyuburan tanah sampai pengendalian
hama dan penyakit belum termanfaatkan secara optimal karena tidak giatnya penelitian dan pengembangan dari sisi ini. Udara yang sebagian besar
komponennya adalah gas nitrogen dan dapat difiksasi oleh sekelompok mikroba sebagai biofertilizer masih belum termanfaatkan secara optimal. Fenomena
interaksi langsung tanaman-mikroba dalam bentuk nodul dan mikoriza juga potensial untuk dikembangkan sebagai aspek penyuburan. Demikian juga bahan
organik dari bagian tanaman itu sendiri masih belum termanfaatkan dengan baik dalam sistim budidaya berkelanjutan.
Predator, antagonist dan pesaing alami hama, penyakit dan gulma tanamanpun belum terkelola dengan optimal sehingga pencemaran senyawa
pestisida masih tinggi yang di satu sisi mengancam kehidupan komponen ekosistem lain yang semestinya berperan dalam daur nutrien bagi tanaman.
Tanaman sendiri menghasilkan berbagai senyawa anti hama, penyakit dan gulma namun belum termanfaatkan secara optimal. Dengan optimalisasi dan memadukan
potensi alam yang ada kita dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia namun tetap dapat menghasilkan panenan yang tinggi tanpa merusak lingkungan.
Tentunya upaya terpadu ini harus dibarengi dengan perubahan sikap dari budaya instan ke budaya kesadaran jangka panjang.
Seperti disampaikan oleh Notohadikusumo 2006, keberlanjutan dalam konteks globalisasi menuntut kekukuhan namun sekaligus kelenturan struktur dan
perilaku sistem pertanian dalam menghadapi tekanan faktor-faktor eksternal. Dalam konteks demokratisasi, keberlanjutan memerlukan peran serta seluruh
pelaku ekonomi dengan kedudukan sederajat dalam membuat keputusan, termasuk petani subsisten. Demokratisasi menyangkut faktor-faktor internal.
Demokratisasi mengarah kepada pemandirian para pelaku ekonomi yang berkaitan dengan liberalisme politik. Dalam hal pembangunan pertanian,
pertanian rakyat hendaknya dijadikan sasaran inti karena sektor ini akan dapat menjadi piranti perangkai globalisasi dengan demokratisasi ekonomi. Pertanian
rakyat yang kuat juga mampu menangkis krisis ekonomi. Agar pertanian rakyat atau usahatani berkelanjutan maka pengeloaan hama harus terpadu, sehingga
secara teknis harus dapat diterapkan oleh petani dengan keterampilan terbatas, secara ekonomi menguntungkan, dan tidak merusak lingkungan.
VII PENGELOLAAN AIR TERPADU Integtrated Soil Moisture
Management IMM
Dua indikator penting kerusakan sistem pertanian ialah penurunan mutu tanah dan air, yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas usahatani.
Penurunan mutu adalah akibat dari pengelolaan sumberdaya tanah dan air yang buruk. Air merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh
makhluk hidup untuk menopang kelangsungan hidupnya. Selain itu air dibutuhkan untuk kelangsungan proses industri, kegiatan perikanan, pertanian dan peternakan.
Apabila air tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan maupun kehancuran bagi makhluk hidup.
Secara alami sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan yang mempunyai daya regenerasi mengikuti suatu daur ulang yang disebut
daur hydrologi Suryani, 1987. Air yang sangat terbatas ini pada umumnya oleh
manusia dipergunakan untuk kebutuhan domestik, industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, perikanan, rekreasi.
Dalam kegiatan pertanian, misalnya penggunaan pupuk buatan dan pestisida sebenarnya merupakan ancaman yang cukup serius terhadap kualitas badan air.
Bahan-bahan yang terkandung dalam pestisida buatan sulit terurai secara alami sehingga akan tetap bertahan di lingkungan dalam jangka waktu yang lama
persisten. Seperti diungkapkan oleh Sudirja 2008, konservasi dan perlindungan
sumberdaya air menjadi bagian penting dalam pertanian. Banyak di antara kegiatan pertanian yang dilaksanakan tanpa memperhatikan kualitas air. Biasanya
lahan basah berperan penting dalam melakukan penyaringan nutrisi pupuk anorganik dan pestisida. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menjaga
kualitas air, antara lain: 1 mengurangi tambahan senyawa kimia sisntetis ke dalam lapisan tanah bagian atas top soil yang dapat mencuci hingga muka air
tanah water table; 2 menggunakan irigasi tetes drip irrigation; 3 menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air; 4 melakukan
penanaman rumput bagi binatang ternak untuk mencegah peningkatan racun akibat aliran air limbah pertanian yang terdapat pada peternakan intensif.
Irigasi menjadi pendukung keberhasilan pembangunan pertanian dan merupakan kebijakan Pemerintah yang sangat strategis dalam pertumbuhan
perekonomian nasional guna mempertahankan produksi swasembada beras. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi pada
ketentuan umum bab I pasal 1 berbunyi irigasi adalah usaha penyediaan, pengatura, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
adalah irigasi permukaan, rawa, air bawah tanah, pompa, dan tambak. Untuk mengalirkan air sampai pada areal persawahan diperlukan jaringan irigasi, dan air
irigasi diperlukan untuk mengairi persawahan, oleh sebab itu kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Menurut Mawardi dan Memed 2004 irigasi sebagai
suatu cara mengambil air dari sumbernya guna keperluan pertanian, dengan mengalirkan dan membagikan air secara teratur dalam usaha pemanfaatan air
untuk mengairi tanaman.
Dalam meningkatkan produktivitas usahatani diperlukan intensifikasi dengan pemanfaatan sumberdaya air guna melestarikan ketahanan pangan, dan
meningkatkan pendapatan petani. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang dapat dilakukan adalah melalui alokasi air irigasi secara efektif dan efisien
Saptana dkk,. 2001. Menurut Dewi dan Rachmat 2003, tingkat efisiensi pengelolaan irigasi
diukur dari nilai Pasokan per Area PIA adalah pemberian air irigasi dibagi luas lahan terairi. Pasokan Irigasi Relatif PIR adalah pemberian air irigasi total yang
masuk dipersawahan dibagi dengan kebutuhan air irigasi untuk tanaman. Pasokan Air Relatif PAR adalah total pemberian air irigasi ditambah faktor kehilangan
air dibagi kebutuhan air tanaman. Tingkat efisiensi diukur dari nilai Indek Luas Area IA yakni luas area terairi dibagi luas rancangan kali seratus persen.
Semakin kecil nilai PIA, PIR, dan PAR, menunjukan pengelolaan irigasi semakin efisien, sedangkan semakin besar nilai IA, memperlihatkan pengelolaan irigasi
semakin efektif. Efisiensi dan efektivitas pengunaan air irigasi sangat dipengaruhi oleh
perilaku para pemangku pengelola irigasi institusi P3A melalui pelayanan 3 tiga tepat: tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitasnya yang dibutuhkan tanaman.
Secara teknis pemberian air irigasi dan jumlah air yang harus diberikan sangat tergantung pada air yang dibutuhkan tanaman, ketersediaan air irigasi, namun
kenyataan di lapangan waktu pemberian air irigasi masih dipengaruhi oleh kondisi fisik saluran irigasi dan faktor perilaku para petugas di lapangan.
Sosrodarsono dan Takeda 1999 menyatakan cara pemberian air irigasi bagi tanaman-tanaman dipengaruhi oleh adanya evapotranspirasi yang berasal dari
air menjadi uap, dan transpirasi yang berasal dari penguapan pada tanaman. Besarnya evapotranspirasi dipengaruhi oleh meteorologi radiasi matahari dan
suhu, kelembaban atmosfir dan angin, serta fisiologi tanaman dan unsur tanah Asdak, 2001.
Menurut Hansen dan Stringham 1992, penggunaan air pada tanah diperlukan untuk penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-
tanaman dengan cara menambah air ke dalam tanah yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman, mengurangi bahaya pembekuan, mencuci dan mengurangi garam dalam tanah, dan melunakkan gumpalan tanah. Sistim pembagian air irigasi
di persawahan yang baik perlu dilengkapi dengan papan operasi jaringan irigasi, pengoperasian pintu, perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, yang dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut. 1 Pemberian air di sawah tiap tanaman perlu disesuaikan dengan kebutuhannya pada setiap tahapan pertumbuhannya,
2 Ketersedian air dari sumbernya perlu dimonitor secara periodik setiap
setengah bulanan, 3 Pemantauan dan inventarisasi luas sawah tiap-tiap petak tersier, 4 Pengamatan kehilangan air di sepanjang saluran irigasi, 5 Realisasi
jadwal tanam secara konsisten pada Musim Tanam I MT I, Musim Tanam II MT II dan Musim Tanam III MT III, 6 Jenis tanaman, umur dan luas
tanaman secara pasti, 7 Kapasitas debit saluran maksimum dan minimum, 8 Ketepatan pengukuran debit pada lokasi alat ukur di saluran dengan
menggunakan lengkung debit yang menggambarkan hubungan antara muka air dan debit.
VIII PENGELOLAAN RISIKO TERPADU Integrated Risk Management
IRM 8.1 Manajemen Risiko pada Usahatani
Sifat spesifik produk pertanian mengakibatkan petani sering menghadapi risiko dan ketidakpastian, artinya probabilitas hasil-hasil potensial tidak diketahui.
Oleh karena itu, risiko bisnis pada usahatani perlu dikelola dengan baik agar petani dapat meminimalkan risiko dan mengantisipasinya untuk meningkatkan
efektivitas, produktivitas, dan efisiensi usahatan, atau perlu melakukan manajemen risiko. Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui,
menganalisa, serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi
Darmawi, 2000.