Anatomi dan Fisiologi Hidung

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

Hidung merupakan organ penting yang menjadi salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas nasus eksternus hidung luar dan cavum nasi. Hidung luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan Irawati dkk., 2007. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yakni pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung apeks, alas nasi, kolumela dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang hidung terdiri dari sepasang os nasalis tulang hidung, prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontalis. sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior dan sepasang kartilago nasalis lateral inferior kartilago alar mayor. 7 Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares posterior atau koana yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Vestibulum terletak tepat di belakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrissae. Septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan di mana bagian tulang terdiri dari lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, krista nasalis os palatine. Bagian tulang rawan terdiri dari, kartilago septum atau lamina kuadrangularis, kolumela. Kavum nasi terdiri dari dasar hidung, atap hidung, dinding lateral dan dinding medial. Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksilaris dan prosesus horizontal os palatum, atap hidung yang terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen nervus olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial. Konka, pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan konka superior, 8 sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Meatus nasi, di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding medial, dinding medial hidung adalah septum nasi. Gambar 2.1 Probst dkk., 2006. Gambar 2.1. Rongga hidung Probst dkk., 2006. 9

2.2. Definisi Rinitis Akibat Kerja

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Penambang Pasir Kali di Kabupaten Labuhan Batu

0 21 90

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER

0 19 17

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERENGOLAHAN BATU KAPUR

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERRachman Efendi

0 14 17

Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Rinitis Alergi Pada Usia 13-14 Tahun di Daerah Ciputat Timur dengan Menggunakan Kuesioner International Study Of Asthma And Allergy In Childhood (ISAAC) Tahun 2013

20 108 83

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Kab. Karawang Tahun 2013

2 54 182

FAKTOR-FAKTOR RISIKO RINITIS AKIBAT KERJA PADA PEKERJA PENAMBANG BATU KAPUR DI DESA PECATU KABUPATEN BADUNG.

0 0 47

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rinitis Akibat Kerja Pada Pekerja Pembuat Roti.

2 3 47

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEKERJA PEMBAKARAN BATU KAPUR DI BAGIAN (PENAMBANG DAN GEPUK) DI DESA MRISI KECAMATAN TANGGUNGHARJO KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010 - UDiNus Repository

0 0 2

STUDI KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PENAMBANG BATU KAPUR DI DESA TONDO KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI

1 1 12