Penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

(1)

(

Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang

Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

RONALD FRANSISCO MARBUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari: Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Maret 2009

Ronald Fransisco Marbun


(3)

Tegal Arum Village, Rimbo Bujang Sub-district, Tebo Regency, Jambi Province). Supervised by TITIK SUMARTI and SAID RUSLI.

An issue currently prevailing in Tegal Arum Village is the declining income due to the old age of rubber trees. The strategy which directed to maintain the welfare level of the community is by applying a double income pattern through the culture of fresh water fish. Mina Sari fish farming institution plays an important role in the development of fresh water fish culture. However, in this case Mina Sari is facing a number of obstacles, namely: (1) the high cost of production; (2) the farmer’s insufficient skill in fishery; (3) the role of Minas Sari institution (not as expected); (4) the socialization of fishery production increase program (not well-conducted). This study was carried out by using qualitative method and the data collection techniques were conducted through general observation, participatory observation, in-depth interview, and the study of data documentation using the technique of Participatory Rural Appraisal (PRA). The role of Mina Sari fish farming institution in supporting the efforts to increase incomes from fresh water fish culture has not been optimum yet. In line with this, it is necessary to have a strategy and program to strengthen the institution.

Keywords: old age of rubber tree, fresh water fish culture, Mina Sari fish farming institution.


(4)

Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI dan SAID RUSLI.

Kajian ini menelaah peranan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dalam meningkatkan usaha budidaya ikan air tawar di Desa Tegal Arum. Hal ini menarik untuk dikaji sebab perkembangan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari searah dengan perkembangan usaha-usaha mikro sehingga dapat dinyatakan bahwa Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari sebagai salah satu strategi pengembangan usaha-usaha mikro. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, observasi terhadap lingkungan masyarakat lokal, studi dokumentasi data dan menggunakan teknis Participatory Rural Appraisal (PRA).

Berdasarkan hasil evaluasi program peningkatan produksi perikanan yang sudah dilaksanakan, baik melalui pengamatan langsung maupun hasil wawancara di lapangan terlihat bahwa program peningkatan produksi perikanan melalui Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dibentuk karena kebutuhan masyarakat telah berperan dalam mendorong perkembangan budidaya ikan air tawar dan telah dirasakan oleh masyarakat. Pengembangan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari didukung oleh sumberdaya ekonomi lokal, kapital sosial, dan kelembagaan sosial yang ada. Hal ini sangat penting dalam menciptakan pola kerjasama untuk mengembangkan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari secara berkelanjutan.

Meskipun terdapat berbagai permasalahan pada Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, namun lembaga ini telah memberikan manfaat kepada usaha budidaya ikan air tawar, hal ini terlihat dari adanya bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah berupa program peningkatan produksi perikanan. Faktor yang menghambat penguatan kelembagaan adalah: (1) Kondisi komunitas, yaitu, merubah perilaku masyarakat untuk melakukan budidaya ikan air tawar masih sulit sehingga usaha budidaya ikan air tawar kolam hanya sebagai usaha sampingan yang tidak produktif, masuknya komoditi dari daerah lain; (2) Belum optimalnya Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dalam meningkatkan usaha anggota; dan (3) Pemerintah dalam pemberian program belum melakukan pendekatan pelaksanaan program yang partisipatif atau belum memberdayakan petani ikan, selain itu kelembagaan yang ada belum dimanfaatkan untuk memberdayakan petani ikan. Beberapa hambatan tersebut menyebabkan kurangnya pelayanan yang diberikan oleh Mina Sari dalam peningkatan usaha budidaya ikan air tawar. Untuk perkembangan Mina Sari lebih lanjut hambatan tersebut di atas perlu diatasi. Dalam hubungan ini diharapkan peran dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait, yaitu pemerintah, swasta, dan lembaga sosial lainya. Berdasarkan hasil kajian, dapat dikemukakan bahwa perkembangan usaha budidaya ikan air tawar memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, walaupun usaha budidaya ikan air tawar masih menghadapi kendala dalam sumberdaya manusia baik anggota maupun pengurus dan kemampuan kinerja lembaga namun besar potensinya dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat jika dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik.


(5)

kelembagaan yang terbagi menjadi rancangan program jangka pendek dan rancangan program jangka panjang.

A. Program Jangka Pendek.

1. Program penguatan kelembagaan tani ikan mina sari untuk meningkatkan kebersamaan antar anggota.

1. Peningkatan kapasitas anggota dan pengurus. 2. Pendampingan manajemen kelembagaan. 3. Pengembangan jaringan.

2. Program Peningkatan Kapasitas Petani Ikan

1. Pengadaan pelatihan teknis budidaya ikan air tawar 2. Pengadaan sarana dan prasarana budidaya

B. Program Jangka Panjang Program Pembuatan Irigasi


(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

( Studi kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang

Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

RONALD FRANSISCO MARBUN

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Nama Mahasiswa : Ronald Fransisco Marbun

Nomor Pokok : I 354 070 235

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MS Ketua

Ir. Said Rusli, MA Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan karunia-Nya yang selalu menemani dalam setiap langkah dan pengharapan.

Salah satu strategi untuk mengatasi penurunan tingkat kesejahteraan yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi karet karena usia karet yang sudah tua adalah dengan cara mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada melalui budidaya ikan air tawar. Dengan budidaya ikan air tawar ini maka diharapkan petani kebun tidak lagi tergantung hanya dengan satu pola nafkah mata pencaharian. Budidaya ikan air tawar ini akan menjadi salah satu usaha sampingan yang produktif, sehingga isu penurunan tingkat kesejahteraan yang disebabkan turunnya tingkat produksi karet dapat diatasi.

Penulis menyadari bahwa Kajian Pengembangan Masyarakat ini bukan hasil jerih payah sendiri. Hasil ini diperoleh berkat bimbingan, dorongan, dukungan, dan doa yang tiada henti dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dari hati yang terdalam dan penghargaan setinggi-tingginya kepada institusi: Departemen Sosial RI c.q. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana dalam mengikuti program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat ini, Institut Pertanian Bogor, serta Pemerintah Kabupaten Tebo yang memberi kesempatan dan izin mengikuti kuliah. Secara khusus ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing: Dr. Ir. Titik Sumarti, MS. dan Ir. Said Rusli, MA.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Bapak R. Marbun, B.Sc, R. Panjaitan, S.Pd, Nixon, Cory dan Vera Pebrina Aritonang. Begitupun kepada anggota dan pengurus Mina Sari serta teman-teman MPM angkatan V atas segala cinta, persahabatan, pertemanan, kritik, dan saran. Semoga seluruh pengorbanan dari berbagai pihak tersebut, memperoleh balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

Semoga kajian ini dapat bermanfaat kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut khususnya yang terkait dengan usaha budidaya ikan air tawar.

Bogor, Maret 2009


(10)

Terlahir sebagai anak pertama dari pasangan R. Marbun dan R. Panjaitan pada tanggal 10 Oktober 1980, penulis tumbuh dan berkembang di kota Jambi. Pada tahun 1993, penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Xaverius II, tahun 1996 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Xaverius II, dan tahun 1999 tamat pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 semuanya di Jambi. Kemudian tahun 1999 sampai dengan 2004, penulis berkesempatan untuk menjalani program pendidikan Strata 1 di Universitas Jambi.

Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Tahun 2005 di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, bekerja sebagai staf di Dinas Perhubungan selama tiga tahun. Pada tahun 2007, penulis tergerak untuk kembali memasuki dunia akademis melalui kesempatan yang diberikan oleh Departemen Sosial yang memberikan beasiswa untuk program pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerja sama Institut Pertanian Bogor dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.


(11)

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 6

Tujuan... 7

Kegunaan Penelitian... 7

TINJAUAN PUSTAKA... 9

Pengembangan Masyarakat ... 9

Kelembagaan ... 13

Modal Sosial ... 14

Penguatan Kelembagaan ... 17

Kerangka Pemikiran... 21

METODE KAJIAN ... 25

Sifat dan Tipe Kajian Komunitas... 25

Lokasi dan Waktu ... 25

Teknik Pengumpulan Data ... 26

Pengolahan dan Analisis Data ... 28

Penyusunan Rancangan Aksi Program ... 30

PETA SOSIAL DESA TEGAL ARUM ... 31

Lokasi dan Sumberdaya Alam ... 31

Sistem Ekonomi ... 32

Kependudukan ... 39

Pelapisan Sosial dan Kelembagaan... 43

Ikhtisar ... 44

EVALUASI PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN ... 45

Bantuan Dana Bergulir ... 46

Bantuan Gudang... 47

Pendampingan dan Pelatihan ... 47

Bantuan Pemeliharaan Kolam ... 48

Bantuan Mesin Pembuat Pakan ... 48

Bantuan Uang Tunai... 49

Bantuan Dana Bergulir ... 49

Ikhtisar ... 50

KONDISI KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI ... 51

Kapasitas Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari ... 51

Kapasitas Anggota ... 52


(12)

Faktor-faktor yang dapat Mendukung Penguatan

Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari... 66

Faktor-faktor yang dapat Menghambat Penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari ... 69

Ikhtisar ... 72

STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI... 74

Program Jangka Pendek... 80

Program Penguatan Kelembagaan TaniIkan Mina Sari Untuk Meningkatkan Kebersamaan Antaranggota ... 80

Program Peningkatan Kapasitas Petani ... 83

Program Jangka Panjang... 84

Program Pembuatan Irigasi ... 84

Program Monitoring dan Evaluasi ... 90

Ikhtisar ... 93

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 94

Kesimpulan ... 94

rekomendasi ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN ... 100


(13)

1. Luas Potensi Lahan dan Pemanfaatan Lahan untuk

Perikanan Darat di Kecamatan Rimbo Bujang... 3

2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat...26

3. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data... 29

4. Orbitasi Waktu Tempat dan Ongkos... 31

5. Peruntukan Tanah di Desa Tegal Arum Tahun 2005... 32

6. Penduduk Desa Tegal Arum menurut Jenis Mata Pencaharian... 33

7. Perhitungan Pendapatan Tiap Minggu 10 Responden... 33

8. Analisis Usaha Benih Ikan Nila... 35

9. Hasil Analisis Usaha Kolam untuk Pembesaran Ikan Nila... 36

10. Hasil Analisis Usaha Keramba Tancap untuk Ikan Nila...37

11. Penduduk Desa Tegal Arum Menurut Umur dan Jenis Kelamin...40

12. Penduduk Desa Tegal Arum Menurut Tingkat Pendidikan... 42

13. Bantuan Program Peningkatan Produksi Perikanan...45

14. Sumberdaya Ekonomi dari angggota Mina Sari... 53

15. Karekteristik Anggota Mina Sari... 54

16. Kendala Pengetahuan dalam Pengembangan Kapasitas Petani Ikan... 56

17. Analisis Masalah, Potensi, dan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar... 75

18. Rancangan Program Penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari... 87


(14)

Halaman

1. Kerangka Pemikiran... 24 2. Mesin Pembuat Pakan ... 64 3. Diagram Tulang Ikan Permasalahan Penguatan


(15)

(16)

Latar Belakang

Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo merupakan daerah yang terbentuk karena transmigrasi berasal dari Jawa pada tahun 1979. Desa Tegal Arum merupakan daerah yang sangat potensial untuk dilakukan pengembangan guna mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Potensi yang dimiliki oleh Desa Tegal Arum ini dapat dilihat dari luas wilayah 4.762 hektar yang terdiri dari 5 Dusun, 6 RW dan 28 RT. Berdasarkan data monografi, jumlah penduduk Desa Tegal Arum adalah 6.925 jiwa dengan Kepala Keluarga 1.642 KK. Perbandingan jenis kelamin menunjukan bahwa laki-laki lebih banyak dari perempuan (Kecamatan dalam angka tahun 2005), laki-laki berjumlah 3.562 jiwa dan perempuan 3.363 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif (usia 15 – 64 tahun) adalah 4.467 jiwa merupakan potensi angkatan kerja yang cukup besar. Penduduk Desa Tegal Arum sebagian besar memiliki mata pencaharian pokok pertanian. Mayoritas mata pencaharian utama masyarakat di desa ini adalah berkebun karet. Berdasarkan data dari kecamatan pada Tahun 2005 luas kebun karet Petani PIR adalah 976 ha sedangkan yang diusahakan swadaya 2.656 ha, hasil karet dalam satu tahun sebanyak 4.548 ton/tahun. Dari hasil berkebun karet ini dalam tahun-tahun belakangan perekonomian masyarakat sudah dapat dikatakan lebih sejahtera bila dibandingkan kondisi perekonomian mereka dahulu. Kesejahteraan ini dapat dilihat mereka telah mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, baik kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dll.1

Dalam perkembangannya sekarang, kondisi pohon karet sudah mulai tua (berumur 20 – 25 tahun) sangat mempengaruhi tingkat produksi getah yang dihasilkan. Penurunan produksi getah ini akan berpengaruh pada penurunan pendapatan yang tentu saja akhirnya berdampak pada penurunan taraf kesejahteraan masyarakat. Karet muda, rata-rata menghasilkan ± 30-38kg/minggu/hektar (bila dirupiahkan sekitar Rp. 418.000/minggu) sedangkan

1 Uraian pada bagian ini terutama didasarkan pada hasil pemetaan sosial Desa Tegal Arum yang dilakukan pengkaji pada Praktek Lapang 1


(17)

karet tua rata-rata menghasilkan getah ± 25-30kg/minggu/hektar (bila dirupiahkan sekitar Rp. 275.000/minggu). Untuk mengatasi usaha pohon karet yang sudah tua tersebut maka diperlukan peremajaan. Peremajaan karet ini memerlukan modal yang besar dan waktu yang lama, karena membutuhkan waktu sekitar 5 – 6 tahun baru dapat diambil getahnya. Dalam kurun waktu yang lama tersebut tentu saja masyarakat sama sekali tidak mendapatkan nilai ekonomis dari kebun karet tersebut, sehingga dikhawatirkan adanya penurunan tingkat kesejateraan. Yang paling merasakan penurunan pendapatan ini adalah warga masyarakat desa golongan menengah ke bawah. Masyarakat golongan menengah ke bawah ini adalah masyarakat yang memiliki kebun karet kurang dari 2 ha dan masyarakat yang bekerja sebagai buruh di kebun orang lain.

Untuk mengantisipasi penurunan pendapatan tersebut maka perlu dicari alternatif peluang usaha kerja yang dapat mempertahankan kondisi perekonomian masyarakat sekarang. Salah satu alternatif peluang usaha kerja yang diminati oleh masyarakat adalah budidaya ikan air tawar. Usaha budidaya ikan air tawar ini dapat menjadi sumber pendapatan sampingan yang produktif selain usaha utama masyarakat sebagai petani kebun karet. Budidaya ikan air tawar ini juga salah satu strategi dalam keberlanjutan pengelolaan alam, karena banyak kebun karet tua yang tadinya dibiarkan dimanfaatkan untuk budidaya ikan air tawar.

Budidaya ikan air tawar ini mulai dikenal oleh masyarakat Desa Tegal Arum pada Januari 2003 melalui Pak Endang yang tinggal di simpang Sawmil Kabupaten Bungo yang menjabat sebagai Ketua KTNI (Kontak Tani Nasional Indonesia), transfer pengetahuan ini ternyata cukup berhasil dikembangkan di Desa Tegal Arum. Hal ini terlihat dari beberapa petani yang mengelola usaha budidaya ikan air tawar dengan profesional maka perkembangan sekarang lebih menguntungkan dari pada lahan kebun karet yang sudah tua. Kebun karet yang sudah tua yang berada di lahan rawa atau di dekat sungai dapat dimanfaatkan menjadi kolam ikan.

Prospek untuk budidaya ikan air tawar di Desa Tegal Arum dapat dikatakan cukup bagus. Bila dilihat dari potensi lokal, maka di Desa Tegal Arum terdapat 121,48 ha yang mempunyai potensi untuk dibuat kolam sedangkan yang


(18)

termanfaatkan baru 7,5 ha. Bila dilihat potensi dari tingkat kecamatan maka terdapat 625,62 ha yang mempunyai potensi untuk dibuat kolam sedangkan yang termanfaatkan baru 28,88 ha. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Potensi Lahan dan Pemanfaatan Lahan untuk Perikanan Darat di Kecamatan Rimbo Bujang

Kelurahan/Desa Potensi (ha) Pemanfaatan (ha)

1 2 3

1.Kel.Wirotho Agung 109,33 5,13

2.Perintis 60,74 4,00

3.Rimbo Mulyo 30,37 2,65

4.Purwoharjo 91,11 4,13

5.Tegal Arum 121,48 7,50

6.Tirta Kencana 60,74 0,20

7.Sapta Mulia 91,11 4,75

8.Pematang Sapat 60,74 0,52

Jumlah 625,62 28,88

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo, Tahun 2008

Bila dilihat potensi dari tingkat kabupaten maka terdapat 2.851,55 ha yang mempunyai potensi untuk dibuat kolam dan 2.4762 ha mempunyai potensi untuk dibuat Keramba Jaring Apung sedangkan yang termanfaatkan baru 88,95 ha untuk kolam dan 156 ha untuk Keramba Jaring Apung (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo, Tahun 2008).

Produksi ikan budidaya di Kabupaten Tebo adalah 90,56 ton dan produksi ikan perairan umum mencapai 314 ton, sementara konsumsi ikan di Kabupaten Tebo adalah 732 ton/tahun atau 1,8 kg perkapita/tahun (BPS Kabupaten Tebo, 2006). Dimana kekurangannya terpenuhi oleh ikan air tawar dan ikan laut dari Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Lampung. Sementara standard kebutuhan ikan nasional adalah 23 kg per kapita/tahun.

Prospek pemasaran hasil produksi budidaya ikan air tawar saat ini dapat dikatakan tidak terkendala. Petani ikan tidak perlu bersusah payah untuk memasarkan hasil produksinya, karena para pembeli langsung datang ke petani ikan untuk membeli hasil produksi mereka. Bila dilihat dari waktu produksi maka


(19)

budidaya ikan air tawar ini hanya memerlukan waktu 4 – 6 bulan untuk dapat dipanen, bila melakukan usaha pembenihan waktunya relatif lebih cepat. Dari hal tersebut di atas maka prospek untuk budidaya ikan air tawar memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat bila di kelola secara profesional. Dengan melakukan investasi usaha benih ikan nila untuk kolam ukuran 10 x 20 m2 untuk 40 ekor induk diterima keuntungan Rp. 1.300.000,-/bulan, investasi usaha Kolam 10 x 20 m2 untuk ikan nila diterima keuntungan Rp. 1.225.000,-/bulan, investasi usaha Keramba Tancap ukuran 2 x 4 m2 untuk ikan nila diterima keuntungan Rp. 1.250.000,-/bulan. Ini menunjukkan bahwa peluang usaha budidaya ikan air tawar sangat menguntungkan dan layak menjadi usaha sampingan untuk peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Tegal Arum.

Pengembangan budidaya ikan air tawar bukan saja baik bila dilihat dari sumber daya alamnya akan tetapi sumber daya manusianya juga memiliki potensi yang sangat bagus, walaupun masyarakat di Desa Tegal Arum ini berlatar belakang sebagai petani kebun. Pontensi sumber daya manusia ini terlihat, ada 2 orang UPR (Usaha Pembenihan Rakyat) dan sudah ada Kelompok Tani Ikan Mina Sari yang terbentuk pada Tahun 2003. Kelompok Tani Mina Sari ini memiliki anggota sebanyak 19 orang, mereka tinggal dalam 1 jalur (dusun) yang sama.

Keberadaan kelembagaan tani di bidang perikanan selama ini merupakan bagian dari kelembagaan perkebunan, hal ini disebabkan karena perkembangan dari sektor perikanan masih sangat kecil. Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari merupakan kelembagaan tani di bidang perikanan pertama yang mampu berdiri sendiri di luar kelembagaan tani di bidang perkebunan, sebelum terbentuknya Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, belum ada kelembagaan lain yang terbentuk terkait dengan usaha perikanan. Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari merupakan suatu kelembagaan tani yang berasal dari keinginan masyarakat petani kebun karet di Dusun Wono Sari Desa Tegal Arum. Tujuan awal dibentuknya Mina Sari ini adalah mengatasi penurunan pendapatan dikarenakan peremajaan karet dengan cara pemanfaatan lahan kosong, lahan sawah yang sudah tidak terpakai


(20)

dan pengganti kebun karet yang sudah tidak produktif lagi untuk dijadikan kolam sebagai tempat budidaya ikan air tawar. Mina Sari diharapkan menjadi wadah bagi petani untuk memfasilitasi kebutuhan di bidang budidaya ikan air tawar. Diharapkan nantinya budidaya ikan air tawar ini dapat menjadi salah satu usaha sampingan yang produktif yang mampu meningkatkan taraf hidup petani.

Sementara realitas yang ada terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan budidaya ikan air tawar di Desa Tegal Arum ini, yaitu : (1) memerlukan modal yang cukup banyak, mulai dari pembuatan kolam (menggunakan tenaga manusia) sampai dengan pemeliharan ikan (pengadaan pakan ikan) sehingga budidaya ikan air tawar untuk saat ini hanya dapat diakses oleh petani dari golongan menengah ke atas; (2) dalam pengelolaan budidaya ikan air tawar ini belum tersentuh oleh teknologi, hal ini terlihat dari pengelolaan irigasi yang masih seadanya sehingga akses air sungai hanya bisa dimanfaatkan oleh petani yang memiliki lahan disekitar sungai tersebut dan dalam pemijahan untuk pengadaan benih ikan; (3) merubah perilaku masyarakat untuk melakukan budidaya ikan air tawar masih sangat sulit, hal ini dikarenakan masyarakat telah terbiasa dengan berkebun karet sehingga usaha di bidang budidaya ikan air tawar kolam hanya sebagai usaha sampingan yang tidak produktif. Akibatnya bila dihitung secara ekonomi mengalami kerugian karena tidak dikelola secara profesional; (4) masyarakat tidak terbiasa untuk bekerja secara terus-menerus dalam waktu yang lama di kolam karena waktu bekerja mereka sebagai pekebun karet hanya pada pagi sampai menjelang siang hari.

Dengan melihat gambaran realitas di atas, maka untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut diperlukan suatu kajian untuk merancang dan mengembangkan suatu kelembagaan tani yang kuat. Dengan kelembagaan tani yang kuat diharapkan mampu menyusun kegiatan, program kerja dan sasaran sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh petani dan kelembagaan tani juga harus mampu untuk melihat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat dalam perkembangan budidaya ikan air tawar. Kuatnya suatu kelembagaan tani diharapkan nantinya mampu menjadi suatu


(21)

wadah bagi petani ikan untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka melalui budidaya ikan air tawar.

Rumusan Masalah

Pengembangan budidaya ikan air tawar bagi petani ikan erat kaitannya dengan kemampuan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari itu sendiri. Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari memiliki anggota berjumlah 19 orang, yang bertempat tinggal dalam satu jalan dusun yang sama.

Kendala pengembangan pengelolaan budidaya ikan air tawar melalui Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari terlihat dari : (1) pengelolaan budidaya ikan air tawar masih individual; (2) anggota belum mengetahui teknologi apa yang tepat untuk digunakan dalam budidaya ikan air tawar. Persepsi petani terhadap kendala dalam pengembangan teknologi dari aspek biofisik adalah masih belum banyaknya alat pengolahan budidaya ikan air tawar, baik untuk pakan ikan maupun pengelolaan pupuk organik untuk kolam. Hal ini karena ketersediaan alat yang terbatas. Sedangkan kendala dari aspek sosial ekonomi yang dominan adalah permodalan, yaitu tidak adanya akses ke sumber permodalan dan modal usaha yang terbatas dalam pengembangan usahanya; (3) partisipasi anggota masih lemah. Hal ini terlihat dalam proses identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi peran serta anggota masih kurang; (4) belum adanya pengaturan yang jelas dalam pengelolaan kelembagaan, mengakibatkan semakin lemahnya Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari. Lemahnya kelembagaan ini terlihat dari kinerja kelembagaan dalam keefektifan kelembagaan mencapai tujuan, efisiensi penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan kelembagaan lain sehingga dalam meningkatkan usaha anggota belum maksimal.

Dari permasalahan di atas maka sangat penting untuk mengkaji penguatan kelembagaan Tani Ikan Mina Sari. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk kajian ini adalah :


(22)

1. Bagaimana kapasitas kelembagaan tani ikan mina sari dalam meningkatkan usaha anggota?

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari?

3. Strategi dan program apa saja yang dapat diusulkan dalam penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari?

Tujuan

Tujuan kajian ini adalah:

1. Mengkaji kapasitas kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dalam meningkatkan usaha anggota.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari.

3. Menyusun strategi dan program penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Untuk dapat menjadi bahan masukan bagi penguatan kelembagaan dan peningkatan ekonomi petani dalam kerangka pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten Tebo Propinsi Jambi.

2. Kajian ini dapat dijadikan model penguatan kelembagaan tani ikan dalam meningkatkan pendapatan usaha oleh Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari Desa Tegal Arum Kabupaten Tebo Propinsi Jambi.

3. Bagi penulis, kajian ini dapat menambah pengetahuan tentang kondisi kelembagaan sosial di pedesaan, permasalahan-permasalahan dalam


(23)

kelembagaan dan strategi yang dapat dilakukan untuk membantu penguatan kelembagaan tani ikan.


(24)

Pengembangan Masyarakat

Gunardi dkk (2007) mengatakan bahwa pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas. Selain itu menurut Nasdian dan Dharmawan (2007) pengembangan masyarakat juga merupakan suatu perubahan yang terencana dan relevan dengan persoalan-persoalan lokal yang dihadapi oleh para anggota komunitas yang dilaksanakan secara khas dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota komunitas setempat, dimana prinsip-prinsip recident partisipation dijunjung tinggi.

Asas-asas pengembangan masyarakat (Gunardi, dkk, 2007) meliputi :

holism, sustainability, diversity, organic development, balanced development, addressing structural disadvantage, addressing discourses disadvantage, empowerment, need definition, human right, valuing local knowledge, valuing local culture, valuing local resources, valuing local skills, valuing local processes.

Sementara itu Ife (1995), menyatakan bahwa pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasan kepada orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Selanjutnya menurut Persons (1994) pemberdayaan adalah suatu proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi hidupnya.

Sasaran pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat berarti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Masyarakat berdaya memiliki ciri-ciri; (1) mampu memahami diri dan potensinya; (2) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan kedepan), dan mengarahkan dirinya sendiri;


(25)

(3) memiliki kekuatan berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai; (4) bertanggungjawab atas tindakannya sendiri. Menurut Santoso (1993) dalam Sumardjo dan Saharudin (2007) di era globalisasi, ciri-ciri masyarakat berdaya ini dapat dilihat memiliki etos kerja yang tinggi, presentatif, peka dan tanggap, inovatif, fleksibel dan jati diri dengan swakendali.

Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat analisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternatif solusi masalah tersebut, serta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagi resources yang dimiliki dan dikuasai. Proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif, namun dalam beberapa situasi tertentu strategi pemberdayaan dapat dilakukan secara individual meskipun pada gilirannya strategi ini tetap berkaitan dengan kolektifitas yaitu dengan mengaitkan antara klien dengan sumber atau sistem di luar dirinya.

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan (Craig dan Mayo, 1995). Sebaiknya, orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut sehingga lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya (Harry, 2003). Strategi pemberdayaan meletakkan partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektivitas, efesiensi, dan sikap kemandirian.

Dubois dan Milles (Harry, 2003) mengatakan pemecahan masalah dapat dilakukan melalui pemberdayaan, yaitu :


(26)

1. Dialog : Persiapan kerja sama, pembentukan kemitraan, artikulasi tantangan, identifikasi sumber kekuatan, dan penentuan arah.

2. Penemuan : Pemahaman sistem sumber, analisis kapasitas sumber, dan menyusun frame pemecahan masalah.

3. Pengembangan : mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui temuan-temuan, dan mengintegrasikan kemajuan.

Dalam konteks pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. (Suharto, 2005)

1. Mikro : Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.

2. Mezzo : Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Makro : pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar, karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang untuk bertindak.

Pelaksanaan proses pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang tepat, yaitu (Suharto, 1997) :

1. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal.


(27)

2. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

3. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat.

4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupan.

5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Schuler, Hashemi, dan Riley dalam kutipan Suharto (2005) mengembangkan delapan indikator pemberdayaan yang disebut sebagai

empowerment index atau indeks pemberdayaan, yaitu : (1) kebebasan mobilitas; (2) kemampuan membeli komoditas kecil; (3) kemampuan membeli komoditas besar; (4) terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga; (5) kebebasan relatif dari dominasi keluarga; (6) kesadaran hukum dan politik; (7) keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes; dan (8) jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga. Merangkum kedelapan indikator keberdayaan tersebut apabila dikaitkan dengan dimensi kekuasaan, yaitu “kekuasaan untuk” dan “kekuasan atas” kemampuan ekonomi dan manfaat kesejahteraan, maka indikator keberdayaan lembaga tani berkenaan dengan kegiatan budidaya ikan air tawar yang dilakukan oleh Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari adalah kemampuan mereka untuk mengakses pelayanan keuangan mikro dan teknologi. Sedangkan kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk memperoleh pendampingan tenaga teknis perikanan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga peningkatan pendapatan ekonomi dapat tercapai.


(28)

Kelembagaan

Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan kebutuhan akan kerjasama diantara mereka. Permasalahan yang kemudian muncul yaitu pada suatu kelompok orang kerjasama itu bisa terjalin dengan baik, sedangkan pada kelompok yang lain tidak. Ini menuntut adanya suatu tatanan aturan yang disepakati bersama guna pencapaian tujuan bersama dalam kerjasama tersebut. Menurut Sugiyanto (2002), kelembagaan dalam pendekatan bahasa merupakan terjemahan dari dua istilah, yaitu : institute yang merupakan wujud kongkrit dari kelembagaan yang berarti organisasi dan institution yang merupakan wujud abstrak dari lembaga yang berarti pranata, sebab merupakan sekumpulan norma-norma pengatur perilaku dalam aktifitas hidup tertentu.

Menurut Schmid (1972), kelembagaan adalah suatu kumpulan tata tertib hubungan dimana orang-orang yang menentukan hak mereka, mengakui hak orang lain,hak-hak dan tanggung jawab, termasuk penggunaan property right

untuk kasus individu. Lebih lengkap dikemukakan pula oleh Shaffer dan Schmid bahwa dalam suatu kelembagaan terdapat tiga ciri utama, yaitu batas yuridiksi,

property right dan aturan representasi (rules of presentation) (Pakpahan, 1989).

Kemudian dijelaskan pula bahwa batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu masyarakat, yang dapat pula berarti batas wilayah kekuasan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga atau kedua-duanya. Dilain pihak konsep property right selalu mengandung makna sosial yang muncul dari konsep hak (rigth) dan kewajiban (obligation) yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dimana dia berada. Sedangkan aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performan akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Konsep yang luas mengenai kelembagaan meliputi keseluruhan tingkat baik secara lokal atau tingkat masyarakat, unit pengelola proyek, badan-badan


(29)

pemerintah dan sebagainya (Israel, 1987). Kelembagaan dapat dimiliki oleh publik atau sektor privat atau dapat pula merujuk kepada fungsi administratif pemerintah secara luas. Suatu hal yang perlu dibedakan yaitu, jika kelembagaan adalah peraturan permainan maka lembaga atau organisasi tertentu adalah pemainnya (Braun and Feldbrugge, 1998).

Uphhoff (1992) sebagaimana dikutip oleh Nasdian dan Dharmawan (2007) melakukan penggolongan kelembagaan berdasarkan sektor-sektor sosial di tingkat lokalitas. Ketiga sektor sosial yang dimaksud adalah : (1) sektor public; (2) sektor

participatory; dan (3) sektor private.

Kelembagaan sektor public di tingkat lokal mencakup adminitrasi dan pemerintah lokal dengan birokrasi dan organisasi politik sebagai bentuk organisasi yang muktahir. Kelembagaan sektor participatory sesuai dengan namanya, tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela, kelembagaan ini aktif berdasarkan tujuan sesuai dengan minat para pendukungnya. Kelembagaan sektor private, yang berorientasi kepada upaya mencari keuntungan yakni, dalam bidang jasa, perdagangan dan industri.

Syahyuti (2003) mengatakan bahwa kelembagaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian. Norma dan perilaku merupakan dua objek pokok dalam kajian kelembagaan, sementara organisasi memperhatikan masalah struktur serta peran.

Lebih lanjut Syahyuti mengatakan ada beberapa cara untuk membuat pengelompokan kelembagaan yang berkaitan dengan dunia pertanian atau pedesaan, tergantung kepada dasar pengelompokannya, yaitu : (1) Atas sistem agribisnis; (2) Atas konsep kelembagaan di dunia sosial; (3) Atas orientasi, bentuk pelayanan, dan sifat keanggotaannya dan; (4) Atas dasar fungsi-fungsi yang dijalankan.

Modal Sosial

Dalam pembahasan tentang kelembagaan dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan


(30)

norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat. Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum, kepercayaan, pertukaran timbal balik, pertukaran ekonomi dan informasi, kelompok-kelompok formal dan informal, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal lainya sehingga terjadi tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan (Colletta dan Cullen, 2000).

Menurut Woolcock, modal sosial adalah sebagai informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial. Woolcock menggolongkan modal sosial menjadi empat tipe utama, yaitu : (1) tipe ikatan solidaritas (bounded solidarit), dimana modal sosial menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi yang merugikan kelompok; (2) tipe pertukaran timbal-balik (reciprocity transaction), yaitu pranata yang melahirkan pertukaran antar para pelaku; (3) tipe luhur (value introjection), yakni gagasan dan nilai, moral yang luhur dan komitmen melalui hubungan-hubungan kontraktual dan menyampaikan tujuan-tujuan individu dibalik tujuan instrumental, dan; (4) tipe membina kepercayaan (enforceable trust), bahwa institusi formal menggunakan mekanisme yang berbeda untuk menjamin pemenuhan kebutuhan berdasarkan kesepakatan terdahulu dengan menggunakan mekanisme rasional.

Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan secara emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya. Modal sosial dapat dilihat sebagai sumber yang dapat dipergunakan baik untuk kegiatan atau proses produksi saat ini, maupun untuk investasi bagi kegiatan dimasa depan. Masyarakat yang memiliki modal sosial


(31)

tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan.

Merujuk pada Ridell (1977), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan, norma-norma dan jaringan. Berdasarkan parameter tersebut, ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Suharto, 2005) : perasaan identitas, perasaan memiliki, sistem kepercayaan dan ideologi, nilai dan tujuan, ketakutan-ketakutan, sikap-sikap terhadap anggota lain, persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas, keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat, tingkat kepercayaan, kepuasan dalam hidup, dan harapan yang ingin dicapai di masa depan.

Identifikasi permasalahan dalam pengembangan modal sosial, diperlukan upaya membangun modal sosial dengan mempertimbangkan dua dimensi modal sosial yaitu keeratan sosial (social glue) dan jembatan sosial (social bridge) sebagaimana dikemukakan oleh Lang and Hornburg (1998), dalam Marliyantoro (2002). Keeratan sosial disamping berisi kepercayaan sosial, juga mencakup kesediaan atau kesukarelaan dalam partisipasi (wiliingness to participate). Sedangkan jembatan sosial tidak sekedar diartikan jalinan antar kelompok, tapi juga keterbukaan akses bagi seluruh anggota masyarakat untuk berhubungan dengan sumber daya di luar lingkungannya.

Langkah-langkah yang ditempuh untuk membangun modal sosial adalah dimulai dari tataran mikro (individu dan keluarga), meso (komunitas) dan makro (negara). Pada tataran makro, modal sosial meliputi institusi-institusi seperti pemerintah, aturan hukum, kebebasan sipil dan politik. Sedangkan pada tataran meso dan mikro, modal sosial berkenaan dengan norma-nilai yang mengatur interaksi diantara individu, keluarga dan komunitas yang dapat diimplementasikan dalam berbagai tradisi, kebiasaan dan rasionalitas masing-masing.

Dalam konteks kelembagaan petani budidaya ikan air tawar, beberapa konsep modal sosial di atas dijadikan alat analisis, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk perilaku kerjasama (cooperative behavior) serta kapabilitas yang muncul dari prevalansi kepercayaan dalam komunitas. Dalam kasus ini,


(32)

modal sosial dapat diamati pada dua tingkat, yaitu vertikal dan horisontal. Pada tingkat vertikal, dilihat bagaimana komunitas membangun hubungan kerjasama dengan kelembagaan lain (swasta dan pemerintah), sedangkan pada tingkat horisontal dilihat bagaimana komunitas saling berkerjasama kemudian melahirkan kepercayaan sosial (social trust).

Penguatan Kelembagaan

Pola pengembangan kelembagaan masyarakat agar semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu (1). Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (2). Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (3) peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (4) meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktifitas kelembagaan, (5) memberdayakan dan memfasilitasi kelembagaan masyarakat informal, (6). Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional (Daryanto, 2004). Berdasarkan pemahaman tersebut, maka penguatan kelembagaan menurut Saharuddin (2000) adalah mencakup pengembangan kapasitas institusi dan kapasitas sumber daya manusia.

Menurut Israel (1990) untuk dapat memperbaiki prestasi kelembagaan maka diperlukan sebuah strategi, yaitu :

1. Meningkatkan kesadaran

Kebutuhan akan kesadaran yang lebih tinggi terhadap persoalan yang menyangkut pengembangan kapasitas kelembagaan dari pihak pemegang kekuasaan sering terabaikan. Yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tingkat kesadaran ini adalah : (1) memperbanyak seminar yang memfokuskan pada berbagai persoalan kebijakan dan strategi; (2) meningkatkan upaya semua badan yang relevan; (3) menggunakan secara lebih baik jalur-jalur komunikasi yang lainnya.


(33)

2. Penekanan pada kegiatan dengan kekhususan rendah dan non-persaingan

Kegiatan yang ada tidak hanya meniru apa yang berhasil pada kekhususan tinggi tetapi harus memberikan prioritas kepada pengembangan teknologi rendah yang berorientasi pada rakyat dimana individu-individu yang terlibat dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan

3. Meminimalkan kebutuhan lembaga

Terlalu membebani sebuah lembaga dengan tujuan-tujuan yang tidak dapat dicapai akan meningkatkan kesulitan manajemen sebaliknya suatu penyederhanaan akan meningkatkan kesempatan dan memungkinkan program dan kegiatan terlaksana.

Sedangkan menurut Syahyuti (2003) aspek yang semestinya diperhatikan untuk mengembangkan kelembagaan di dunia pertanian adalah :

1. Dibutuhkan iklim makro yang “sadar kelembagaan”

Pendekatan pembangunan pertanian perlu dirubah menjadi people driven,

disertai market driven, dan technology driven. Artinya, rakyat merupakan aktor penting dalam formulasi kebijakan dan keputusan politik.

2. Objeknya adalah kelembagaan, bukan individu

Individu-individu secara sosial akan memiliki satu kelembagaan sebagai wadah aktivitasnya. Kelembagaan-lah yang secara fungsional menghidupkan sistem sosial. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah melalui pendekatan social learning process. Dalam pendekatan ini, seluruh anggota kelompok belajar secara bersama, mengalami bersama, dan menyelesaikan segala persolan secara bersama.

3. Membangun kelembagaan baru

Penggantian ataukah tambahan? Perubahan sosial akan cenderung berbentuk proses penggantian, karena masyarakat yang sudah hidup sekian lama, sudah


(34)

mengembangkan (dan menjaga) struktur sosial dan kompleks nilai yang stabil. Pada masyarakat dimaksud sudah ada organisasi, person yang jelas, kompleks peran, nilai, norma, dan hukum yang diterima dan dijalankan dengan harmonis.

4. Menggunakan dan memperkuat modal sosial

Modal sosial berisikan tiga hal pokok yaitu kepercayaan (trust), norma yang dijalankan, serta jaringan sosial (social network). Dalam konteks ekonomi, modal sosial merupakan prasyarat terjadinya sebuah tata ekonomi yang sehat dan rasional.

Selanjutnya Syahyuti (2006) menerangkan langkah-langkah metodologis dalam mengembangkan kelembagaan, yaitu :

1. Identifikasi jenis-jenis aktifitas yang akan dilakukan dalam rancangan kelembagaan di lokasi.

2. Pahami jenis, bentuk, dan sifat interaksi yang terdapat dalam masing-masing kelompok aktifitas.

3. Pahami sifat komunalitas (atau individualitas) masyarakatnya.

4. Pilih opsi kelembagaan yang sesuai

Dalam pengembangan kelembagaan juga harus memahami kinerja kelembagaan. Kinerja kelembagaan adalah kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara efesien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Untuk menilai kinerja kelembagaan dapat dilihat dari produknya sendiri berupa jasa atau material dan faktor manajemen yang membuat produk tersebut bisa dihasilkan.Ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan-tujuannya, efesiensi penggunan sumber daya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya.


(35)

Untuk mengetahui produk atau output, maka langkah pertama adalah mengidentifikasi output yang dihasilkan, dengan mendefenisikan dan mengelompokan tiap output, serta mengenali output utamanya. Setelah itu mengukur output dengan menentukan skala output, menentukan kriteria bobotnya, mempersiapkan lembaran data outputnya, mengumpulkan data output, dan menghitung rasio produktifitasnya. Terakhir, adalah menganalisa output dan kecendrungannya dan polanya, dan melihat kaitan hasil dengan tugas atau tujuan kelembagaan (Syahyuti, 2003).

Penguatan Kelembagaan Tani Mina Sari tidak bisa dilepaskan dari pengembangan kapasitas sumberdaya manusianya. Pengembangan kapasitas masyarakat menurut Maskun (1999) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah Kekuatan-kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi, dan sumberdaya manusia, sehingga menjadi local capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat desa terutama dalam bentuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat.

Tidak dapat disangkal bahwa teknologi dewasa ini berkembang dengan amat pesat, bahkan pada tingkat kepesatan yang belum pernah dialami oleh umat manusia sebelumnya. Pemberdayaan kelembagaan petani dalam bentuk kelompok bertujuan untuk pemberdayaan petani dalam penerapan inovasi teknologi secara berkelanjutan. Disadari bahwa keberhasilan pengembangan inovasi teknologi pertanian tidak hanya tergantung pada faktor teknologi semata, namun juga faktor sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal sosial dan kelembagaan. Kelima faktor tersebut merupakan unsur penggerak dalam pembangunan pertanian yang sinergis, sehingga apabila salah satu faktor mengalami hambatan atau tidak sesuai maka kegiatan yang dilakukan tidak memberi hasil yang optimal. Dengan demikian penerapan teknologi saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan di lapang tetapi perlu diimbangi dengan pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kelembagan kelompok serta penguatan modal (Saleh dkk., 2004).


(36)

Penerapan teknologi akan berhasil apabila kelembagaan yang ada didalamnya juga solid, sebagaimana dinyatakan Binswanger dan Ruttan dalam

Syahyuti (2003) bahwa kelembagaan merupakan faktor utama yang menghasilkan teknologi. Teknologi yang baik hanya dapat dihasilkan dari suatu manajemen kelembagaan yang baik pula. Seterusnya, penerapan suatu teknologi yang telah dihasilkan tersebut akan lebih berhasil bila dilakukan oleh kelembagaan yang memadai pula.

Persepsi petani terhadap kendala dalam pengembangan teknologi dari aspek biofisik adalah masih belum banyaknya alat pengolahan budidaya ikan air tawar, baik untuk pakan ikan maupun pengelolaan pupuk organik untuk kolam. Hal ini karena ketersediaan alat yang terbatas. Sedangkan kendala dari aspek sosial ekonomi yang dominan adalah permodalan, yaitu tidak adanya akses ke sumber permodalan dan modal usaha yang terbatas dalam pengembangan usahanya. Hal ini senada dengan hasil kajian Sudana (2005) bahwa masalah utama yang dihadapi petani dalam mengadopsi suatu teknologi adalah terbatasnya modal petani, disamping itu sumber modal berupa kredit usaha tani baik formal mupun non formal tidak tersedia di lokasi kajian. Keadaan ini cukup mempersulit petani didalam mengadopsi suatu teknologi, karena adopsi teknologi baru membutuhkan biaya tambahan. Sesungguhnya disinilah peran Pemerintah Daerah dalam menginisiasi adanya kemitraan dalam hal mengakses ke sumber permodalan sehingga proses transfer teknologi dapat berjalan sesuai yang diharapkan dan skala usaha dapat ditingkatkan.

Kerangka Pemikiran

Untuk kepentingan kajian ini kelembagaan diartikan sesuai dengan pendapat Syahyuti (2003) yang menyatakan bahwa kelembagaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian. Norma dan perilaku merupakan dua objek pokok dalam kajian kelembagaan, sementara organisasi memperhatikan masalah struktur serta peran.

Indikator keberhasilan perlu digunakan untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilaksanakannya upaya penguatan kelembagaan. Bila


(37)

terdapat perbaikan yang cukup berarti dalam indikator-indikator tersebut maka dapat dikatakan bahwa telah terdapat hasil yang positif.

Merangkum dari pendapat Israel (1990) tentang memperbaiki prestasi kelembagaan dan Syahyuti (2003) tentang mengembangkan kelembagaan di dunia pertanian maka dapat disimpulkan indikator yang bisa digunakan untuk mengukur menguatnya suatu kelembagaan, yaitu :

a. Meningkatkan kesadaran menyangkut pengembangan kapasitas kelembagaan, dimana seluruh anggota belajar bersama, mengalami bersama, dan menyelesaikan segala persoalan secara bersama. Hal ini terlihat dari pertemuan rutin yang berkelanjutan untuk mendiskusikan kebutuhan dan permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan, serta membangun komunikasi dengan kelembagaan yang lainnya.

b. Peningkatan kinerja kelembagaan dalam pengembangan kegiatan usaha sebagai unit produksi yaitu merencanakan dan menentukan pola usaha yang menguntungkan berdasarkan informasi yang tersedia dalam bidang teknologi, sosial, pemasaran, sarana produksi, dan sumberdaya alam.

c. Menguatnya norma-norma di dalam kelembagaan, yaitu adanya pembagian tugas baik bagi pengurus maupun anggota. Pengurus dan anggota bisa berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga.

Dengan melihat teori di atas maka beberapa hal yang dikaji untuk penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, adalah :

1. Kapasitas kelembagaan

a. Anggota : sumberdaya ekonomi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.


(38)

c. Manajemen/Kinerja Kelembagaan : Keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan, efisiensi penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan kelembagan lain.

2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat a. Faktor pendukung :

1. Kondisi komunitas :

lokasi desa : dekat dengan pasar kecamatan dan transportasi yang lancar.

sumberdaya alam : 48 ha berpotensi untuk dibuat kolam, sungai, dan iklim yang teratur.

sumberdaya ekonomi : produksi ikan 404,56 ton/tahun sedangkan konsumsi 732 ton/tahun atau 1,8 kg perkapita/tahun, dan adanya kelembagaan pasar tradisional di desa.

sumberdaya manusia : penduduk usia produktif (usia 15 – 64 tahun) adalah 4.467 jiwa.

2. Kondisi kelembagaan : terbentuknya Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari.

3. Program dari pemerintah : direncanakan tahun 2015 Desa Tegal Arum menjadi sentra produksi ikan baik, adanya bantuan program peningkatan produksi perikanan dan terbentuknya Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) perikanan.

b. Faktor penghambat : 1. Kondisi komunitas :

perilaku masyarakat : dari pekebun karet menjadi perikanan. sumberdaya ekonomi : krisis ekonomi global, masuknya komoditi

dari daerah lain.

2. Kondisi kelembagaan : kinerja kelembagaan yang belum optimal. 3. Program dari pemerintah : pemerintah dalam pemberian program


(39)

Berdasarkan variabel-variabel tersebut, maka alur kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Kapasitas kelembagaan

Anggota

Pengurus

Manajemen/Kinerja Kelembagaan :

Keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan

Efisiensi penggunaan sumber daya

Keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan kelembagan lain

Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat 1. Faktor pendukung :

Kondisi komunitas (sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi, sumberdaya manusia), Kondisi kelembagaan, dan program dari Pemerintah

2. Faktor penghambat :

Kondisi komunitas (perilaku masyarakat, sumberdaya ekonomi), kondisi kelembagaan, dan program dari Pemerintah

Penguatan kelembagaan : Aspek organisasi dan norma

STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI

Peningkatan produktifitas dan usaha petani ikan


(40)

Sifat dan Tipe Kajian Komunitas

Rancangan penelitian yang dilakukan dalam melakukan kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2005) penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskrepsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Sesuai dengan maksud dan tujuan Kajian Pengembangan Masyarakat yang dilakukan, maka kajian ini bersifat deskriptif. Penguatan kelembagaan dilakukan secara partisipatif untuk pengembangan kelembagaan yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.

Lokasi dan Waktu

Lokasi kajian pengembangan masyarakat dilakukan di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Pemilihan terhadap desa tersebut dilakukan secara ”purposive” yakni pemilihan secara sengaja dengan maksud menemukan desa yang relevan dengan tujuan penelitian.

Kajian pengembangan masyarakat dilakukan dalam serangkaian kegiatan yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada saat Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial) pada bulan Februari 2008, tahap kedua dilakukan pada saat Praktek Lapangan II (Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat) pada bulan Juni 2008, dan tahap ketiga berupa kegiatan perancangan program Pengembangan Masyarakat. Jadwal kegiatan pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2.


(41)

Tabel 2: Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat

2008 2009

NO. JENIS KEGIATAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

1. Pemetaan Sosial Desa (PL 1) 2. Evaluasi Program (PL 2) 3. Penyusunan Proposal Kajian 4. Seminar Proposal Kajian 5. Pengkajian Laporan 6. Pengumpulan Data di Lapangan 7. Analisis Data 8. Bimbingan Pengkajian 9. Seminar dan Ujian 10. Perbaikan Laporan

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah :

1. Studi Dokumentasi, yaitu untuk mengumpulkan data sekunder khususnya potensi budidaya ikan tawar, intervensi program pemerintah dalam program budidaya ikan tawar, baik yang ada dalam arsip pemerintahan desa, administrasi Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dan buku-buku/referensi ilmiah tentang teori pemberdayaan masyarakat, dan kelembagaan.

Studi dokumentasi yang dilakukan adalah melihat dokumen-dokumen mengenai program peningkatan produksi perikanan yang telah ada, baik oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jambi.

2. Observasi partisipasi (pengamatan berperanserta), dimana pengkaji juga berdomisili di lokasi kajian, dengan melakukan pengamatan dan berinteraksi sosial secara aktif, baik dengan masyarakat, pengurus Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, stakeholder terkait, untuk mengetahui dan merasakan secara langsung berbagai permasalahan dalam budidaya ikan tawar dan kapasitas kelembagaannya.


(42)

Dalam melakukan pengamatan berperanserta, pengkaji ikut melihat bagaimana kinerja kelembagaan dalam peningkatan usaha anggota dalam budidaya ikan air tawar dan teknis perikanan yang dilakukan oleh petani ikan mulai dari proses pembenihan, pemberian pakan, panen, dan pemasaran. Pengkaji juga ikut dalam diskusi yang dilakukan oleh beberapa pengurus untuk membahas keberadaan Unit Pelayanan Pengembangan Masyarakat (UPP) yang akan membantu Mina Sari dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian untuk pengelolaan budidaya ikan air tawar.

3. Wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu untuk mengumpulkan data primer dengan responden dan informan baik warga masyarakat yang menjadi anggota kelembagaan, maupun warga masyarakat yang ingin menjadi anggota kelembagaan, tokoh masyarakat, pemerintahan desa, dan staf Dinas Peternakan dan Perikanan.

Wawancara dilakukan kepada informan sebanyak 4 orang, yaitu : Kepala Bidang Perikanan, Petugas Penyuluh Lapang (PPL), Kepala Desa, dan Kepala Dusun. Wawancara juga dilakukan kepada responden sebanyak 19 orang anggota Mina Sari.

4. Diskusi dengan responden atau informan yang mewakili anggota Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pemerintahan desa, dan stakeholder terkait melalui Focus Group Discussion (FGD), untuk mendapatkan data tentang potensi, permasalahan dan alternatif pemecahan dalam bentuk pilihan strategi aksi program dalam pengembangan kapasitas Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, berbasis ekosistem, meliputi aspek pemanfaatan, dan pelestarian.

FGD dilakukan kepada dua kelompok, yaitu kelompok pertama Kepala Bidang Perikanan, Kepala Desa, Ketua Mina Sari. FGD dilaksanakan pada tanggal 20 November 2008, bertempat di Rumah Ketua Mina Sari. Pada diskusi ini disampaikan kendala dalam pengembangan budidaya ikan air tawar ini adalah mengenai irigasi dan pakan. Untuk mengatasi irigasi ini, Kepala Desa mengajukan proposal bantuan pengadaan alat berat untuk pembuatan irigasi


(43)

kepada Dinas Pekerjaan Umum agar dapat dimasukan dalam Anggaran Tahun 2009, sedangkan untuk kendala pakan, Dinas Peternakan dan Perikanan juga akan memasukan kembali mesin pembuat tepung ikan dalam pengadaan Tahun Anggaran 2009.

Kelompok kedua adalah FGD bersama seluruh anggota dan pengurus, staf dinas peternakan dan perikanan dan petugas peyuluh. FGD dilaksanakan pada tanggal 7 Desember 2008, bertempat di Rumah Ketua Mina Sari. Pada Diskusi ini disampaikan kendala-kendala yang dihadapi oleh Mina Sari dan sekaligus dilakukan penyusunan strategi dan program penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan Analisis Data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

1. Reduksi data, yaitu melakukan katagorisasi data. Kegiatan dalam reduksi data ini meliputi pemilihan data hasil wawancara, pengamatan, observasi yang memiliki arti dan berkaitan dengan konsep-konsep yang diteliti, kemudian dipilahkan dan melakukan penyederhanaan data.

2. Penyajian Data, yaitu mengkonstruksi data dalam bentuk narasi dan grafik atau bagan, sehingga mempermudah dalam analisis masalah. Data yang telah dikategorisasi bersama disajikan dalam bentuk bagan dalam FGD.

3. Analisis dan Interpretasi, yaitu langkah yang sepenuhnya dilakukan oleh peneliti untuk konseptualisasi informasi yang telah dikategorikan, termasuk dilakukan juga analisa data secara induktif.


(44)

Teknik pengumpulan data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 : Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan

Data

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data

SD OB WM FGD

1. Mengkaji kapasitas kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dalam meningkatkan usaha anggota

Primer Sekunder

Laporan PL I Data Potensi Desa

Anggota Kelompok

V V V

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendukung dan

menghambat penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari

Primer Sekunder

Laporan PL II, Responden, aparat desa, tokoh masya- rakat, Pemkab (Dinas Terkait).

V V V V

3. Menyusun strategi dan program penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari Primer Sekunder Responden, aparat desa, tokoh masya- rakat, Pemkab (Dinas Terkait).

V V V V

Keterangan :

SD = Studi Dokumentasi OB = Observasi partisipasi WM = Wawancara Mendalam FGD = Fokus Group Discussion


(45)

Penyusunan Rancangan Program Aksi

Penyusunan program penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari dilakukan dengan pendekatan partisipatif melalui Fokus Group Discussion

(FGD), baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun evaluasi agar program strategis dalam bentuk aksi linier dan aksi non linier sesuai dengan kondisi dan kemampuan masyarakat lokal.

Penyusunan program dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Menyusun rumusan masalah berdasarkan informasi, data hasil observasi partisipasi, wawancara mendalam, diskusi dengan berbagai responden yang telah ditentukan mengenai pendekatan proses partisipasi anggota, pengurus, kinerja kelembagaan, kebijakan dan intervensi program pemerintah tentang pengembangan budidaya ikan tawar.

2. Identifikasi peserta FGD, yaitu meliputi: anggota dan pengurus Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, Kepala Desa, BPD, Tokoh Masyarakatm dan Dinas/instansi yang terkait dengan budidaya ikan tawar.

3. Menyusun rencana aksi program dalam penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari sehingga dapat mandiri dan berkelanjutan, melalui Fokus Group Discussion (FGD).


(46)

Lokasi dan Sumberdaya Alam

Desa Tegal Arum salah satu desa transmigrasi yang ada di Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo. Desa Tegal Arum terdiri 5 Dusun, 6 RW dan 28 RT dengan luas wilayah 4.762 Hektar. Secara geografis Desa Tegal Arum berbatasan dengan sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tebo Ulu, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tirta Kencana, sebelah timur berbatasan dengan Desa Rantau Kembang dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Purwoharjo. Dengan kondisi topografi datar dan terletak pada ketinggian 3 mil dari permukaan laut. Pemukiman Desa Tegal Arum dikelilingi oleh perkebunan karet milik warga Desa Tegal Arum.

Jalan menuju Desa Tegal Arum telah di aspal sejak tahun 2002 yang menghubungkan kecamatan lain, jalan tersebut membelah pemukiman penduduk dan merupakan jalan kabupaten. Adapun jarak fisik dan sosial pemukiman warga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Orbitasi waktu tempuh dan ongkos

No Orbitasi dan jarak tempuh Ongkos

1 2 3 4 5 6

Jarak ke Kantor Bupati Jarak ke Kantor Camat Jarak ke Pasar kecamatan Jarak ke Puskesmas

Jarak ke Rumah Sakit Umum Daerah Jarak ke Propinsi

46 Km 6 Km 4 Km 6 Km 56 Km 260 Km 10.000 5.000 5.000 5.000 10.000 50.000 Sumber : Monografi Desa Tegal Arum Tahun 2005

Pada umumnya jarak tersebut dapat dicapai dengan menggunakan sarana angkutan umum atau carter mobil ke Ibu Kota Propinsi sedangkan untuk ke kantor bupati, camat, pasar, puskesmas dan rumah sakit menggunakan kendaraan pribadi mobil, motor atau ojek motor yang setiap jam ada.

Aktivitas ekonomi masyarakat lokal bertumpu pada usaha perkebunan karet. Hal ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.


(47)

Tabel 5. Peruntukan Tanah di Desa Tegal Arum Tahun 2005

No Peruntukan Luas (ha) Persentase (%)

1 Pemukiman 318 6,67

2 Perkebunan karet

PIR 976 20,49

Swadaya masyarakat 2.656 55,77

3 Perikanan 7,5 0,15

4 Tegalan/ladang 81 1,70 Pasar, dll 723,5 15,19

Jumlah 4.762 100

Sumber : Monografi Desa Tegal Arum Tahun 2005

Berdasarkan data penggunaan area tanah terlihat bahwa 76,26% atau 3.632 ha dari luas wilayah digunakan sebagai area perkebunan karet, yang terdiri dari Perkebunan PIR 976 ha dan swadaya masyarakat 2.656 ha. Lahan untuk tegalan/ladang 1,70% atau 81 ha. Untuk perikanan terdapat lahan seluas 121 ha, 48 ha mempunyai potensi untuk dibuat kolam sedangkan yang termanfaatkan baru 7,5 ha (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo 2007). Selain itu terdapat sungai yang mengalir sepanjang ± 3 km dimana kondisi air sungai yang dimiliki juga cocok digunakan untuk sumber air bagi budidaya ikan tawar, tanah yang subur dan iklim yang teratur baik musim hujan maupun musim kemarau. Potensi sumber daya alam ini bila dimanfaatkan secara maksimal tentunya akan meningkatkan produktifitas budidaya ikan tawar.

Secara umum Desa Tegal Arum memiliki tata ruang desa yang tata baik, baik jalan desa, pemukiman, fasilitas umum dan lain-lain. Selain itu juga terdapat kantor Puskesmas Pembantu Kecamatan.

Sistem Ekonomi

Pada awalnya kehidupan ekonomi masyarakat desa bertumpu pada pertanian yaitu berladang dan bersawah karena karet yang ditanam bersama PTP VI (karet PIR pada tahun 1997) belum dapat menghasilkan, setelah karet tersebut menghasilkan maka kegiatan berladang dan bersawah mulai ditinggalkan dikarenakan banyak hama dan hasil penjualan sangat sedikit. Komposisi jumlah


(48)

penduduk Desa Tegal Arum berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian, dapat digambarkan dalam Tabel 6.

Tabel 6 . Penduduk Desa Tegal Arum menurut Jenis Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1. Perkebunan karet 2.377 72,05 2. Industri kecil/ Kerajinan 51 1,54 3. Buruh kebun/perikanan/bangunan/dll 436 13,21

4. PNS/TNI/POLRI 56 1,69

5. Perdagangan 253 7,66

6. Sektor Jasa 79 2,39

7. Perikanan 47 1,42

Jumlah 3.299 100

Sumber : Kecamatan dalam angka 2005

Tabel 6 menunjukan bahwa mayoritas penduduk Desa Tegal Arum mempunyai mata pencaharian pokok sebagai petani kebun karet sebanyak 2.377 orang atau 72,05 %. Usaha perkebunan karet sudah terbukti menguntungkan dan dapat menunjang perekonomian keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok mereka selama 25 tahun lebih, walau masih banyak permasalahan yang mereka hadapi. Dengan luas kebun yang mereka miliki seharusnya produksi karet yang dihasilkan masih bisa ditingkatkan. Pendapatan dari kebun karet dapat digambarkan pada Tabel 7.

Tabel 7 . Perhitungan Pendapatan tiap minggu 10 Responden

No Nama Luas Kebun Produksi (Kg)/Minggu Harga(Rp) Hasil/Minggu

1 Suprino 1 hektar 38 11.000 418.000

2 Wiyono 3 hektar 114 11.000 1.254.000

3 Mukilis 5 hektar 160 11.000 1.760.000

4 Setyohadi 1 hektar 38 11.000 418.000

5 Sudarman 0,25 hektar 9,5 11.000 104.500

6 Suryo 2 hektar 55 11.000 605.000

7 Ginanjar 2 hektar 60 11.000 660.000

8 Supatno 1,5 hektar 45 11.000 495.000

9 Suryadi 2,5 hektar 65 11.000 715.000

10 Misran 4 hektar 100 11.000 1.100.000

Sumber : Berdasarkan wawancara dengan masyarakat di Desa Tegal Arum pada penelitian lapangan 1.


(49)

Pada dasarnya hasil yang didapat dari kebun karet mereka tidak memerlukan biaya untuk tenaga kerja sebab pekerjaan dari menderes (nyadap) karet sampai mengumpulkan dan menyatukan karet menjadi bantalan mereka lakukan sendiri bersama istri dan anak dan dilahan milik sendiri yang merupakan jatah pemberian pemerintah saat datang bertransmigrasi. Biaya produksi yang diperlukan relatif sedikit yaitu biaya untuk membeli cuka getah sebagai bahan untuk dapat menyatukan getah karet menjadi bantalan dari saat menderes karet, dan biaya pemupukan pohon karet pada setiap masa trek (rontok daun) setiap bulan Juli s/d Agustus.

Dalam perkembangannya sekarang, dimana kondisi pohan karet yang sudah mulai tua (berumur 20 – 25) tahun sangat mempengaruhi tingkat produksi getah yang dihasilkan. Penurunan produksi getah ini akan berpengaruh pada penurunan pendapatan yang tentu saja akhirnya berdampak pada penurunan taraf kesejahteraan masyarakat. Usia karet yang sudah tua rata-rata menghasilkan getah ± 25-30kg/minggu/hektar (selisih rata-rata pendapatan dengan karet muda ± Rp.88.000 – Rp.143.000), yang paling merasakan penurunan pendapatan ini adalah masyarakat dari golongan menengah ke bawah. Masyarakat golongan menengah ke bawah ini adalah masyarakat yang memiliki kebun karet kurang dari 2 ha dan masyarakat yang bekerja sebagai buruh di kebun orang lain.

Salah satu strategi untuk mengatasi hal tersebut di atas, masyarakat Desa Tegal Arum melakukan peremajaan karet, akan tetapi peremajaan karet yang dilakukan adalah dengan cara membuka lahan baru di luar desa, sedangkan lahan karet yang sudah tua tetap dipertahankan. Peremajaan karet memerlukan modal yang besar dan waktu yang lama, karena membutuhkan waktu sekitar 5 – 6 tahun baru dapat diambil getahnya. Dalam kurun waktu yang lama tersebut tentu saja masyarakat sama sekali tidak mendapatkan nilai ekonomis dari kebun karet tersebut sehingga dikhawatirkan adanya penurunan tingkat kesejateraan.

Selain kebun karet, sektor pertanian yang ada di Desa Tegal Arum ini adalah perikanan. Perikanan budidaya ikan air tawar ini mulai dikenal secara luas pada Tahun 2003 dengan komoditas utama yang dikembangkan adalah ikan Nila, Lele, Patin Jambal dan Emas. Budidaya ikan air tawar yang ada diperuntukan


(50)

untuk pembenihan, pembesaran, dan pemancingan. Desa Tegal Arum ini direncanakan pada Tahun 2015 menjadi sentra perikanan darat. Perkembangan budidaya ikan air tawar tersebut telah berdampak pada penciptaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan nyata bagi masyarakat yang mampu menyerap tenaga kerja produktif yang cukup besar. Keuntungan dari usaha buidaya ikan air tawar ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis Usaha Benih Ikan Nila

Modal Induk

Pakan : induk ukuran 1 kg menghabiskan pakan sebanyak 3 % dari berat tubuhnya 1 kg x 3 % = 0,03 kg → 0,03 kg x 30 hari = 0,9 kg pakan → 1 kg

Habis pakan untuk 1 kali pemijahan (selama 3 bulan ) sebanyak 3 kg 3 kg x Rp. 6.000 (harga pakan ) = Rp. 18.000

20 induk x Rp. 18.000 = Rp. 360.000

Investasi 1 ekor induk nila ukuran 1 kg menghasilkan 500 ekor benih

Investasi untuk kolam ukuran 10 x 20 m2 adalah 40 ekor induk 40 ekor x 500 benih = 20.000 benih

Penyusutan 10 % = 18.000 x Rp. 250 = Rp. 4.500.000

Modal Benih

20.000 benih menghabiskan pakan sebanyak 40 kg selama 70 hari untuk ukuran 5 x 8

40 kg x Rp. 6.000 (harga pakan ) = Rp. 240.000

Pendapatan

Investasi induk - (Modal induk + Modal benih) Bersih per 3 bulan Rp. 4.500.000 – (Rp. 360.000 + Rp. 240.000)

= Rp. 3.900.000


(51)

Dari analisis usaha diatas, dengan melakukan investasi usaha benih ikan nila untuk kolam ukuran 10 x 20 m2 untuk 40 ekor induk diterima keuntungan Rp. 1.300.000,-/bulan

Tabel 9. Analisis Usaha Kolam 10 X 20 M2 Untuk Pembesaran Ikan Nila Modal Kerja Harga barang Banyak barang Jumlah (hb x bb) Kapur Rp. 1.000 5 kg Rp. 5.000 Pupuk TSP Rp. 6.000 3 kg Rp. 18.000 Pupuk Urea Rp. 3.000 1 kg Rp. 3.000

Pupuk Kandang - 100 kg -

Benih 5 x 8 Rp. 250 2.000 Rp. 500.000 Pakan Rp. 6.000 450 kg Rp. 2.700.000 1 kg ikan habis pakan 1,2 kg → 2.000 ikan (Penyusutan 10 %) = 1.800 ikan

Dengan asumsi 1 kg/4 ekor → 1.800 : 4 = 450 kg

Jumlah Rp. 3.200.000

Investasi

Target Produksi 4 bulan @ 250 gr x 1.800 ekor 450 kg Penyusutan 10 %

Penerimaan Rp. 18.000/kg x 450 kg Rp. 8.100.000

Pendapatan Bersih per MT (selama 4 bulan)

Rp. 8.100.000 - Rp. 3. 200.000 Rp. 4.900.000 Bersih per bulan Rp. 4.900.000 : 4 Rp. 1.225.000

Dari analisis usaha diatas, dengan melakukan investasi usaha pembesaran ikan nila untuk kolam ukuran kolam 10 x 20 m2 untuk ikan nila diterima keuntungan Rp. 1.225.000,-/ bulan


(52)

Tabel 10. Analisis Usaha Keramba Tancap Ukuran 2 X 4 M2 Untuk Ikan Nila

Modal Kerja Harga barang Banyak barang Jumlah (hb x bb) Jaring Rp. 50.000 5 kg Rp. 250.000 Tali tambang Rp. 50.000 1 kg Rp. 50.000 Upah Pembuatan Rp. 100.000 Rp. 100.000 Kayu Rp. 100.000 Rp. 100.000 Benih ukuran 5 x 8 Rp. 250 2.000 ekor Rp. 500.000 Pakan Rp. 6.000 350 kg Rp. 2.100.000

Jumlah Rp. 3.100.000

Investasi

Target Produksi 4 bulan @ 250 gr x 1.800 ekor 450 kg Penyusutan 10 %

Penerimaan Rp. 18.000/kg x 450 kg Rp. 8.100.000

Pendapatan Bersih per MT (selama 4 bulan)

Rp. 8.100.000 - Rp. 3.100.000 Rp. 5.000.000 Bersih per bulan Rp. 5.000.000 : 4 Rp. 1.250.000 Sumber : Wawancara dengan petani

Dari analisis usaha diatas, dengan melakukan investasi usaha Keramba Tancap ukuran 2 x 4 m2 untuk ikan nila diterima keuntungan Rp. 1.250.000,-/bulan.

Berdasarkan data dari tabel 7, 8, 9 menunjukkan bahwa peluang usaha budidaya ikan tawar sangat potensial dikembangkan menjadi usaha sampingan yang berkontribusi besar pada saat kondisi ini untuk peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Tegal Arum. Arah strategi untuk petani mempertahankan kesejahteraan dalam kondisi perkebunan yang sedang menurun adalah melalui pola nafkah ganda, dimana perikanan menjadi strategi untuk dikembangkan.

Keuntungan usaha juga dapat ditingkatkan karena masyarakat biasanya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembuatan kolam atau keramba tancap, biaya perawatan kolam, dan biaya pupuk kandang karena pada umumnya mereka


(53)

melakukan hal tersebut sendiri atau dibantu anak-anaknya dan tidak mempekerjakan tenaga kerja bayaran.

Berdasarkan informasi dari Kepala Desa dan Dinas Peternakan dan Perikanan perkembangan kegiatan budidaya ikan air tawar semakin meningkat dalam 2 tahun terakhir. Ini erat kaitannya dengan sumber daya perikanan di Desa Tegal Arum masih cukup melimpah dan masyarakat sudah mengenal bahwa ikan sebagai sumber daya yang menghasilkan komoditas dengan nilai gizi dan nilai ekonomi tinggi.

Prospek pemasaran hasil budidaya ikan tawar sangat cerah karena produksi ikan budidaya di Kabupaten Tebo adalah 90,56 ton dan produksi ikan perairan umum mencapai 314 ton, sementara konsumsi ikan di Kabupaten Tebo adalah 732 ton/tahun atau 1,8 kg perkapita/tahun (BPS Kabupaten Tebo, 2006). Dimana kekurangannya terpenuhi oleh ikan air tawar dan ikan laut dari Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Lampung. Sementara standard kebutuhan ikan nasional adalah 23 kg per kapita/tahun.

Pengembangan budidaya ikan air tawar ini mengalami kendala dalam hal irigasi, kendala irigasi ini menyebabkan kolam-kolam yang jauh dari sungai sulit untuk mendapatkan air, air yang didapat hanya dari rawa-rawa di sekitarnya dan air hujan. Untuk itu perlu bantuan alat berat untuk melakukan pengerukan dan pelebaran sungai agar dapat mengatur pengairan ke kolam yang jauh dari sungai dan juga untuk mengatur debit air sungai baik pada musim hujan maupun kemarau.

Merubah perilaku masyarakat untuk melakukan budidaya ikan air tawar masih sangat sulit, hal ini dikarenakan masyarakat telah terbiasa dengan berkebun karet sehingga usaha di bidang budidaya ikan air tawar kolam hanya sebagai usaha sampingan yang tidak produktif. Akibatnya bila dihitung secara ekonomi mengalami kerugian karena tidak dikelola secara profesional dan masyarakat tidak terbiasa untuk bekerja secara terus-menerus dalam waktu yang lama di kolam karena waktu bekerja mereka sebagai pekebun karet hanya pada pagi sampai menjelang siang hari.


(54)

Pasar Desa Tegal Arum terletak di RT. 9 Unit V di jalan poros, masyarakat di RT ini kebanyakan pendatang. Usaha yang dilakukan oleh masyarakat di pasar ini adalah di sektor jasa, perbengkelan, kursus komputer, salon, percetakan, pengurusan ijin dan lain-lain. Kegiatan jual beli dipasar ini untuk kebutuhan sembako diadakan sekali seminggu pada hari sabtu. Pedagang yang berjualan di pasar ini datang dari luar desa sebagian kecil masyarakat desa di sekitar pasar tersebut. Masyarakat di desa ini bila ingin berbelanja sesuatu pada hari-hari biasa mereka pergi ke Ibu Kota Kecamatan yang berjarak 4 Km ataupun ke Kabupaten Bungo. Di pasar ini terdapat KUD Bumi Sejahtera dan KUD Amarta.

Kependudukan

Berkaitan dengan apek kependudukan, maka dalam memetakan penduduk Desa Tegal Arum dapat digambarkan berdasarkan beberapa aspek dalam kependudukan, yaitu berdasarkan komposisi penduduk, pertumbuhan dan perkembangan penduduk, analisis mortalitas, analisis fertilitas, analisis mobilitas penduduk.

Komposisi penduduk dapat dikatakan sebagai susunan penduduk suatu wilayah menurut karakteritik tertentu seperti umur dan jenis kelamin, mata pencaharian serta tingkat pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka komposisi penduduk Desa Tegal Arum dapat digambarkan berdasarkan karakteristi-karakteristik sebagai berikut:

1. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Penduduk Desa Tegal Arum adalah penduduk homogen yang berasal dari Pulau Jawa, karena penduduk desa Tegal Arum adalah para transmigran yang datang pada tahun 1978. Perubahan komposisi penduduk di desa ini relatif tidak jauh berbeda dari tahun ketahun. Berdasarkan data monografi, jumlah penduduk Desa Tegal Arum adalah 6.925 jiwa dengan kepala Keluarga 1.642 KK. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk maka masing-masing rumah tangga mempunyai anggota 4,2 jiwa.


(1)

114

C. Wawancara dengan Pemerintah Karekteristik Responden :

Nama : ... Umur : ... Jenis kelamin : ... Jabatan : ... Pedidikan : ... Pekerjaan : ... Penghasilan : Rp.../bulan/minggu/hari Alamat : ...

1. Adakah program pemerintah yang mendorong perkembangan bagi budidaya ikan kolam ikan tawar?

2. Bagaimana peran serta dukungan anggota kelompok? 3. Masalah-masalah apa yang dihadapi dalam pelaksanaan? 4. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

5. Bagaimana rentang kendali dan kerja sama lintas sektoral yang diterapkan? 6. Apakah pemerintah desa dan Pemerintah Daerah pernah berinisiatif untuk

menghimpun seluruh petani ikan di Desa Tegal Arum?

7. Menurut pendapat anda kebijakan atau program yang seperti apa yang cocok untuk petani di wilayah ini?


(2)

IV. Pedoman Fokus Group Discussion (FGD) 1. Topik :

Penyusunan Strategi Aksi Penguatan Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari untuk program pengembangan budidaya ikan tawar di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi.

2. Tujuan :

Untuk merumuskan beberapa aksi, sesuai dengan kemampuan anggota yang didukung pemerintahan desa dan seluruh stakeholder yang terkait dengan pengembangan kapasitas kelembagaan.

3. Moderator :

Staf Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo 4. Notulen : Peneliti

5. Peserta :

a. Kepala Desa dan jajaran perangkat desa

b. Ketua dan seluruh anggota Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari c. Staf Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo

6. Tempat : Rumah Ketua Mina Sari 7. Alokasi Waktu : 2 – 3 jam

8. Susunan Acara :

a. Pembawa acara, sekaligus mengantarkan acara FGD oleh staf Dinas Peternakan dan Perikanan

b. Moderator menjelaskan tema, maksud dan tujuan FGD

c. Diskusi, diawali dengan presentase (oleh peneliti) tentang permasalahan dari bahan kajian di lapangan berkaitan dengan pengembangan budidaya ikan tawar melalui peningkatan kapasitas Kelembagaan Tani Ikan Mina Sari, yang berdasarkan usulan dari seluruh peserta untuk mendapatkan kesepakatan beberapa aksi program sesuai dengan kebutuhan petani ikan yang didukung oleh anggota, pemerintahan desa dan semua stakeholder yang hadir d. Pelaksanaan FGD, sampai menghasilkan penyusunan aksi program


(3)

116

sebagai bahan rekomendasi bagi Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten


(4)

(5)

118


(6)

Dokumen yang terkait

Kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara

3 45 50

Sistem Usaha Tani Mina Padi Ikan Mas Studi Kasus Di Desa Totap Majawa Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun

0 43 109

Pemberdayaan Kelompok Tani (Studi Kasus Kelompok Tani di Desa Margamulya Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat)

0 11 106

Strategi Penguatan Kelompok Tani dalam Pengembangan Usaha Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi

2 26 226

KAJIAN EKONOMI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DI DESA BANARAN KAJIAN EKONOMI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DI DESA BANARAN Studi Kasus Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo.

0 2 16

PROSES PEMBUATAN AKTA JUAL BELI BERDASARKAN KUASA LISAN DI KECAMATAN RIMBO BUJANG KABUPATEN TEBO.

0 1 31

ANALISA FINANSIAL PEREMAJAAN PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) RAKYAT DI DESA PURWOHARJO KECAMATAN RIMBO BUJANG KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI.

0 1 12

Rencana Pelaksanaan Peningkatan Jalan Kabupaten Ruas Km 12 - Jalan 21 Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi (STA 0+000 - STA 6+000).

0 0 6

Manfaat Program Pemberdayaan Kelembagaan Kelompok Tani Dalam Penguatan Aksebilitas Petani (studi Kasus di Kelompok Tani Bina Harapan, Desa Karamatwangi, Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut).

0 0 2

EVALUASI SISTEM PENCAIRAN DAN REALISASI ALOKASI DANA DESA (ADD) DI DESA TIRTA KENCANA KECAMATAN RIMBO BUJANG KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI TAHUN 2015.

0 1 16