18 Buku Guru Kelas X SMALB
Autis tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan
tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 5. Bersifat leksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes leksibel di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya. 7.
Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Dalam pembelajaran tematik tidak menjemukan membosankan bahkan
dalam suasana bermain yang menyenangkan mereka mendapatkan pengetahuan yang sangat utuh dan bermakna.
Siswa autis yang bersekolah di SLB memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak seusianya, untuk itu pembelajaran yang
tepat adalah dengan mengaitkan konsep materi pelajaran dalam satu kesatuan yang di pusatkan pada tema adalah yang paling sesuai. Dan
pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual,
siswa mengalami langsung yang dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik. Pembelajaran yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
E. Model-Model Pembelajaran
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu penyajian pembelajaran yang
19 Tema 7
menyatukan beberapa mata pelajaran dengan tema sebagai pemersatunya. Sementara karakteristik keilmuan dari setiap materi pelajaran tidaklah
sama maka khusus untuk penyajian pembelajaran menurut Kemen dikbud 2013 dapat disajikan langkah dalam pendekatan ilmiah sebagai berikut.
1. Mengamati Dalam penyajian pembelajaran, guru dan siswa perlu memahami apa
yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat siswa mengalami gangguan autism, maka pengamatan akan lebih banyak
menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual dan konkret.
2. Menanya Siswa yang mengalami gangguan autis tidak mudah diajak bertanya
jawab apabila tidak dihadapkan dengan media yang menarik. Guru yang efektif seyogyanya mampu menginspirasi siswa untuk
meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia
membimbing atau memandu siswanya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan siswanya, ketika itu pula dia mendorong
asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata,
pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan
juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Dengan media gambar siswa diajak bertanya jawab
kegiatan apa saja yang harus dilakukan siswa, misalnya agar rumah dan lingkungannya menjadi bersih dan sehat sekaligus membedakan
rumah yang bersih dan yang tidak bersih eksplorasi. 3. Menalar
Apabila dikaitkan dengan contoh yang disajikan di atas, maka Istilah “menalar” dalam kerangka pembelajaran dengan pendekatan ilmiah
yang dianut dalam Kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu
dalam banyak hal dan situasi siswa harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-
kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran
20 Buku Guru Kelas X SMALB
Autis ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga
bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan
pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk
pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa
lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang
sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari perspektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas
kontekstual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu eksplorasi dan elaborasi.
4. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, siswa
harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia,
misalnya, siswa harus memahami konsep-konsep IPA yang ada di dalam Bahasa Indonesia dan kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari. Siswa pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu
menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari.
5. Mengolah Pada tahapan mengolah ini siswa sedapat mungkin dikondisikan
belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar. Sebaliknya,
siswalah yang harus lebih aktif. Pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah pribadi, maka ia menyentuh tentang identitas
siswa terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, siswa berinteraksi
dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa
21 Tema 7
aman, sehingga memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Siswa secara bersama-
sama, saling bekerja sama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari kegiatan elaborasi.
6. Menyimpulkan Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan
mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mengolah
informasi. 7. Menyajikan
Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok dan atau individu. Yang sebelumnya di konsultasikan terlebih dulu kepada guru. Pada
tahapan ini kendati pun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu.
Sehingga portofolio yang di masukkan ke dalam ile atau map siswa terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu.
8. Mengkomunikasikan Pada kegiatan akhir, diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan
hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah
dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klariikasi oleh guru agar supaya siswa akan mengetahui secara benar
apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang
harus diperbaiki. Selain pendekatan saintiik, guru dapat menggunakan berbagai
model pembelajaran lain, misalnya sebagai berikut: 1.
Model Pembelajaran Langsung Direct instruction secara bahasa arti kata berarti model pengajaran
langsung. Akan tetapi banyak orang lebih suka mengganti kata pengajaran dengan pembelajaran, sehingga lebih lazim disebut model
pembelajaran langsung. Penggunaan kata ‘pembelajaran’ lebih disukai karena terkesan bahwa dalam kegiatan belajar, siswa aktif terlibat.
Beberapa orang menganggap kata ‘pengajaran’ lebih berkesan hanya
22 Buku Guru Kelas X SMALB
Autis guru yang aktif dalam kegiatan belajar, sementara siswa pasif.
Robert E. Slavin dalam bukunya Educational Psychology
dari Johns Hopkins University yang diterbitkan oleh Needham Height Allyn and Bacon, Boston
mendeinisikan direct instruction sebagai sebuah pendekatan mengajar di mana pembelajaran
berorientasi pada tujuan pembelajaran dan distrukturisasi oleh guru. Direct istruction is an approach to teaching in which
lessons are goal-oriented and structured by the teacher. p.231. Jadi model pembelajaran langsung merupakan sebuah model
pembelajaran yang bersifat teacher centered berpusat pada guru. Saat melaksanakan model pembelajaran ini, guru harus mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa, selangkah demi selangkah. Guru sebagai pusat perhatian memiliki
peran yang sangat dominan. Karena itu, pada direct instruction, guru harus bisa menjadi model yang menarik bagi siswa.
Beberapa pakar pendidikan seperti Good dan Grows 1985 menyebut direct instruction model pembelajaran langsung ini dengan istilah
‘pengajaran aktif’. Atau diistilahkan sebagai mastery teaching mengajar tuntas oleh Hunter, 1982. Sedangkan oleh Rosenshine dan Stevens,
1986 disebut sebagai pengajaran eksplisit explicit instruction. Perlu diketahui dalam prakteknya di dalam kelas, direct instruction model
pembelajaran langsung ini sangat erat berkaitan dengan metode ceramah, metode kuliah, dan resitasi, walaupun sebenarnya tidaklah
sama tidak sinomim. Model pembelajaran langsung atau direct instruction menuntut siswa untuk mempelajari suatu keterampilan
dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
a. Ciri-CiriKarakteristik Direct Instruction Model Pembelajaran
Langsung Model pembelajaran langsung ini tentu saja dapat dibedakan dari
model pembelajaran lainnya, karena ia memiliki karakteristik atau ciri-ciri tersendiri. Berikut ini beberapa karakteristikciri-ciri model
pembelajaran langsung: 1 Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa
termasuk prosedur penilaian hasil belajar. 2 Adanya sintaks atau pola keseluruhan kegiatan pembelajaran.
23 Tema 7
3 Adanya sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat
berlangsung dengan baik. b.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Langsung Bila guru ingin melaksanakan model pembelajaran langsung ini,
maka ada 5 fase atau langkah-langkah yang harus diperhatikan karena sifatnya memang sangat penting. Adapun kelima fase itu
adalah sebagai berikut: 1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa;
Pada fase pertama ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran khusus, memberi informasi tentang latar belakang pembelajaran,
memberikan informasi mengapa pembelajaran itu penting, dan mempersiapkan siswa baik secara isik maupun mental untuk
mulai pembelajarannya,
2. Mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan; pada fase kedua ini guru berperan sebagai model dengan mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan secara benar, ia harus menyajikan informasi secara bertahap selangkah demi selangkah sesuai
struktur dan urutan yang benar. 3. Membimbing pelatihan; guru harus memberikan bimbingan dan
pelatihan awal agar siswa dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sedang diajarkan.
4. Mencek pemahaman dan memberikan balikan umpan balik; Pada fase keempat ini guru melakukan pengecekan apakah
siswa dapat melakukan tugas dengan baik, apakah mereka telah menguasai pengetahuan atau keterampilan, dan selanjutnya
memberi umpan balik yang tepat. 5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan
penerapan; Pada fase terakhir kelima ini guru kemudian menyediakan kesempatan kepada semua siswa untuk melakukan
latihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi yang lebih kompleks atau penerapan dalam
kehidupan sehari-hari.
24 Buku Guru Kelas X SMALB
Autis 2.
Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah
umum untuk sekumpulan strategi pembelajaran yang dirancang un- tuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa. Tujuan
pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pem- belajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap kerag-
aman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif dilandasakan
pada teori kognitif karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran.
Metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat-man- faat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keun-
tungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berikir, mencari informasi dari sumber lain
dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan
idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa
yang lemah, juga menerima perbedaan ini. Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan
dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Jodion Siburian, dkk dalam Panduan Materi Pembelajaran Model Pembelajaran Sains 2010:174 sebagai berikut: pembelajaran
berbasis masalah problem based learning merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui
masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
Menurut Muslimin I dalam Boud dan Felleti 2000: 7, Pembelajaran berdasarkan masalah problem based learning adalah suatu
pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah,
25 Tema 7
belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang
untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak- banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang
mandiri. Model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model
pembelajaran yang dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan
masalah oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam pencapaian materi pembelajaran.
b. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah PBL menurut Martinis Yamin dalam Duffy Cunningham
2011:31 yaitu: permasalahan sebagai kajian, permasalahan sebagai penjajakan pemahaman, permasalahan sebagai contoh,
permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses, dan permasalahan sebagai stimulus aktivitas otentik.
c. Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Ada lima langkah dalam model pembelajaran berbasis masalah, yaitu:
1 Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendeinisikan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru
membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah. 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
26 Buku Guru Kelas X SMALB
Autis Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan video dan model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
5 Menganalisis dan mengevaluasi
Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
4. Model Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian CTL
Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang
diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. b.
Komponen Pembelajaran Kontekstual 1 Konstruktivisme
2 Inkuiri 3 Bertanya
4 Masyarakat belajar 5 Pemodelan
6 Releksi
7 Penilaian c.
Ciri Pendekatan Kontekstual 1 Pengalaman nyata
2 Kerjasama saling menunjang 3 Gembira belajar dengan bergairah
4 Pembelajaran terintegrasi 5 Menggunakan berbagai sumber
6 Siswa aktif dan kritis 7 Menyenangkan tidak membosankan
8 Sharing dengan teman 9 Guru kreatif
27 Tema 7
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
1 Memilih tema 2 Menentukan konsep-konsep yang dipelajari
3 Menentukan kegiatan–kegiatan untuk investigasi konsep-konsep terdaftar
4 Menentukan mata pelajaran terkaitdalam bentuk diagram 5 Mereview kegiatan-kegiatan mata pelajaran yang terkait
6 Menentukan urutan kegiatan 7 Menyiapkan tindak lanjut
F. Penggunaan Media Pembelajaran