perilaku sosial yang normal, kegelisahan, tingkah yang berulang – ulang, dan keterbatasan tingkah laku Sadock Sadock, 2007.
2.1.2.5 Faktor Biokemikal Beberapa studi melaporkan individu autis tanpa retardasi mental memiliki
insidensi hiperserotonemia yang tinggi. Pada beberapa anak gangguan autis juga terdapat konsentrasi tinggi asam homovanillik metabolisme utama dopamin di
cairan otak CSF yang berhubungan dengan tingkah laku meniru- niru dan menarik diri Sadock Sadock, 2007.
2.1.2.6 Faktor prenatal
Infeksi virus pada intrauterin dan gangguan metabolisme memiliki peranan penting dalam patogenesis gangguan autis. Intrauterin yang terpapar obat
teratogenik, thalidomide, dan valproate implikasi menyebabkan gangguan autis Sadock Sadock, 2007.
2.1.3 Kriteria Diagnostik Autisme
Adapun kriteria anak dikatakan autis, yang didefinisikan oleh The DSM – V Diagnostic and Atatistical Manual of Mental Disorder, edisike-5
dikembangkan oleh American Psychiatric Association adalah terdapat 6 gejala dari gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas,
berulang, dan meniru dengan minimal 2 gejala dari gangguan interaksi sosial dan masing-masing 1 gejala dari gangguan komunikasi, dan pola perilaku yang
terbatas, berulang, dan meniru. Gangguan dari interaksi sosial yaitu: 1 gangguan pada perilaku nonverbal
seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh dan gerak isyarat yang biasanya
Universitas Sumatera Utara
mengatur interaksi awal, 2 tidak mampu mengembangkan hubungan dengan teman sebayanya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, 3 kurangnya
spontanitas membagi kebahagiaan, minat, ataupun hasil yang dicapai dengan orang lain, dan 4 kurangnya hubungan sosial dan emosional timbal balik.
Gangguan komunikasi seperti: 1 keterlambatan pada perkembangan bahasa verbal, 2 bila perkembangan bahasa adekuat, kurangnya kemampuan
untuk memulai dan mempertahankan percakapan dengan orang lain, 3 penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan meniru-niru, dan 4 kemampuan
bermain kurang variatif, kurang spontan. Pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru seperti: 1 menunjukkan
minat yang terbatas, 2 terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada fungsinya, 3 menunjukkan gerakan-gerakan stereotip misalnya
menjentikkan jari-jari, membenturkan kepala, berayun ke depan dan belakang, berputar dan 4 seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
Terjadi keterlambatanfungsi abnormal paling sedikit satu dari hal-hal berikut ini: interaksi sosial, kemampuan berbicara berbahasa, bermain imajinatif
ataupun simbolik sebelum umur 3 tahun.
2.1.4 Penanganan Autisme
Berbagai jenis terapi yang dilakukan untuk anak autis, antara lain: 2.1.4.1 Terapi Obat medikamentosa
Terapi ini dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan untuk memperbaiki komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, dan
menghilangkan perilaku-perilaku aneh yang dilakukan secara berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian obat pada anak autis harus didasarkan pada diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping obat dan
mengenali cara kerja obat. perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena
itu perlu ada kehatihatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka panjang Danuatmaja, 2003.
2.1.4.2 Terapi Pekerjaan Bagi individu autis, terapi pekerjaan OT: occupational therapy dilakukan
untuk meningkatkan keterampilan dalam hidup sehari-hari seperti pelatihan menggunakan toilet, megenakan pakaian dan memfokuskan gerak tubuh untuk
semua kegiatan sehari-hari contohnya memperbaiki motorik halus menggenggam pena untuk menulis atau menggunakan gunting untuk memotong, memperbaiki
motorik kasar bersepeda, menendang bola atau berlari, keterampilan mempersepsi dibutuhkan untuk mengatur tubuh di dalam ruang dan
mempertahankan suatu postur tubuh selain juga memilahkan di antara bentuk- bentuk dan mengestimasi jarak, keterampilan visual untuk membaca dan
menulis, dan keterampilan bermain Sastry Agirre, 2012 2.1.4.3 Terapi Fisik
Para terapis fisik menggarap perkembangan otot, kekuatan dan koordinasinya, menargetkan keterampilan motorik kasar pada anak-anak seperti
duduk, bergulung dan berdiri. Ketika anak bertumbuh, terapi fisik memfokuskan untuk menolong keterampilan yang mensyaratkan koordinasi lebih kompleks
seperti menendang, melempar dan menangkap, dan menghindar. Fokusnya lebih
Universitas Sumatera Utara
dari sekadar perkembanagan fisik, karena bisa meliputi juga kemampuan untuk terlibat di dalam olahraga dan permainan pada umumnya. Tujuan dan pendektan
terapi fisik di titik ini bisa saja tumpang-tindih dengan tujuan dan pendekatan terapi pekerjaan. Terapi melalui makanan diet therapy diberikan untuk anak-
anak dengan masalah alergi makanan tertentu sering terjadi anak autis, seperti gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan keracunan logam
berat. Gangguan-gangguan pada fungsi tubuh ini yang kemudian akan mempengaruhi fungsi otak. Diet yang sering dilakukan pada anak autis adalah
GFCF Glutein Free Casein Free. Pada anak autis disarankan untuk tidak mengkonsumsi produk makanan yang berbahan dasar gluten dan kasein gluten
adalah campuran protein yang terkandung pada gandum, sedangkan kasein adalah protein susu. Jenis bahan tersebut mengandung protein tinggi dan tidak dapat
dicerna oleh usus menjadi asam amino tunggal sehingga pemecahan protein menjadi tidak sempurna dan berakibat menjadi neurotoksin racun bagi otak. Hal
ini menyebabkan terjadinya penurunan sejumlah fungsi otak yang berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan. Sastry Agirre, 2012
2.1.4.4 Terapi Biomedis Terapi biomedis ini sebenarnya dipinam dari penggunan yang sudah mapan
dibidang-bidang lain kedokteran yang kemudian diperluas atau diubah jika ingin digunakan untuk menangani autisme. Contohnya di dalam praktis klinik standar,
chelation dapat digunakan untuk menangani keracunan akut, dan antbiotik menangani infeksi bakteri.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.5 Terapi Sistem Kekebalan Tubuh Terapi sistem kekebalan tubuh melibatkan pemberian antibodi untuk
membantu individu melawan bakteri dan virus. Teori yang mendasarinya menyatakan bahwa individu tidak punya sistem kekebalan tubuh yang kuat atau
tidak menghasilkan antibodi yang cukup sehingga membuatnya rentan dari infeksi yang menyebabkan simtom autisme muncul. Namun, tidak ada bukti yang bisa
mengaitkan pemberian antibodi dengan perbaikan autisme. Selain itu biaya penanganan ini sangat mahal Sastry Agirre, 2012.
2.1.5 Dampak Autisme pada Orangtua