2. Karakteristik Fisika dan Kimia Lingkungan Karakteristik Fisika Kimia Perairan
Dari hasil pengukuran terhadap kualitas perairan Tabel 6, suhu rata-rata pada tiap stasiun memenuhi baku mutu. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan suhu tertinggi sebesar 34 C terjadi pada plot 3 stasiun II, pada plot ini
memiliki sedikit jumlah semai, pancang dan pohon sehingga lahan tempat air tergenang menjadi terbuka dan terkena sinar matahari langsung kemudian cuaca
saat pengukuran suhu sangat cerah, selain itu faktor kedalaman juga mempengaruhi distribusi suhu. Pada stasiun II plot 3 ini, perairannya lebih
dangkal dibandingkan lokasi lainnya, hal ini didukung oleh pernyataan Rahman 2010 bahwa pengaruh kedalaman perairan juga dapat menjadi pertimbangan
sebagai faktor yang mempengaruhi distribusi suhu, hal ini dapat mengindikasikan bahwa pada kedalaman yang lebih rendah lebih cepat mengalami pemanasan dari
pada saat kedalaman tinggi. Fluktuasi suhu air yang terjadi antar masing-masing stasiun tidak terlalu
signifikan. Menurut Talib 2008, perbedaan waktu pengukuran di setiap stasiun yang berhubungan dengan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh badan
perairan, kondisi cuaca, ada tidaknya naungan penutupan oleh tumbuhan, dan banyak sedikitnya volume air yang tergenang menyebabkan terjadinya fluktuasi
suhu air antara masing-masing stasiun. Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian Antonio 2010 bahwa Biasanya perbedaan kisaran suhu pada masing-
masing stasiun pengamatan disebabkan oleh arus air, penutupan kanopi vegetasi, dan lain-lain, namun suhu yang ada di masing-masing stasiun penelitian ini lebih
banyak disebabkan oleh faktor intensitas sinar matahari yang terpapar langsung di
Universitas Sumatera Utara
lingkungan mangrove sehingga lebih menyebabkan suhu di ketiga stasiun penelitian berubah-ubah sesuai dengan kondisi di wilayah tersebut.
Kisaran nilai oksigen terlarut Dissolved Oxygen DO pada stasiun I dan stasiun II memenuhi baku mutu. Nilai oksigen terlarut tertinggi bernilai 10 mgl
yang terjadi pada stasiun I plot 1, hal ini dikarenakan pada plot ini terdapat genangan air yang cukup dekat dengan garis pantai sehingga memungkinkan
untuk terjadinya goncangan dari arus air laut saat pasang mendekati areal mangrove. Tingginya nilai DO umumnya terjadi saat matahari mulai naik dan saat
surut, menurut Rahman 2010 bahwa pada saat surut di setiap stasiun pengamatan kadar DO diperoleh lebih tinggi. Hal ini diduga adanya pengaruh dari
proses fotosintesis fitoplankton yang memproduksi oksigen sehingga kadar DO di perairan meningkat. Pada stasiun III nilai DO tidak memenuhi baku mutu dengan
kisaran 1- 3,5 dan rata-rata 2,3. Hal ini disebabkan karena pada stasiun III sangat sedikit ditemukan air. Selain itu diduga air laut jarang masuk ke dalam stasiun ini
sehingga arusnya relatif kecil kecuali pada plot 5 yang sudah berhubungan langsung dengan muara sungai.
Kisaran nilai pH yang paling memenuhi baku mutu terdapat pada stasiun I yaitu berkisar 7 – 8, sedangkan pada stasiun II kisaran nilai pH 6,5 – 8,1 terdapat
satu kondisi di bawah baku mutu yaitu 6,5. Nilai pH tersebut terdapat pada plot 1. Hal ini diduga karena pasokan air tawar yang cukup asam dan juga berasal dari air
hujan. Pada plot ini kerapatan jenisnya cukup tinggi dan airnya terkurung sehingga kemungkinan air hujan yang tertampung hanya tertahan dalam
genangan.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmadi 2012 bahwa kondisi perairan di lokasi penelitian kurang lebih asam disebabkan oleh pasokan air tawar yang
bersifat asam yang dibawa dari daratan menuju laut cukup tinggi dan bisa juga diakibatkan oleh turunnya hujan di daerah tersebut seperti yang dikemukakan oleh
Nybaken 1992 bahwa pada umumnya pH air laut stabil karena adanya siklus karbonat dalam air laut.
Pada stasiun III nilai pH berkisar 8 – 9 sehingga terdapat suatu kondisi nilai pH berada di atas baku mutu yaitu 9. Menurut Kaswadji 1971 yang diacu
oleh Antonio 2012 bahwa pH dengan nilai 5,5 – 6,5 dan 8,5 termasuk perairan yang kurang produktif, perairan dengan pH 6,5 – 7,5 termasuk dalam perairan
yang produktif serta pH 7,5 – 8, 5 termasuk perairan dengan produktivitas yang tinggi.
Nilai pH di kawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada tingkat kerapatan vegetasi yang tumbuh di kawasan tersebut. Jika kerapatan rendah, tanah
akan mempunyai nilai pH yang tinggi Noor, dkk., 2006.
Kisaran nilai salinitas pada stasiun II dan stasiun III memenuhi baku mutu yaitu 14 – 30 dan 15 – 30. Sedangkan pada stasiun I salinitas berkisar 28 – 38
sehingga melewati baku mutu untuk kehidupan mangrove. Stasiun I memiliki nilai salinitas yang paling tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan
karena stasiun I kurang mendapat pasokan air tawar berbeda dengan stasiun II dan stasiun III yang terdapat sungai di bagian ujung transek, selain itu stasiun I
memiliki transek yang paling pendek karena lebih ke bagian daratnya sudah terjadi pergantian lahan. Hal tersebut juga dapat dibuktikan dengan komposisi
jenis mangrove yang ditemukan pada stasiun I yang lebih didominasi oleh Avicennia sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamalia 2013 bahwa Avicennia
Universitas Sumatera Utara
sp merupakan genus yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan genus lainnya.
Nitrat merupakan bentuk nitrogen utama di perairan dan nutrien utama bagi pertumbuhan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat
stabil yang dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran Tabel 6 konsentrasi nitrat di
semua stasiun telah melampaui baku mutu. Nilai nitrat tertinggi terdapat di stasiun I, hal ini disebabkan karena air di lokasi ini kebanyakan merupakan air tergenang
selain itu masukan bahan organik dari kegiatan wisata pantai yang dekat dengan stasiun I dapat meningkatkan kadar nitrat pada stasiun I. Menurut Rahman 2010
bahwa tingginya kadar nitrat ditandai dengan melimpahnya bahan organik yang diduga mengandung bahan-bahan nitrogen organik seperti organisme dan
tumbuhan yang mati maupun hasil eksresi organisme. Kadar posfat pada stasiun I berkisar 0,0191 – 2,9778 mgl, pada stasiun II
berkisar 0 – 0,9330 mgl, dan pada stasiun III berkisar 0 – 0,7152. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut konsentrasi posfat di semua stasiun tidak memenuhi
baku mutu. Menurut Boyd 2001 dalam Rahman 2010 bahwa Keberadaan fitoplankton dapat mempengaruhi kadar fosfat di perairan. Hal ini dipengaruhi
karena fosfat merupakan salah satu bentuk nutrien yang diperlukan produser primer fitoplankton atau makrofita untuk pertumbuhan dan perkembangan
selnya.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik Substrat
Karakteristik substrat diketahui juga menentukan kehidupan komunitas mangrove. Substrat sedimen di daerah hutan mangrove mempunyai ciri-ciri selalu
basah, mengandung garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya akan bahan organik. Menurut Setiawan 2013 Penelitian tentang karakteristik
substrat tanah sangat penting dilakukan untuk menunjang kegiatan rehabilitasi mangrove. Berdasarkan data yang diperoleh tipe substrat yang dominan adalah
lempung berdebu dan liat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan tipe subtrat lempung berdebu
terdapat jenis beberapa jenis yang dominan yaitu A. lanata, A. marina dan B. sexangula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamalia 2013 bahwa Avicennia sp
tumbuh subur yaitu jenis substrat dimana substrat di lokasi tersebut adalah lempung berdebu. Namun, Avicennia sp. juga banyak ditemukan pada substrat
yang lebih dominan pasir. B. sexangula dapat tumbuh pada berbagai tipe subtrat. Pada tipe substrat liat lebih didominasi oleh B. sexangula dan B. cylindrica. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Noor, dkk 2006 bahwa B. sexangula biasanya tumbuh pada tanah liat di belakang zona Avicennia dan jenis ini juga memiliki
kemampuan untuk tumbuh pada substrat yang baru terbentuk. Kandungan nitrogen yang terdapat di semua stasiun hampir sama, nilai
yang tertinggi terdapat pada stasiun I plot 5 yaitu sebesar 0,43 . Pada stasiun ini jenis yang mendominasi adalah Avicennia sp. dan B. sexangula. Berdasarkan
pengukuran nitrogen pada daun Avicennia sp. memiliki kandungan nitrogen paling besar, sehingga diduga jenis ini juga menyumbang nilai nitrogen yang
Universitas Sumatera Utara
cukup besar pada substrat. Kadar nitrogen pada substrat di lokasi penelitian termasuk sedang.
Kandungan fosfor paling tinggi terdapat pada stasiun II plot 5 sebesar 286,1 mgl Tabel 7. Secara ekologis lokasi tersebut merupakan daerah yang
dekat dengan sungai, sehingga diduga masukan fosfor ke area ini disebabkan dari sumber antropogenik seperti limpasan daerah pertanian dan limbah rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie 2003 bahwa limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi keberadaan fosfor. Menurut Setiawan 2013, unsur P tersedia dalam tanah bisa berasal dari bahan organik, pemupukan maupun dari mineral dalam
tanah. Unsur P tersedia banyak dibutuhkan tanaman untuk pembentukan bunga, buah, biji, perkembangan akar dan untuk memperkuat batang agar tidak mudah
roboh. Pirit atau senyawa FeS
2
adalah mineral tanah berukuran mikro yang tidak dapat dilihat dengan mata secara langsung.
Nilai pirit terbesar terdapat pada stasiun III plot 5 yaitu sebesar 4,11. Tanah yang memiliki kadar pirit yang sangat
tinggi biasanya disebut dengan tanah sulfat masam. Senyawa pirit pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Keberadaan hutan
mangrove dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit. Kadar pirit terendah terdapat pada stasiun I plot 5. Menurut Mariana 2009 Sulfur merupakan bagian
yang penting disamping besi-besi lainya dalam proses pembentukan pirit. Menurut Sustiyah 2012, kadar pirit yang sangat tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan yang ada di suatu lokasi. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa jumlah pohon di stasiun III plot 5 sedikit hanya 3
Universitas Sumatera Utara
jenis. Selain itu, kadar pirit yang tinggi menyebabkan ketersediaan posfat berkurang karena posfat
diikat oleh besi atau aluminium dalam bentuk besi fosfat atau aluminum fosfat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa di stasiun III plot
5 memiliki nilai pirit yang paling besar dan nilai posfat yang paling kecil pula. Namun, kadar pirit yang terdapat di lokasi penelitian masih tergolong rendah dan
masih bisa ditoleransi oleh lingkungan.
Menurut Onrizal dan Kusmana 2008 Parameter tanah dan kualitas air yang penting bagi pertumbuhan mangrove, secara umum tidak melampaui
ambang batas yang diperkenankan, kecuali potensi pirit yang terdapat di kedua sistem lahan yang dapat mengancam pertumbuhan mangrove jika tidak segera
diatasi, karena bersifat racun bagi tumbuhan. Oleh karena itu, dalam rangka kegiatan rehabilitasi, upaya mengurangi potensi pirit merupakan prioritas utama.
Potensi pirit tersebut dapat dikurangi jika penghalang aliran air pasang surut dapat dihilangkan, sehingga kawasan tersebut akan digenangi aliran air pasang surut
secara teratur.
Karakteristik Daun Mangrove
Pengukuran kandungan yang terdapat dalam daun mangrove ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar masukan bahan organik ke dalam suatu
ekosistem yang berasal dari daun mangrove tersebut. Dari hasil pengukuran laboratorium Tabel 7, kadar nitrogen dan posfor terbesar berasal dari A. lanata
yaitu 17,01 dan 0,89. Kadar tannin terbesar berasal dari A. marina. Kadar nitrogen dan fosfor yang terdapat pada daun kemungkinan besar akan jatuh dan
masuk ke dalam tanah sehingga diduga serasah dari jenis mangrove yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki nilai besar akan memberikan kontribusi bahan organik yang besar pula untuk substrat dan organisme-organisme yang hidup dalam substrat maupun
perairan mangrove. Tanin merupakan kandungan senyawa biokimia yang terdapat pada
mangrove. Berdasarkan Tabel 8 kandungan tanin tertinggi berasal dari A. marina, kemudian diikuti dengan A. lanata dan A. officinalis. Tanin memiliki sifat yang
hampir sama dengan senyawa saponin yang terdapat pada daun teh, sehingga akan menyebabkan warna kemerahan pada sekitar perairan. Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan bahwa akar jenis Avicennia sp. apabila dicabut berwarna kemerahan dan meninggalkan bekas. Hal ini didukung dengan pernyataan Oktavianus 2013
bahwa A. marina memiliki kandungan senyawa bioaktif yang lebih besar dan kompleks dari jenis Avicennia spp lainnya.
3. Morfometri Daun Aegiceras corniculatum