Morfometri Daun Cacing Nereis

Tabel 7. Karakteristik Fisika Kimia Substrat Stasiun Plot Tipe N P 2 O 5 mgl Fe 1 1 Lempung berdebu 0,37 184,80 3,03 3 Lempung berdebu 0,40 128,56 3,15 5 Liat 0,43 169,60 2,81 2 1 Lempung berdebu 0,29 157,40 3,06 3 Lempung berdebu 0,30 166,50 3,17 5 Liat 0,31 286,10 3,33 3 1 Liat 0,37 178,40 3,90 3 Lempung 0,34 169,70 3,74 5 Liat 0,41 70,90 4,11 Karakteristik Daun Mangrove Karakteristik daun yang diamati meliputi tannin, nitrogen dan posfor. Kadar tanin paling banyak ada pada mangrove jenis Avicennia lanata, kadar nitrogen paling banyak dimiliki oleh mangrove jenis Avicennia lanata. Kadar posfor paling banyak ada pada mangrove jenis Rhizophora stylosa. Kandungan tanin, nitrogen dan posfor dalam daun dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan tanin, Nitrogen dan Posfor dalam Daun Mangrove No Jenis Mangrove Tanin N P 1 Aegiceras corniculatum 8,04 0,37 0,06 2 Avicennia lanata 17,01 0,89 0,07 3 Avicennia marina 12,11 0,40 0,08 4 Avicennia officinalis 6,94 0,32 0,07 5 Bruguiera cylindrica 10,00 0,22 0,02 6 Bruguiera sexangula 5,96 0,16 0,04 7 Ceriops tagal 7,81 0,44 0,01 8 Excoecaria agallocha 9,35 0,24 0,05 9 Rhizophora mucronata 7,03 0,71 0,03 10 Rhizophora stylosa 8,43 0,77 0,09

3. Morfometri Daun

Pengukuran morfometri daun dilakukan pada daun dari semua jenis mangrove yang ditemukan di stasiun penelitian. Hubungan antara selang kelas morfometrik daun sumbu x terhadap persentase kumulatif sumbu y digambarkan dengan grafik log normal. Jenis mangrove yang ditemukan dari semua stasiun sebanyak 10 jenis. Namun, tidak semua jenis ditemukan di semua Universitas Sumatera Utara stasiun. Berikut pada Gambar 17 sampai dengan Gambar 26 disajikan gambar grafik log normal daun mangrove. Gambar 17. Grafik Log Normal Daun Aegiceras corniculatum Gambar 18. Grafik Log Normal Daun Avicennia lanata. Universitas Sumatera Utara Gambar 19. Grafik Log Normal Daun Avicennia marina Gambar 20. Grafik Log Normal Daun Avicennia officinalis Universitas Sumatera Utara Gambar 21. Grafik Log Normal Daun Bruguiera cylindrica Gambar 22. Grafik Log Normal Daun Bruguiera sexangula Universitas Sumatera Utara Gambar 23. Grafik Log Normal Daun Ceriops tagal Gambar 24. Grafik Log Normal Daun Excoecaria agallocha Gambar 25. Grafik Log Normal Daun Rhizophora mucronata Universitas Sumatera Utara Gambar 26. Grafik Log Normal Daun Rhizophora stylosa

4. Cacing Nereis

Cacing Nereis sp. Gambar 27 umum ditemukan di dalam substrat dan di akar-akar pohon mangrove. Pengambilan cacing ini dilakukan dengan menggali beberapa lubang di dalam transek pengamatan. Jumlah cacing Nereis sp. yang ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Gambar 27. Cacing Nereis sp. Tabel 9. Jumlah Cacing Nereis sp. di Lokasi Penelitian Stasiun Plot Jumlah 1 1 9 3 12 5 8 2 1 3 3 15 5 14 3 1 4 3 2 5 6 Universitas Sumatera Utara Pembahasan 1. Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan Kerapatan jenis mangrove dikelompokan ke dalam 3 kategori yaitu pohon, pancang dan semai. Kerapatan jenis mangrove pada stasiun I diperlihatkan pada gambar 10. Pada stasiun I, jenis A. marina memiliki nilai kerapatan tertinggi baik dari kategori semai, pancang dan pohon dengan nilai kerapatan sebesar 16923 indha, 5662,65 indha dan 600 indha terbukti dengan jumlah jenis ini yang paling banyak ditemukan pada stasiun I lampiran 1. Hal ini berarti Avicennia sp. mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan yang berada di stasiun I. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamalia, dkk 2013 di pesisir Kelurahan Sawang Kabupaten Karimun yang menyatakan Avicennia sp. dominan berada di lokasi pengamatan karena dapat beradaptasi dengan baik di kawasan hutan mangrove Kelurahan Sawang. Nilai kerapatan terendah pada kategori semai dan pancang adalah jenis B. cylindrica, pada kategori pohon nilai kerapatan terendah adalah jenis C. tagal. Stasiun I memiliki panjang transek yang paling pendek yaitu sepanjang 150 meter. Pada stasiun ini sebagian lahan mangrovenya sudah dijadikan lahan bebas oleh masyarakat sehingga lahan mangrove di stasiun I ini paling pendek. Jumlah kerapatan jenis pohon adalah 1233,33 Lampiran 1, berdasarkan Kepmen LH No. 201 tahun 2004, nilai kerapatan semai dan pancang termasuk dalam kategori sangat padat dan nilai kerapatan pohon di stasiun I termasuk dalam kategori sedang. Universitas Sumatera Utara Stasiun II memiliki jenis mangrove yang lebih banyak dan kondisinya lebih baik dari pada stasiun I. Stasiun II memiliki transek yang paling panjang dari ketiga stasiun pengamatan yaitu 250 meter. Nilai kerapatan jenis B. sexangula tertinggi pada tingkat semai dan pancang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu 123750 indha dan 46000 indha. Hal ini disebabkan karena pernah dilakukan penanaman mangrove jenis ini pada tahun 2004 dan mangrove jenis B. sexangula memiliki pertumbuhan yang relatif cepat. Pada tingkat pohon A. lanata memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu 450 indha. Nilai kerapatan terendah pada tingkat semai yaitu jenis B. cylindrica sebesar 12500, nilai kerapatan jenis A. officinalis pada tingkat pancang dan pohon memiliki nilai kerapatan terendah yaitu 2000 indha dan 50 indha. Jumlah total kerapatan pohon di stasiun II sebesar 1350 Lampiran 1. Berdasarkan Kepmen LH No. 201 tahun 2004, nilai kerapatan semai dan pancang termasuk dalam kategori sangat padat dan nilai kerapatan pohon di stasiun II termasuk dalam kategori sedang. Stasiun III merupakan stasiun yang paling dekat dengan muara sungai atau bagian estuari. Panjang transek di stasiun III adalah sepanjang 200 meter. Nilai kerapatan B. sexangula pada tingkat semai dan pancang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu 117000 indha dan 22333,3 indha Lampiran 1. Pada tingkat pohon E. agallocha memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu 600 indha. Jumlah total kerapatan jenis pohon di stasiun III sebesar 14000. Berdasarkan Kepmen LH No. 201 tahun 2004 nilai kerapatan semai dan pancang termasuk dalam kategori sangat padat dan nilai kerapatan pohon termasuk dalam kriteria sedang. Kerapatan jenis mangrove didominasi oleh jenis yang berbeda-beda pada setiap stasiun tergantung daya adaptasi dan faktor yang mempengaruhi jenis Universitas Sumatera Utara mangrove tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmadi 2012 bahwa tingginya nilai kerapatan serta beragamnya jenis mangrove yang ditemukan dapat mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi mangrove baik dan dapat bertahan pada kondisi lokal tempat tersebut. Menurut Samingan 1975 yang diacu oleh Rahman 2010 mengungkapkan bahwa jika suatu komunitas mangrove yang mempunyai anakan dan semai lebih dari 50 dikategorikan dalam kondisi muda begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa komunitas mangrove di stasiun I, II dan III tergolong dalam kondisi muda, diindikasikan dengan komposisi pohonnya lebih sedikit dibandingkan semai dan pancang. Adanya anakan dan semai yang melimpah memungkinkan komunitas ini bersuksesi sendiri. Frekuensi Berdasarkan Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15 jenis B. sexangula lebih dominan ditemukan pada setiap stasiun dari kategori semai dan pancang. Dari semua stasiun jenis B. sexangula hampir selalu ditemukan di setiap plot dalam setiap stasiun. Hal ini dikarenakan jenis ini mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya serta toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Noor, dkk 2006 bahwa jenis B. sexangula tumbuh pada area yang lebih basah, kadang-kadang pada tempat berpasir serta toleran terhadap kondisi air asin, payau dan tawar. Pada stasiun I, A. marina memiliki nilai frekuensi tertinggi pada tingkat pancang dan pohon dengan nilai 1 dan 0,8 Gambar 13. Pada kategori semai B. Universitas Sumatera Utara sexangula dan R. stylosa memiliki nilai yang sama yaitu 0,6. Hal ini dikarenakan pernah dilakukan penanaman mangrove jenis R. stylosa pada tahun 2004 di area stasiun I. Stasiun II memiliki kondisi ekosistem yang paling baik di antara stasiun I dan stasiun III. B. sexangula memiliki nilai frekuensi yang paling tinggi pada kategori semai dan pancang Gambar 14 yang artinya jenis ini ditemukan pada kelima plot pengamatan. A. lanata paling sering ditemukan pada kategori pohon di stasiun II. Pada stasiun III, B. sexangula juga memiliki nilai frekuensi yang paling tinggi pada kategori semai dan pancang. Jenis ini ditemukan pada empat plot pengamatan. Pada kategori pohon, terdapat tiga jenis mangrove dan ketiga jenis ini memiliki nilai frekuensi yang sama. Dominansi Relatif Penutupan Jenis Relatif Dominansi merupakan penutupan lahan mangrove yaitu seberapa besar kemampuan mangrove tersebut dapat menutupi suatu lahan. Semakin banyak jumlah pohon yang ditemukan dan semakin besar diameter batang pohon maka semakin besar pula dominansi atau penutupan mangrove. Penutupan jenis relatif pada Gambar 16 menunjukan mangrove jenis A. lanata memiliki nilai paling tinggi pada stasiun I dan stasiun II yaitu 54,29 dan 36,28 . Hal ini menunjukan bahwa keberadaan mangrove jenis A. lanata mendominasi di areal stasiun I dan stasiun II. Kondisi tersebut berarti stasiun I dan stasiun II memberikan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi pertumbuhan mangrove jenis A. lanata terbukti dari diameter pohon yang rata-rata berukuran Universitas Sumatera Utara besar. Hal ini didukung dengan pernyataan Kamalia, dkk 2013 bahwa tingkat penguasaan lahan oleh mangrove jenis A. lanata lebih banyak dibandingkan mangrove lainnya sehingga jenis tersebut menjadi dominan. Selain itu jenis ini letaknya pada lapisan paling luar mangrove yang memilki kadar garam tinggi sehingga peluang ditemukannya lebih tinggi. Pada stasiun III mangrove jenis E. agallocha memiliki nilai paling tinggi yaitu 39,94 . Hal ini berarti bahwa mangrove jenis ini mendominasi di areal stasiun III. Kondisi ini disebabkan karena stasiun III ini lebih dekat ke estuaria atau daerah dengan kadar garam agak rendah dibandingkan stasiun I dan stasiun II. Hal ini didukung oleh pernyataan Noor, dkk 2006 bahwa E. agallocha memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar dan umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove bagian daratan atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Dari hasil perhitungan penutupan jenis relatif dapat diketahui kriteria baku kerusakan mangrove menurut Kepmen LH No. 201 tahun 2004 bahwa pada stasiun I kondisi ekosistem mangrove termasuk dalam kategori jarang. Pada stasiun II kondisi ekosistem mangrove juga termasuk dalam kategori jarang dan begitu juga dengan stasiun III juga termasuk dalam kategori jarang. Indeks Nilai Penting INP INP adalah nilai yang memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis vegetasi mangrove dalam komunitas mangrove. Nilai INP berkisar antara 0 – 300 Bengen, 2001. Berdasarkan Tabel 2, R. stylosa memiliki nilai INP tertinggi pada stasiun I terlihat dari nilai kerapatan dan frekuensinya Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 karena pada tahun 2004 pernah dilakukan penanaman mangrove jenis ini. B. sexangula memiliki nilai tertinggi di stasiun II dan stasiun III yaitu 149,99 dan 162,56. B. cylindrica memiliki nilai INP paling rendah di stasiun I dan stasiun II hal ini karena jenis ini sangat jarang ditemukan pada plot pengamatan hal ini sesuai dengan pernyataan Darmadi, dkk 2012 bahwa jenis ini merupakan jenis yang jarang ditemukan dikarenakan tingkat regenerasinya yang sangat rendah dan tingkat kekuatan untuk beradaptasi terhadap lingkungan habitatnya kurang baik. Pada stasiun III nilai INP terendah adalah A. marina hal ini dikarenakan A. marina bukan merupakan vegetasi hasil rehabilitasi melainkan permudaan yang tumbuh secara alami di alam. Berdasarkan Tabel 3, A. marina memiliki nilai INP tertinggi yaitu sebesar 76,23 di stasiun I, hal ini tidak berbeda dengan penelitian Rahman 2010 di Pesisir Pulau Dua bahwa tingginya nilai INP A. marina dapat mengindikasikan bahwa jenis A. marina berperan penting dalam ekosistem dan hal ini juga didukung pernyataan Kamalia 2013 bahwa Avicennia sp merupakan jenis tumbuhan sejati pentingdominan. Pada stasiun II dan stasiun III B. sexangula memiliki nilai INP tertinggi yaitu 133,53 dan 119,29 . Nilai INP terendah di stasiun I yaitu B. cylindrica, pada stasiun II INP terendah yaitu A. officinalis dan pada stasiun III nilai terendah yaitu E. agallocha. Berdasarkan Tabel 4, nilai INP tertinggi pada kategori pohon pada stasiun I dan stasiun II adalah A. marina. Pada stasiun III E. agallocha memiliki nilai tertinggi, hal ini terlihat dari nilai kerapatan, frekuensi dan dominansi penutupan jenis ini paling besar diantara jenis mangrove lainnya yang berada pada stasiun III. Nilai INP terendah pada stasiun I yaitu C. tagal dengan nilai INP 14,04 , A. Universitas Sumatera Utara officinalis terendah pada stasiun II dengan nilai 14,57, dan pada stasiun III A. lanata memiliki nilai INP terendah yaitu sebesar 79,94. Pada tingkat pohon jenis Avicennia sp. di setiap stasiun memiliki nilai yang cukup tinggi, hal ini berarti Avicennia sp. memberikan pengaruh yang besar atau berperan penting pada suatu lokasi. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Keanekaragaman mencakup dua hal pokok yaitu banyaknya spesies yang ada pada suatu komunitas dan kelimpahan dari tiap spesies tersebut. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi pada tingkat semai terdapat di stasiun I yaitu sebesar 1,36, pada tingkat pancang stasiun I juga memiliki nilai keaneragaman yang tinggi dengan nilai 1,31. Pada tingkat pohon nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai 1,58. Secara umum nilai keanekaragaman jenis mangrove di lokasi penelitian termasuk rendah namun mendekati sedang juga yang berarti keberadaan dan distribusi masing-masing jenis secara individual terbatas. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Sulistiowati 2009 di pulau Sempu bahwa Secara umum keanekaragaman jenis mangrove di Pulau Sempu adalah rendah 0,49. Rendahnya nilai indeks keanekaragaman ini juga dipengaruhi faktor anthropogenic yang berdasarkan pengamatan langsung terjadi penebangan, selain itu juga luasan pantai sudah mengalami abrasi. Namun demikian keberadaan hutan mangrove tersebut cukup potensi untuk “nursery or hatching area” bagi banyak biota yang tinggal di area mangrove ini. Universitas Sumatera Utara Nilai indeks keseragaman pada tingkat semai tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 0,91, pada tingkat pancang keseragaman tertinggi juga terdapat pada stasiun I dengan nilai indeks 0,87, dan pada tingkat pohon terdapat pada stasiun III dengan nilai indeks 1,19. Nilai indeks keseragaman mangrove diindikasikan mendekati 1 yang berarti nilai keseragaman antar spesies relatif merata. Hal ini didukung oleh pernyataan Rahman 2010 bahwa nilai indeks keseragaman yang mendekati 1, artinya keseragaman antar spesies relatif merata. Sedangkan nilai indeks keseragaman yang mendekati 0 yaitu yang terdapat pada stasiun III dengan kategori semai dan pancang artinya keseragaman spesies dalam suatu komunitas relatif rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahman 2010 bahwa indeks keseragaman yang menedekati 0 mengindikasikan keseragaman spesies di dalam komunitas adalah rendah yang mencerminkan kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda. Menurut Odum 1971 diacu oleh Genisa 2006, nilai indeks keseragaman itu tinggi jika tidak terjadi pemusatan individu pada suatu jenis tertentu. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari keempat stasiun menunjukkan bahwa indeks keseragaman di stasiun I pada tingkat semai dan pancang tertinggi 0,91 dan 0,87 karena jenis mangrove tingkat semai dan pancang yang ditemukan di stasiun tersebut merata dan tidak terpusat. Pada tingkat pohon nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun III, hal ini dikarenakan jumlah masing-masing jenis merata Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik Fisika dan Kimia Lingkungan Karakteristik Fisika Kimia Perairan