commit to user 42
pajak lain setelah krisis ekonomi 1930, pajak itu antara lain pajak kepala, pajak pendapatan, pajak upah, dan pajak krisis.
24
Besarnya pajak itu mempersulit keadaan ekonomi penduduk yang dari ekonominya belum mencukupi sehingga penduduk lebih memilih bekerja pada
perkebunan yang menjanjikan keuntungan yang besar. Kamajuan industri ekonomi Mangkunegaran bukan saja mendatangkan keuntungan namun juga
menaikkan keadaan sosial penduduk sekitar dari tingkat petani menjadi pekerja industri. Industri perkebunan lewat Dana Milik Mangkunegaran ini memicu akibat
pada urbanisasi besar-besaran dari penduduk desa ke daerah yang menghasilkan produksi. Kesenjangan penduduk Mangkunegaran akan terlihat jelas, karena pola
hidup penduduk dan pendidikan belum terpenuhi secara merata kepada rakyat. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat kesehatan penduduk wilayah
Mangkunegaran. Selain keadaan ekonomi penduduk yang dalam kondisi serba kekurangan kekurangan, wabah penyakit juga mempengaruhi kesehatan penduduk
waktu itu adalah keadaan makanan penduduk. Adanya kegagalan panen akan mengakibatkan kekurangan pangan sehingga daya tahan tubuh penduduk menjadi
lemah dan mudah terserang penyakit.
D. Kondisi Penduduk Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegoro VII
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu gejala sosial-ekonomi yang terjadi pada masyarakat kolonial. Pertambahan penduduk menjadi kasus yang sulit
dipecahkan. Menurut sensus penduduk tahun 1930, pertambahan penduduk pulau
24
Ibid, halaman 187.
commit to user 43
Jawa sebesar 40 juta jiwa lebih. Di Jawa sendiri kepadatan penduduknya cukup banyak berada Kota Mangkunegaran.
25
Daerah vulkanis dengan musim hujan dn kemarau yang agak teratur serta tanah yang relatif subur mengantungkan pada pertanian merupakan tempat yang
ideal bagi pertumbuhan penduduk. Namun daerah-daerah lain yang kurang subur dan hujan tidak teratur tidak bisa mengembangkan pertanian penduduknya
memilih cara berladang berpindah-pindah. Pertambahan penduduk pada umumnya tidaklah semata-mata tergantung pada masalah ekologi dan alamiah serta
perkembangan pertanian saja juga terlibat pada factor-faktor lain, seperti kesehatan, keamanan, migrasi dan teknik pengolahan pertanian.
Pertambahan penduduk terjadi dengan cepat adalah pasti, factor utama yang sering dianjurkan ialah terjaminnya keadaan dan diperkenalkan cara
penjagaan kesehatan penduduk. Keterlibatan pamong desa dalam masyarakat tradisonal sering dilibatkan baik dalam perang maupun untuk menekan kematian
dan kejahatan. Adanya jaminan keamanan yang lebih merata adalah salah satu gejala yang sehat bagi pertumbuhan penduduk. Dengan adanya sistem keamanan
yang terpusat untuk penduduk yang berpindah ke daerah lain memberikan prospek ekonomis yang lebih terbuka. Adanya keamanan belum tentu menjamin kesehatan
penduduk dalam mempercepat laju pertumbuhan penduduk abad ke-19. Sebab selama abad ke-19 tindakan preventif terhadap penyakit menular masih sangat
25
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka, halaman 97.
commit to user 44
terbatas penangganannya di daerah. Hanya sekitar kurang dari dua setengah persen saja dari penduduk pulau jawa yang sempat menikmati vaksinasi.
26
Di wilayah Kota Mangkunegaran pada tahun 1930, dengan luas wilayah mencapai 859,93 per km² sudah memiliki jumlah kepadatan penduduk 35.183
jiwa, yang terdiri dari orang-orang Pribumi, orang Timur Asing, dan orang Eropa.
27
Kepadatan penduduk merupakan persoalan Praja saat itu, banyaknya angka kelahiran tidak sebanding. Kebanyakan penduduk memiliki anak lebih dari
dua sehingga kebutuhan akan pangan lebih meningkat. Pembagian stratifikasi pada waktu itu tidak jauh beda dengan pada masyarakat kolonial. Rata–rata
sebagian besar penduduk Mangkunegaran di bawah penguasa bangsawan dan Raja. Penduduk Praja Mangkunegaran sebagai tenaga kerja, baik itu pada
perkebunan dan industri milik swasta maupun Praja Mangkunegaran. Penduduk ini tertarik untuk pindah profesi karena tertarik keuntungan yang besar.
Lingkungan yang tidak sesuai dengan karakteristik yang berbeda mempengaruhi struktur yang ada, pada masyarakat desa yang jiwa gotong royong,
musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, upacara adat, dan kerukunan penduduknya masih ada.
Beban penduduk semakin berat khususnya penduduk miskin karena mereka juga menanggung besarnya pajak kepala. Pertambahan penduduk yang
cepat akan menyebabkan wilayah Praja makin sempit dan menimbulkan masalah
26
Ibid, halaman 99-100.
27
Th. M.Metz, Op.cit. halaman 15.
commit to user 45
sosial baru. Pertambahan penduduk ini juga akan menimbulkan kerawan konflik antar penduduk khususnya golongan penduduk dari bawah yaitu pribumi.
Perbedaan ini dapat kita lihat pada keragaman suku, etnis pada bagian tengah kota lama, seperti etnis Jawa, Madura, Cina, Eropa, dan Arab yang tersebar dari arah
utara ke selatan wilayah Praja Mangkunegaran secara terpisah mempengaruhi pada perubahan kampung yang ada.
Perkampungan merupakan bentuk dari adanya pemukiman yang ada di desa sekitar tahun 1926. Selama ini Kota Mangkunegaran mengenal ada dua
bentuk perkampungan, pertama Perkampungan Pribumi dan yang kedua perkampungan Eropa. Perkampungan Pribumi terbagi beberapa Kelurahan
merupakan unit dari adanya perkampungan yang ada di desa. Dalam struktur praja kalurahan berada di bawah kendali panewu. Kalurahan di Kota dipimpin oleh
seorang Lurah Kampung yang ditunjuk sebagai wakil kampung.
28
Perkampungan orang-orang Eropa di Kota Mangkunegaran berada di sebalah utara Pamedan yang dinamakan Villapark. Villapark ini meliputi rumah
Residen, gereja, gedung sekolah, toko-toko di Tambak Segaran, dan Banjarsari. Perkampungan Cina berada di sekitar Pasar Gedhe. Perkampungan untuk Arab
ada di sekitar Pasar Kliwon dengan pengurus seorang Kapten. Penduduk Praja Mangkunegaran secara hierarki dibagi menjadi tiga kelompok stratifikasi sosial
yakni, Sentana Dalem meliputi Raja dan keluarga raja, Abdi Dalem meliputi pegawai dan pejabat kerajaan, dan Kawula Dalem Meliputi rakyat biasa. Ciri–ciri
28
Rijksblad Mangkunegaran tahun 1939 No.3R. Koleksi Arsip Rekso Pustoko Mangkunegaran. halaman 11.
commit to user 46
ini nampak terjadi dalam masyarakat Mangkunegaran terutama sebelum proses modernisasi.
Penduduk Praja Mangkunegaran seperti halnya penduduk Jawa Tengah mengenal ada konsep hubungan antara Kawula–Gusti. Hubungan ini digambarkan
oleh penduduk Mangkunegaran sebagai dua konsep strata sosial besar, yaitu penggede golongan penguasa terdiri dari narapraja sentana sebagai mengawasi.
Wong cilik rakyat hanya sebagai bawahannya saja, berdasar pada segi pertuanan dan pemahaman dari kawula dengan bendara tempat seseorang dalam
masyarakatnya bukan dari segi ekonomi atau keunggulan kelahiran, dengan demikian hak dan kewajiban masing–masing strata telah ditakdirkan.
29
Untuk menentukan posisi seseorang dalam masyarakat tradisional ada dua kriterial yaitu; pertama, prinsip kebangsawanan yang ditentukan oleh hubungan
darah seseorang dengan penguasa. kedua, posisi seseorang dalam hierarki birokrasi.
Prinsip hubungan tuan–hamba yang berpangkal pada konsep Kawula–
Gusti. Namun dalam perkembangan selanjutnya mengalami perkembangan
peningkatan cakupan yang bersifat hierarkhi menurun dari raja hingga kepala desa. Prinsip tuan–hamba mengandung makna hubungan kerja sama dan
koordinasi antara rakyat dan penguasanya. Pada piramida stratifikasi Mangkunegaran, Sri Mangkunegara merupakan
kepala pemerintahan sekaligus kepala trah Mangkunegaran yang disebut Kanjeng Gusti, kerabat raja menduduki strata tinggi di bawah raja. Di bawahnya putera,
menantu dan adik ipar Mangkunegara yang sedang berkuasa.
29
Darsiti, Op.cit. halaman 357-359.
commit to user 47
Putera, menantu dan adik ipar Mangkunegara yang tidak berkuasa menduduki strata lebih rendah dari pada kerabat raja yang sedang berkuasa.
Secara birokratis dibawah Sri Mangkunegara adalah Bupati Patih. Di bawah Bupati Patih adalah para wedana dari pelbagai departemen, jabatan–jabatanya
dibentuk pada masa Sri Mangkunegara IV. Pada tanggal 11 Agustus 1867, di bawahnya lagi ada para Mantri,
kemudian para pegawai rendahan terdiri juru tulis, pesuruh kantor, guru, carik, kepada kampung, opas, wedana gunung, marga tama, juru karya paksa, paliwara,
sara yuda, reksa kunjara, juru timbang, Pamajegan, dan sebagainya yang merupakan priyayi rendahan. Pejabat–pejabat sipil Punggawa Karyo, kalangan
militer Legium Mangkunegaran, stratifikasi ini juga didasarkan pada pangkat seseorang. Ada juga mereka yang disebut orang kecik atau kawula, seperti tukang,
buruh industri dan perkebunan, tukang cukur, pedagang dan sebagain besar petani.
30
Struktur ini juga terdapat di daerah lain Praja Mangkunegaran.
30
Hari Dwiyanto, 1995. ”Pembangunan Bidang Kesehatan Di Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegoro VII.” Surakarta: Skripsi Universitas Sebelas Maret, halaman 63-65.
commit to user 48
commit to user 49
commit to user
BAB III AWAL MULA TERJADINYA WABAH PENYAKIT DI PRAJA
MANGKUNEGARAN
A. Latar Belakang Terjadinya Wabah Di Praja Mangkunegaran