SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII TAHUN 1916-1944

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

OLEH: ACHMAD SHOFA

C. 0504003

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGORO VII

TAHUN 1916-1944

Disusun Oleh:

Achmad Shofa

C. 0504003

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing,

Drs. Sri Agus, M.Pd NIP. 195908131986031001

Mengetahui, Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 195402231986012001

ii

SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGORO VII

TAHUN 1916-1944

Disusun oleh ACHMAD SHOFA

C. 0504003

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal:

Jabatan

Tanda Tangan Ketua

Nama

Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. --------------------------------- NIP. 195806011986012001 Sekretaris Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

--------------------------------- NIP. 195402231986012001

Penguji I Drs. Sri Agus, M.Pd. --------------------------------- NIP. 195908131986031001 Penguji II Dr. Warto, M.Hum

--------------------------------- NIP. 196109251986031001

Dekan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001

iii

PERNYATAAN

Nama : ACHMAD SHOFA NIM : C0504003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Sistem Pengelolaan Pasar di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916- 1944 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 2010 Yang membuat pernyataan,

ACHMAD SHOFA

iv

MOTTO

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (Q.S. Al Fatihah: 1)

Seseorang yang makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik.

(HR. Bukhari)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:  Ayah dan Bunda tercinta  Kakak-kakakku tersayang  Adik-adikku tersayang  Almamater

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, berkah, dan rahmat-Nya sehingga penulis berhasil dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis, bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan dan ijin untuk melakukan penelitian.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum, selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.

3. Drs. Sri Agus, M. Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Sejarah yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis.

5. Seluruh staf UPT Perpustakaan Pusat UNS yang telah membantu penulis memperoleh referensi dalam penulisan skripsi.

vii

6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

7. Seluruh staf Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran.

8. Teman-teman angkatan 2004, Andika, Daryadi, Amin, Imah, Nurus, Ning, dll yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan selama belajar di Jurusan Ilmu Sejarah dan selama menyusun skripsi ini.

9. Ayah, Ibu, kakak-kakak ku, Adik-adik ku yang selalu memberi saran, dorongan dan semangat kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menharapkan kritik dan saran demi kesempurnaaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi pembaca.

Surakarta,

Penulis.

viii

DAFTAR TABEL

1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1928-1929 ..................................... 20

2. Susunan Acara Penghargaan Triwindu Tanggal 24-25 Juni 1939 ................... 29

3. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali ............................................... 36

4. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan ........................................... 37

5. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Wonogiri .............................................. 50

6. Gaji Inspektur, Ajund Inspektur, dan Punggawa Lainnya ............................... 55

7. Gaji Punggawa Pasar ........................................................................................ 56

xi

DAFTAR GRAFIK

1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1918-1926 ..................................... 21

2. Jumlah Pasar Tahun 1928 - 1938 ..................................................................... 23

3. Pengeluaran Pasar Mangkunegaran Tahun 1919-1927 .................................... 72

xii

DAFTAR ISTILAH

Cikar : Alat transportasi pada jaman dahulu Ider

: Berjualan dengan cara berkeliling dari satu tempat

ke tempat lain. Koplakan (Standplaats) : Tempat untuk menaruh gerobak/ binatang tarikan Kulakan :

Legiun

: Pasukan bala tentara

Los

: Tempat untuk berdagang..

Lurah

: Kepala kalurahan. Nglaju : perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Padhasaran pasar : Tempat untuk meletakkan barang dagangan. Palataran pasar

: Halaman pasar.

Panewu : Kepala rendahan yang membawahi 1000 cacah Inspektur Markwezen

: Kepala pasar

Villa park

: Pemukiman orang-orang Eropa

Vorstenlanden

: Kerajaan Jawa

Wedana

: Kepala distrik.

2. Singkatan

B.R.M.H

: Bendara Raden Mas Harya

H.I.S

: Hollands Inlandshe Scholl

K.G.P.A.A : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati. K.R.T.

: Kanjeng Raden Tumenggung

R.M

: Raden Mas

xiii

ABSTRAK

Achmad Shofa. C0504003. 2010. Sistem Pengelolaan Pasar di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916 – 1944. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini berjudul Sistem Pengelolaan Pasar di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916 – 1944. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui (1) Perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (2) Sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (3) Pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang bertumpu pada empat tahapan yaitu heuristik atau pengumpulan data, kritik sumber yang terdiri kritik intern dan ekstern, interpretasi atau analisis data, dan historiografi atau penulisan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan sosiologi

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pasar- pasar tradisional milik Mangkunegaran pada masa KGPAA Mangkunegara VII mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari adanya upaya-upaya Mangkunegoro VII dalam pengembangan pasar-pasar tradisional, seperti pendirian pasar-pasar baru, renovasi pasar, perbaikan pasar baik yang rusak ringan ataupun rusak berat dan pengadaan fasilitas-fasilitas untuk kegiatan di pasar. Selain itu Mangkunegara VII juga membuat beberapa perturan pasar yang termuat dalam Rijksblad Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara VII juga terdapat sistem pengelolaan pasar yang sudah terstruktur dengan baik.

Adanya pengembangan pasar tradisional di kota Mangkunegaran mempunyai dampak baik bagi masyarakat Mangkunegaran maupun bagi Praja Mangkunegaran sendiri. Keberadaan pasar tradisional, dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Mangkunegaran, dengan mendapatkan lapangan pekerjaan mereka dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarganya. Akibatnya jumlah pengangguran akan semakin berkurang, Selain itu pendapatan praja juga akan meningkat dari hasil penjualan karcis sewa pasar.

xv

ABSTRCT

Achmad Shofa. C0504003. 2010. Market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. Thesis: Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University.

The title of this research is Market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. The purposes of this research are to show the market development in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The social and economic influence for the residents of Mangkunegaran at Mangkunegara VII period.

The method of this research is historic method consist of four steps, there are heuristic, resource critic consist of intern critic and extern critic, interpretation or analytical data, and historiograpic. The collecting data technique is document study and book study. From collecting data, data will be annalistic and interoperated based on the chronological. For annalistic data, another social knowledge approach used as helpful study in history knowledge. The approach used in this research is economic approach and sociologic approach.

From the research we can conclude that traditional markets development belongs to Mangkunegaran in KGPAA Mangkunegara VII period was developed. It can showed by Mangkunegoro VII efforts in developing traditional markets, for example building new markets, renovating market, recycling hard broken market or low broken market, and making facilitation for market activities. Beside that, Mangkunegara

VII also makes some market rules in Rijksblad Mangkunegaran. In Mangkunegara

VII period also any market management system has been constructed well. The traditional market development in Mangkunegaran city have good influences for the resident and Praja Mangkunegaran itself. Traditional market can give field of endeavor for Mangkunegaran resident, with have job the resident can improve their family economic. So the amount of unemployment will be decrease. Beside that the Praja income also can be decrease from market rent ticket selling.

xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam ilmu Ekonomi menurut Baptist Say, teori ekonomi dibagi menjadi empat kegiatan ekonomi yaitu produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi yang

komuditasnya berupa barang dan jasa. 1 Manusia melakukan berbagai kegiatan ekonomi tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada awalnya untuk

memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perdagangan dengan sistem barter atau saling menukar barang. Dalam sistem barter, suatu barang tertentu ditukar dengan barang lain tanpa menggunakan standar alat tukar. Kegiatan tukar itu muncul karena adanya kebutuhan masyarakat dan itu terjadi dengan berdasarkan pada suatu persepakatan antar kelompok orang.

Setelah sistem mata uang masuk dalam kehidupan ekonomi masyarakat, maka kegiatan pertukaran itu kemudian diganti dengan menggunakan uang sebagai alat tukar yang disebut sistem jual-beli. Pada perkembangan selanjutnya, seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan ekonomi masyarakat maka diperlukan suatu tempat tertentu untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka. Selain itu barang-barang produksi setelah dikonsumsi sendiri juga membutuhkan penyaluran. Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan itulah, diperlukan tempat untuk bertemu antar orang di berbagai jurusan untuk menjual, membeli atau menukar,

1 Marsidi Joyodipuro, 1966, Himpunan Kuliah-Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung: Eresco, Hal: 6.

maka kemudian terjadilah suatu Pasar. 2 Konsep dasar timbulnya pasar karena munculnya kebutuhan ekonomi

masyarakat setempat. Namun, terdapat faktor lain dalam munculnya pasar jika dilihat dari sekilas sejarah pasar yang dibangun di Mangkunegaran. Mangkunegaran merupakan daerah Vorstenlanden dan ini di tanah kekuasaan kolonial Belanda. Munculnya pasar-pasar di daerah Vorstenlanden, terlepas dari faktor kebutuhan ekonomi masyarakat, yaitu sebagai salah satu dampak dari industrialisasi di daerah tersebut.

Mangkunegara VII adalah adipati yang memperhatikan rakyat kecil. Beliau selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai contohnya beliau membina para pedagang kecil dan memberikan kesempatan berusaha dengan membuka Pasar Triwindu. Selain berdampak positif bagi rakyat keberadaan pasar juga mempunyai peranan ekonomi bagi pemerintahan Praja karena merupakan salah satu perusahaan milik praja dan dikelola oleh Praja. Keberadaan pasar bisa memberikan tambahan pendapatan melalui pajak-pajaknya bagi sumber dana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Itulah visi Mangkunegoro VII dalam mendirikan maupun merenovasi pasar. Karena Selain bisa meningkatkan perekonomian rakyat, pasar juga bisa menghasilkan

keuntungan bagi pemerintahan praja. 3 Pasar yang berada di wilayah Mangkunegaran merupakan salah satu

perusahaan milik Praja Mangkunegaran, Praja membangun gedung-gedungnya

2 Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: Sumur Bandung, Hal: 6.

3 Elies Setiyawati, 1995, Skripsi: “Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja Mangkunegaran pada awal abad XX ”, Surakart: Universitas Sebelas Maret Press. Hal: 61 3 Elies Setiyawati, 1995, Skripsi: “Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja Mangkunegaran pada awal abad XX ”, Surakart: Universitas Sebelas Maret Press. Hal: 61

diambil harus sepengatahuan pemerintah kolonial, dalam hal ini Residen Surakarta. 5

Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari beberapa bagian yaitu los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang dijadikan pasar, palataran pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk meletakkan barang dagangan dan untuk jual beli. Halaman pasar tidak boleh dibangun los-los atau rumah secara permanen kecuali dengan ijin inspektur, dan koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak atau binatang tarikan. Pasar tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan yang ada di dekatnya. Adapun pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran terbagi menjadi 9 distrik, antara lain: Distrik Dalamkota, Distrik Wonogiri, Distrik Wuryantoro, Distrik Baturetno, Distrik Jatisrono, Distrik Purwantoro, Distrik Karanganyar, Distrik

Karangpandan, Distrik Jumapolo. 6 Pada periode pemerintahan Mangkunegara I (1757-1795) sampai akhir

pemerintahan Mangkunegara III (1835-1852) di Mangkunegaran hanya ada empat pejabat yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di pemerintahan

Mangkunegaran, mereka disebut “Priyayi Punggawa”. Para punggawa ini mempunyai kewajiban menjalankan pemerintahan Mangkunegaran, seperti

4 Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan Van Ditmar. Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta: Reksapustaka

Mangkunegaran, Hal: 80

5 Elies Setiyawati. Op. Cit. Hal: 62-63.

6 Th. M. Metz. Op. Cit, Hal: 81.

menerima pajak tanah dan lain-lain. Dari keempat punggawa ini yang paling menonjol diangkat menjadi pemimpin dari rekannya dan sekaligus menjadi Patih di Mangkunegaran.

Struktur organisasi pemerintahan Mangkunegaran mulai mantap kelihatan pada tanggal 11 Agustus 1867 (Periode Pemerintahan Mangkunegara IV) dengan terbentuknya 9 (sembilan) Kawadanan (Di luar legiun dan kesentanaan / keluarga Raja). Kawedanan yang pertama adalah Kawadanan Hamongpraja membawahi Sastralukita (Sekretariat), Reksapustaka (Arsip) dan Pamong Siswo (Pendidikan). Kedua adalah Kawadanan Reksapraja membawahi Polisi, Margatama (mengurusi jalan, jembatan dan bangunan), dan Jaksa. Ketiga adalah Kawadanan Kartapraja membawahi Kartausaha (urusan perusahaan, terutama perusahaan perkebunan) dan Martanimpuna (urusan pajak). Keempat adalah Kawadanan Martapraja membawahi Reksahardana (Bendaharawan/ Keuangan). Kelima adalah Kawadanan Kartipraja membawahi Kartipura (merawat bangunan kota, urusan bangunan istana dan urusan kebakaran). Keenam adalah Kawadanan Reksawibawa membawahi Reksawarasta (urusan persenjataan), Reksawahana (urusan kendaraan) dan Langenpraja (urusan kesenian). Ketujuh adalah Kawadanan Mandrapura membawahi Mandrasasana (urusan meubel istana), Reksapradipta (urusan lampu istana), Subapandaya (urusan perkakas pecah belah istana) dan Reksasunggata (urusan penyajian segala hidangan di istana). Kedelapan adalah Kawadanan Purbaksana membawahi Reksabaksana (urusan persedian dan pembagian bahan makanan istana, seperi beras, teh, gula, dan lain- lain, Wreksapandaya (urusan yang berkaitan dengan masalah kayu jati/ hutan) dan

Tanulata (urusan rumput dan padi). Kesembilan adalah Kawadanan Yogiswara membawahi Ketib, Naib, Mardikan (mengajar agama, shilat dan mengurus kuburan) dan Ngulama

Pengorganisasian seperti tersebut di atas menjadi panutan dari struktur organisasi selanjutnya dengan tambahan sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan, termasuk didalamnya penggabungan dan pemecahan menjadi beberapa unit. Ini bisa terlihat pada struktur organisasi Mangkunegaran tahun 1916, 1924, 1930, 1942, 1945, 1949, dan selanjutnya.

Kawadanan Purbaksana, Reksawibawa, Mandrapura, digabung menjadi Kawadanan Mandrapura (urusan istana). Hanya urusan Wreksapandaya (urusan hutan) bagian dari Purbaksana, berdiri sendiri menjadi Kabupaten Wanamarta (kehutanan). Reksapustaka dipecah menjadi 2: Reksapustaka (perpustakaan) dan Reksawilapa (arsip). Dalam perkembangan selanjutnya ada urusan beasiswa (studie fonds) dan urusan pensiun (pensiun fonds). Kemudian ada urusan Sindumarta (urusan irigasi), tahun 1934 terjadi penggabungan Kartipraja dan Sindumarta menjadi Sindupraja (pekerjaan umum), kemudian muncul urusan Pangrehpraja, urusan Parimpuna (urusan pasar), urusan Sanitria (urusan kesentanaan, keluarga raja), dan urusan Barayawiyat (urusan pendidikan), urusan Yatnanirmala (urusan kesehatan), urusan Kartausaha (urusan perusahaan-

perusahaan) diperluas lagi dengan adanya “Dana Milik Mangkunegaran”, seperti Pabrik Gula Colomadu, Tasikmadu, Perusahaan Kopi, Serat, Teh, dan persewaan

rumah. Urusan pertanahan, pajak tanah, ukur tanah, perumahan dan lain-lain diurus oleh bagian Kismapraja. Pada tahun 1944 muncul urusan Kartiraharja

(urusan perekonomian) yang mencakup masalah perekonomian, pengawasan makanan rakyat, pertanian, kehewanan, pegadaian, dan lain-lain. 7

Pembaharuan-pembaharuan dalam organisasi pemerintahan pada masa Mangkunegara VII ditetapkan dalam Rijksblad No. 37 tahun 1917 yang kemudian disusul dengan Rijksblad No. 10 tahun 1923. Berdasarkan kedua pranatan dalam Rijksblad itu, maka ada beberapa perubahan dalam struktur birokrasi dan jabatan-jabatan yang ada didalamnya.

Rancangan struktur pejabat Martanimpoena dan Parimpoena merupakan kabupaten yang masih tergolong dalam Pangrehpraja yang berada dalam pengawasan pemerintahan Hindia-Belanda. Masing-masing kabupaten tersebut pegawainya merupakan gabungan antara pegawai pribumi dengan pegawai Belanda. Pada tahun 1942 sampai 1947 Kabupaten Martanimpoena setelah

diubah menjadi Kabupaten Martapraja, 8 dimana pecah menjadi dua yakni Kantor Martanimpoena yang memegang dan mengurusi masalah pajak dan penghasilan

lainnya, sedangkan Kantor Parimpoena yang mengurusi masalah pasar. 9 Dalam struktur organisasi Praja Mangkunegaran Kabupaten Parimpoena terdiri dari

Inspektur Markwezen , Adjun Inspektur Pasar, Lurah Pasar, Demang Parimpuna, Kontrolir 10 , Kepala Pasar dan beberapa pegawai lainnya. Semua orang yang

7 Istana Mangkunegaran dan Badan Arsip Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, Inventaris Arsip Pemerintahan Mangkunegaran IV (1853 - 1881), Surakarta: Reksawilapa Mangkunegaran,

Hal: viii – xi.

8 Turunan Surat Keputusan (Kakancingan) tentang Kabupaten Martanimpuna digabung dengan Kabupaten Parimpuna dengan nama Kabupaten Martapraja, Kode Arsip FF. 441,

Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

10 Rijksblad Mangkenagaran 1917, No. 23 pasal 27 . Lihat pula antara lain Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No.7. Surakarta: Reksapustaka

Mangkunegaran.

bertugas dalam dinas kepasaran ini diangkat dengan suatu sumpah juga seperti pejabat lainnya pada waktu upacara pengangkatan. Inspektur Markwezen mempunyai kedudukan langsung di bawah pimpinan Assisten Residen. Inspektur Markwezen ini diangkat oleh Mangkunegara dengan persetujuan residen Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII?

2. Bagaimana sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII?

3. Bagaimana pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

2. Untuk mengetahui sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

3. Untuk mengetahui pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian pengetahuan dalam ilmu sejarah khususnya sejarah sosial ekonomi.

2. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan tentang sistem pengelolaan pasar dan perkembangan pasar pada masa pemerintahan Mangkunegara VII dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

E. Tinjauan Pustaka

Beberapa buku digunakan sebagai referensi dalam penulisan ini. Buku-buku tersebut antara lain berjudul Terbentuknya Masyarakat Ekonomi karya Robert L. Heirbroner tahun 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut pembentukannya yaitu pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja. Jenis pasar yang pertama biasanya terdapat di tempat-tempat yang letaknya strategis untuk perdagangan seperti di tepi jalan besar antara dua kota atau desa, di persimpangan jalan, di tepi sungai atau laut, di samping faktor padat dan jarangnya penduduk. Sedangkan jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan dengan keinginan penguasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan adanya pasar. Keadaan ini sering juga berkaitan dengan perpindahan pusat kekuasaan atau munculnya kekuasaan baru di tingkat kerajaan atau bawahannya. Timbulnya pasar di pusat kerajaan seperti Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta merupakan contoh jelas dimana lokasi pasar pusat dalam struktur bangunan kota membuktikan pasar- pasar itu dibangun dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Buku

ini juga menjelaskan sejarah dari masyarakat pra-pasar sampai masyarakat pasar. Menurut Robert L. Heirbroner, ada tiga perubahan menyeluruh diperlukan untuk mengubah masyarakat pra-pasar menjadi suatu masyarakat pasar. Perlu adanya suatu sikap untuk menggantikan sikap abad pertengahan yang penuh curiga terhadap usaha mencari untung. Penggunaan uang secara luas dalam kehidupan perekonomian kuno diperluas sehingga mencapai segala lapisan masyarakat, dengan begitu maka permintaan dan penawaran akan dapat mengendalikan seluruh proses produksi dan distribusi. Kekuatan permintaan dan penawaran dibiarkan menentukan arah kegiatan ekonomi menggantikan intruksi tuan tanah dan adat kebiasaan.

Sedangkan Clifford Geertz dalam bukunya Penjaja Dan Raja tahun 1977, lebih melihatnya sebagai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang membuktikan pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencakup semua aspek dari masyarakat. Untuk memahami pasar dalam artinya yang luas, menurut Geertz harus diiihat dari tiga sudut pandangan. Sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Dan sebagai sistem sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam. Dari sudut arus barang dan jasa, ciri khas pasar yang paling menonjol adalah jenis barang yang diperjualbelikan di pasar itu: bahan pangan, sandang, dan barang besi kecil-kecil dan sebagainya, yaitu barang-barang yang tidak besar, mudah diangkut dan mudah disimpan, yang persediannya mudah ditambah dan dikurangi dengan lambat laun dan sedikit demi sedikit. Mengenai mekanisme ekonomi yang memelihara dan mengatur arus Sedangkan Clifford Geertz dalam bukunya Penjaja Dan Raja tahun 1977, lebih melihatnya sebagai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang membuktikan pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencakup semua aspek dari masyarakat. Untuk memahami pasar dalam artinya yang luas, menurut Geertz harus diiihat dari tiga sudut pandangan. Sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Dan sebagai sistem sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam. Dari sudut arus barang dan jasa, ciri khas pasar yang paling menonjol adalah jenis barang yang diperjualbelikan di pasar itu: bahan pangan, sandang, dan barang besi kecil-kecil dan sebagainya, yaitu barang-barang yang tidak besar, mudah diangkut dan mudah disimpan, yang persediannya mudah ditambah dan dikurangi dengan lambat laun dan sedikit demi sedikit. Mengenai mekanisme ekonomi yang memelihara dan mengatur arus

umumnya, (2) pembagian kerja yang sangat berkembang, (3)pemisahan yang sangat tajam antara ikatan-ikatan sosial yang khas ekonomis dengan yang non ekonomis

Cyril S. Belshaw, dalam bukunya yang berjudul Tukar Menukar Tradisional dan Pasar Modern tahun 1981, mempersoalkan bagaimana ciri-ciri sistem tukar

menukar dipandang dari berbagai segi. Misalnya sifat interaksi antara penjual dan pembeli; sistematisasi dari nilai tukar, berapa jauh pembelian serta penjualan barang dan jasa tertentu. Juga peranan uang didalam sistem tukar-menukar. Pembahasan dalam buku ini meliputi empat masalah pokok yakni nilai tukar, pemasaran dikalangan petani dengan menggunakan uang, pendekatan tekanan- tekanan dalam ekonomi, dan kondisi pembaharuan dalam pemasaran. Cyril S. Belshaw juga menyoroti permasalahan mekanisme pasar. Dalam bukunya ini, menguraikan masalah tukar menukar dan pasar ekonomi dengan memperhatikan variabel sosial dan antropologi budaya di beberapa negara berkembang dimana kegiatan ekonomi itu berlangsung. Buku ini menguraikan struktur ekonomi dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern dengan perbedaan-perbedaannya. Penelitiannya memakai pendekatan antropologi-sosial ekonomi dan prinsip pembaharusan sebagai teori dasar dalam tinjauan ekonomi. Tulisan ini dipakai menukar dipandang dari berbagai segi. Misalnya sifat interaksi antara penjual dan pembeli; sistematisasi dari nilai tukar, berapa jauh pembelian serta penjualan barang dan jasa tertentu. Juga peranan uang didalam sistem tukar-menukar. Pembahasan dalam buku ini meliputi empat masalah pokok yakni nilai tukar, pemasaran dikalangan petani dengan menggunakan uang, pendekatan tekanan- tekanan dalam ekonomi, dan kondisi pembaharuan dalam pemasaran. Cyril S. Belshaw juga menyoroti permasalahan mekanisme pasar. Dalam bukunya ini, menguraikan masalah tukar menukar dan pasar ekonomi dengan memperhatikan variabel sosial dan antropologi budaya di beberapa negara berkembang dimana kegiatan ekonomi itu berlangsung. Buku ini menguraikan struktur ekonomi dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern dengan perbedaan-perbedaannya. Penelitiannya memakai pendekatan antropologi-sosial ekonomi dan prinsip pembaharusan sebagai teori dasar dalam tinjauan ekonomi. Tulisan ini dipakai

Referensi dari skripsi yang sudah ada sebelumnya yang berkaitan dengan pasar milik Mangkunegaran adalah Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja Mangkunegaran Pada Awal Abad XX (Tahun 1900 sampai Tahun 1944) , karya Elies Setyawati tahun 1995, yang menjelaskan sejarah pasar milik Mangkunegaran pada awal XX (1900-1944). Dalam bab awal skripsi ini dijelaskan tentang perkembangan ekonomi di wilayah Praja Mangkunegeran sejak praja berdiri pada tahun 1757 sampai pada masa Mangkunegara VI yaitu tahun 1916. Perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kejayaan pada masa Mangkunegara IV. Kemajuan perekonomian itu berasal dari kebijakan baru Mangkunegara IV yang merombak sistem perekonomian Mangkunegaran dengan reorganisasi agraria. Kemudian pada masa Mangkunegara V, praja menghadapi resesi tahun 1884. Masa sulit ini terus berlanjut sampai pada masa Mangkunegara

VI. Bab ini juga menjelaskan tentang kehidupan rakyat Mangkunegaran dan sumber eknomi praja. Rakyat Mangkunegaran terdiri dari beberapa golongan diantaranya petani dan pedagang. Sedangkan sumber ekonomi praja salah satunya berasal dari laba perusahaan milik praja seperti laba dari usaha pasar. Sumber ekonomi penduduknya sebagian besar dari pertanian dan sebagian lagi dari perdagangan. Selanjutnya, pada bab III dijelaskan tentang awal munculnya pasar- pasar tradisional di Surakarta pada awal abad XX adalah akibat dari industrialisasi yang diupayakan oleh pemerintah Belanda. Pembangunan sarana transportasi VI. Bab ini juga menjelaskan tentang kehidupan rakyat Mangkunegaran dan sumber eknomi praja. Rakyat Mangkunegaran terdiri dari beberapa golongan diantaranya petani dan pedagang. Sedangkan sumber ekonomi praja salah satunya berasal dari laba perusahaan milik praja seperti laba dari usaha pasar. Sumber ekonomi penduduknya sebagian besar dari pertanian dan sebagian lagi dari perdagangan. Selanjutnya, pada bab III dijelaskan tentang awal munculnya pasar- pasar tradisional di Surakarta pada awal abad XX adalah akibat dari industrialisasi yang diupayakan oleh pemerintah Belanda. Pembangunan sarana transportasi

F. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Praja Mangkunegaran yang meliputi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Dalamkota, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri.

2. Metode Penelitian Penelitian ini membahas mengenai sistem pengelolaan pasar di Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII tahun 1916- 1944. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan menganalisis peristiwa masa lampau, maka metode yang paling tepat adalah metode

historis. 11 Metode histories sendiri menurut Nugroho Notosusanto adalah kumpulan prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis, dimaksudkan untuk

memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan untuk penulisan sejarah, menilai secara kritis, dan menyajikan suatu sintesa

11 Dudung Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Sejarah, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, Hal: 54.

dalam bentuk tulisan. 12 Penelitian sejarah dengan menggunakan metode sejarah yang

meliputi empat tahapan 13 yakni:

a. Heuristik Tahapan pertama dalam metode sejarah adalah heuristik yang berarti memperoleh data. Heuristik disebut juga teknik pengumpulan data. Dalam mengumpulkan sumber sejarah diutamakan mencari sumber primer. Sumber primer yang berupa dokumen-dokumen arsip. Selain itu digunakan juga sumber sekunder dan buku-buku referensi sebagai pendukung. Sumber sekunder digunakan sebagi pendukung sumber primer. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsip-arsip yang dimiliki oleh Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran, seperti Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal

27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Sedangkan sumber sekunder berasal dari surat kabar, seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”. 14

Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Metode wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan keterangan secara

12 Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah, Jakarta: Yayasan Idayu, Hal: 1.

13 Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 60-62.

14 Esti Susilarti, Op. Cit.

lisan dari seseorang dengan bercakap-cakap berhadapan muka. 15 Dengan melakukan wawancara akan diperoleh keterangan dari

beberapa informan. Para informan tersebut antara lain: K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro

(Staf Kabupaten Mandrapura Mangkunegaran),

(staf Rekaspustaka Mangkunegaran), dan para pedagang di pasar-pasar yang hidup sejak masa Mangkunegoro VII.

K.P.

Santodipoero

b. Kritik Sumber Setelah sumber sejarah terkumpul dilakukan verifikasi atau kritik sumber untuk mendapatkan keabsahan sumber. Kritik sumber dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: krirtik intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern dan intern ini dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”. 16 Sehingga

diketahui sumber-sumber tersebut benar-benar asli. Adapun kritik ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya. Kritik ekstern merupakan penyelesaian sumber untuk mengetahui keaslian sumber dengan melihat kapan sumber itu dibuat, lokasi pembuatan sumber, siapa yang membuat sumber, bahan yang digunakan, serta bentuk sumber. Sedangkan kritik intern dilakukan

15 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, Halaman 129.

16 Esti Susilarti, Op. Cit.

untuk mengetahui kesahihan atau kredibilitas sumber dengan melihat dari isi dokumen, arsip, surat kabar, meliputi: tulisan, kata-kata, dan bahasa.

c. Interpretasi Interpretasi atau penafsiran data yaitu menafsirkan keterangan- keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh. Setelah melakukan kritik sumber baik itu kritik intern maupun ekstern, maka penulis berusaha menjelaskan apa yang telah diperolehnya dari data dokumen itu dengan pemikiran dan analisa. Dalam penulisan skripsi ini interpretasi dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan M 17 angkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”. Karena

fakta itu terletak pada pikiran seseorang, maka itu menjadi bagian dari waktu sekarang. 18 Sehingga interpretasi masing-masing sejarahwan

berbeda-beda

d. Historiografi Tahapan terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan atau pelaporan hasil penelitian

17 Esti Susilarti, Op. Cit.

18 Dudung Abdurahman, Op.Cit. Hal: 41.

sejarah yang telah dilakukan. 19 Setelah tahapan pertama sampai ketiga dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad Mangkunegaran 1917

No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”. 20 Maka tahapan selanjutnya adalah

penulisan hasil penelitian. Penulisan ini harus dapat memberikan gambaran yang jelas dari proses penelitian sejak awal sampai akhir. Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa yang baik bertujuan supaya pembaca mudah memahami maksudnya dan tidak membosankan. Sehingga penulisan skripsi inilah yang akan menjadi tahapan historiografi tersebut.

G. Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I. Bab ini merupakan bab pendahuluan dalam penelitian ini. Bab ini

berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Bab ini berisi tentang perkembangan pasar-pasar di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, ragam komoditi apa saja yang banyak dipasarkan di pasar-pasar Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

19 Dudung Abdurahman, Op.Cit. Hal: 67.

20 Esti Susilarti, Op. Cit.

Bab III. Bab ini berisi tentang sistem pengelolaan pasar di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII, kasus-kasus yang terjadi dan penyelesaiannya dan peran Mangkunegara VII dalam pengelolaan pasar.

Bab IV. Bab ini berisi tentang pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII. Bab V. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB II PERKEMBANGAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII (1916-1944)

Dalam pembahasan perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII ini akan diberikan gambaran secara umum tentang beberapa pasar yang dulunya juga merupakan pasar milik praja Mangkunegaran. Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari beberapa bagian yaitu los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang dijadikan pasar, palataran pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk meletakkan barang dagangan dan untuk jual beli. Halaman pasar tidak boleh dibangun los-los atau rumah secara permanen kecuali dengan ijin inspektur, dan koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak atau binatang tarikan. Pasar tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan yang ada di dekatnya.

Hari bukanya suatu pasar pada masa Mangkunegoro VII ditentukan oleh yang namanya hari pasaran. 1 Hal ini menyebabkan hari bukanya satu pasar dengan

pasar yang lain berbeda-beda. Tujuannya adalah supaya komoditi yang perjualbelikan dapat tersalur merata ke berbagai daerah. Ada lima hari dalam pasaran Jawa yaitu Legi, Kliwon, Paing, Pon, dan Wage. Selain itu ada sebuah

1 Dalam kebudayaan Jawa terdapat 5 hari dalam sepasar yang kemudian disebut sepasaran, Hal ini dikarenakan nama-nama ini digunakan untuk hari buka-nya suatu pasar. Nama sepasaran itu

adalah Wage, Kliwon, Legi, Paing, dan Pon.

nama lagi yang digunakan untuk menentukan bukanya suatu pasar yaitu Arian, artinya pasar tersebut buka setiap hari (Wage, Kliwon, Legi, Paing, Pon). 2

Pada masa Mangkunegoro VII pasar mempunyai peranan penting baik bagi masyarakat Mangkunegaran maupun bagi Praja Mangkunegaran sendiri. Salah satu fungsi pasar pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat Mangkunegaran. Fungsi yang kedua adalah pasar sebagai roda perputaran ekonomi, fungsi yang ketiga adalah pasar sebagai sumber pendapatan

praja Mangkunegaran sendiri. 3 Pada tahun 1933 terdapat 87 pasar di Praja Mangkunegaran. Dari tahun 1916

sampai 1924 telah dikeluarkan f 800.000 untuk pembangunan pasar yang permanen. Biaya menyewa petak di pasar-pasar Mangkunegaran hanya separuhnya dari biaya di pasar-pasar lain seluruh tanah Jawa. Walapun demikian penghasilan dari pasar itu banyak. Sampainya terjadinya krisis dunia memperlihatkan garis naik pada pendapatan pasar yaitu:

Tahun 1917 f 60.000 Tahun 1928 f 100.000 Tahun 1929 f 164.000 Tahun 1931 f 141.000 Tahun 1932 f 90.000

Tahun 1933 f 119.000 4

2 Staat dari adanja pasar-pasar dan poenggawanja (marktmeester dan ondermarktmeester), Kode Arsip 1194 , Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

3 Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Staf Kabupaten Mandrapura Mangkunegaran, 22 Februari 2010.

4 Th. M. Metz. Op. Cit, Hal: 80.

Dari penghasilan tersebut digunakan untuk gaji pegawai Kabupaten Parimpuna dan juga untuk pengembangan Pasar. Adapun penghasilan pasar-pasar Praja Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun awal tahun 1929 adalah:

Tabel. 1 Penghasilan Pasar-pasar Praja Mangkunegaran (Tahun 1928 - Awal Tahun 1929).

PENDAPATAN PADA TAHUN Nama - Nama Pasar

Tahun 1929 (Januari, Februari,

Tahun 1928

Maret) Dalamkota.

f 7610.74 Wonogiri

f 30426,97

f 5234,40 Wuryantoro

f 22501,55

f 3542,62 Baturetno

f 15367,59

f 2753,19 Jatisrono

f 14054,90

f 3510,13 Purwantoro

f 15262,22

f 3104,58 Karanganyar

f 13722,23

f 4855,56 Karangpandan

f 19226,31

f 5561,29 Jumapolo

f 58398,52 Hasil Toko Templek

JUMLAH

f 161941,47

f 498, - Hasil dari erf Pasar

f 1918,75

f 233,91

f 38896,52 Sumber : Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-1929, Kode

JUMLAH

f 164094,13

Arsip P. 1193, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

Pada tahun 1918 sampai tahun 1926 pendapatan pasar Praja Mangkunegaran mengalami peningkatan, pendapatan ini didapat dari: hasil penjualan karcis (persewaan los-los pasar dan rumah-rumah lainnya). Adapun Pada tahun 1918 sampai tahun 1926 pendapatan pasar Praja Mangkunegaran mengalami peningkatan, pendapatan ini didapat dari: hasil penjualan karcis (persewaan los-los pasar dan rumah-rumah lainnya). Adapun

Grafik 1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran

PENDAPATAN PASAR MANGKUNEGARAN

Keterangan : Satuan untuk pendapatan Pasar Mangkunegaran diatas dalam f atau rupiah. Sumber

: Rarantaman Lebu Wetuning Praja Mangkunegaran, tahun 1918 sampai 1926. Rijksblad tahun 1918 sampai 1926. Lihat per tahun.

Dari grafik diatas dapat dikemukakan bahwa pendapatan pasar pada setiap tahun mengalami peningkatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan pendapatan pada kas Praja Mangkunegaran.

Wilayah administrasi Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah yaitu: Kabupaten Kota Mangkunegaran (meliputi Kawedanan Kota Mangkunegaran), Kabupaten Karanganyar (meliputi Kawedanan Karanganyar, Kawedanan Karangpandan, Kawedanan Jumapolo) dan Kabupaten Wonogiri (meliputi Kawedanan Wonogiri, Kawedanan Jatisrono, Kawedanan Wuryantoro, Kawedanan

Baturetno dan Kawedanan Pracimantoro). 5

5 Daryadi, 2009, Skripsi, “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII ”, Surakarta: UNS Prees

Berdasarkan lokasinya, pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran digolongkan menjadi tiga yaitu Pasar Kabupaten, Pasar Kapanewon (Kecamatan),

dan Pasar Desa. 6

1. Pasar Kabupaten merupakan pasar yang berada di setiap kabupaten. Pasar ini buka dua kali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup lama, yaitu mulai pagi hari sampai siang hari (13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Wonogiri ramai pada hari pasaran Wage dan Legi

2. Pasar Kepanewon (Kecamatan) merupakan pasar yang berada di setiap kecamatan. Pasar ini buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya juga cukup lama seperti Pasar Kabupaten, yaitu mulai pagi hari sampai siang hari (13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Ngadirojo.

3. Pasar Desa merupakan pasar yang berada di setiap pelosok desa. Pasar ini buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup pendek, yaitu mulai pagi hari sampai pukul 10.00 wib.

Pasar-pasar milik Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun 1929 berjumlah 91 pasar yang terbagi dalam 9 distrik (Kawedanan) yaitu: Distrik Dalamkota (10 pasar), Distrik Wonogiri (18 pasar), Distrik Wuryantoro (8 pasar), Distrik Baturetno (13 pasar), Distrik Jatisrono (13 pasar), Distrik Purwantoro (7 pasar), Distrik Karanganyar (7 pasar), Distrik Karangpandan (10 pasar), Distrik Jumapolo (5 pasar). Pada tahun 1931 sampai dengan 1938 didirikan 8 pasar baru dan

ada 4 pasar dihapuskan. 7

6 Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Op.Cit.

7 Th. M. Metz. Op. Cit, Hal: 81.

Grafik 2. Jumlah Pasar-Pasar Milik Mangkunegaran

Jumlah Pasar

Jumlah Pasar 80

1. Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-

1929 , Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

2. Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. 3. Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan Van Ditmar. Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

A. Pasar-Pasar di Kabupaten Kota Mangkunegaran.

Di wilayah Kabupaten Kota Mangkunegaran hanya terdapat satu distrik saja yaitu Distrik Dalamkota Mangkunegaran. Pasar-pasar tradisional di distrik Dalamkota pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:

1. Pasar Legi Pasar Legi dibangun pada masa Mangkunegoro I. Pasar Legi terletak di Jalan Legi (sekarang Jalan S. Parman NO. 23 Kelurahan Stabelan Kecamatan

Banjarsari Solo). Adapun batas-batas Lokasi Pasar Legi adalah sebagai berikut: 8

1) Sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Villapark (Jalan L. Tobing).

2) Sebelah Selatan dibatasi oleh Jalan Pasar Legi (Jalan Sutan Syahrir).

3) Sebelah Barat dibatasi oleh Jalan Kestalan (Jalan S. Parman).

8 Gambar Situasi Pasar Legi, Kode Arsip P. 389, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

4) 9 Sebelah Timur dibatasi oleh Jalan Djagobayan (Jalan Kusumoyudan). Pasar ini merupakan salah satu pasar tertua yang ada di Solo. Pasar Legi

berdiri di wilayah Mangkunegaran. Pada umumnya pasar-pasar di tanah Jawa menggunakan sistem pasaran, untuk menentukan hari buka suatu pasar. Namun berbeda dengan pasar-pasar di tanah Jawa yang lain, walaupun pasar ini dinamakan Pasar Legi, tapi pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari

pasaran 10 . Pasar ini terlihat ramai karena orang-orang yang berasal dari desa pada berdatangan ke Pasar Legi untuk berjualan dan membeli. 11

Pada tahun 1930 Pasar Legi masih berupa pasar yang masih sangat tradisional, dimana para pedagang membuka dasaran di tanah terbuka atau dengan kata lain masih terdiri dari para pedagang oprokan. Ada juga yang berjualan dengan menggunakan gubuk, belum ada dinding (tembok). Halaman pasar masih beraspal. Para pedagang di pasar Legi berasal dari masyarakat sekitar Praja Mangkunegaran, tetapi ada juga yang berasal dari luar desa atau luar kota.

Di bawah pengelolaan Mangkunegaran pada tahun 1936 yakni pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII (1916 - 1944), berdiri sebuah bangunan pasar permanen tersusun dari tembok berwarna putih yang bila dilihat

9 Ibid.

10 Wawancara dengan KRT. Soemarso Pontjo Tjitro, Op.Cit. Basuki seorang petugas Arsip Reksapustaka Mangkunegaran juga mengatakan kalau Pasar Legi itu dari dulu hingga sekarang buka

setiap hari.

11 R.M. Sayid, 1984, Babad Sala, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. Hal: 72.

dari samping mirip sebuah benteng. Pada tahun inilah (1936) Pasar Legi pertama kali direnovasi menjadi pasar modern. Adapun renovasi Pasar Legi itu meliputi: 12

a. Renovasi di Luar Pasar

1) Rumah-rumah toko secara urut dari pinggir di depan pasar, yang semula masih terbuat dari kayu dirubah menjadi rumah yang terbuat dari beton.

2) Tinggi rendahnya bangunan dan kotak-kotaknya (luasnya) disamaratakan.

3) Semuanya itu ditata sedemikian rupa, diwujudkan dalam bentuk toko-toko sejajar yang memagari (mengelilingi) pasar. Hal ini dilakukan supaya terlihat indah dimata.

b. Renovasi di Dlam Pasar.