Luas koloni Phaeophleospora sp. Persentase hambatan relatif koloni Phaeophleospora sp. Kerapatan spora Phaeophleospora sp. Analisis Data

Pengamatan 1. Diameter koloni Phaeophleospora sp. Pengamatan dan pengukuran diameter dilakukan setiap hari selama 14 hari atau sampai kontrol memenuhi cawan petri. Pengukuran diameter menggunakan kertas millimeter block yang cara perhitungannya dengan membuat garis vertikal dan horizontal yang titik potong kedua garisnya tepat di tengah koloni jamur. Cara pengukuran pada cawan petri berdasarkan rumus sebagai berikut : � = d1 + d2 2 Keterangan : D = diameter jamur Phaeophleospora sp . d1 = diameter vertikal koloni jamur Phaeophleospora sp. d2 = diameter horizontal koloni jamur Phaeophleospora sp

2. Luas koloni Phaeophleospora sp.

Penentuan luas koloni jamur Phaeophleospora sp. berdasarkan jari-jari r koloni jamur yang diukur dari masing-masing perlakuan kontrol. Pengukuran jari- jari dilakuan pada keempat sisi koloni jamur tiap perlakuan. Keempat jari-jari koloni jamur lalu dijumlahkan dan hasilnya dibagi empat untuk diketahui rata-rata jari- jarinya. Luas lingkaran koloni jamur dihitung menggunakan rumus A = πr 2 dan masukkan rata-rata jari-jari koloni jamur yang telah diukur Nair. 2000

3. Persentase hambatan relatif koloni Phaeophleospora sp.

Kemampuan hambatan relatif fungisida terhadap pertumbuhan jamur Phaeophleospora sp. dihitung sampai jamur telah tumbuh. Persentasi hambatan Universitas Sumatera Utara dihitung menurut rumus Pande 1982 dalam Noveriza dan Tombe 2003 adalah sebagai berikut: HR = dk − dp dk x 100 Keterangan : HR = hambatan relatif dk = diameter kontrol dp = diameter perlakuan Pengaruh suatu fungisida dinilai dari kategori yang dikemukakan oleh Irasakti dan Sukatsa 1987 sebagai berikut : = tidak berpengaruh 0-20 = sangat kurang berpengaruh 20-40 = kurang berpengaruh 40 – 60 = cukup berpengaruh 60 – 80 = berpengaruh 80 = sangat berpengaruh

4. Kerapatan spora Phaeophleospora sp.

Perkembangan kerapatan spora dihitung berdasarkan rumus Chi, 1997 sebagai berikut : S = t − d n x 0,25 Keterangan : S = kerapatan spora per gram media t = banyak spora yang dihitung pada kotak d = tingkat pengenceran n = banyak kotak kecil yang diamati 10 6 = konstanta kerapatan spora Universitas Sumatera Utara

5. Analisis Data

Data dianalisis secara statistik menggunakan pola rancangan acak lengkap RAL non faktorial dengan model linier sebagai berikut: Y ij = μ + τ i + ε ij Keterangan: Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum τ i = pengaruh perlakuan ke-i ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = perlakuan ke-i 1, 2, 3, 4, 5 j = ulangan ke-j 1, 2, 3, 4, 5 Hanafiah, 2000 Data yang diperoleh dari percobaan uji efikasi fungisida di laboratorium dianalisis dengan uji F taraf 5, jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95. Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Secara Makroskopis Pengamatan secara makroskopis dilakukan selama 14 hari dengan cara mengukur pertambahan diameter fungi setelah diberi perlakuan dan mengamati perubahan fungi seperti bentuk, tekstur dan warna. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati karakteristik diameter, luas dan hambatan relatif. Menurut Semangun, 2000 bahwa Phaeophleospora sp. berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat, dan bertekstur lembut seperti bulu. Dari hasil isolasi biakan murni diperoleh isolat dengan ciri fisik yang sama yaitu berwarna kemerahmudaan dan bertekstur lembut seperti bulu. Respon pertumbuhan antara kontrol dengan perlakuan 0,4, 0,8, 1,2 dan 1,6 mgml terlihat pada Gambar 2. Terlihat perbedaan yang nyata pada pertumbuhan dan luas koloni fungi yang di akibatkan oleh perbedaan konsentrasi pada perlakuan pertumbuhan Phaeophleospora sp. mulai terhambat pada perlakuan dengan konsentrasi 0,8 mgml. Pemberian konsentrasi yang meningkat memberikan pengaruh perkembangannya menjadi lambat. Hal ini sesuai dengan fungisida dengan kombinasi bahan-bahan beresidu dan bersifat sistemik sangat aktif baik secara in vitro maupun in vivo untuk menekan pertumbuhan patogen golongan Oomycetes, serta penyebab penyakit hawar daun, rebah kecambah, busuk daun dan penyakit daun lainnya dengan daya aktif yang tinggi. Aplikasinya pada tanah atau daun dengan tekanan rendah Magallona, et.al., 1991. Universitas Sumatera Utara a b c d e Gambar 2. Tampilan Depan Phaeophleospora sp. perlakuan 0 mgml a, 0,4 mgml b, 0,8 mgml c, 1,2 mgml d, 1,4 mgml e, 1,6 mgml Pengamatan makroskopis Phaeophleospora sp. membandingkan ciri-ciri dari hasil isolasi sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi p erlakuan. Pada konsentrasi perlakuan 0,4 dan 0,8 belum terjadi perubahan fisik yang kuantitatif jika dibandingkan dengan kontrol. Perubahan fisik pada fungi yang kualitatif mulai tampak berbeda pada konsentrasi perlakuan 1,2 dan 1,6. Penambahan fungisida yang bersifat sistemik memberi pengaruh terhadap pertumbuhan walaupun bersifat kuantitatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sembiring 2008 yang menyatakan penambahan fungisida pada media tumbuh akan berpengaruh menekan pertumbuhan koloni Phaeophleospora sp. walaupun dengan konsentrasi rendah fungisida sistemik cukup kompatibel dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan Phaeophleospoa sp Universitas Sumatera Utara Hal ini sesuai dengan pernyataan Thomson 1992 yang menyatakan bahwa Metiram termasuk ke dalam golongan fungisida sistemik. Cara kerja dari fungisida ini adalah dengan menghambat kegiatan enzim yang ada pada jamur dengan menghasilkan lapisan enzim yang mengandung unsur logam yang berperan dalam pembentukan ATP serta berperan sebagai agen pengkelat sehingga sintesis protein dan metabolisme di dalam sel fungi terganggu. Bentuk dan Warna Koloni Berdasarkan hasil pengamatan bentuk koloni fungi Phaeophleospora sp. yang di berikan perlakuan kontrol memiliki warna kemerahmudaan dan memiliki tekstur yang lembut sedangkan Phaeophleospora sp dengan perlakuan 0,4 , 0,8 ,1,2 dan 1,6 mgml memiliki warna dan bentuk yang berbeda yaitu warna putih kecoklatan dan bentuk tipis,tidak teratur dan tekstur tidak lembut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Burgess et al. 2006 bahwa Phaeophleospora sp. berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat, dan bertekstur lembut seperti bulu. Dari hasil isolasi biakan murni diperoleh isolat dengan ciri fisik tidak sama yaitu berwarna putih kecoklatan dan tidak bertekstur dan tidak teratur, tipis, tekstur tidak lembut. Hal ini dipengaruhi penambahan fungisida pada media sehingga mempengaruhi pertumbuhan bentuk dan merubah warna pada fungi Phaeophleospora sp. Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Bentuk dan Warna Koloni Phaeophleospora sp. Pada Pengamatan 14 HSI No Perlakuan mgml Bentuk koloni Warna koloni 1 Bulat, tebal, bertekstu r lembut seperti bulu Kemerahmudaan 2 0,4 Tidak teratur, tipis, tekstur tidak lembut Putih kekuningan 3 0,8 Tidak teratur, tipis, tekstur tidak lembut Putih kekuningan 4 1,2 Tidak teratur, tipis, tekstur tidak lembut Putih kekuningan 5 1,6 Tidak teratur, tipis, tekstur tidak lembut Putih kekuningan Hal ini juga sejalan dengan penelitian Febrian 2015 senyawa Metiram juga merubah warna dan bentuk pada fungi jenis Cylindroclaudium reteaudii dari warna kemerahmudaan ke putih kekuningan dan bentuk koloni dari bulat , tebal ,bertekstur lembut seperti bulu ke bentuk yang tidak bertekstur dan tidak lembut . pada penelitian tersebut juga terjadi perubahaan yang sangat signifikan pada perlakuaan dengan konsentrasi 1,2 mgml dan 1,6 mgml hal ini menunjukkan bahwa fungisida berbahan aktif metiram cukup baik menekan pertumbuhan dan perkembangan fungi Phaeophleospora sp.maupun Cylindroclaudium reteaudii. Universitas Sumatera Utara Diameter Koloni Phaeophleospora sp. Diameter Phaeophleospora sp. Gambar 3, menunjukkan pertumbuhan fungi Phaeophleospora sp. setelah diberi perlakuan Gambar 3. Pertumbuhan Diameter Koloni Fungi Phaeophleospora sp Diameter dilakukan pada hari ke- 4 HSI. Pengukuran dilakukan setiap 4 hari sampai hari ke- 14 HSI. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan diameter koloni fungi Phaeophleospora sp. Hasil pengamatan diameter pada Gambar tersebut menunjukkan pertumbuhan diameter Phaeophleospora sp pada setiap konsentrasi mengalami perlambatan. Pertumbuhan diameter tertinggi pada kontrol, karena pada kontrol tidak adanya faktor penghambat fungisida, sehingga pertumbuhan terus bertambah. Sedangkan pada konsentrasi perlakuan 0.4 mgml sampai dengan konsentrasi Universitas Sumatera Utara perlakuan 1.4 mgml petumbuhan Phaeophleospora sp. lambat, hal ini dikarenakan penambahan fungisida pada media tumbuh akan berpengaruh menekan pertumbuhan koloni Phaeophleospora sp. walaupun dengan konsentrasi rendah fungisida sistemik cukup berpengaruh positif terhadap pertumbuhan Phaeophleospora sp. Hriday, 2006. Juga menyatakan, fungisida sistemik merupakan fungisida yang bekerja dengan menghambat salah satu proses metabolisme cendawan, misalnya hanya menghambat sintesis protein atau hanya menghambat respirasi. Sehingga jika salah satu metabolisme cendawan di hambat akan memperlambat diameter koloni cendawan. Berdasarkan Uji F taraf 5, diperoleh bahwa F hitung lebih besar dari F table. Hal ini menunjukkan beda nyata dalam pertumbuhan diameter koloni fungi Phaeophleospora sp. Sehingga di lakukan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 95. Data pengujian disajikan pada Table 3. Tabel 2. Rata-rata Diameter Koloni cm Phaeopphleospora. Pengamatan Perlakuan Kontrol 0,4 mgml 0,8 mgml 1,2 mgml 1,6 mgml 1 4 HSI 4,33 a 3,89 b 3,37 e 3,06 d 3,18 e 2 8 HSI 7,21 a 6,13 b 5,53 c 5,42 c 4,94 e 3 12 HSI 4 14 HIS 8,18 a 8,60 a 7.63 a 8,04 b 7,23 b 7,8 b 6,70 c 7,61 d 6,37 e 7,18 e Keterangan : Agka yg diikuti notasi huruf yang tidak sama pada baris yang sama menunjukkan beda nyata dalam uji Duncan dengan kepercayaan 95, sedangkan angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama berbeda nyata. Berdasarkan uji Duncan dengan kepercayaan 95, diperoleh bahwa pada pengamatan 1 4 HSI menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang Universitas Sumatera Utara signifikan antara konsentrasi kontol dengan semua perlakuan, konsentrasi 0,4 juga memiliki perbedaan dengan konsentrasi 0,8 mgml 1,2 mgml dan konsentrasi 1,6 mgml konsentrasi 0,8 juga berbeda dengan konsentrasi 1,2 dan konsentrasi 1,6 mgml dan konsentrasi 1,2 berbeda dengan konsentrasi 1,6 mgml. Pada pengamatan 2 8HSI menunjukkkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara konsentrasi kontrol terhadap konsentrasi 0,4 mgml, konsentrasi 0,4 mgml terhadap konsentrasi 0,8mlmg , namun konsentrasi 0,8 mgml tidak memiliki perbedaaan dengan konsentrasi 1,2 mgml, dan konsentrasi 1,2 mgml dengan konsentrasi 1,6 memiliki perbedaan yang signifikan. Pada pengamatan 3 12 HSI menunjukkan perlakuan kontrol tidak memiliki perbedaan dengan konsentrasi 0,4 ,namun dengan konsentrasi lainnnya memiliki perbedaan yang nyata begitu juga dengan konsentrasi 0,4 berbeda dengan konsentrasi 0,8, konsentrsi 0,8 tidak memiliki perbedaan dengan 1,2 dan konsentrasi 1,2 juga berbeda dengan 1,6 mgml. Pada pengamatan 4 14 HIS menunjukkan perlakuan kontrol tidak memiliki perbedaan dengan konsentrasi 0,4 mgml namun dengan konsentrasi 0,8 ,1,2 ,1,6 mgml memiliki perbedaan yang signifikan, konsentrasi 0,4 tidak berbeda dengan konsentrasi 0,8 mgml namun berbeda dengan konsentrasi 1,2 dan konsentrasi 1,6 mgml, konsentrasi 0,8 berbeda dengan konsentrasi 1,2 dan konsentrasi 1,6 mgml dan pada konsentrasi 1,2 mgml juga berbeda dengan konsentrasi 1,6 mg.ml. Berdasarkan hasil anailis data diatas, dapat dilihat bahwa fungisida berbahan aktif Metiram 70 berpengaruh dalam menekan pertumbuhan fungi Phaeophleospora sp hal ini juga sejalan dengan penelitian Hriday dan Pundhir 2006 yang menyatakan bahwa fungisida sistemik merupakan fungisida yang Universitas Sumatera Utara bekerja dengan menghambat salah satu proses metabolisme cendawan, misalnya hanya menghambat sintesis protein atau hanya menghambat respirasi. Sehingga jika salah satu metabolisme cendawan di hambat akan memperlambat diameter koloni cendawan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Febrian 2015 yang menyatakan bahwa hasil dari perlakuan yang sama pada jenis fungi Cylindroclaudium reteaudii diperoleh data diameter berbeda nyata antara perlakuan murni dengan perlakuan yang memiliki konsentrasi senyawa Metiram 70 hal ini membuktikan bahwa jenis fungisida berbahan aktif Metiram 70 cukup efektif untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan diameter fungi Phaeophleospora sp dan Cylindroclaudium reteaudii .

3. Luas Koloni Phaeophleospora sp.