Menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian terhadap Legenda Mas Merah, baik dalam bentuk makalah maupun skripsi yang
secara khusus membahas strukturdanfungsiLegenda Mas Merah pada masyarakat Melayu Pulau Kampai dengan menggunakan kajian folklor.
2.2 Teori yang Digunakan
Menurut Snelbecker dalam Moleong, 2007:57, teori ialah seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi yaitu mengikuti aturan tertentu yang
dapat dihubungkan secara logis dengan lainnya dengan data atas dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan
fenomena yang diamati. Adapun teori yang digunakan pada Legenda Mas Merah yaitu teori struktural dari segi intrinsik pendapat Nurgiyantoro 1995 dan teori
fungsi Bascom 1984. Berdasarkan teori-teori tersebut peneliti berusaha menerapkannya terhadap struktur dan fungsi Legenda Mas Merah masyarakat
Melayu Pulau Kampai. Kedua teori pendekatan tersebut digunakan untuk mendeskripsikan struktur yang membangun legenda tersebut sekaligus
mendeskripsikan fungsinya bagi masyarakat Melayu Pulau Kampai. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut.
2.2.1 Teori Struktural
Sebuah karya sastra atau fiksi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di
satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara
bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antara unsur intrinsik yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Secara sendiri terisolasi dari
keseluruhannya, bahan, unsur atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam
hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 36.
Analisis struktural merupakan suatu pendekatan objektif, artinya pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai sebuah
struktur. Hal ini menyangkut penerapannya terhadap analisis struktural yang otonom. Analisis ini menyangkut satu kesatuan bulat antara unsur-unsur
pembangun yang saling terjalin atau berkaitan Pradopo, 2001:54. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka analisis struktural adalah
suatu pendekatan dalam penelitian sastra yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom, yang berarti mengkaji
antarunsur pembangun yang berkaitan, dan sedapat mungkin mengesampingkan data biografik dan historisnya atau dengan kata lain disebut dengan pendekatan
objektif. Analisis struktural karya sastra fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur
intrinsik fiksi tersebut, seperti bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang pengarang dan lain-lain, sehingga
membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Selain itu, ada hal yang lebih penting, yaitu menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu dan sumbangan
apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai Nurgiyantoro, 1995: 37.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hubungan mendekati permasalahan yang menyangkut unsur-unsur penting struktur sebuah cerita, skripsi ini menggunakan teori struktural dari segi
intrinsik pendapat Nurgiyantoro 1995 dan Esten 1978. Uraian beliau mengenai pengertian tema, alur plot, latar, tokoh dan penokohan relevan dengan
permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Pada pembahasan ini yang akan dibahas antara lain tema, alurplot, latar,
tokoh dan penokohan, serta pesan moral. 1.
Tema Tema adalah suatu pokok permasalahan yang hendak dikemukan. Tema
merupakan pokok pikiran dalam suatu cerita. Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 1995:68 menambahkan,
tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung di dalam teks sastra sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan maupun perbedaan. Tema disaring dari motif-motif kongkret yang menentukan urutan peristiwa atau situasi tertentu.
Nurgiyantoro 1995:71 mengatakan bahwa tema berisi tentang masalah pengalaman kehidupan. Pengalaman ini bisa bersifat individual atau sosial.
Pengalaman tersebut misalnya tentang cinta, kecemasan, dendam, kesombongan, takut, maut, religius, harga diri, kesetiakawanan, pengkhianatan, kepahlawanan,
keadilan dan kebenaran. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok permasalahan atau gagasan pokok yang
terdapat dalam suatu cerita yang tidak secara sengaja disembunyikan maknanya atau dengan kata lain tema adalah makna keseluruhan cerita. Tema dapat
diketahui setelah pembaca membaca seluruh cerita.
Universitas Sumatera Utara
Shipley dalam Nurgiyantoro, 1995:80 −82 membagi tema ke dalam lima
tingkatan. Tingkatan-tingkatan ini berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa yang
disusun dari tingkatan yang paling sederhana, tingkat tumbuhan mahluk hidup sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia.
Tingkatan tersebut yaitu tingkat fisik, tingkat organik, tingkat sosial, tingkat egoik dan tingkat divine.
a. Tingkat fisik artinya manusia sebagai atau dalam tingkat kejiwaan molekul
man as molecul. Pada tema tingkat ini ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan. Hal yang ditekankan yaitu mobilitas fisik daripada
konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Selain itu, unsur latar yang lebih mendapatkan penekanan atau perhatian.
b. Tingkat organik. Pada tingkat ini manusia sebagai atau dalam tingkat
kejiwaan protoplasma man as protoplasma. Tingkat organik lebih banyak menyangkut masalah seksualitas. Persoalan seksual manusia yang mendapat
penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang, misalnya penyelewengan, pengkhianatan suami-istri atau skandal seksual yang lain.
c. Tingkat sosial yaitu manusia sebagai makhluk sosial man as socious.
Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak
permasalahan, konflik dan lain sebagainya. Konflik atau masalah tersebut menjadi inspirasi munculnya tema. Masalah-masalah sosial tersebut misalnya
masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
d. Tingkat egoik yaitu manusia sebagai mahluk individu man as individualism.
Manusia sebagai mahluk individu menuntut pengakuan atas hak individualitasnya. Masalah individualitas antara lain egoisitas, martabat,
harga diri, dan sifat manusia lainnya yang lebih bersifat batin dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Masalah-masalah tersebut biasanya
menunjukkan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang. e.
Tingkat yang terakhir yaitu tingkat divine. Tingkat divine yaitu manusia sebagai mahluk tinggi, yang belum tentu setiap orang mangalami atau
mencapainya. Masalah yang menonjol pada tema tingkat ini adalah hubungan manusia dengan Tuhan, religiusitas, atau masalah yang bersifat filosofis
pandangan hidup, visi dan keyakinan. 2.
AlurPlot Alurplot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang
yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur fiksi lain. Plot secara tradisional disebut juga istilah alur atau jalan cerita, sedangkan
dalam teori-teori dikenal dengan struktur naratif, susunan, dan sujet Nurgiyantoro, 1995:111. Peristiwa demi peristiwa yang hanya berdasar pada
urutan waktu belum merupakan plot. Peristiwa agar menjadi plot harus diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga menjadi sesuatu yang indah dan menarik. Ia
menambahkan plot juga merupakan kejadian, perbuatan atau tingkah laku kehidupan manusia yang bersifat khas, mengandung unsur konflik, saling
berkaitan, menarik untuk diceritakan dan bersifat dramatik. Untuk memperoleh keutuhan sebuah alur cerita, Tasrif dalam Lubis,
1998:10 mengemukakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan.
Universitas Sumatera Utara
Kelima tahapan tersebut penting untuk dikenali, terutama jika bermaksud menelaah alur pada sastra yang bersangkutan. Kelima tahapan tersebut antara lain:
a. Tahap Penyituasian situation, tahap terutama berisi pelukisan dan
pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain. Berfungsi untuk
melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. b.
Tahap pemunculan konflik generating circumstances, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai mencuat. Jadi,
tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada
tahap berikutnya. c.
Tahap peningkatan konflik rising action, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang mengarah ke
klimaks semakin tidak dapat dihindari. d.
Tahap klimaks climax, konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang diakui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita pencapai titik intensitas
puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
e. Tahap penyelesaian denouement, konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub- sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar,
cerita diakhiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216. Menurut Nurgiyantoro 1995:227 unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing- masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara
sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Ketiga unsur latar tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Latar tempat, Latar tempat berhubungan dengan lokasi kejadian. Latar ini
menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan berupa tempat-tempat dengan
nama tertentu, inisial tertentu maupun lokasi tertentu tanpa jelas. Tempat- tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata
misalnya hutan, pantai, desa, kota, kamar, dan lain-lain. b.
Latar waktu menerangkan tentang kapan peristiwa itu terjadi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan unuk
mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal
dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca
seolah-olah cerita itu sungguh-sungguh ada dan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
c. Latar sosial mengacu pada kehidupan atau hubungan sosial warga dalam
cerita tersebut. Latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam
karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Dia dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain.
4. Tokoh dan penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan istilah yang saling terkait dan sulit untuk dipisahkan. Tokoh menunjuk pada pelaku dalam peristiwa yang terjadi
dalam cerita. Penokohan mengacu pada watak atau karakter tokoh. Istilah “tokoh” menunjuk pada orang atau pelaku cerita. Hal ini mendorong pembaca
menanyakan tentang tokoh utamanya, jumlah, serta tokoh antagonis dan protagonisnya Nurgiyantoro, 1995:165.
Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:165 adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Pengunaan istilah “karakter” character dalam literatur bahasa Inggris memiliki dua pengertian, yaitu tokoh-tokoh cerita dan sebagai sikap ketertarikan,
keinginan, emosi serta prinsip moral yang dimiliki tokoh perwatakan Stanton dalam Nurgiyantoro, 1995:165.
Penokohan dan perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang sama yaitu tokoh. Namun,
Universitas Sumatera Utara
penokohan mempunyai arti yang lebih luas. Penokohan mencakup masalah tentang siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya dan bagaimana penempatan
serta pelukisannya dalam sebuah cerita, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pembaca Nurgiyantoro, 1995: 165.
2.2.2 Teori Fungsi