Struktur Dan Fungsi Legenda Mas Merah Masyarakat Melayu Pulau Kampai : Kajian Folklor

(1)

LAMPIRAN Lampiran 1

Legenda Mas Merah

Pada zaman dahulu, ada seorang pria bernama Salam. Salam tinggal di Serawak, Malaysia. Salam adalah seorang pemuda yang berbudi pekerti, taat beragama, berparas tampan dan jago bersilat. Di tempat ia tinggal, ada seorang gadis yang baik dan berparas cantik. Gadis tersebut bernama rukiah. Rukiah membuat Salam jatuh hati padanya. Salam memberanikan diri menyampaikan isi hatinya kepada gadis pujaannya rukiah, sedangkan rukiah dengan malu-malu menundukkan kepalanya dengan artian ia juga jatuh cinta pada Salam. Dikala ada waktu yang luang (karena pada masa itu tak sebebas sekarang kalau bertemu seorang pemuda dengan seorang perempuan). Salam dengan Rukiah memadu kasih sayang tanpa diketahui kedua orang tua masing-masing. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam.

Salam mempunyai seorang abang bernama Amran. Amran adalah pemuda yang sudah “berumur”. Karena umur abangnya sudah memungkinkan unuk berumah tangga maka ayah Salam ingin menikahkan Amran dengan seorang gadis. Pada suatu hari, ayah Salam bertanya pada Amran, “Apakah dia ingin menikah?”. Amran pun menjawab, “ Kalau ayah hendak menikahkan aku, terserah pada ayah saja”.

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk menjadi istrimu?”. Amran menjawab, “Terserah siapa yang Ayah suka untuk menjadi istriku, aku ikut saja,”.


(2)

Pilihan satu-satunya gadis yang baik dan cantik di daerah Serawak ialah Rukiah.Singkat cerita, dinikahkanlah Amran dengan Rukiah. Saat pernikahan mereka, Salam menjadi putus asa. Beberapa waktu kemudian Salam menjumpai Rukiah, dan berkata, “Kalau memang abangku yang menjadi jodohmu, ya sudah, apa yang bisa kita perbuat. Itu sudah kemauan orang tua. Daripada nantinya aku melihat kau bersenang-senang dengan abangku, lebih baik aku pergi dari sini,”.

Konon Salam melemparkan batu sebanyak tiga buah di sungai Serawak. Ia berkata, “Kalau timbul tiga buah batu yang kulempar di sungai Serawak ini, barulah aku akan pulang, dan kalau batu ini tenggelam matilah saya di negeri orang”.

Berangkatlah Salam ke pantai dengan meninggalkan kekasih yang ia cintai, keluarga dan kampung halamannya. Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan. Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya. Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat.

H. Kasim ini tinggal di Medan Labuhan. H. Kasim mempunyai seorang istri dan seorang anak perempuan bernama Salmah. Sedangkan tempat bekerja H. Kasim berada di Medan Belawan. Karena Salam ikut bekerja di tempat balok kayu dengan H. Kasim, maka setiap hari Salam pergi dari Medan Labuhan ke Medan Belawan. Salmah pun ikut disibukkan setiap hari mengantarkan makanan Salam ke tempat Salam bekerja. Disebabkan Salam dan Salmah berjumpa setiap


(3)

hari, maka diam-diam diantara mereka telah tumbuh rasa cinta. Akan tetapi melihat Salam yang tinggal di rumah H.Kasim, Salam tak berani menyampaikan isi hatinya. Salam hanya memendam di dalam hati. Begitu juga halnya dengan Salmah, Salmah malu mengatakan rasa cintanya pada Salam mengingat Salmah seorang perempuan. Waktu itu amat janggal rasanya seorang perempuan lebih dulu menyampaikan rasa cintanya terhadap laki-laki.

Setelah sekian lama Salam tinggal di Medan Labuhan bersama H. Kasim dan Salmah. Salam menciptakan lagu yang berjudul “Kau adalah Mas Merahku” untuk dipersembahkan kepada Salmah. Sewaktu Salmah mengantar nasi pada Salam, Salam menyanyikan lagu ciptaannya dihadapan Salmah. Salam berkata bahwa dalam lagunya, Mas Merah itu adalah Salmah. Mas Merah merupakan gelaran untuk Salmah agar orang lain tak mengetahui Mas Merah dalam lagu itu adalah Salmah.

Ibu Salmah selalu berlangganan kain pada seorang pemuda kaya yang berasal dari India. Pemuda tersebut bernama Tambi. Ibu Salmah selalu hidup bermewah-mewahan.

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. Ibu Salmah tak mampu membayar hutangnya. Lalu Tambi berkata, “Kalau memang hutang anda tidak bisa terbayar, ya sudah”. Melihat hutangnya tak terbayar, orang tua Salmah kembali berkata kepada Tambi, “Untuk mengikat erat persaudaraan bagaimana kalau Salmah saya kimpoikan dengan Anda,”. Tambi pun menjawab, “Ya, saya setuju”.


(4)

Mendengar hal ini menangis Salmah sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja.

Di suatu hari, H. Kasim memanggil Salam, lalu bapaknya berkata, “Salam, adikmu sudah dijodohkan pada orang lain, jadi kamu saya anggap sebagai anak yang paling sulung di rumah ini dan bertanggung jawab pada keluarga. H. Kasim menganggap Salam sebagai anak sendiri karena Salam telah bekerja dan tinggal di rumah H. Kasim pada waktu yang cukup lama. Mendengar ucapan H. Kasim, jantung Salam gemetar. Gunung serasa runtuh dan Salam Pucat. Akan tetapi, dengan berbesar hati Salam pun menganggukkan kepalanya tanpa ada komentar.

Maka tiba dihari pesta perkawinan, segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta sudah disiapkan. Panitia famili dari keluarga mengundang baik yang dikampung maupun di luar kampung. Maka pesta tersebut meriah, kedua pengantin yakni Salmah dan Tambi bersanding di pelaminan. Salam pun diminta supaya dapat menyumbangkan lagu. Salam pergi kemana saja dengan membawa biola. Maka Salam pun memainkan biola sambil menyanyikan sebuah lagu yang berjudul “Kau adalah Mas Merahku”. Isi bait dari lagunya seperti ini:

Sayang Mas Merah jangan merajuk Mari kemari abang nak bujuk Kalau ada penawar yang sejuk Racun kuminum haram tak mabuk Sayang selasih dibawa pulang Mekar satu di atas peti


(5)

Biar Bang Salam membawa diri

Mendengar bait ini, Salmah langsung jatuh pingsan. Masyarakat sekitar tidak mengetahui bahwa Salmah adalah Mas Merah yang disebut Salam dalam lagunya. Salam kembali berputus asa dan kemudian pergi ke laut untuk menjadi nelayan di daerah Brandan. Hal ini terjadi karena H.Kasim sudah bangkrut dan Salam tak dapat bekerja lagi padanya. Alasan lain juga karena Salam ingin melupakan Salmah yang sudah menikah dengan Tambi.

Setelah melaut selama berbulan-bulan, Salam dapat melupakan Salmah. Namun Salmah tidak menyukai Tambi dan akhirnya mereka akhirnya bercerai.

Pulau Kampai awalnya adalah hutan yang lebat. Dan tidak seorang pun dari masyarakat Belawan yang berani membuka lahan hutan Pulau Kampai tersebut. Orang yang dituakan di daerah ini adalah H. Makminias. H. Makminias berkata bahwa ia tidak berani membuka hutan ini. “Yang berani adalah abangku yaitu H. Kasim,” tambahnya.

H. Kasim adalah ayah Salmah yang tinggal di Medan Labuhan. Maka H. Makminias menjemput H. Kasim beserta istri dan anaknya Salmah. Sewaktu mereka berangkat menuju Pulau Kampai, di tengah perjalanan tepat di Pulau Karang, mereka dirampok penyamun yang dikenal dengan Pendekar Nayan (Pendekar Senayan). Daerah ini terkenal dengan tempat berdomisili perampok. Mereka diikat di tiang layar. Salmah dibawa ke tempat para penyamun. Salmah yang memiliki kecantikan dan masih muda, terbesit dalam hati pendekar nayan untuk memperkosanya. Seketika itu juga, Salmah berteriak meminta pertolongan.


(6)

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein. Salam berkata, “Wahai Husein, aku mendengar orang menjerit di dalam hutan. Husein menjawab, “Aku tidak berani kesana. Daerahnya sangat angker. Biasanya orang yang pergi kesana pasti tidak bisa kembali pulang,”. Salam berkata, “Aku tetap akan menolong”. Husein berkata lagi, “ Ah kau ini gila, kau nak lawan itu perampok besar, badan kau segini”. Salam menjawab lagi, “Wahai husein sebelum ajal, aku berpantang mati, aku darah Melayu”.

Namun keinginan Salam untuk menolong wanita tersebut tidak bisa terhalangi oleh temannya Husein. Salam bergegas berlari diatas lumpur menuju jeritan, dan Salam terkejut, di lihatnya pendekar Nayan hendak memperkosa seorang perempuan. Akhirnya, terjadilah perkelahian antara pendekar Nayan dengan Salam. Perkelahian dimenangkan oleh Salam. Alangkah terkejutnya Salam, bahwa perempuan yang hendak diperkosa tadi adalah Salmah yangmerupakan gadis yang Salam cintai. Salam bertanya pada Salmah, Salam berkata, “Bersama siapa kau ke sini?”. Salmah lalu menunjuk ke suatu arah. Maka dilihatnya kedua orang tua Salmah dan uaknya diikat di tiang layar. Salam lalu bergegas ke sampan dan membuka ikatan tali mereka.

Setelah mereka membuka ikatan tali, bertangis-tangisan mereka, karena mereka telah terhindar dari bahaya dengan bantuan Salam. Maka ditanya Salam kepada mereka hendak kemana tujuan mereka, hingga terdampar di Pulau Karang tersebut. Setelah mendengar penjelasan, mereka berangkat bersama-sama menuju Pulau Kampai. Tiada berapa lama diperjalanan, mereka sampai di Pulau Kampai. H.Kasim kemudian membuka lahan di Pulau Kampai. Mereka bertempat tinggal


(7)

kini di Pulau Kampai. Salam pergi ke mana saja dengan membawa biola. Dan ia selalu menyanyikan lagu “Kau adalah Mas Merahku”. Di daerah itu ada seorang tauke ikan yang merantau dari Malaysia ke Pulau Kampai bernama Tu Awang Muhammadin. Ia membeli ikan-ikan dari para nelayan dan dikenal dengan sifatnya yang baik hati.

Salam yang dulunya menjual ikan di Pulau Sembilan dan Brandan, kini hanya menjual ikannya di Pulau Kampai. Tanpa diketahui Salam, Tu Awang Muhammadin selalu memperhatikan gelagat Salam yang selalu termenung. Ia juga melihat hubungan Salam dengan Salmah yang sudah serius.

Tu Awang Muhammadin menanyakan kepada Salam, “Lam, apakah kau mau menikah? Jangan hanya pergi ke laut saja. Kalau memang engkau mau, akan kunikahkan kalian,”.Salam menjawab, “Terserah Tu Awang saja,”. Kemudian Tu Awang kembali menanyakan kepada Salam, “Siapa yang jadi pilihanmu?”. Pilihan jatuh pada Salmah. Dengan kesepakatan kedua orang tua Salmah dan Salmah, maka dikawinkanlah Salmah dengan Salam.

Kemudian mereka menikah karena perjodohan yang dilakukan oleh Tu Awang Muhammadin atas kesepakatan mereka tanpa ada paksaan. Setahun sudah usia perkawinan mereka, tiba-tiba penduduk kampung diserang penyakit cacar termasuk Salam dan Salmah. Mereka telah berobat, namun hasilnya tidak kunjung sembuh. Penyakit mereka semakin parah.

Pada tahun 1920, tepatnya pada hari Jumat pukul 05.00 pagi Salmah meninggal, dan disusul oleh Salam pada pukul 06.00 pagi. Sebelum meninggal Salam berpesan kepada Husein, temannya, “Kalau nanti aku meninggal tolong


(8)

kuburkan aku berdekatan dengan kuburan istriku, dan tanamkan bunga tanjung di atas nisan kuburan kami berdua,”.

Bunga tanjung yang ditanam adalah kisah perjalanan cinta Salam sebagai tanda antara Semenanjung Malaysia, Medan Labuhan dan Pulau Kampai.

Kuburan Mas merah ini sampai sekarang terdapat di Desa Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Namun bunga tanjung yang ditanam sudah tumbang dan kini sudah tidak ada lagi.


(9)

Lampiran 2

Daftar nama-nama informan :

1. Nama : Khairul Azmi (Pak Ngah Balek) Umur : 45 Tahun

Jenis kelamin : Pria Pendidikan : SMP

2. Nama : Khairul Amri Umur : 52 Tahun Jenis kelamin : Pria Pendidikan : SD

3. Nama : Chairudin Umur : 36 Tahun Jenis kelamin : Pria Pendidikan : SMA


(10)

Lampiran 3

Daftar Pernyataan

1. Sejak kapan ada Legenda Mas Merah di Desa Pulau Kampai?

2. Bagaimana cerita atau sejarah adanya Legenda Mas Merah di Desa Pulau Kampai ?

3. Apa sajakah yang diceritakan dalam Legenda Mas Merah? 4. Siapakah yang diceritakan dalam legenda tersebut?

5. Apakah makam Mas Merah dianggap sakral oleh masyarakat Desa Pulau Kampai ?

6. Bagaimana cara masyarakat mempertahankan dan menjaga kelestarian

Legenda Mas Merah ?


(11)

Lampiran 4


(12)

Lampiran 5


(13)

Lampiran 6


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Djanandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan

lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,

Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

. 2009. Metodologi Penelitian Folklor Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

. 2013. Metodologi Penelitian Sastra (Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).

Esten, Mursal. 1978. Kesusatraan, Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Penerbit Angkasa.

Ginting, Dameria Br.2014. “Struktur, Fungsi, Nilai Budaya dalam Legenda di Kabupaten Karo serta Penerapan Hasilnya dalam Menyusun Bahan Pembelajaran Sastra di SMP”. (Tesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan

Skripsi dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Jayawati, Maini Trisna, dkk. 1997. Analisis Struktur dan Nilai Budaya dalam

Cerita Rakyat Sumatera Utara: Sastra Melayu. Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa.


(15)

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Pradopo, Rachmad Djoko, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Ratna, N.K. 2008. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Setia, Eddy, dkk. 1990. Fungsi dan Kedudukan Sastra Lisan Melayu Serdang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Siregar, Ahmad Samin. 1994. Apresiasi Puisi. Medan: USU Press.

Sugiyono.2008. Metode penelitian kualitataif, kualitatif dan r & d. Bandung: CV. Alfabeta.

Surakhmad, W. 1980. Metodologi pengajaran nasional. Bandung: Jemmars. Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Syarial, Fuad. 2009. “Nilai-nilai Sosiologis terhadap Cerita Si Buyung Besar

Masyarakat Melayu Serdang”. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Teeuw, A. 1989. Sastra dan Ilmu Sastra, Penghantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.

Wellek, R. dan Austin Warren. 1989. Teori kesusastraan. Terjemahan Melani Budianto. Jakarta: Gramedia.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode yang dipergunakan dalam penganalisisan ini adalah metode analisis deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Metode ini dilakukan agar dapat menyajikan dan menganalisis data secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Tujuan metode deskriptif ialah membuat pembahasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu.

Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis memaparkan data-data fakta yang terdapat di dalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan fungsinya bagi masyarakat.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.

3.3 Instrumen Data

Instrumen atau alat penelitian yang penulis gunakan adalah berupa daftar pertanyaan yang diajukan dalam melakukan wawancara dengan informan, peralatan tulis seperti pulpen, buku tulis untuk mencatat informasi, perekam suara berupa tape recorderuntuk wawancara, foto untuk dokumentasi gambar.


(17)

3.4 Sumber Data Penelitian

Menurut Lofland (dalam Moleong, 2000:157), sumber data utama dalam penelitian alamiah adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yaitu orang atau warga yang memberikan informasi mengenai segala permasalahan atau segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian yang dapat menuturkanLegenda Mas Merah. Selain itu sumber data yang diperoleh juga diambil dari buku-buku yang menjadi relevansi penulis dalam skripsi.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam penyajian data baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah teknik catat.

b. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang cerita rakyat sebagai objek yang diteliti, sehingga didapatkan cerita yang komprehensif.


(18)

c. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data yang mentah sehingga menjadi data yang cermat atau akurat dan ilmiah, dimana data didapat dengan menggunakan alat pencatat seperti buku, pulpen, catatan dan kamera. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu. Untuk menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan teori struktural dan teori fungsi.

Dalam metode analisis deskriptif dengan menggunakan teori struktural dan teori fungsi, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasikan data dari lapangan. Mengidentifikasikan data dari lapangan maksudnya setelah data terkumpul dari lapangan maka diklasifikasi dan dipilah-pilah sesuai dengan kebutuhan akan data. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam menganalisis data-data yang didapat.

2. Data yang diperoleh akan disusun menjadi tulisan yang baik. Setelah data diklasifikasi sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Kemudian data-data yang telah terkumpul dan terklasifikasi dibuat dalam bentuk tulisan atau


(19)

naratif. Hal ini dikarenakan ini adalah penelitian sastra, maka bentuknya haruslah berbentuk deskripsi atau narasi.

3. Mengklasifikasikanlegenda Mas Merahtersebut berdasarkan struktur intrinsiknya seperti tema, alur/plot, latar, tokoh dan penokohan.

4. Mengklasifikasikanlegenda Mas Merahtersebut berdasarkan fungsi yang dikemukakan oleh Basom.

5. Menguraikan legenda Mas Merahtersebut sesuai dengan struktur intrinsiknya seperti tema, alur/plot, latar, tokoh dan penokohan.

6. Menguraikan legenda Mas Merahtersebut sesuai dengan fungsi yang dikemukakan oleh Bascom.


(20)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Analisis Struktur Intrinsik 4.1.1 Tema

Tema dapat diketahui setelah pembaca membaca seluruh cerita. Shipley (dalam Nurgiyantoro, 1995:80−82) membagi tema ke dalam lima tingkatan.

Tingkatan-tingkatan ini berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa yang disusun dari tingkatan yang paling sederhana, tingkat tumbuhan mahluk hidup sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Tingkatan tersebut yaitu tingkat fisik, tingkat organik, tingkat sosial, tingkat egoik dan tingkat divine.

a. Tingkat fisik artinya manusia sebagai (atau dalam tingkat kejiwaan) molekul

(man as molecul). Pada tema tingkat ini ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas

fisik daripada kejiwaan. Hal yang ditekankan yaitu mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Selain itu, unsur latar yang lebih mendapatkan penekanan atau perhatian.

b. Tingkat organik. Pada tingkat ini manusia sebagai (atau dalam tingkat kejiwaan) protoplasma (man as protoplasma). Tingkat organik lebih banyak menyangkut masalah seksualitas. Persoalan seksual manusia yang mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang, misalnya penyelewengan, pengkhianatan suami-istri atau skandal seksual yang lain. c. Tingkat sosial yaitu manusia sebagai makhluk sosial (man as socious).

Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak


(21)

permasalahan, konflik dan lain sebagainya. Konflik atau masalah tersebut menjadi inspirasi munculnya tema. Masalah-masalah sosial tersebut misalnya masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan dan sebagainya.

d. Tingkat egoik yaitu manusia sebagai mahluk individu (man as individualism). Manusia sebagai mahluk individu menuntut pengakuan atas hak individualitasnya. Masalah individualitas antara lain egoisitas, martabat, harga diri, dan sifat manusia lainnya yang lebih bersifat batin dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Masalah-masalah tersebut biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang.

e. Tingkat yang terakhir yaitu tingkat divine. Tingkat divine yaitu manusia sebagai mahluk tinggi, yang belum tentu setiap orang mengalami atau mencapainya. Masalah yang menonjol pada tema tingkat ini adalah hubungan manusia dengan Tuhan, religiusitas, atau masalah yang bersifat filosofis (pandangan hidup, visi dan keyakinan).

Setelah membaca dan memahami Legenda Mas Merah, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Legenda Mas Merah termasuk cerita yang tergolong ke dalam jenis tema tingkat sosialyaitu manusia sebagai makhluk sosial (man as

socious). Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya

manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain sebagainya. Masalah-masalah sosial tersebut misalnya masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan dan sebagainya.Dalam legenda ini


(22)

menceritakan tentang kehidupan sosial seorang pemuda. Masalah dalam cerita ini adalah sebagai berikut:

a. Masalah hubungan manusia dengan manusia. Atau hubungan cinta kasih antara seorang pemuda dengan seorang anak perempuan. Hal ini dapat dilihat dari petikan cerita yaitu:

Pada zaman dahulu, ada seorang pria bernama Salam. Salam tinggal di Serawak, Malaysia. Salam adalah seorang pemuda yang berbudi pekerti, taat beragama, berparas tampan dan jago bersilat. Di tempat ia tinggal, ada seorang gadis yang baik dan berparas cantik. Gadis tersebut bernama rukiah. Rukiah membuat Salam jatuh hati padanya. Salam memberanikan diri menyampaikan isi hatinya kepada gadis pujaannya rukiah, sedangkan rukiah dengan malu-malu menundukkan kepalanya dengan artian ia juga jatuh cinta pada Salam. Dikala ada waktu yang luang (karena pada masa itu tak sebebas sekarang kalau bertemu seorang pemuda dengan seorang perempuan). Salam dengan Rukiah memadu kasih sayang tanpa diketahui kedua orang tua masing-masing. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam. ( LMM, alinea 1).

b. Seorang anak yang selalu mematuhi perkataan orang tuanya sehingga muncul keegoisan dari orang tua.

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk menjadi istrimu?”. Amran menjawab, “Terserah siapa yang Ayah suka untuk menjadi istriku, aku ikut saja,”.Pilihan satu-satunya gadis yang baik dan cantik di daerah Serawak ialah Rukiah.Singkat cerita, dinikahkanlah Amran dengan Rukiah. Saat pernikahan mereka, Salam menjadi putus asa. Beberapa waktu kemudian Salam menjumpai Rukiah, dan berkata, “Kalau memang abangku yang menjadi jodohmu, ya sudah, apa yang bisa kita perbuat. Itu sudah kemauan orang tua. Daripada nantinya aku melihat kau bersenang-senang dengan abangku, lebih baik aku pergi dari sini,”. (LMM, alinea 3).

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. Ibu Salmah tak mampu membayar hutangnya. Lalu Tambi berkata, “Kalau memang hutang anda tidak bisa terbayar, ya sudah”. Melihat hutangnya tak terbayar, orang tua Salmah kembali berkata kepada Tambi, “Untuk mengikat erat persaudaraan bagaimana kalau Salmah saya kimpoikan dengan Anda,”. Tambi pun menjawab, “Ya, saya setuju”. (LMM, alinea 10).


(23)

Mendengar hal ini menangis Salmah sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja. (LMM, alinea 11).

4.1.2 Alur/Plot

Setelah penulis membaca, menghayati, dan memahami Legenda Mas

Merahmaka dapat digambarkan alur yang terdapat dalam cerita tersebut adalah

plot lurus atau plot progresif. Artinya, bahwa dalam cerita rakyat Legenda Mas

Merah perlukisan alur cerita diawali dengan awal situasi samapai dengan akhir

situasi dan tidak terdapat alur sorot balik (flasback) pada setiap bagian dari alur cerita tersebut.

Adapun pentahapan alur dalam Legenda Mas Merah adalah sebagai berikut:

a. Tahap Penyituasian (situation), pengarang mulai menceritakan maupun melukiskan situasi latar dan tokoh cerita, dan pembukaan cerita. Hal ini dapat dilihat dari petikan cerita pada awal cerita ini, yaitu:

Pada zaman dahulu, ada seorang pria bernama Salam. Salam tinggal di Serawak, Malaysia. Salam adalah seorang pemuda yang berbudi pekerti, taat beragama, berparas tampan dan jago bersilat. Di tempat ia tinggal, ada seorang gadis yang baik dan berparas cantik. Gadis tersebut bernama rukiah. Rukiah membuat Salam jatuh hati padanya. Salam memberanikan diri menyampaikan isi hatinya kepada gadis pujaannya rukiah, sedangkan rukiah dengan malu-malu menundukkan kepalanya dengan artian ia juga jatuh cinta pada Salam. Dikala ada waktu yang luang (karena pada masa itu tak sebebas sekarang kalau bertemu seorang pemuda dengan seorang perempuan). Salam dengan Rukiah memadu kasih sayang tanpa diketahui kedua orang tua masing-masing. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam. (LMM, alinea 1).

Salam mempunyai seorang abang bernama Amran. Amran adalah pemuda yang sudah “berumur”. Karena umur abangnya sudah


(24)

memungkinkan unuk berumah tangga maka ayah Salam ingin menikahkan Amran dengan seorang gadis. Pada suatu hari, ayah Salam bertanya pada Amran, “Apakah dia ingin menikah?”. Amran pun menjawab, “ Kalau ayah hendak menikahkan aku, terserah pada ayah saja”. (LMM, alinea 2).

Pada awal cerita ini, pengarang sudah memainkan atau memulai cerita dari lingkungan dahulu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di atas “Pada zaman dahulu, ada seorang pria bernama Salam. Salam tinggal di Serawak, Malaysia.... ”. Pada penggalan ini pengarang mencoba memulai awal ceritanya. Lalu pengarang mengaitkannya dengan tokoh yang akan dimasukkan dalam cerita yang dapat dilihat ada penggalan berikut ini,

“...Di tempat ia tinggal, ada seorang gadis yang baik dan berparas cantik. Gadis tersebut bernama rukiah. Rukiah membuat Salam jatuh hati padanya. Salam memberanikan diri menyampaikan isi hatinya kepada gadis pujaannya rukiah, sedangkan rukiah dengan malu-malu menundukkan kepalanya dengan artian ia juga jatuh cinta pada Salam. Dikala ada waktu yang luang (karena pada masa itu tak sebebas sekarang kalau bertemu seorang pemuda dengan seorang perempuan). Salam dengan Rukiah memadu kasih sayang tanpa diketahui kedua orang tua masing-masing. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam.(LMM, alinea 1).

Lalu terjadinya satu kesatuan yang utuh pada awal cerita ini. Sedikit demi sedikit pengarang mulai memasukkan tokoh kedalam isi cerita sehingga tampaklah cerita akan segera dimulai oleh pengarang. Dari penggalan cerita di atas pengarang sudah memasukkan unsur-unsur yang selalu ada dalam sebuah karya sastra yaitu waktu, tempat dan lingkungan kejadian cerita. Adanya faktor-faktor di atas yang membentuk sebuah cerita yang saling berkaitan merupakan kesatuan bulat dalam Legenda Mas Merah.


(25)

b. Tahap pemunculan konflik (generating circumstances). Tahap ini dimulai dengan masalah dan peristiwa-peristiwa yang akan mencuatkan konflik seperti, ketika Rukiah kekasih hati Salam yang akan dijodohkan dengan abangnya Amran oleh ayah Salman. Sehingga membuat Salam putus asa dan meninggalkan keluarga, kekasihnya Rukiah dan kampung halamannya. Hal ini dapat dilihat dari petikan cerita pada awal cerita ini, yaitu:

Salam mempunyai seorang abang bernama Amran. Amran adalah pemuda yang sudah “berumur”. Karena umur abangnya sudah memungkinkan unuk berumah tangga maka ayah Salam ingin menikahkan Amran dengan seorang gadis. Pada suatu hari, ayah Salam bertanya pada Amran, “Apakah dia ingin menikah?”. Amran pun menjawab, “ Kalau ayah hendak menikahkan aku, terserah pada ayah saja”.

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk menjadi istrimu?”. Amran menjawab, “Terserah siapa yang Ayah suka untuk menjadi istriku, aku ikut saja,”.

Pilihan satu-satunya gadis yang baik dan cantik di daerah Serawak ialah Rukiah.Singkat cerita, dinikahkanlah Amran dengan Rukiah. Saat pernikahan mereka, Salam menjadi putus asa. Beberapa waktu kemudian Salam menjumpai Rukiah, dan berkata, “Kalau memang abangku yang menjadi jodohmu, ya sudah, apa yang bisa kita perbuat. Itu sudah kemauan orang tua. Daripada nantinya aku melihat kau bersenang-senang dengan abangku, lebih baik aku pergi dari sini,”.

Konon Salam melemparkan batu sebanyak tiga buah di sungai Serawak. Ia berkata, “Kalau timbul tiga buah batu yang kulempar di sungai Serawak ini, barulah aku akan pulang, dan kalau batu ini tenggelam matilah saya di negeri orang”.

Berangkatlah Salam ke pantai dengan meninggalkan kekasih yang ia cintai, keluarga dan kampung halamannya.(LMM, alinea 2-6).

Dari penggalan cerita di atas sudah terlihatlah permasalahan dan peristiwa yang menyebabkan konflik mencuat dari sifat Salam yang putus asa sehingga Salam meninggalkan keluarga, kekasih dan kampung halamannya. Dari gambaran dan penggalan cerita ini jelas penulis mulai menggerakkan jalan cerita sehingga


(26)

pembaca atau penikmat karya sastra ini ingin lebih mengetahui jalannya ataupun isi cerita selanjutnya.

c. Tahap peningkatan konflik (rising action). Pada tahap ini, penulis sudah ingin menampakkan maksud dan tujuan penulis terhadap Legenda Mas Merah ini.

Berangkatlah Salam ke pantai dengan meninggalkan kekasih yang ia cintai, keluarga dan kampung halamannya. Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan. Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya. Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat.

H. Kasim ini tinggal di Medan Labuhan. H. Kasim mempunyai seorang istri dan seorang anak perempuan bernama Salmah. Sedangkan tempat bekerja H. Kasim berada di Medan Belawan. Karena Salam ikut bekerja di tempat balok kayu dengan H. Kasim, maka setiap hari Salam pergi dari Medan Labuhan ke Medan Belawan. Salmah pun ikut disibukkan setiap hari mengantarkan makanan Salam ke tempat Salam bekerja. Disebabkan Salam dan Salmah berjumpa setiap hari, maka diam-diam diantara mereka telah tumbuh rasa cinta. Akan tetapi melihat Salam yang tinggal di rumah H.Kasim, Salam tak berani menyampaikan isi hatinya. Salam hanya memendam di dalam hati. Begitu juga halnya dengan Salmah, Salmah malu mengatakan rasa cintanya pada Salam mengingat Salmah seorang perempuan. Waktu itu amat janggal rasanya seorang perempuan lebih dulu menyampaikan rasa cintanya terhadap laki-laki.

Setelah sekian lama Salam tinggal di Medan Labuhan bersama H. Kasim dan Salmah. Salam menciptakan lagu yang berjudul “Kau adalah Mas Merahku” untuk dipersembahkan kepada Salmah. Sewaktu Salmah mengantar nasi pada Salam, Salam menyanyikan lagu ciptaannya dihadapan Salmah. Salam berkata bahwa dalam lagunya, Mas Merah itu adalah Salmah. Mas Merah merupakan gelaran untuk Salmah agar orang lain tak mengetahui Mas Merah dalam lagu itu adalah Salmah.

Ibu Salmah selalu berlangganan kain pada seorang pemuda kaya yang berasal dari India. Pemuda tersebut bernama Tambi. Ibu Salmah selalu hidup bermewah-mewahan.

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. Ibu Salmah tak mampu membayar hutangnya. Lalu Tambi berkata, “Kalau memang hutang anda tidak bisa terbayar, ya sudah”. Melihat hutangnya tak terbayar, orang tua Salmah kembali


(27)

berkata kepada Tambi, “Untuk mengikat erat persaudaraan bagaimana kalau Salmah saya kimpoikan dengan Anda,”. Tambi pun menjawab, “Ya, saya setuju”. (LMM, alinea 6-10).

Penggalan cerita ini memperlihatkan bahwa penulis sudah ingin mencapai klimaks cerita sehingga memunculkan alur yang semakin memuncak dan mendekati klimaks, terlihat dari adanya Salmah yang akan dijodohkan oleh orangtuanya kepada Tambi saudagar kain dari India disebabkan hutang orang tua Salmah yang tidak bisa terbayarkan.

d. Tahap klimaks (climax), puncak cerita ini yaitu ketika Salmah kekasih Salam dijodohkan dengan Tambi saudagar kain dari India disebabkan hutang orang tua Salmah yang tidak bisa terbayarkan. Mendengar hal ini, Salmah menangis sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja. Mendengar Salmah dijodohkan, Salam pun putus asa dan meninggalkan Salmah kekasih pujaannya. Kemudian, Salam pergi merantau ke daerah Brandan. Salam bekerja sebagai nelayan. Pada saat Salam melaut, ia mendengar seorang teriakan perempuan yang minta tolong. Salam ingin menolong perempuan tersebut, tetapi dihalangi oleh temannya Husein. Tetapi niat salam untuk menolong sangat besar. Ketika akan menolong perempuan tersebut, terjadilah perkelahian dengan para penyamun. Hal ini dapat kita lihat pada penggalan cerita berikut:

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. Ibu Salmah tak mampu membayar hutangnya. Lalu


(28)

Tambi berkata, “Kalau memang hutang anda tidak bisa terbayar, ya sudah”. Melihat hutangnya tak terbayar, orang tua Salmah kembali berkata kepada Tambi, “Untuk mengikat erat persaudaraan bagaimana kalau Salmah saya kimpoikan dengan Anda,”. Tambi pun menjawab, “Ya, saya setuju”.

Mendengar hal ini menangis Salmah sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja.

Di suatu hari, H. Kasim memanggil Salam, lalu bapaknya berkata, “Salam, adikmu sudah dijodohkan pada orang lain, jadi kamu saya anggap sebagai anak yang paling sulung di rumah ini dan bertanggung jawab pada keluarga. H. Kasim menganggap Salam sebagai anak sendiri karena Salam telah bekerja dan tinggal di rumah H. Kasim pada waktu yang cukup lama. Mendengar ucapan H. Kasim, jantung Salam gemetar. Gunung serasa runtuh dan Salam Pucat. Akan tetapi, dengan berbesar hati Salam pun menganggukkan kepalanya tanpa ada komentar.

Maka tiba dihari pesta perkawinan, segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta sudah disiapkan. Panitia famili dari keluarga mengundang baik yang dikampung maupun di luar kampung. Maka pesta tersebut meriah, kedua pengantin yakni Salmah dan Tambi bersanding di pelaminan. Salam pun diminta supaya dapat menyumbangkan lagu. Salam pergi kemana saja dengan membawa biola. Maka Salam pun memainkan biola sambil menyanyikan sebuah lagu yang berjudul “Kau adalah Mas Merahku”.

Mendengar bait ini, Salmah langsung jatuh pingsan. Masyarakat sekitar tidak mengetahui bahwa Salmah adalah Mas Merah yang disebut Salam dalam lagunya. Salam kembali berputus asa dan kemudian pergi ke laut untuk menjadi nelayan di daerah Brandan. Hal ini terjadi karena H.Kasim sudah bangkrut dan Salam tak dapat bekerja lagi padanya. Alasan lain juga karena Salam ingin melupakan Salmah yang sudah menikah dengan Tambi.

Setelah melaut selama berbulan-bulan, Salam dapat melupakan Salmah. Namun Salmah tidak menyukai Tambi dan akhirnya mereka akhirnya bercerai.

Pulau Kampai awalnya adalah hutan yang lebat. Dan tidak seorang pun dari masyarakat Belawan yang berani membuka lahan hutan Pulau Kampai tersebut. Orang yang dituakan di daerah ini adalah H. Makminias. H. Makminias berkata bahwa ia tidak berani membuka hutan ini.“Yang berani adalah abangku yaitu H. Kasim,” tambahnya.

H. Kasim adalah ayah Salmah yang tinggal di Medan Labuhan. Maka H. Makminias menjemput H. Kasim beserta istri dan anaknya Salmah. Sewaktu mereka berangkat menuju Pulau Kampai, di tengah perjalanan tepat di Pulau Karang, mereka dirampok penyamun yang dikenal dengan Pendekar Nayan (Pendekar Senayan). Daerah ini


(29)

terkenal dengan tempat berdomisili perampok. Mereka diikat di tiang layar. Salmah dibawa ke tempat para penyamun. Salmah yang memiliki kecantikan dan masih muda, terbesit dalam hati pendekar nayan untuk memperkosanya. Seketika itu juga, Salmah berteriak meminta pertolongan.

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein. Salam berkata, “Wahai Husein, aku mendengar orang menjerit di dalam hutan. Husein menjawab, “Aku tidak berani kesana. Daerahnya sangat angker. Biasanya orang yang pergi kesana pasti tidak bisa kembali pulang,”. Salam berkata, “Aku tetap akan menolong”. Husein berkata lagi, “ Ah kau ini gila, kau nak lawan itu perampok besar, badan kau segini”. Salam menjawab lagi, “Wahai husein sebelum ajal, aku berpantang mati, aku darah Melayu”.

Namun keinginan Salam untuk menolong wanita tersebut tidak bisa terhalangi oleh temannya Husein. Salam bergegas berlari diatas lumpur menuju jeritan, dan Salam terkejut, di lihatnya pendekar Nayan hendak memperkosa seorang perempuan. Akhirnya, terjadilah perkelahian antara pendekar Nayan dengan Salam. Perkelahian dimenangkan oleh Salam. Alangkah terkejutnya Salam, bahwa perempuan yang hendak diperkosa tadi adalah Salmah yangmerupakan gadis yang Salam cintai. Salam bertanya pada Salmah, Salam berkata, “Bersama siapa kau ke sini?”. Salmah lalu menunjuk ke suatu arah. Maka dilihatnya kedua orang tua Salmah dan uaknya diikat di tiang layar. Salam lalu bergegas ke sampan dan membuka ikatan tali mereka.(LMM, alinea 10-19).

Dari penggalan di atas sudah terlihat puncak (climax) dari Legenda Mas

Merah.

e. Tahap penyelesaian (tahap denouement) ini adalah ketika Salam berhasil

menolong orang tua Salmah dan uaknya dari para Penyamun. Kemudian mereka pergi bersama-sama menuju Pulau Kampai dan sesampai di Pulau Kampai, H. Kasim membuka lahan di Pulau Kampai. Kemudian, mereka tinggal di Pulau Kampai. Salam dan Salmah dijodohkan oleh Tu Awang Muhammadin. Kemudian mereka menikah karena perjodohan yang dilakukan oleh Tu Awang Muhammadin atas kesepakatan mereka tanpa ada


(30)

paksaan. Setahun sudah usia perkawinan mereka, tiba-tiba penduduk kampung diserang penyakit cacar termasuk Salam dan Salmah. Pada tahun 1920, tepatnya pada hari Jumat pukul 05.00 pagi Salmah meninggal, dan disusul oleh Salam pada pukul 06.00 pagi. Sebelum meninggal Salam berpesan kepada Husein, temannya, Kalau nanti Salam meninggal, salam minta kuburannya berdekatan dengan kuburan istrinya Salmah, dan meminta ditanamkan bunga tanjung di atas nisan kuburan mereka berdua. Bunga tanjung yang ditanam adalah kisah perjalanan cinta Salam sebagai tanda antara Semenanjung Malaysia, Medan Labuhan dan Pulau Kampai. Hal ini terlihat pada penggalan cerita berikut:

Setelah mereka membuka ikatan tali, bertangis-tangisan mereka, karena mereka telah terhindar dari bahaya dengan bantuan Salam. Maka ditanya Salam kepada mereka hendak kemana tujuan mereka, hingga terdampar di Pulau Karang tersebut. Setelah mendengar penjelasan, mereka berangkat bersama-sama menuju Pulau Kampai. Tiada berapa lama diperjalanan, mereka sampai di Pulau Kampai. H.Kasim kemudian membuka lahan di Pulau Kampai. Salam pergi ke mana saja dengan membawa biola. Dan ia selalu menyanyikan lagu “Kau adalah Mas Merahku”. Di daerah itu ada seorang tauke ikan yang merantau dari Malaysia ke Pulau Kampai bernama Tu Awang Muhammadin. Ia membeli ikan-ikan dari para nelayan dan dikenal dengan sifatnya yang baik hati.

Salam yang dulunya menjual ikan di Pulau Sembilan dan Brandan, kini hanya menjual ikannya di Pulau Kampai. Tanpa diketahui Salam, Tu Awang Muhammadin selalu memperhatikan gelagat Salam yang selalu termenung. Ia juga melihat hubungan Salam dengan Salmah yang sudah serius.

Tu Awang Muhammadin menanyakan kepada Salam, “Lam, apakah kau mau menikah? Jangan hanya pergi ke laut saja. Kalau memang engkau mau, akan kunikahkan kalian,”. Salam menjawab, “Terserah Tu Awang saja,”. Kemudian Tu Awang kembali menanyakan kepada Salam, “Siapa yang jadi pilihanmu?”. Pilihan jatuh pada Salmah. Dengan kesepakatan kedua orang tua Salmah dan Salmah, maka dikawinkanlah Salmah dengan Salam.

Kemudian mereka menikah karena perjodohan yang dilakukan oleh Tu Awang Muhammadin atas kesepakatan mereka tanpa ada paksaan. Setahun sudah usia perkawinan mereka, tiba-tiba penduduk kampung diserang penyakit cacar termasuk Salam dan Salmah.


(31)

Mereka telah berobat, namun hasilnya tidak kunjung sembuh. Penyakit mereka semakin parah.

Pada tahun 1920, tepatnya pada hari Jumat pukul 05.00 pagi Salmah meninggal, dan disusul oleh Salam pada pukul 06.00 pagi. Sebelum meninggal Salam berpesan kepada Husein, temannya, “Kalau nanti aku meninggal tolong kuburkan aku berdekatan dengan kuburan istriku, dan tanamkan bunga tanjung di atas nisan kuburan kami berdua,”.

Bunga tanjung yang ditanam adalah kisah perjalanan cinta Salam sebagai tanda antara Semenanjung Malaysia, Medan Labuhan dan Pulau Kampai.

Kuburan Mas merah ini sampai sekarang terdapat di Desa Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Namun bunga tanjung yang ditanam sudah tumbang dan kini sudah tidak ada lagi.(LMM, alinea 20-26).

4.1.3 Latar

Setelah penulis membaca dan memahami Legenda Mas Merah, maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut:

1. Latar tempat.

Latar tempat yang ada pada Legenda Mas Merah yaitu: a. Serawak.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Pada zaman dahulu, ada seorang pria bernama Salam. Salam tinggal di Serawak, Malaysia. Salam adalah seorang pemuda yang berbudi pekerti, taat beragama, berparas tampan dan jago bersilat. (LMM, alinea 1).

b. Sungai Serawak.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Konon Salam melemparkan batu sebanyak tiga buah di sungai Serawak. Ia berkata, “Kalau timbul tiga buah batu yang kulempar di sungai Serawak ini, barulah aku akan pulang, dan kalau batu ini tenggelam matilah saya di negeri orang”.(LMM, alinea 3).


(32)

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Berangkatlah Salam ke pantai dengan meninggalkan kekasih yang ia cintai. Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan.(LMM, alinea 6).

d. Di Lautan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Berangkatlah Salam ke pantai dengan meninggalkan kekasih yang ia cintai. Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan.(LMM, alinea 6).

e. Medan Labuhan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan. Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya.(LMM, alinea 6).

f. Medan Belawan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan. Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya.(LMM, alinea 6).

g. Di Rumah.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Di suatu hari, H. Kasim memanggil Salam, lalu bapaknya berkata, “Salam, adikmu sudah dijodohkan pada orang lain, jadi kamu saya anggap sebagai anak yang paling sulung di rumah ini dan bertanggung jawab pada keluarga. H. Kasim menganggap Salam sebagai anak sendiri karena Salam telah bekerja dan tinggal di rumah H. Kasim pada waktu yang cukup lama.(LMM, alinea 12).


(33)

h. Di Pelaminan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Maka pesta tersebut meriah, kedua pengantin yakni Salmah dan Tambi bersanding di pelaminan. Salam pun diminta supaya dapat menyumbangkan lagu.(LMM, alinea 13).

i. Laut.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Salam kembali berputus asa dan kemudian pergi ke laut untuk menjadi nelayan di daerah Brandan. Hal ini terjadi karena H.Kasim sudah bangkrut dan Salam tak dapat bekerja lagi padanya. Alasan lain juga karena Salam ingin melupakan Salmah yang sudah menikah dengan Tambi.(LMM, alinea 14).

j. Di Daerah Brandan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Salam kembali berputus asa dan kemudian pergi ke laut untuk menjadi nelayan di daerah Brandan.(LMM, alinea 14).

k. Pulau Kampai.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Pulau Kampai awalnya adalah hutan yang lebat. Dan tidak seorang pun dari masyarakat Belawan yang berani membuka lahan hutan Pulau Kampai tersebut. Orang yang dituakan di daerah ini adalah H. Makminias. H. Makminias berkata bahwa ia tidak berani membuka hutan ini. (LMM, alinea 16).

l. Pulau Karang.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Sewaktu mereka berangkat menuju Pulau Kampai, di tengah perjalanan tepat di Pulau Karang, mereka dirampok penyamun yang dikenal dengan Pendekar Nayan (Pendekar Senayan). Daerah ini terkenal dengan tempat berdomisili perampok.(LMM, alinea 17).


(34)

m. Kawasan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein.(LMM, alinea 18).

n. Hutan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein. Salam berkata, “Wahai Husein, aku mendengar orang menjerit di dalam hutan. Husein menjawab, “Aku tidak berani kesana. Daerahnya sangat angker. Biasanya orang yang pergi kesana pasti tidak bisa kembali pulang,”.(LMM, alinea 18).

o. Pulau Sembilan dan Brandan.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

Salam yang dulunya menjual ikan di Pulau Sembilan dan Brandan, kini hanya menjual ikannya di Pulau Kampai.(LMM, alinea 21).

p. Pulau Kampai.

Kutipan yang menegaskannya adalah :

“...Tiada berapa lama diperjalanan, mereka sampai di Pulau Kampai. H.Kasim kemudian membuka lahan di Pulau Kampai. Mereka bertempat tinggal kini di Pulau Kampai.

“...Di daerah itu ada seorang tauke ikan yang merantau dari Malaysia ke Pulau Kampai bernama Tu Awang Muhammadin.(LMM, alinea 20).

2. Latar waktu

Dalam Legenda Mas Merah ini seperti yang biasa pada sebuah karya sastra lama klasik lainnya. Dalam Legenda Mas Merah ini waktu yang diceritakan sebagian besar tidak dinyatakan dengan tepat dan jelas. Misalnya yaitu pada


(35)

zaman dahulu, di kala waktu luang, pada suatu hari, dan sebagainya. Dan tidak jarang juga disebutkan jangka waktunya, seperti setahun, pada tahun 1920, hari jumat, pukul 05.00, pukul 06.00, dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut:

a. Pada zaman dahulu.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Pada zaman dahulu, ada seorang pria bernama Salam. Salam tinggal di Serawak, Malaysia. Salam adalah seorang pemuda yang berbudi pekerti, taat beragama, berparas tampan dan jago bersilat.(LMM, alinea 1).

b. Pada suatu hari.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

“...Pada suatu hari, ayah Salam bertanya pada Amran, “Apakah dia ingin menikah?”. Amran pun menjawab, “ Kalau ayah hendak menikahkan aku, terserah pada ayah saja”. (LMM, alinea 2).

c. Setiap hari.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

“...Karena Salam ikut bekerja di tempat balok kayu dengan H. Kasim, maka setiap hari Salam pergi dari Medan Labuhan ke Medan Belawan. Salmah pun ikut disibukkan setiap hari mengantarkan makanan Salam ke tempat Salam bekerja. Disebabkan Salam dan Salmah berjumpa setiap hari, maka diam-diam diantara mereka telah tumbuh rasa cinta. Akan tetapi melihat Salam yang tinggal di rumah H.Kasim, Salam tak berani menyampaikan isi hatinya.(LMM, alinea 7).

d. Setelah sekian lama.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Setelah sekian lama Salam tinggal di Medan Labuhan bersama H. Kasim dan Salmah. Salam menciptakan lagu yang berjudul “Kau


(36)

adalah Mas Merahku” untuk dipersembahkan kepada Salmah.(LMM, alinea 8).

e. Sewaktu.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

“...Sewaktu Salmah mengantar nasi pada Salam, Salam menyanyikan lagu ciptaannya dihadapan Salmah.(LMM, alinea 8).

f. Pada suatu hari.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. Ibu Salmah tak mampu membayar hutangnya. (LMM, alinea 10).

g. Di suatu hari.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Di suatu hari, H. Kasim memanggil Salam, lalu bapaknya berkata, “Salam, adikmu sudah dijodohkan pada orang lain, jadi kamu saya anggap sebagai anak yang paling sulung di rumah ini dan bertanggung jawab pada keluarga”.(LMM, alinea 12).

h. Di hari pesta perkawinan.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Maka tiba dihari pesta perkawinan, segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta sudah disiapkan.(LMM, alinea 13).

i. Selama berbulan-bulan.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Setelah melaut selama berbulan-bulan, Salam dapat melupakan Salmah. Namun Salmah tidak menyukai Tambi dan akhirnya mereka akhirnya bercerai. (LMM, alinea 15).


(37)

j. Saat itu.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein.(LMM, alinea 18).

k. Tiada berapa lama.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Tiada berapa lama diperjalanan, mereka sampai di Pulau Kampai. H.Kasim kemudian membuka lahan di Pulau Kampai.(LMM, alinea 20).

l. Setahun.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Setahun sudah usia perkawinan mereka, tiba-tiba penduduk kampung diserang penyakit cacar termasuk Salam dan Salmah.(LMM, alinea 23).

m. Pada tahun 1920, hari jumat, pukul 05.00, pukul 06.00. Kutipan yang menegaskannya adalah:

Pada tahun 1920, tepatnya pada hari Jumat pukul 05.00 pagi Salmah meninggal, dan disusul oleh Salam pada pukul 06.00 pagi.(LMM, alinea 24).

n. Sekarang.

Kutipan yang menegaskannya adalah:

Kuburan Mas merah ini sampai sekarang terdapat di Desa Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Namun bunga tanjung yang ditanam sudah tumbang dan kini sudah tidak ada lagi.(LMM, alinea 26).


(38)

Dalam Legenda Mas Merah mengarah kepada hal – hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, dan lain sebagainya. Hal ini terlihat pada:

a. Tradisi perjodohan yang dilakukan orang tua kepada anaknya.Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut:

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk menjadi istrimu?”. Amran menjawab, “Terserah siapa yang Ayah suka untuk menjadi istriku, aku ikut saja,”.Pilihan satu-satunya gadis yang baik dan cantik di daerah Serawak ialah Rukiah.Singkat cerita, dinikahkanlah Amran dengan Rukiah. (LMM, Alinea 3).

b. Masyarakatnya yang ramah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut:

Lama sudah Salam di lautan, akhirnya Salam terdampar di Medan Labuhan. Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya. Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat. (LMM, Alinea 6).

Maka tiba dihari pesta perkawinan, segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta sudah disiapkan. Panitia famili dari keluarga mengundang baik yang dikampung maupun di luar kampung. (LMM, Alinea 13).

c. Pemuda dan pemudi yang menghormati keputusan orang tua. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut:

Mendengar hal ini menangis Salmah sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja. (LMM, Alinea 11).


(39)

Dengan demikian diketahui bahwa latar sosial dalam cerita Legenda Mas

Merah ini adalah latar budaya Melayu.

Suasana umum tokoh cerita yang termasuk dalam latar ini dimaksudkan untuk memudahkan tanggapan terhadap masalah yang akan timbul kemudian.

Dalam kesempatan ini, latar yang membawa semua tokoh akan dibahas pada penokohan.

4.1.4 Tokoh Dan Penokohan

Setelah membaca dan memahami Legenda Mas Merah dapat diketahui tokoh dan penokohannya sebagai berikut :

1. Tokoh cerita

Tokoh utama dalam Legenda Mas Merah adalah: a. Salam

Karena tokoh ini adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dalam legenda tersebut. Mulai dari awal cerita sampai akhir cerita, fokus cerita lebih banyak ditujukan kepada Salam.

Sedangkan tokoh tambahan dalam Legenda Mas Merah adalah: b. Rukiah,

c. Amran, d. Ayah Salman, e. Salmah,

f. H. Kasim (ayah Salmah), g. Ibu Salmah,

h. Tambi,


(40)

j. Masyarakat kampung, k. H. Makminias,

l. Pendekar Nayan, m. Husein,

n. Tu Awang Muhammadin.

Tokoh ini hanya melengkapi cerita saja, walaupun tokoh ini juga memiliki kapasitas yang hampir sama dengan tokoh Salam, namun porsinya lebih sedikit dibandingkan tokoh Salam.

2. Penokohan

Tokoh cerita dalam Legenda Mas Merah ada 12 tokoh yaitu Salam, Rukiah, Amran, Ayah Salman, Salmah, H. Kasim (ayah Salmah), Ibu Salmah, Tambi, famili dari keluarga Salmah, masyarakat kampung, H. Makminias, Pendekar Nayan, Husein, Tu Awang Muhammadin. Adapun penokohan dari tokoh-tok ini adalah sebagai berikut:

a. Salam adalah tokoh yang memiliki sifat putus asa. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Singkat cerita, dinikahkanlah Amran dengan Rukiah. Saat pernikahan mereka, Salam menjadi putus asa. (LMM, Alinea 4).

Maka pesta tersebut meriah, kedua pengantin yakni Salmah dan Tambi bersanding di pelaminan.(LMM, Alinea 13).

Salam kembali berputus asa dan kemudian pergi ke laut untuk menjadi nelayan di daerah Brandan. (LMM, Alinea 14).

Ia juga memiliki sifat pemberani.


(41)

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein. Salam berkata, “Wahai Husein, aku mendengar orang menjerit di dalam hutan. Husein menjawab, “Aku tidak berani kesana. Daerahnya sangat angker. Biasanya orang yang pergi kesana pasti tidak bisa kembali pulang,”. Salam berkata, “Aku tetap akan menolong”. Husein berkata lagi, “ Ah kau ini gila, kau nak lawan itu perampok besar, badan kau segini”. Salam menjawab lagi, “Wahai husein sebelum ajal, aku berpantang mati, aku darah Melayu”. (LMM, Alinea 18).

Namun keinginan Salam untuk menolong wanita tersebut tidak bisa terhalangi oleh temannya Husein. (LMM, Alinea 19).

Ia juga memiliki sifat penolong.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Setelah mereka membuka ikatan tali, bertangis-tangisan mereka, karena mereka telah terhindar dari bahaya dengan bantuan Salam. Maka ditanya Salam kepada mereka hendak kemana tujuan mereka, hingga terdampar di Pulau Karang tersebut. Setelah mendengar penjelasan, mereka berangkat bersama-sama menuju Pulau Kampai. Tiada berapa lama diperjalanan, mereka sampai di Pulau Kampai. H.Kasim kemudian membuka lahan di Pulau Kampai. (LMM, Alinea 20).

Ia juga memiliki sifat rendah hati. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat. (LMM, Alinea 6).

b. Rukiah adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Di tempat ia tinggal, ada seorang gadis yang baik dan berparas cantik. Gadis tersebut bernama rukiah. (LMM, Alinea 1).


(42)

c. Amran adalah tokoh yang memiliki sifat penurut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Pada suatu hari, ayah Salam bertanya pada Amran, “Apakah kau ingin menikah?”. Amran pun menjawab, “Kalau ayah hendak menikahkan aku, terserah pada ayah saja”. (LMM, Alinea 2).

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk menjadi istrimu?”. Amran menjawab, “Terserah siapa yang ayah suka untuk menjadi istriku, aku ikut saja,”. (LMM, Alinea 3).

d. Ayah Salam adalah tokoh yang memiliki sifat perhatian untuk masa depan anaknya .

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Karena umur abangnya sudah memungkinkan untuk berumah tangga maka ayah Salam ingin menikahkan Amran dengan seorang gadis. Pada suatu hari, ayah Salam bertanya pada Amran, “Apakah kau ingin menikah?”. Amran pun menjawab, “ Kalau ayah hendak menikahkan aku, terserah pada ayah saja”. (LMM, Alinea 2).

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk menjadi istrimu?”. (LMM, Alinea 3).

e. Salmah adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik dan penurut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Salmah pun ikut disibukkan setiap hari mengantarkan makanan Salam ke tempat Salam bekerja. (LMM, Alinea 7).

Mendengar hal ini menangis Salmah sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja. (LMM, Alinea 11).

f. H. Kasim (ayah Salmah)adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:


(43)

“...Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya. Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat. (LMM, Alinea 6).

g. Ibu Salmah adalah tokoh yang memiliki sifat yang boros. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Ibu Salmah selalu berlangganan kain pada seorang pemuda kaya yang berasal dari India. Pemuda tersebut bernama Tambi. Ibu Salmah selalu hidup bermewah-mewahan. (LMM, Alinea 9).

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. (LMM, Alinea 10).

h. Tambi adalah tokoh yang tidak memiliki sifat pendirian yang tetap. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Pada suatu hari, usaha H. Kasim bangkrut dan istrinya berhutang pada Tambi. Ibu Salmah tak mampu membayar hutangnya. Lalu Tambi berkata, “Kalau memang hutang anda tidak bisa terbayar, ya sudah”. Melihat hutangnya tak terbayar, orang tua Salmah kembali berkata kepada Tambi, “Untuk mengikat erat persaudaraan bagaimana kalau Salmah saya kimpoikan dengan Anda,”. Tambi pun menjawab, “Ya, saya setuju”. (LMM, Alinea 10).

i. Famili dari keluarga Salmah adalah tokoh yang tidak dijelaskan sifatnya dalam cerita.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Panitia famili dari keluarga mengundang baik yang dikampung maupun di luar kampung. (LMM, Alinea 13).

j. Masyarakat sekitar adalah tokoh yang tidak dijelaskan sifatnya dalam cerita. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:


(44)

“...Masyarakat sekitar tidak mengetahui bahwa Salmah adalah Mas Merah yang disebut Salam dalam lagunya. (LMM, Alinea 14).

k. H. Makminias adalah tokoh yang memiliki sifat penakut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Orang yang dituakan di daerah ini adalah H. Makminias. H. Makminias berkata bahwa ia tidak berani membuka hutan ini. “Yang berani adalah abangku yaitu H. Kasim,” tambahnya. (LMM, Alinea 16).

l. Pendekar Nayan adalah tokoh yang memiliki sifat yang jahat. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Salmah yang memiliki kecantikan dan masih muda, terbesit dalam hati pendekar nayan untuk memperkosanya. (LMM, Alinea 17).

“...Salam bergegas berlari diatas lumpur menuju jeritan, dan Salam terkejut, di lihatnya pendekar Nayan hendak memperkosa seorang perempuan. (LMM, Alinea 19).

m. Husein adalah tokoh yang memiliki sifat penakut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Husein menjawab, “Aku tidak berani kesana. Daerahnya sangat angker. Biasanya orang yang pergi kesana pasti tidak bisa kembali pulang,”. (LMM, Alinea 18).

n. Tu Awang Muhammadin adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik hati. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Di daerah itu ada seorang tauke ikan yang merantau dari Malaysia ke Pulau Kampai bernama Tu Awang Muhammadin. Ia membeli ikan-ikan dari para nelayan dan dikenal dengan sifatnya yang baik hati. (LMM, Alinea 20).


(45)

4.2 Analisis Fungsi

Selanjutnya analisis fungsi yang disampaikan oleh William R. Bascom ini pada dasarnya hal yang sangat umum yang dapat ditemukan dalam cerita rakyat berupa legenda. Mengenai fungsi dalam Legenda Mas Merah yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan atas apa yang dalam cerita rakyat dan atas apa yang tersirat dalam masyarakat dan tentu saja atas apa yang tampak dalam kehidupan sehari hari dalam bermasyarakat. Adapun penjabaran dari teori fungsi atas dasar apa yang ada dalam cerita rakyat terdapat dalam penjelasan berikut.

4.2.1 Sebagai Sistem Proyeksi (project system), yakni Sebagai Alat PencerminAngan-AnganSuatu Kolektif

Legenda Mas Merah di masyarakat Melayu Pulau Kampai yang dijadikan

oleh peneliti sebagai objek kajian memiliki fungsi proyeksi dari sistem yang ada dalam masyarakat. Sebagaimana diketahui sistem proyeksi (project system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Proyeksijuga merupakan suatu cara untuk membangun atas apa yang ada dalam masyarakat dan merupakan hal yang sangat fundamental baik berupa sistem maupun pranata karena mampu menunjukkan dan menjaga kelangsungan hidup berbudaya dari suatu masyarakat yang tetap hidup seiring perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Dikala ada waktu yang luang (karena pada masa itu tak sebebas sekarang kalau bertemu seorang pemuda dengan seorang perempuan). Salam dengan Rukiah memadu kasih sayang tanpa diketahui kedua orang tua masing-masing. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam. (LMM, alinea 1).

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. Ayah Salam kembali bertanya, “Siapa yang kau suka untuk


(46)

menjadi istrimu?”. Amran menjawab, “Terserah siapa yang Ayah suka untuk menjadi istriku, aku ikut saja,”.(LMM, alinea 3).

Mendengar hal ini menangis Salmah sejadi-jadinya karena Salmah dijodohkan. Salmah teringat pada Salam bahwa Salam kelak akan menjadi suaminya. Tapi apalah daya Salmah, walau bagaimanapun Salmah menyampaikan isi hatinya kepada orang tuanya, tetap saja orang tuanya berkeras agar Salmah menurut saja. (LMM, alinea 11).

Kemudian mereka menikah karena perjodohan yang dilakukan oleh Tu Awang Muhammadin atas kesepakatan mereka tanpa ada paksaan.(LMM, alinea 23).

4.2.2 Sebagai Alat Pengesahan Pranata-pranata dan Lembaga-lembaga Kebudayaan,

Pranata yang berlaku dalam masyarakat dan lembaga yang hadir di tengah masyarakat dalam Legenda Mas Merah dapat dikatakan tidak terlihat pada masyarakat Melayu Pulau Kampai. Konsep pranata yang hadir pada masyarakat Melayu Pulau Kampai memiliki batasan yang keras dalam kehidupannya nyata namun meskipun demikian pranata-pranata yang hadir dalam masyarakat sangat dihormati. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Dikala ada waktu yang luang (karena pada masa itu tak sebebas sekarang kalau bertemu seorang pemuda dengan seorang perempuan). Salam dengan Rukiah memadu kasih sayang tanpa diketahui kedua orang tua masing-masing. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam. (LMM, alinea 1).

Konon pada zaman dahulu, pasangan hidup diatur oleh orang tua. (LMM, alinea 3).

4.2.3 Sebagai Alat Pendidikan Anak (Pedagogical Device)

Cerita rakyat berupa legenda sebagai alat pendidikan anak adalah suatu yang sangat umum dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Legenda Mas


(47)

a. Suka menolong.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. Mendengar teriakan seorang wanita, Salam hendak menolong namun dihalangi oleh Husein. Salam berkata, “Wahai Husein, aku mendengar orang menjerit di dalam hutan. Husein menjawab, “Aku tidak berani kesana. Daerahnya sangat angker. Biasanya orang yang pergi kesana pasti tidak bisa kembali pulang,”. Salam berkata, “Aku tetap akan menolong”. Husein berkata lagi, “ Ah kau ini gila, kau nak lawan itu perampok besar, badan kau segini”. Salam menjawab lagi, “Wahai husein sebelum ajal, aku berpantang mati, aku darah Melayu”.(LMM, alinea 18).

b. Sifat rendah hati.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat. (LMM, alinea 6).

c. Rajin bekerja.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Saat itu Salam bersama temannya Husein sedang melaut di kawasan itu. (LMM, alinea 18).

Salam yang dulunya menjual ikan di Pulau Sembilan dan Brandan, kini hanya menjual ikannya di Pulau Kampai.(LMM, alinea 21).

d. Pemberani

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Namun keinginan Salam untuk menolong wanita tersebut tidak bisa terhalangi oleh temannya Husein. Salam bergegas berlari diatas lumpur menuju jeritan, dan Salam terkejut, di lihatnya pendekar Nayan hendak memperkosa seorang perempuan. Akhirnya, terjadilah


(48)

perkelahian antara pendekar Nayan dengan Salam. Perkelahian dimenangkan oleh Salam.(LMM, alinea 19).

4.2.4 Sebagai Alat Pemaksa dan Pengawas agar Norma-Norma Masyarakat Akan Selalu Dipatuhi Anggota Kolektifnya.

Legenda Mas Merahmenghadirkan sebuah konsep pemaksaan dalam

masyarakat. Sosok Salam mengajarkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari supaya mampu bergaul dengan manusia serta masyarakat sekelilingnya dimanapun ia berada. Adapun yang disampaikan dalam cerita tersebut memberikan indikasi bahwa orang-orang yang hidup dalam masyarakat Melayu Pulau Kampai kiranya menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Tidak berapa lama Salam di Medan Labuhan berjumpa dengan H. Kasim yang merupakan tukang kayu yang jaya. Dengan rendah hati, Salam menyerahkan diri pada H. Kasim, dan diterimalah Salam oleh H. Kasim sebagai pekerja kerani yang menerima kayu dari anak buahnya karena H. Kasim melihat Salam memiliki budi pekerti yang baik dan jago bersilat.(LMM, alinea 6).

Perkembangan zaman yang pesat dan segala pemenuhan kebutuhan hidup manusia tidak lagi sebatas kebutuhan, tentu membuat posisi cerita rakyat di kalangan manusia dewasa ini terlupakan. Keakraban manusia atas hal-hal yang bersifat pribadi dari orang lain, pola hidup yang mengutamakan kemewahan membuat kemerosotan moral makin berkembang seiring dengan hilangnya fungsi cerita rakyat secara mendalam bagi masyarakat modern. Dewasa ini sangat jarang kita menemukan ada cerita yang mengajarkan nilai-nilai moral yang tulus,


(49)

religius, dan juga mengatur kehidupan masyarakat. Cerita rakyat pada saat ini hanya menjadi sebagi media pelipur lara dan hiburan semata bagi anak-anak.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian judul skripsi di atas maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan yaitu:

1. Legenda Mas Merah Melayu Pulau Kampai adalah salah satu unsur

budaya yang hadir di tengah-tengah keberagaman kebudayaan di masyarakat Indonesia dan masih dipelihara dengan baik sekalipun hanya sebatas hiburan saja.Struktur intrinsik cerita rakyat

2. Legenda Mas Merah ditarik suatu simpulan yang bersifat umum, bahwa

cerita rakyat yang dianalisis strukturnya tersebut memiliki tema, alur/ plot, latar, tokoh dan penokohan.

3. Adapun Tema dalam Legenda Mas Merah tergolong dalam tema tingkat sosial yaitu manusia sebagai makhluk sosial (man as socious). Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain sebagainya. Dalam legenda ini menceritakan tentang kehidupan sosial seorang pemuda. Masalah-masalah sosial tersebut seperti Masalah-masalah hubungan manusia dengan manusia. Atau hubungan cinta kasih antara seorang pemuda dengan seorang anak perempuan. Seorang anak yang selalu mematuhi perkataan orang tuanya sehingga muncul keegoisan dari orang tua.


(51)

4. Alur yang terdapat dalam cerita Legenda Mas Merah adalah alur/plot lurus atau plot progresif. Artinya, bahwa dalam cerita rakyat Legenda

Mas Merah perlukisan alur cerita diawali dengan awal situasi samapai

dengan akhir situasi dan tidak terdapat alur sorot balik (flasback) pada setiap bagian dari alur cerita tersebut.

5. Latar dalam Legenda Mas Merah memiliki latar tempat, waktu dan sosial. Adapun latar tempatnya yaitu Serawak, Sungai Serawak, Pantai, Di Lautan, Medan Labuhan, Medan Belawan, Di Rumah, Di Pelaminan, Laut, Di Daerah Brandan, Pulau Kampai, Pulau Karang, Kawasan, Hutan, Pulau Sembilan dan Brandan, serta Pulau Kampai. 6. Adapun latar waktunya dalam Legenda Mas Merah ini seperti yang

biasa pada sebuah karya sastra lama klasik lainnya. Dalam Legenda

Mas Merah ini waktu yang diceritakan sebagian besar tidak dinyatakan

dengan tepat dan jelas. Seperti pada zaman dahulu, di kala waktu luang, pada suatu hari, dan sebagainya. Dan tidak jarang juga disebutkan jangka waktunya, seperti setahun, pada tahun 1920, hari jumat, pukul 05.00, pukul 06.00, dan lain sebagainya.

7. Latar sosial dalam Legenda Mas Merah mengarah kepada hal – hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, dan lain sebagainya. Hal ini terlihat pada tradisi perjodohan yang dilakukan orang tua kepada anaknya, masyarakatnya yang ramah, pemuda dan pemudi yang menghormati keputusan orang


(52)

tua. Diketahui bahwa latar sosial dalam cerita Legenda Mas Merah ini adalah latar budaya Melayu.

8. Tokoh dan penokohan dalam Legenda Mas Merahterdiri dari beberapa tokoh yaitu Salam adalah tokoh yang memiliki sifat putus asa, sifat pemberani, sifat penolong, sifat rendah hati, Rukiah adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik, Amran adalah tokoh yang memiliki sifat penurut, Ayah Salam adalah tokoh yang memiliki sifat perhatian untuk masa depan anaknya, Salmah adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik dan penurut, H. Kasim (ayah Salmah) adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik, Ibu Salmah adalah tokoh yang memiliki sifat yang boros, Tambi adalah tokoh yang tidak memiliki sifat pendirian yang tetap, Famili dari keluarga Salmah adalah tokoh yang tidak dijelaskan sifatnya dalam cerita, Masyarakat sekitar adalah tokoh yang tidak dijelaskan sifatnya dalam cerita, Makminias adalah tokoh yang memiliki sifat penakut, Pendekar Nayan adalah tokoh yang memiliki sifat yang jahat, Husein adalah tokoh yang memiliki sifat penakut, Tu Awang Muhammadin adalah tokoh yang memiliki sifat yang baik hati. 9. Adapun fungsi cerita rakyat itu berkembang dalam masyarakat Melayu

Pulau Kampai secara umum adalah sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.


(53)

10. Seiring dengan perkembangan waktu dewasa ini, fungsi legenda tersebut hanya sebatas untuk hiburan semata bagi para pembaca maupun pendengarnya. Meskipun demikian adanya, secara umum cerita rakyat Legenda Mas Merah masih tetap melekat dalam budaya masyarakat.

11. Pada dasarnya masyarakat yang hidup dengan unsur budaya yang masih hidup dan dijaga pada dasarnya mampu untuk menjaga kredibilitas dan kesinambungan masyarakatnya di tengah-tengah zaman, demikian juga dengan masyarakat Melayu Pulau Kampai.

5.2 Saran

Adapun saran yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut:

1. Peneliti meyakini bahwa penelitian terhadap legenda sebagai salah satu khazanah sastra dan bagian dari kebudayaan indonesia yang cukup banyak, namun belum semua terdokumentasi dan diketahui oleh masyarakatnya.

2. Penelitian terhadap legenda harus tetap dilakukan sebagai salah satu penelitian sastra.

3. Penelitian terhadap karya sastra lisan terus dijaga dan dilestarikan agar dapat diketahui oleh masyarakat banyak.

4. Upaya mengangkat kembali cerita-cerita rakyat ke dalam sebuah buku oleh orang yang mengetahuinya.


(54)

5. Para peneliti lebih bersemangat dan tertarik dengan penelitian cerita rakyat bertujuan agar cerita rakyat tidak punah, serta penulis berharap bahwa penelitian ini dapat menambah dokumentasi khazanah sastra.


(55)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keautentikan sebuah karya ilmiah. Keaslian skripsi dan tesis ini dapat diketahui dari pemaparan skripsi dan tesis. Kajian yang dimaksud adalah penelaahan terhadap hasil penelitian lain yang relevan dengan skripsi ini.

Sesuai dengan judul ini yaitu “Struktur dan Fungsi Legenda Mas Merah

Masyarakat Melayu Pulau Kampai: Kajian Folklor”, maka dalam memecahkan

persoalan yang timbul dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku yang relevan sebagai panduan pendukung yaitu buku-buku tentang Analisis Struktur dan Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Sumatera Utara: Sastra Melayu oleh Jayawati, Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain oleh Danandjaja, Teori Pengkajian Fiksi oleh Nurgiyantoro , dan sebagainya.

Adapun penulis menyelesaikan skripsi ini dengan dibantu dengan pustaka yang berupa buku-buku serta skripsi dan tesisterdahulu, adapun skripsi dan tesis yang mendukung dengan kajian yang dianalisis ialah :

Penelitian yang dilakukan oleh Syarial (2009: skripsi, Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara). Judul penelitian ini adalah “Nilai-Nilai Sosiologis terhadap Cerita Si Buyung Besar Masyarakat Melayu Serdang”. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat struktur intrinsik seperti tema, alur/ plot, latar dan tokoh dan


(56)

penokohan. Terdapat juga nilai-nilai sosiologis dalam cerita tersebut seperti adat-istiadat menjunjung duli, lapisan masyrakat, pribadi dan masyarakat.

Adapun beberapa penelitian serupa yang akan dikemukakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2014: tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia). Judul penelitian ini adalah “Struktur, Fungsi, Nilai Budaya dalam Legenda di Kabupaten Karo serta Penerapan Hasilnya dalam Menyusun Bahan Pembelajaran Sastra di SMP ”. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat alur, tokoh beserta karakternya, latar, tema dan amanat, fungsi yang baik untuk dijadikan pengalaman hidup. Serta terdapat cerminan perilaku dan pola hidup masyarakat pada zamannya, sehingga memiliki informasi yang signifikan bagi generasi selanjutnya.

Adapun persamaan antara penelitian Syarial (Skripsi) dan Ginting (Tesis) dengan kajian penulis adalah sama-sama mengkaji struktur intrinsik. Sedangkan perbedaan penelitian Syarial (Skripsi) dengan kajian penulis yaitu pada skripsi Syarial terdapat nilai-nilai sosiologis dalam cerita tersebut seperti adat-istiadat menjunjung duli, lapisan masyarakat, pribadi dan masyarakat. Sedangkan pada kajian penulis tidak ada, sebab penulis tidak mengkaji dari segi sosiologis melainkan fungsi legenda bagi masyarakat. Dan perbedaan penelitian Ginting (Tesis) dengan kajian penulis yaitu pada tesis Syarial, terdapat fungsi yang dijadikan pengalaman hidup dan nilai budaya yang terkandung merupakan cerminan perilaku dan pola hidup masyarakat pada zamannya, sehingga memiliki informasi yang signifikan bagi generasi selanjutnya. Sedangkan penulis mengkaji fungsi legenda bagi masyarakat melayu menggunakan fungsi dari Bascom.


(57)

Menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian terhadap Legenda Mas Merah, baik dalam bentuk makalah maupun skripsi yang secara khusus membahas strukturdanfungsiLegenda Mas Merah pada masyarakat Melayu Pulau Kampai dengan menggunakan kajian folklor.

2.2 Teori yang Digunakan

Menurut Snelbecker (dalam Moleong, 2007:57), teori ialah seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi (yaitu mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis dengan lainnya dengan data atas dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Adapun teori yang digunakan pada Legenda Mas Merah yaitu teori struktural dari segi intrinsik pendapat Nurgiyantoro (1995) dan teori

fungsi Bascom (1984). Berdasarkan teori-teori tersebut peneliti berusaha

menerapkannya terhadap struktur dan fungsi Legenda Mas Merah masyarakat Melayu Pulau Kampai. Kedua teori pendekatan tersebut digunakan untuk mendeskripsikan struktur yang membangun legenda tersebut sekaligus mendeskripsikan fungsinya bagi masyarakat Melayu Pulau Kampai. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut.

2.2.1 Teori Struktural

Sebuah karya sastra atau fiksi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antara unsur intrinsik yang bersifat


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk dapat menempuh ujian komprehensif untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini berjudul, Struktur Dan Fungsi Legenda Mas Merah

Masyarakat Melayu Pulau Kampai : Kajian Folklor. Skripsi ini terdiri atas 5

bab, yaitu : bab pertama berisi pendahuluan, dibagi atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab kedua membahas tinjauan pustaka, terdiri dari kepustakaan yang relevan, dan teori yang digunakan. Bab ketiga membahas metode penelitian, dibagi atas metode dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab keempat berisi pembahasan, dibagi atas analisis struktur intrinsik dan analisis fungsi. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran.

Penulis juga menyadari penulisan skripsi ini belum sempurna.Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, Maret 2016 Penulis,

Nurlaila Zairina NIM : 120702009


(2)

ﺖﻨڠﻓ ﺖ�

ﺲيﻟﻮنﻓ ڬڠﻴﲮ ﭗﺘﲪر ﻦﻜ�ﱪﳑ �ﺗ ڠﻳ ﻞﻌﺗوﻮﺤﻨﲝﻮﺳ ﷲ تاﺮ�ﺪ�ك ﺲ�ا رﻮ�ﻮﺷ �ﻮﻓ

نﺎيﺟوا حﻮﻔﳮﻣ ﺖﻓاد قﻮﺘﻧوا تاﴍ �ﻮﻨﳑ نﻮڬ ﻦ�ا ﴘﻔﻳﺮﻜﺳ ﻦﻜ�ﺎﺴﻠپﻣ ﺖﻓد

ﺲتﻴ�ﺳﲑﻔﻴﻧوا يدﻮﺑ ﻮﻤﻠﻳا ﺲتﻟﻮﻜﻓ ﺪﻓ رﻮﻴنﻣﻮﺣ ﻦﺟﴎ ﺮﻠݢ ﻪﻴﻟوﺮﻔﳑ كﻮﺘﻧوا ﻒﻴ�ﺴنﻴﳛﺮﻔﻣﻮ�

.

ناﺪﻣ ﺮ�وا ﱰﻣﻮﺳ

وﻻﻮﻓ ﻮﻳﻼﻣ ﺖ�ﴍﺎﻣ حاﺮﻣ سﺎﻣ ﺪﻨيڬﻟ ﴘڠﻮﻓ ناد رﻮﺘﻛوﱰﺳ لودﻮﺟﺮ� ﻦ�ا ﴘﻔﻳﺮﻜﺳ

ﺲ�ا يﺮ�دﲑﺗ ﻦ�ا ﴘﻔﻳﺮﻜﺳ .رﻮﳇﻮﻓ نﺎﻴﺠك :يﺎﻔﳈ

٥

ﰎﺮﻓ ب� ﻮﺘﻳ� , ب�

تﺎﻔﻧﺎﻣ ,نﺎيتﻴﻠﻴنﻓ ناﻮﺟﻮﺗ ,ﺢﻠﺴﻣ ﻦﺳﻮﻣور ,ڠﻜﻠﺑ رﺎﺘﻟ ﺲ�ا ﻲݢﺒﻳد ,ناﻮﻟﻮﺣاﺪنﻔﺴ�ﺮ�

ناد ,ﻦﻔﻴﻟر ڠﻳ نﲀﺘ�ﺳﻮﻔﻛ يرد يﺮ�دﲑﺗ ,ﻚﺘ�ﺳﻮﻓ ناوﺎ�نيﺗ ﺲﺤﺒﳑ اوﺪﻛ ب� .نﺎيتﻴﻠﻴنﻓ

,رﺎﺳد يدﻮتﻣ ﺲ�ا ﻲݢﺒﻳد ,نﺎيتﻴﻠﻴنﻓ يدﻮتﻣ ﺲﺤﺒﳑ ݢﻴﺘﻛ ب� .ﻦﻜنﻮݢ�د ڠﻳ يرﻮﻴﺗ

,تاﺪﻨﻟﻮﻔﻣﻮڠﻓ يدﻮتﻣ ,نﺎيتﻴﻠنﻓ تاد ﲑبﻣﻮﺳ ,نﺎيتﻴﻠﻴنﻓ ﲔﻣوﱰﺴنﻳا ,نﺎيتﻴﻠﻴنﻔﻴ�ﺴ�ﻮﻟ

رﻮﺘﻛوﱰﺳ ﺲيﺴيﻠﻧا ﺲ�ا ﻲݢﺒﻳد ,ﻦﺳﺎ�ﺒﳁ ﴘ�ﺮ� ﺖﻔﻣا ك ب� . .تاد ﺲيﺴيﻠﻧا يدﻮﺘﳕاد

.

نرﺎﺳ ناد ﻦﻟﻮﻔﳰ�ﺴ� ﴘ�ﺮ� ﲓﻟ ك ب� .ﴘڠﻮﻓ ﺲيﺴيﻠﻧا ناد ﻖﻴ�ﺴنﻳﱰﻨﻳا

ﻦﺣﺪﻧﺮ� ﻦڠد ,ﻮﺘﻳا ﻦ�ﺮ� �وا .نرﻮﻔﲰ مﻮﻠﺑ ﻦ�ا ﴘﻔﻳﺮﻜﺳ ﻦﺴيﻟﻮنﻓ يرﺪپﻣ ݢﻮﺟ ﺲيﻟﻮنﻓ

ﴘﻔﻳﺮﻜﺳ ﻮﲰ .څﺒﳁ ﺮﻓ يرد نﻮڠﺒﳑ تﺎﻔﻴ�ﺳﺮ� ڠﻳ ناﴎ ناد ﻖيتﻳﺮ� ﻦﻜﻓاﺮﺤڠﻣ ﺲيﻟﻮنﻓ ﱵﺣ

.

ﺲيﻟﻮنﻓ ﻲݢ� ﺎﲤوﺮ� څﺒﳁ ﺮﻓ ﻲݢ� تٔأﻔنﻣﺮ� ﻦ�ا

ﻞﻳﺮﻓا ,ناﺪﻣ

٢٠١٦

ﺲيﻟﻮنﻓ

ﻦ�ﺮ�از ﻞﻳﻻ رﻮﻧ

ﲓﻧ

١٢٠٧٠٢٠٠٩


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai pembimbing II penulis yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Yos Rizal, MSP, selaku pembimbing I penulis yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak / Ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis sejak berada di Departemen Sastra Daerah Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua Penulis M. Razali, SE. dan ibunda tercinta Mariani, yang telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga, pikiran, yang telah banyak melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis serta doa sehingga penulis sampai pada penulisan skripsi ini.

7. Kepada abanganda penulis, Alfin Khoir, S.Pd dan kakak penulis, Sevta Rahayu, yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta bantuannya kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

8. Rekan – rekan seperjuangan stambuk 2012, Renny Puspa Sari, Apriliana Lase, Yuyun Chairani Nst, Fella Kaulika, Lisa Andriani, Nilova Giostina, Gemi Sasnika, Ika Lia Juliana, Alawiyah, Amrullah, M. Dedi, M. Iqbal Marliza, M. Arfan, Ricky Yudhistira, Rizky Fiandra, Mas Ageng, Ariya Isnain, Tri Bima Sanjaya, dan Hendriadi Siregaryang selalu memberikan


(4)

motivasi dan dorongan serta bantuannya kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini..

9. Seluruh keluarga yang berada di Pangkalan Susu yang telah banyak memberikan dorongan dan bantuannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Buat Abanganda Dimas Sufi Hendrawan yang telah memberikan motivasi dan dorongan serta bantuannya kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak – banyaknya.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2016 Penulis,

Nurlaila Zairina NIM : 120702009


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 2.2 Teori Yang Digunakan ... 2.2.1 Teori Struktural... 2.2.2 Teori Fungsi ... BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar ... 3.2 Lokasi Penelitian ... 3.3 Instrumen Data ... 3.4 Sumber Data Penelitian ... 3.5 Metode Pengumpulan Data ... 3.6 Metode Analisis Data ... BAB IV PEMBAHASAN


(6)

4.1.1 Tema ... 4.1.2 Alur/ Plot ... 4.1.3 Latar ... 4.1.4 Tokoh dan Penokohan ... 4.2 Analisis Fungsi ... 4.2.1 Sebagai Sistem Proyeksi ... 4.2.2 Sebagai Alat Pengesahan Pranata-Pranata dan Lembaga

Kebudayaan ... 4.2.3 Sebagai Alat Pendidikan Anak ... 4.2.4 Sebagai Alat Pemaksa dan Pengawas Anggota Kolektif pada

Masyarakat ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... Lampiran 1 Cerita Legenda Mas Merah ... Lampiran 2 Daftar Nama Informan ... Lampiran 3 Daftar Pertanyaan ... Lampiran 4 Foto Makam Mas Merah (Salmah) dengan Suaminya (Salam) ... Lampiran 5 Surat keterangan dari Kepala Desa ... Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Fakultas ...