disimpulakn bahwa Al Ghazali dalam hal penuangan ide-ide pembaruannya di bidangpendidikan
dan dakwah
pada dasarnya
bertujuan untuk
menciptakanmasyarakat Islam yang dinamis dan mampu berpikir kritis- rasioanal.
21
Perbedaan penelitian Aminuddin dengan kami adalah materi kajiannya, Aminuddin membahas tentang kepemimpinan KH. Imam Ghazali
selaku pendiri Al-Islam, sedangkan kami membahas tentang perkembangan lembaga-lembaga yang dimiliki Yayasan Al-Islam di Surakarta.
kelima penelitian
tersebut, baik
yang dilakukan
Iis Setiani,BALITABANG Semarang, Sulthan M. Nashier, Almuntaqo, maupun
Aminudin Faryabi tidak didapatkan penjelasan memadai tentang aspek sejarah perkembangan Yayasan perguruan Al-Islam di Surakarta, yang menjadikan
Yayasan Al-Islam sebagai lembaga pendidikan yang berkembang pada awal berdirinya.Padahal, kalau diteliti secara seksama, ternyata ia cukup concern
memberikan perhatiannya terhadap dinamika dan persoalan pendidikan Islam. Selain itu, tidak ada kesamaan baik dari segi pendekatan, kajian materi maupun
tahun penelitian.
E. Kerangka Teoritik
Secara etimologis, kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajarah, artinya pohon kehidupan, akar, keturunan, dan asal usul. Dinamakan demikian
karena fokus awal dari pembahasan sejarah pada masa klasik adalah menelusuri asal-usul dan geneologi nasab; keturunan, yang umumnya
21
Aminuddin Faryabi, Study tentnang Kepemimpinan KH. Imam Ghazali bin hasan Ustad dalam Membangun Sistem Pendidikan di Madrasah Al-Islam Surakarta, Surakarta:
Tesis S2 Magister Managemen Pendidikan Islam di IAIN Surakarta, 2012
digambarkan seperti “pohon keturunan atau keluarga” mulai akar, cabang, daun hingga buah.
22
Sejarah disebut histore Prancis, gaschite Jerman, histoire atau geschiedenis Belanda. Akar kata history berasal dari historia Yunani yang
berarti inkuiri inquiry, wawancara interview, introgasi dari saksi mata, laporan mengenai hasil-hasil tindakan:saksi, hakim dan orang yang tahu atau
pengetahuan tentang gejala-gejala alam, terutama mengenai umat manusia yang bersifat kronologis, sedangkan yang tidak bersifat kronologis dipakai kata
scientia atau science. Istilah historia masuk ke bahasa lain, terutama melalui bahasa Latin maka dikenalkan beberapa istilah sampai sekarang, yaitu history,
historie, histoire, storia, istoria, historia.
23
Dilihat dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa berbicara masalah sejarah tidak dapat dipisahkan dari cerita tentang peristiwa dan kejadian dalam
dimensi waktu atau masa yang telah berlalu, yang disusun secara kronologis tentang potret kehidupan manusia. Sesuatu yang berkaitan dengan masa
lampau sangat luas dan tidak terbatas. Masa lampau adalah peristiwa atau kejadian pada waktu dahulu, bahkan kejadian yang terjadi pada detik yang baru
dilalui dapat tergolong sebagai masa lampau. Karena luasnya pembatasan masa lampau yang menyangkut dimensi waktu, disepakati dalam ilmu sejarah bahwa
zaman sejarah bermula ketika bukti-bukti tertulis telah ditemukan. Sejarah merupakan kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi. Definisi tersebut
22
Sulaiman, Metodologi Penelitian Sejarah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 15.
23
Ibid., hlm. 15.
terlihat menekankan kepada materi peristiwanya tanpa mengaitkan dengan aspek lainnya, sedangkan dalam pengertian yang lebih komprehensif suatu
peristiwa sejarah perlu juga dilihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut, dimana, kapan dan mengapa peristiwa tersebut terjadi. Dengan kata lain,
didalam sejarah terdapat objek peristiwanya what, orang yang melakukannya who, waktunya when, tempatnya where, dan latar belakangnya why.
Seluruh aspek
tersebutselanjutnya, disusun
secara sitematik
dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya.
24
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang menarik. Tidak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama keberhasilan
dan kegagalan para pemimpin sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk pemerintahan, dan hal penting lainnya dalam kehidupan manusia. Melalui
sejarah kita dapat mempelajari hal-hal yang mempengaruhi kemajuan dan jatuhnya sebuah negara atau peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar
belakang alasan kegiatan politik, pengaruh filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam sepanjang zaman.
25
Sejarah memiliki manfaat ekstrinsik yang mendekati aspek pendidikan, karena sejarah dapat digunakan sebagai liberal education. Secara umum
sejarah mempunyai fungsi sebagai berikut: a pendidikan moral; b pendidikan penalaran; c pendidikan politik; d pendidikan kebijakan; e
pendidikan perubahan; f pendidikan masa depan; g pendidikan keindahan;
24
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam..., hlm. 362.
25
Ibid., hlm. 22.
h pendidikan ilmu bantu; i sejarah sebagai latar belakang; j sejarah sebagai rujukan, dan k sejarah sebagai bukti.
26
Pendidikan sebagai sebuah praktik pada hakikatnya merupakan peristiwa sejarah, karena praktek pendidikan tersebut terrekam dalam tulisan yang
selanjutnya dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya. Sejarah memiliki informasi tentang kemajuan dan kemunduran pendidikan di masa lampau.
Kemajuan dalam pendidikan di masa lalu dapat dijadikan pelajaran dan bahkan perbandingan untuk pendidikan di masa sekarang dan yang akan datang.
Kemunduran dalam bidang pendidikan di masa lalu dapat dijadikan bahan peringatan, agar tidak terulang kembali di masa sekarang dan yang akan
datang.
27
Untuk meminimalisir sebuah kemunduran suatu lembaga pendidikan perlu adanya wadah organisasi yang menaunginya.
Berorganisasi adalah kodrat alamiah manusia yang pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial, ia tidak akan mampu hidup tanpa manusia
lainnya yang ada disekitarnya. Manusia sendiri memerlukan komunitas untuk berinteraksi guna memenuhi hidupnya. Manusia sebagai makhluk individual
yang memiliki dua misi di dunia yaitu misi dimensi vertikal berupa ketundukan sang Khalik dan misi dimensi horisontal berupa hubungan antara manusia dan
alam lingkungan. Dimensi horisontallah yang mencerminkan dimana manusia menjadi kontrol sosial bagi dirinya dengan lingkungan masyarakat, maka
manusia berperan dalam sebuah gerakan yang disebut organisasi, karena
26
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005, hlm. 13.
27
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 79.
merupakan wadah untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan equilibrium misi berjuang atau jihad untuk memakmurkan dunia.
28
Pengertian organisasi menurut beberapa tokoh antara lain, menurut Wibowo organisasi adalah unit sosial yang secara sadar dikoordinasikan, terdiri
dari dua orang atau lebih yang berfungsi secara relatif berkelanjutan untuk mencapai tujuan bersama atau serangkaian tujuan.
29
Menururt Haidar Nawawi, organisasi adalah suatu kombinasi orang-orang, peralatan, alat-alat,
perlengkapan-perlengkapan, ruang kerja serta ruang perlengkapan yang diperlukan, dihimpun menjadi satu di dalam hubungan-hubungan yang
sistematisdan efektif untuk mengerjakan beberapa tujuan yang dimaksudkan.
30
Menurut Wahyudi, organisasi ditinjau dari segi dinamikanya dapat diartikan sebagai proses kerja sama yang serasi, sistematis diantara orang-orang di dalam
suatu ikatan yang bersifat formal dan hirarkis dan bertindak sesuai ketentuan yang disepakati untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efisen dan
efektif.
31
Sehingga dapat disimpulakan bahwa organisasi adalah kerja sama yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah di
tentukan. Suatu lembaga dapat dikatakan berhasil jika memenuhi perspektif
berikut, pertama perspektif pelanggan, dalam perspektif ini ditekankan
28
Veithzal Rivai, Pemimpi dan Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2013, hlm. 57.
29
Wibowo, Perilaku Dalam Organisasi, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2013, hlm. 1.
30
Haidar Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: Gunung Agung, 2000, hlm. 51.
31
Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2009, hlm. 1.
bagaimana lembaga diklat mampu memberikan pelayanan prima kepada peserta diklat sehingga kompetensi dan profesionalitas peserta dapat
ditingkatkan.Perspektif ini berfokus pada upaya menyajikan pelayanan diklat yang bermanfaat bagi peserta diklat secara langsung dan membawa manfaat
bagi satuan kerja asal peserta diklat.Kedua, perspektif internal proses, pengukuran pada perspektif ini mengacu pada proses kerja yang dilakukan
dalam lembaga diklat. Apakah lembaga diklat telah melakukan proses pembelajaran yang memotivasi kreativitas peserta?Apakah lembaga pengajar
yang menyampaikan
materi pembelajaran
kompeten dan
sesuai bidangnya?Apakah kurikulum diklat relevan dengan kebutuhan peserta?Ketiga,
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif ini memiliki penekanan yang sama dengan BSC sector bisnis, yaitu mampukah lembaga diklat menjadi
lembaga organization, dimana orang secara terus menerus memperluas kapasitas mereka untuk mewujudkan tujuan organisasi.
32
Uraian-uraian di atas jelas pula bahwa dalam menyelenggarakan fungsi yang diembannya, suatu lembaga termasuk lembaga pendidikan pada dasarnya
merupakan usaha menyelesaikan suatu masalah sosial. Di lingkungan pendidikan maslah itu berbentuk mencari cara yang efisien dalam membantu,
menolong dan mengarahkan anak-anak agar dapat memasuki masyarakatnya sebagai manusia dewasa, sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
bersifat dinamis. Menjalankan fungsinya tersebut, suatu lembaga pendidikan dapat belajar dari sejarah proses perkembangan lembaga pendidikannya sendiri
32
Mahmud Syarif Nasution,Pengukuran Keberhasilan Kinerja Lembaga Dikat, http:sumut.kemenag.go.id,2014
, hlm. 4-5.
maupun lembaga pendidikan yang lain, agar fungsi dan tujuannya dapat tercapai secara maksimal.
Terlepas dari sejarah berdirinya suatu lembaga pendidikan, ketika berbicara tentang Yayasan Perguruan Al-Islam tidak lepas dari ideologi yang
dimilikinya, yaitu sebagai penengah antara golongan tradisionalis dengan golongan modernis. Golongan tradisionalis diwakili oleh kubu NU, sedangkan
golongan modernis diwakili oleh kubu Muhammadiyah. Kedua golongan tersebut merupakan organisasi terbesar yang ada di Indonesia.
Berbicara tentang Islam di Indonesia sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya, tentu tidak terlepas dari membahas Muhammadiyah
dan Nahdlatul Ulama NU, dua organisasi Islam terbesar yang mewakili dua kutub berbeda. Muhammadiyah yang berdiri pada 1912 mewakili kutub Islam
modernis, sedangkan NU yang didirikan pada 1926 mewakili kutub Islam tradisionalis. Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah
merupakan organisasi Islam yang telah berorientasi dan bergerak dibidang sosial, pendidikan dan keagamaan. Hal ini berarti, sejak awal Muhammadiyah
berpijak pada paradigma sebagai gerakan kuktural, dan bukan paradigma gerakan struktural.
33
Kehadiran perserikatan Muhammadiyah merupakan jawaban konkret atau tanggapan atas situasi dan kondis yang merupakan tantangan dan kekuatan
objektif yang ada disaat itu. Kondisi objektif yang dimaksud adalah persoalan keumatan dan kebangsaan yang berada pada titik menghawatirkan. Persoalan
33
Suwarno, Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 148
keumatan ditangkap secara cerdas oleh KH. Ahmad Dahlan untuk dicarikan solusi yang tepat dan akurat dengan mengembalikan kepada ajaran yang murni
berdasarkan al- Qur’an dan as-Sunnah. Persoalan keumatan ada dua, yakni yang
bersifat internal dan eksternal. Persoalan internal, KH. Ahmad Dahlan dihadapkan pada pengamalan ajaran Islam yang telah bercampur dengan ajaran
–ajaran non-Islam atau ditambah-tambahi dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya sehingga Islam yang diamalkan tidak murni lagi. TBC atau tahayul,
Bid’ah dan Churofat telah melembaga dan membudaya dalam pribadi dan komunitas umat Islam di Indonesia, sampai tidak bisa membedakan antara
ajaran agama dan budaya.
34
NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 oleh para ulama yang pada umumnya menjadi pengasuh pondok pesantren. Kelahiran NU
merupakan muara dari rangkaian kegiatan yang mempunyai mata rantai hubungan dengan berbagai keadaan, peristiwa yang dialami bangsa Indonesia
sebelumnya, dengan latar belakang tradisi keagamaan, masalah sosial politik dan kultural yang terjalin dalam suatu keterkaitan. Para ulama pada umumnya
telah memiliki jamaah komunitas warga yang menjadi anggota kelompoknya dengan ikatan hubungan yang akrab, yang terbentuk pola hubungan santri-kyai,
terutama pada masyarakat di lingkungan pondok pesantrennya. Pola hubungan santri-kyai ini telah mampu mewarnai, bahkan menjadi subkultural
tradisionalis Islam tersendiri di Indonesia. Oleh karena itu, kehadiran NU dapat dipandang
sebagai upaya
untuk mewadahi,
melembagakan dan
34
Sudarno Shobron, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Pentas Politik Nasional, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003, hlm. 17.
mengembangkan langkah kegiatan serta gerakan para ulama yang telah dilakukan dan berlangsung sebelumnya. Para ulama pondok pesantren yang
tergabung dalam NU secara umum dapat dikatakan memiliki kesamaan wawasan pandangan dan tradisi keagamaan yang berlandasan paham Ahl al-
sunnah wal al-jamaah. Dengan demikian, pembentukan NU dan proses kelahirannya tidak bisa terlepas dari usaha para ulama untuk mempertahankan
dan mengembangkan paham keagamaan ahlal-sunnah wa al-jamaah, perkembangan dunia Islam pada umumnya, terutama dengan perkembangan
gerakan modernisasi Islam serta situasi kolonialisme Belanda di Indonesia.
35
Perbedaan Muhammadiyah dan NU 1 aspek sejarah, memurnikan ajaran Islam purifikasi memberantas
Tahayul, Bid’ah dan Khurofat, memahami Islam dengan kaca mata modern, sedangkan NU, reaksi dari
pemurnian ajaran Islam, akomodatif dengan tahayul, bid’ah dan khurofat, memahami Islam secara tradisionali; 2 Identitas, Muhammadiyah merupakan
gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, menciptakan lembaga pendidikan modern, sedangkan NU Jam’iyyah diniyah, dakwah di pedesaan
dengan mempertahankan lembaga pendidikan Islam tradisional pesantren; 3 Paham keagamaan, Muhammadiyah kembali kepada al-
Qur’an dan as-Sunnah, melakukan ijtihad qiyas dan ijma sebagai metode ijtihad, tidak bermazhab,
sedangkan NU penganut Ahl a s sunnah wal jama’ah secara eksklusif,
35
Rozikin Daman, Membidik NU Dilema percaturan Politik NU Pasca Khittah, Yogyakarta: Gama Media, 2001, hlm. 43.
bermadzhab terutama pada madzhab Syafi’i, ijma dan qiyas sebagai sumber ajaran Islam.
36
F. Metode Penelitian