31
BAB II Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda OKP Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin
A. Pengaturan hukum tentang memiliki, membawa, dan menyimpan senjata tajam
Persoalan Kriminalitas khususnya membawa ataupun menggunakan senjata tajam memang sangat meresahkan masyarakat, sebab rasa aman dan
ketertiban yang didambakan menjadi terancam. Menghindari keadaan yang kacau dan untuk melindungi ketertiban
masyarakat, maka pemerintah membuat peraturan perundang-undangan membawa senjata tajam, dengan mencantumkan dengan lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 78 tentang Undang-undang darurat Nomor 12 Tahun 1951, terkhusus pada Pasal 2 yang mengatur tentang senjata tajam. Terciptanya Undang-Undang
Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang termuat dalam Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 78 tersebut, maka para pembuat Undang-undang menganggap bahwa
berdasarkan asas yang menyatakan “semua orang dianggap mengetahui atau paham Undang-
undang”.
16
Kenyataannya anggapan para pembuat Undang-undang keliru sebab masih banyak dari pelaku yang terlibat penyalahgunaan senjata tajam belum mengetahui
16
http:www.suarapembaruan.comlastindex.html, diakses pada tanggal 30 April 2016, jam 21.46 mengutip
Ketertiba U u di Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dan paham peraturan tersebut terutama pada Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menyatakan :
17
”Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata
dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan- pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah
pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib merkwaardigheid.
”
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Soedarto, yang menyatakan bahwa:
18
“Dewasa ini diragukan sekali adagium yang fiktif itu, sebab kenyataanya tidaklah mungkin orang mengetahui semua aturan
dalam undang-undang. Saya tidak yakun bahwa seorang penjahat pun tahu akan segala peraturan meskipun itu menyangkut
jabatannya. Adilkah kalau kita mengharapkan dari rakyat biasa untuk mengetahui segala aturan dalam undang-undang. Saya tidak
yakin bahwa seorang pejabat pun tahu akan segala peraturan meskipun itu menyangkut jabatannya.
”
Terlepas dari semua anggapan diatas, maka tidak berarti bahwa hak-hak setiap warga Negara dibatasi, apabila ternyata Senjata Tajam tersebut digunakan akan
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sah, seperti yang kita ketahui Senjata Tajam biasa digunakan oleh penjagal sapi, dan pedagang pisau dipasar, para petani di
Sawah-sawah anggota Pramuka, Pejabat Pemerintah yang menjalankan tugas seperti Pamong Praja, Hansip dan sebagainya.
Padahal diketahui bahwa barang-barang tersebut adalah senjata tajam, tapi Undang-Undang darurat memberikan pengecualian seperti yang termuat dalam
Pasal 2 ayat 2. Lagipula biasanya pelanggaran peraturan Undang-Undang
17
Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951
18
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung:Alumni, 1984, hal.12
Universitas Sumatera Utara
Darurat tersebut dapat diketahui setelah terjadi tindak pidana lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan, serta serta perkelahian yang menggunakan
senjata tajam terjadi. Dimana diketahui bersama perbuatan tersebut dikenal dengan nama concursus, yakni penggabungan dua tindak pidana.
Tetapi kenyataannya berbagai kasus Kejahatan seperti Pembunuhan dan Penganiayaan, Perampokan, serta Perkelahian yang dilakukan dengan
menggunakan senjata yang lazim digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah. Berdasarkan beberapa kenyataan tersebut maka sesuai pernyataan dengan
Andi hamzah, bahwa alat-alat atau senjata tajam seperti:
19
a. Barang pusaka, barang kuno atau barang ajaib; b. Alat untuk pekerjaan rumah;
c. Alat untuk keperluan pertanian. Bila digunakan untuk melakukan kejahatan maka dapat dikenakan sanksi
pidana sesuai Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Hal ini dapat kita lihat pada pernyataan dibawah ini:
“Barang pusaka, barang kuno, barang ajaib sangat relatif. Karena justru barang-barang itu menjadi fungsi, sebagai senjata dan sebagai unuk
melakukan pekerjaan. Bahkan didaerah barang-barang itulah banyak kali dipakai sebagai senjata dalam melakukan delik pembunuhan,
penganiayaan dan sebagainya. ”
Dalam praktek apabila barang itu telah dipakai melakukan delik seperti tersebut diatas maka diterapkan dalam undang-undang ini.
Pembahasan di atas ditegaskan bahwa tidak ada pengecualian terhadap alat atau barang bila digunakan sebagai Senjata dalam suatu aksi Kejahatan, seperti
19
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2004, hal.34
Universitas Sumatera Utara
Pembunuhan, Perampokan, atau Perkelahian dsb tetap akan dikenakan sebagai sanksi Pidana. Apalagi perbuatan tersebut sangat merugikan Masyarakat dan
jelas-jelas telah diancam dengan Hukuman Pidana. Fenomena tawuran yang sering terjadi di negeri ini, khususnya di daerah
Medan sudah sampai pada level yang sangat mengkhawatirkan. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa sudah berapa orang pelajar yang menjadi korban dari kejadian
tersebut, tidak hanya korban luka-luka, bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, apakah yang menjadi pemicu utama
fenomena tersebut. Mencermati isi dari Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1951 yang menyatakan sebagai berikut:
20
“Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam
miliknya, menyimpan,
mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk slag-, steek-, of stootwapen, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-
tingginya sepuluh tahun.” Salah satu unsur dari pasal ini adalah “tanpa hak” yang mengacu pada
kepemilikan senjata tajam. Dari sini maka akan muncul pertanyaan, sebenarnya bagaimana memperoleh hak atas senjata tajam.
20
UU Darurat, Op.Cit, Pasal 2 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik dari yang paling tinggi hingga yang paling bawah, kita tidak akan menemukan sebuah
regulasi yang mengatur tentang pemberian izin atas kepemilikan senjata tajam. Berbeda dengan senjata api, yang regulasi kepemilikannya diatur dengan jelas
dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tapi perlu juga dicermati, dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Darurat
Nomor 12 Tahun 1951, disebutkan: “Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk
dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang
pusaka atau barang kuno atau barang ajaib merkwaardigheid.”
Dapat kita lihat pengecualian dari ketentuan pasal di atas yang diberikan undang-undang ini. Senjata tajam yang dipergunakan guna pertanian atau untuk
pekerjaan rumah tangga atau melakukan pekerjaan lainnya. Jika dicontohkan secara sederhana, seorang petani yang membawa celurit untuk membersihkan
rumput di sawah, tidak bisa dikenakan ancaman pidana membawa senjata tajam tanpa hak, karena dalam hal ini senjata tajam tersebut digunakan untuk pertanian
dan pekerjaan si petani tersebut.
21
21
https:www.facebook.comnotest-aditya-kurniawanlegalisme-membawa-senjata- tajam10151217491783830, diakses pada tanggal 30 April 2016, jam 21.46 mengutip Aditya
Kurniawan Legalisme Membawa Senjata Tajam
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan dari uraian yang telah kami jelaskan di atas, bahwa setiap orang yang membawa senjata tajam tanpa hak dapat dikenakan ancaman pidana. Oleh
sebab itu, jika tidak untuk keperluan pekerjaan, lebih baik tidak membawa senjata tajam ketika bepergian. Adapun alasan-alasan untuk jaga diri, tidak dapat diterima
sebagai alasan pembenar apabila suatu ketika tertangkap membawa senjata tajam. Dengan demikian, kiranya setiap orang dapat bersikap bijak untuk mencegah agar
tidak terjerat dengan ancaman pidana membawa senjata tajam tanpa hak. Membawa senjata tajam apalagi menggunakannya tanpa memiliki hak
izin merupakan suatu tindak pidana karena telah melanggar ketentuan Undang- undang, disebabkan karena telah ada ketentuan yang mengatur tentang senjata
tajam yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :
“Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam
miliknya, menyimpan,
mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk slag-, steek-, of stootwapen, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-
tingginya sepuluh tahun.” Dasar hukum kepemilikan senjata tajam adalah maklumat Kapolri Nomor Pol :
MAK03X1080 tanggal 1 Oktober 1980 Pasal 2 mengenai penyimpanan benda berupa senjata tajambenda pusaka.
Universitas Sumatera Utara
Adapun tata cara memperoleh surat keterangan dari kepolisian adalah sebagai berikut :
1. Melengkapi kelengkapan admistrasi yaitu : a. Fotocopy kartu penduduk
b. Fotocopy kartu keluarga c. Surat keterangan dokter
d. Surat keterangan hasil psikologi e. Surat keterangan catatan kepolisian SKCK
f. Surat pernyataan permohonan g. Rekomendasi dari KapoltabesRestaRes setempat
h. Pas foto berukuran 3x4 cm sebanyak 6 lembar dan 2x3 cm sebanyak 5 lembar latar merah
2. Mengikuti wawancara tentang maksud tujuan memperoleh surat keterangan kepemilikan.
Penggunaan senjata tajam ditinjau dari Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Tajam dan Api Seperti penulis yang telah utarakan di
atas bahwa perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana, apabila perbuatan itu mengandung 4 empat unsur penting yaitu sebagai berikut :
a. Perbuatan itu melawan hukum; b. Perbuatan itu merugikan masyarakat;
c. Perbuatan itu dilarang oleh aturan pidana; d. Pelaku perbuatan itu diancam dengan pidana.
Universitas Sumatera Utara
Suatu perbuatan belum mempunyai atau belum mencocoki keempat unsur itu, maka belum dikatakan bahwa perbuatan tersebut adalah suatu tindak pidana.
Jelaslah disini bahwa memiliki, membawa senjata tajam apalagi menggunakan merupakan suatu tindak pidana karena telah melanggar ketentuan Undang-
undang, disebabkan karena telah ada ketentuan yang mengatur tentang senjata tajam yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 1951 Pasal 2 ayat 1.
B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda OKP yang membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam
tanpa izin.
1. Unsur-unsur Tindak Pidana membawa, memiliki dan menyimpan senjata
tajam tanpa izin Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun
1951 Pasal 2 ayat 1 dan 2 tentang delik membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin maka terlebih dahulu diuraikan unsur-unsurnya agar dapat
ditentukan apakah perbuatan tersebut harus di pertanggungjawabkan atau tidak oleh si pelaku yang dimana unsur-unsurnya sebagai berikut :
a. Barang siapa.
Di dalam setiap rumusan pasal-pasal KUHPidana maupun tindak pidana, unsur “barang siapa” merupakan sebuah kata yang penting didalam melihat
kesalahan dan perta nggungjawaban pidana. Sebagai sebuah kata “barang siapa”
Universitas Sumatera Utara
maka memerlukan kajian yang cukup serius dalam asas kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dalam upaya pembuktian.
22
Sebagai contoh pasal 362 KUHP tindak pidana pencurian, adanya kata- kata “barang siapa…”. Sedangkan tindak pidana diluar KUHP dikenal istilah
“setiap orang…”. Kedua istilah ini baik “barang siapa” maupun “setiap orang” mempunyai
konotasi yang
sama didalam
melihat kesalahan
dan pertanggungjawaban. Artinya langsung menunjuk kepada perseorangan seseorang
dalamnkonotasi biologis. Atau dengan kata lain adalah pertanggungjawaban manusia sebagai person naturalijk persoon.
Upaya pembuktian di dalam prosesnya , unsur “barang siapasetiap orang”
tidak serta merta langsung menunjuk kepada perseorangan naturalijk persoon. Apabila meninjau pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHPidana
Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami naturlijkee person. Selain itu,
KUHPidana juga masih menganut asas “sociates delinquere non potest” dimana
badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana. b.
Tanpa hak.
Dengan melihat rumusan kata-kata tanpa hak dalam delik ini, tersirat suatu pengertian bahwa tindakanperbuatan sipelakuTerdakwa adalah bersifat
melawan hukum, walaupun didalam delik ini tidak dirumuskan unsur ”bersifat
22
lbhmawarsaron.or.idengindex.php?option=com_contentview=articleid=131:izin- kepemilikansenjata-tajamcatid=58Itemid=212
Universitas Sumatera Utara
melawan hukum” dalam hal ini menganut bersifat melawan hukum militer materiil.
Perumusan kata-kata ”Tanpa hak” dalam delik ini, sudah dipastikan bahwa
tindakan seseorang baik militer atau non militer sepanjang menyangkut masalah- masalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada izin dari pejabat yang
berwenang untuk itu. Pengertian
“Tanpa Hak” berarti pada diri seseorang si PelakuTerdakwa tidak ada kekuasaan, kewenangan, pemilikan, kepunyaan atas sesuatu dalam hal
ini senjata, munisi atau bahan peledak. Dengan demikian bahwa kekuasaan, kewenangan, pemilikan, kepunyaan itu baru ada pada diri seseorang si
PelakuTerdakwa setelah ada izin sesuai Undang-undang yang membolehkan untuk itu.
23
Unsur Memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan, atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya, atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengankut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan
dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk.
23
Makalah Hukum. Pengadilan militer indonesia. Blogspot.Com201110Uu-No-12- Drt.Html
Universitas Sumatera Utara
Pengertian dari dengan memasukan ke Indonesia adalah membawa masuk, mendatangkan sesuatu dalam hal ini senjata api, munisi atau bahan peledak dari
luar wilayah dari negara asingkedalam wilayah negara RI.
24
Setelah diuraikan unsur-unsur dari tindak pidana membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin maka dapat ditentukan bahwa perilaku atau
perbuatan si pelaku tersebut merupakan suatu tindak pidana yang dimana si pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban yang
dilakukan si pelaku mau tidak mau harus dilakukan oleh si pelaku agara si pelaku dapat sadar terhadap perbuatan yang telah dilakukannya dan si pelaku tidak mau
mengulangi lagi perbuatannya tersebut yang dimana agar teori dari pemidanaan itu dapat tercapai.
2. Pertanggungjawaban Pidana OKP yang membawa, memilki dan membawa
senjata tajam tanpa izin. Organisasi Kepemudaan Masyarakat OKP merupakan subjek hukum,
karena organisasi merupakan kumpulan-kumpulan dari beberaapa orang. Apabila OKP ini melakukan suatu tindak pidana maka dapat diminta pertanggungjawaban
nya karena sudah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana, hal ini yang melakukan tindak pidana tersebut pasti sudah merupakan anggota dari organisasi
ini. Secara umum pertanggungjawaban yang dilakukan dilakukan oleh perorangan yang melakukan tindak pidana ini, akan tetapi karena si pelaku melakukan tindak
pidananya ketika dia sedang berada didalam organisasinya maka dapat diminta
24
Ibid
Universitas Sumatera Utara
juga pertanggungjawabannya secara lebih menyeluruh kepada organisasinya tersebut.
Ketentuan di dalam Undang-undang tidak ada secara jelas pengaturan tentang pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh suatu organisasi tetapi
hanya mengatur tentang pero arangan ataupun “barangsiapa”, jadi secara tidak
langsung pertanggungjawaban ini hanya dikenakan kepada si pelaku saja, tetapi mungkin dapat juga pertanggungjawabnnya ditangung oleh bersama-sama oleh
organisasi tersebut. Pengaturan mengenai tentang membawa senjata tanpa izin mungkin sudah
dapat kita lihat jelas di dalam UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 yang telah dibahas diatas, akan tetapi didalam kasus ini membawa senjata tajam tanpa izin
tersebut mengakibatkan kerusuhan dan tindak kekerasan yang dimana adanya korban.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP sebagai pedoman legalitas pelaksanaan hukum pidana telah mengaturnya dalam berbagai pasal mengenai
kekerasan sebagai tindak pidana dan dilakukan lebih dari satu orang, meskipun tidak secara tertera kekerasan tersebut akibat membawa senjata tajam. Antara lain
dalam Pasal 170 KUHP, yang mengatur tentang penyerangan dengan tenaga bersama Terhadap Orang Atau Barang, yang padanannya di dalam Ned. W.v.S.
KUHP Belanda terdapat dalam Artikel 141. Pasal 170 KUHP berbunyi:
25
25
Dalam Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu Speciale Delicten di dalam KUHP, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
1. Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Yang bersalah diancam : a Dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun, jika is dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; b Dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun jika kekerasan mengakibatkan luka berat; c Dengan pidana paling lama dua belas
tahun jika kekerasan mengakibatkan maut.
3. Pasal 89 tidak diterapkan Bagian inti delik dalam pasal ini adalah:
1 melakukan kekerasan; 2di muka umum atau terang-terangan openlijk
3 bersama-sama; 4 ditujukan kepada orang atau barang.
Menurut Noyon, Langemeijer dan Remmelink, yang termuat dalam Komentar Artikel 141 Sr, menjelaskan bahwa yang dilarang ialah perbuatan kekerasan yang
merupakan tujuan dan bukan merupakan alat atau daya upaya untuk mencapai suatu kekerasan, yang dilakukan biasanya merusak barang atau menganiaya atau
dapat pula mengakibatkan sakitnya orang atau rusaknya barang walaupun dia tidak bermaksud menyakiti orang atau merusak barang. 16 Misalnya perbuatan
melempar batu kepada kerumunan orang atau kepada suatu barang, mengobrak- abrik barang dagangan hingga berantakan, atau membalikkan kendaraan. Jadi,
biasanya kelompok atau massa yang marah dan beringas, tanpa pikir akibat perbuatannya, mereka melakukan tindakan kekerasan, sehingga terjadi kerusuhan,
kebakaran, orang lain luka atau bahkan mati. Undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951 pengaturan tentang
membawa senjata tajam tanpa izin dapat kita lihat jelas di dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi :
“Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
Universitas Sumatera Utara
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul,
senjata penikam, atau senjata penusuk slag, steek, of stootwapen, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-
tingginya sepuluh tahun.”
Penjelasan di dalam pasal tersebut sudah tertera dengan jelas bahwa si pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan
hukum maksimal 10 tahun. Akan tetapi belum ada secara pasti bagaimana hukuman yang akan diterima si pelaku dengan kondisi ketika dia membawa
senjata tajam tersebut, oleh karena itu perbuatan si pelaku perlu dikaitkan dengan Undang-undang yang lain seperti KUHP agar lebih tercapai dengan tepat
pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh si pelaku
Universitas Sumatera Utara
45
BAB III
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.228Pid.B2014PN.BJ Terhadap Pelaku
A. Kronologis