Analisis Pembebanan Siklik Pada Pemodelan Numerik Struktur Jalan Kereta Api

(1)

TUGAS AKHIR

Analisis Pembebanan Siklik Pada Pemodelan Numerik Struktur

Jalan Kereta Api

Disusun oleh :

ANDREE ARIEF PRATAMA 20120110242

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

TUGAS AKHIR

Analisis Pembebanan Siklik Pada Pemodelan Numerik Struktur

Jalan Kereta Api

Disusun oleh :

ANDREE ARIEF PRATAMA 20120110242

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Andree Arief Pratama

Nomor Mahasiswa : 20120110242

Menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul: Analisis Pembebanan Siklik Pada Pemodelan Numerik Struktur Jalan Kereta Api tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, September 2016


(4)

HALAMAN MOTTO

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan(Q.S. Al-Mujadilah: 11)

Cogito ergo sum. Aku berpikir maka aku ada.

(Rene Descartes)

Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan


(5)

✁ ✂

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang aku sayang dan banggakan:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah melahirkan dan membesarkanku dengan kasih dan cinta yang tulus. Motivator dan inspirator terbesar dalam hidupku dengan kesabaran dalam mendidik hingga aku bisa seperti sekarang. Apa yang aku beri saat ini masih belum seberapa dibandingkan cinta tulus sepanjang masa dan pengorbanan mereka yang tiada terhitung olehku. Tak pernah cukup aku membalas cinta kasih papa dan mama padaku. Semoga si Andre ini bisa membanggakan kalian di tiap langkahnya. Amin. I love you both unconditionally.

2. Nenek di Tebing Tinggi yang tak henti-henti menyemangati sang cucu untuk tetap optimis menatap kehidupan dan terus jadi kebanggaan untuk papa, mama dan adik-adik.

3. Kedua saudaraku, Ivan Naufal Priyadi dan Ryan Rizqullah, jangan patah arang menghadapi apapun, jadilah matari yang ditunggu dan menyinari setiap hari.

4. Keluarga besarku yang menjadi alasan perjuanganku tak boleh putus hingga ajal menjemput.

5. Pujaan hati tercinta, Thiffanah TW yang jadi motivasi terbesarku untuk menuntaskan Sarjana dan terus menanjak ke level selanjutnya. Semoga kisah indah kita tiada akhir dan mendapat ridho-Nya. Amin.


(6)

✄☎☎

6. Sahabat-sahabatku sedari SMP, Wuriandietry Mayang dan Cindy Ariestya. Tetap jaga persahabatan dalam suka dan duka hingga kakek-nenek nanti. Amin.

7. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), IMMawan dan IMMawati yang telah memberikan perpektif baru, mengajarkan keseimbangan dalam retorika dan tindakan. Mari kita jaga ghirah ke-IMM-an kita, terus berjuang dan berkarya untuk persyarikatan, umat dan bangsa. Amin.

8. Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) tetaplah jadi kebanggaan semua orang, gali potensimu dan buktikan mahasiswa/I Teknik Sipil UMY layak disegani.

9. Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia (FKMTSI) lanjutkan solidaritas kita karena disinilah kita bisa bersilaturahim sesamaengineermuda masa depan bangsa. 10.Korps Suka Relawan (KSR) baktimu tulus untuk kemanusiaan. 11.Partner seperjuangan, Hambali, hampir lima bulan untuk

menyelesaikan tugas akhir ini.Finally, we did it.

12.Teman-teman Civil E paling kompak paling luar biasa, semoga bertambah kekompakkan kita setelah di luar kampus. See you on top, guys.

13.Teman-teman mahasiswa/I dan alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tunjukkan prestasi terhebat kita dan pastikan 15 tahun kedepan kita putra-putri terbaik untuk memegang tampuk kepemimpinan. Amin.

14.Dan semua teman-teman yang tidak mungkin penulis cantumkan satu per satu.


(7)

v i ii

KAA PENGANTAR

✝✞✟✠l✠ ✡uji ☛✠ ✟i ☞ll✠h ✝WT yang telah memberikan kemudahan, karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul Analisis Pembebanan Siklik Pada Pemodelan Numerik Struktur Jalan Kereta Api .

Dalam penyusunan dan penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini tidaklah terlapas dari kerjasama, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Jaza ul Ikhsan, ST., MT., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Ir. Anita Widianti, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Sri Atmaja P. Rosyidi, ST., MSc.Eng., Ph.D., PE selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta koreksi dalam penyusunan laporan ini.

4. Bapak Dr. Eng Agus Setyo Muntohar, ST., M.Eng selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, meneliti dan mengkoreksi pengerjaan laporan ini.

5. Bapak dan ibu dosen pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang telah dibagikan kepada penyusun dan semoga dapat bermanfaat.

6. Bapak dan ibu Staf pengajaran/TU Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Kedua orang tua, keluarga, saudara-saudaraku yang telah memberi dukungan, cinta, kasih sayang perhatian dan do a tulus ikhlas yang tiada henti-hentinya yang dapat menjadi semangat dan kekuatan terbesar untuk penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.


(8)

i x

8. Teman-temanku keluarga Teknik Sipil angkatan 2012 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan, bantuan, kemudahan, dan semangat dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

Sebagai kata akhir, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, kritik, saran, dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalam karya tulis dengan topik ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, September 2016


(9)

DA✍✎A✏ I✑I

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENYATAAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Struktur Jalan Rel Kereta Api ... 4

B. Parameter Material ... 8

C. Beban Kereta Api ... 12

D. Metode Elemen Hingga ... 14

E. Pemodelan Numerik Plaxis 2D ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN... 22

A. Bagan Alir Penelitian ... 22

B. Studi Literatur ... 23

C. Pemodelan Numerik... 23

D. Parameter Material ... 25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26


(10)

✒ ✓

✔. ✔ ✕✖✗ ✘ D✕✙ ✚✘✛✗ ✖✓ Vertikal Terhadap Variasi Kecepatan (v)

Kereta dan Ketebalan Balas ... 26 C. Hubungan Antara Tebal Lapisan Balas Dengan Nilai

Deformasi Vertikal... 29 D. Perbandingan Antara Pembebanan Statik dan

Pembebanan Siklik... 30 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32 DAFTAR PUSTAKA ... xv LAMPIRAN


(11)

✜✢✢

DAFTAR TABEL

✣✤✥✦✧★✩ ✪ ✫✦✧✤ ✬✭✤✧✤ ✮✯✤ ✮✰✢✱✦✲✦✧ ✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩ ✳ ✣✤✥✦✧★✩ ★ ✫✤ ✲✤ ✴ ✰✦ ✲✢✬ ✰✢✴✱✦ ✮✤✵ ✱✤ ✮✶ ✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩ ✷ ✣✤✥✦✧★✩ ✸ ✹✢✧✤✢✱✦ ✲✴✢✲✤✤ ✮✵ ✺✯ ✻✧ ✻✬✦✧✤ ✬ ✰✢✬✢✰✤ ✬✰✤ ✮✤ ✼✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩ ✽ ✣✤✥✦✧★✩ ✾ ✿✻✥ ✻ ✮✶ ✤ ✮✤ ✮ ✰✤ ✲✤✭✦ ✮✢✬✰✤ ✮✤ ✼✯✤ ✮poisson ratio✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩ ✪❀

✣✤✥✦✧★✩ ✳ ✹✢✧✤✢✰✢✱✢✴✤✧✥✦ ✲✤ ✰❁✺✧✻✵✦✰✤ ✮✤ ✼✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩ ✪ ✪ ✣✤✥✦✧✸✩ ✪ ❂✢✵ ✦ ✮✬✢✱✦ ✮✤✵✱✤ ✮✶✵ ✦✧✢✮✰✤ ✮✶✭✤✧✤ ✮✲✦✧✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩✩✩ ✩✩ ★ ✳ ✣✤✥✦✧✸✩ ★ ❃✤ ✲✤✵ ✦ ✰✦ ✲✵ ✤ ✰✦ ✲✢✤✧✬✬ ✻✥✶✲✤✯ ✦,✬ ✻✥ ✥✤✧a✬❄✥✤✧a✬✯ ✤ ✮ba✮ ✰a✧a✮.... 2✳


(12)

❅ ❆❆❆

DAFTAR GAMBAR

G❇❈❉ ❇❊❋ ●❍ ■❏❑ ▲ ▼❊◆❖▲❆P ❇◗ ❇❑❊❘◗●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❙ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❋ ❚❘❑❇❈❯❇❑❱❊❘◗●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❲ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❳ ❨❘❑❩❘◗ ❇❯❇❊ ❇❈❘ ▼❘ ❊Hardening Soil(HS-Model)●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❬ G❇❈❉ ❇❊❋ ● ❙ ❭❘❪❆❑❆▲❆❫

❴ ❩❇❑❫

❵❴

◆❑ ▼◆❖ ❛❇▲❆◗▲▼❇❑❩❇❊◆P❆▼❊❆❇❖▲❆❇◗

▼❘ ❊❩❊❇❆❑❇▲❆ ● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❜ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❲ ❨❘❑❩❘◗ ❇❯❇❊ ❇❈❘ ▼❘ ❊Plate●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❍ ❍ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❝ ❚❏◗ ❇❩ ❆▲▼❊❉ ◆ ▲❆❉ ❘❉ ❇❑❖❘ ❊❘ ▼❇❇❯ ❆❯❇❩❇▲ ▼❊◆❖ ▼◆ ❊P ❇◗ ❇❑ ❊❘◗●● ●●●● ●● ❍❙ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❞ General setting❚◗ ❇❅ ❆▲●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❍ ❞ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❬ ❨❘❑❩❘◗ ❇◆▼❇❈ ❇❚◗ ❇❅ ❆▲(❇) ❩❇❑❯❘ ❈ ❏❩❘◗ ❇❑▲❘ ▼❘❑❱❇❛❯❏▼❏❑❱❇❑ ❈❘◗❆❑ ▼❇❑❱▲ ▼❊◆❖ ▼◆ ❊P ❇◗ ❇❑❊❘◗ (❉) ● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❍❬ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❜ ❨❘❑❩❘◗ ❇material sets● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❍❜ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❍❡ Mesh generate❯❇❩❇❯❘ ❈❏❩❘◗ ❇❑❚◗ ❇❅ ❆▲ ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❍❜ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❍❍ ❨❘❑❩❘◗ ❇initial condition ●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋❡ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❍❋ Calculations●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋❡ G❇❈❉ ❇❊❋ ●❍❳ ❨❘❑❩❘◗ ❇output❚◗ ❇❅ ❆▲ ● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋ ❍ G❇❈❉ ❇❊❳●❍ ❭❆❇❱❊❇❈❇◗❆❊❯❘❑❘◗❆▼❆❇❑●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋ ❋ G❇❈❉ ❇❊❳●❋ ❢ ❏❩❘◗plane strain●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋❙ G❇❈❉ ❇❊❳●❳ ❚❘❑❇❈❯❇❑❱❈❘◗❆❑▼❇❑❱P ❇◗ ❇❑ ❊❘◗● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋❙ G❇❈❉ ❇❊❙●❍ ❣❇❈❯ ❆◗ ❇❑❱❘ ❏ ❈❘ ▼❊❆▲❘ ▼❘◗ ❇❛❩ ❆◗ ❇❖ ◆❖ ❇❑ mesh generate●●● ●●●● ●● ❋ ❞ G❇❈❉ ❇❊❙●❋ ❚❘❑❆❑P ❇◆ ❇❑❩❆◗ ❇❖◆❖❇❑❯❇❩❇❍❡ ▼❆▼❆❖(❤ ✐J)●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❋ ❞ G❇❈❉ ❇❊❙●❳ G❊❇❪❆❖❩❘❪❏ ❊❈❇ ▲❆❥❘ ❊▼❆❖❇◗❩❘❑❱❇❑❖❘❦❘❯❇▼❇❑ ❬❡

❖❈❧P ❇❈(▼❆▼❆❖❨)●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ● ❋❬ G❇❈❉ ❇❊❙● ❙ G❊❇❪❆❖❩❘❪❏ ❊❈ ❇▲❆❥❘ ❊▼❆❖❇◗❩❘❑❱❇❑❖❘❦❘❯❇▼❇❑❍❡ ❡

❖❈❧P ❇❈(▼❆▼❆❖❨)●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ● ❋❬ G❇❈❉ ❇❊❙●❲ G❊❇❪❆❖❩❘❪❏ ❊❈ ❇▲❆❥❘ ❊▼❆❖❇◗❩❘❑❱❇❑❖❘❦❘❯❇▼❇❑❍❋❡

❖❈❧P ❇❈(▼❆▼❆❖❨)●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ● ❋❜ G❇❈❉ ❇❊❙● ❝ G❊❇❪❆❖❛◆❉◆❑❱❇❑❩❘❪❏❊❈ ❇▲❆❥❘ ❊▼❆❖❇◗❩❇❑❖ ❘ ▼❘❉ ❇◗ ❇❑❉❇◗ ❇▲

(▼❆❑ P ❇◆❇❑▼❆▼❆❖❨)●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●●●● ●● ❳❡ G❇❈❉ ❇❊❙●❞ G❊❇❪❆❖❯❘ ❊❉❇❑❩ ❆❑❱❇❑❯❘ ❈❉ ❘❉❇❑ ❇❑▲ ▼❇▼❆❖❩❇❑ ▲❆❖◗❆❖


(13)

(14)

xiv ABSTRAK

Kereta api merupakan salah satu moda transportasi unggulan di berbagai negara untuk melakukan distribusi jasa dan barang. Untuk mobilisasinya, kereta api memerlukan lintasan tersendiri yang mana kita sebut sebagai jalan rel kereta api. Terdiri dari komponen utama, seperti subgrade, subbalas, balas, bantalan dan rel. Dalam merancang struktur jalan rel, perlu diperhitungkan rancangan struktur jalan rel yang mempunyai tingkat kestabilan tinggi, agar tidak mengalami penurunan tanah yang ekstrim akibat beban dan kecepatan yang dapat membahayakan pengguna kereta api.Komponen balas yang menerima aliran beban dari rel dan bantalan, cukup sering dijadikan objek penelitian. Ketebalan balas pada penelitian ini dimodelkan bervariasi, yaitu: 30 cm, 40 cm dan 50 cm dengan variasi kecepatan (v) 80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam. Dalam pemodelan ini digunakan data sekunder untuk selanjutnya dianalisis

menggunakan program Plaxis versi 8.2. Output program berupa data besaran

deformasi vertikal yang dihasilkan oleh beban akibat kecepatan kereta api menggunakan metode pembebanan siklik (cyclic loads). Pembebanan siklik adalah peningkatan/pengurangan beban pada suatu objek secara bertahap dalam batas tertentu sehingga menghasilkan satu/beberapa siklus/putaran. Penerapan beban siklik sebanyak dua siklus dengan tinjauan 10 titik menunjukkan deformasi vertikal terbesar pada subgrade (tinjauan pada titik J) sebesar 0.07 m, sedangkan deformasi vertikal terkecil diperoleh pada pinggir subbalas (tinjauan pada titik G) sebesar 0.0016 m. Diperoleh juga, balas dengan ketebalan 40 cm dan 50 cm lebih mampu memperkecil deformasi yang diterima akibat laju kereta api dibanding variasi ketebalan balas 30 cm.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu unsur primer dalam menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di satu/beberapa wilayah. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki beragam moda transportasi untuk melakukan distribusi jasa dan barang baik melalui darat, laut maupun udara. Pemilihan moda transportasi tersebut di dasari beberapa faktor, seperti kecepatan, waktu tempuh, ketepatan waktu, kemudahan pelayanan, kenyamanan perjalanan, keselamatan dan keamanan, dan keterpaduan antar moda sejenis dengan moda lainnya.

Angkutan kereta api merupakan angkutan utama di dalam sistem transportasi nasional seperti yang tercantum di dalam UU No. 13 Tahun 1992 (Rosyidi, 2015). Terdapat beberapa keunggulan kereta api

dibandingkan moda transportasi lain, seperti: besarnya kapasitas angkut

baik untuk orang maupun barang, jangkauan luas, kecepatan yang tinggi

(high speed rail system), ekonomis dan ramah lingkungan. Selain

keunggulan tersebut, kereta api memiliki kekurangan yang salah satunya adalah desain infrastruktur yang wajib dirancang secara khusus dengan mempertimbangkan kecepatan tinggi dan beban besar kereta api selama masa layanannya. Desain infrastruktur yang dimaksud merupakan struktur jalan rel yang berfungsi sebagai lintasan kereta api. Struktur jalan rel terbagi menjadi dua bagian, yaitu komponen struktur bagian atas (superstructure) yang terdiri dari rel (rail), penambat (fastening), dan bantalan (sleeper). Kedua, komponen struktur bagian bawah (substructure) yang terdiri dari balas (ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improve subgrade) dan tanah asli (natural ground). Dalam perancangan struktur jalan rel, perlu diperhitungkan rancangan struktur jalan rel yang mempunyai tingkat kestabilan tinggi, agar tidak mengalami penurunan


(16)

2

tanah yang ekstrim akibat beban dan kecepatan yang dapat membahayakan pengguna kereta api.

Tanah merupakan komponen paling bawahyang dapat berupa tanah asli maupun tanah yang sudah mengalami perbaikan. Perubahan bentuk (deformation) dari tanah dihasilkan dari distribusi beban oleh lapisan diatasnya seperti balas dan subbalas. Secara umum, tanah akan memampat dan menyebabkan terjadinya penurunan struktur yang ada di atasnya (Muntohar, 2009).

Lapisan balas berguna mempertahankan komponen bantalan pada tempatnya dan meneruskan beban yang disalurkan dari bantalan menuju ke tanah dengan pola distribusi beban yang lebih merata. Lapisan balas terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan terbesar akibat lalu lintas kereta api, oleh karena itu pemilihan lapisan balas harus tepat. Desain jenis material dan tebal lapisan balas akan mempengaruhi kondisi struktur jalan rel secara umum (Rosyidi, 2015). Oleh karena itu diperlukan suatu pemodelan balas untuk menentukan ketebalan lapisan balas yang efektif.

Terdapat tiga gaya yang ditimbulkan dari pembebanan pada struktur jalan rel seperti gaya vertikal, gaya transversal (lateral) dan gaya longitudinal. Oleh karena itu, analisis pembebanan sewaktu perancangan jalan rel berguna untuk meminimalisir resiko kerusakan yang disebabkan oleh respon jalan rel akibat beban yang diterima. Perhitungan beban dan gayaperlu dipahami secara benar untuk dapat merencanakan dimensi, tipe dan desain jalan rel, bantalan, balas dan seterusnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapa besar deformasi vertikal yang terjadi akibat pembebanansiklik

(cyclic loads) pada lapis jalan rel dan tanah dibawahnya?

2. Bagaimana pengaruh ketebalan lapisan balas (ballast) pada lapis jalan


(17)

3

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan berapa besar deformasi vertikal yang terjadi akibat

pembebanan berulang (cyclic loads) pada lapis jalan rel dan tanah dibawahnya.

2. Menentukan pengaruhketebalan lapisan balas (ballast) pada lapis jalan

rel terhadap deformasi vertikal yang terjadi.

D. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan agar penelitian dapat terarah, maka diambil batasan-batasan sebagai berikut:

1. Pemodelan numerik dilakukan dengan memodelkan jalan rel dalam

potongan melintang menggunakan PLAXIS 2D versi 8.2.

2. Lapisan jalan kereta api tersusun dari: rel, bantalan (sleeper), balas

(ballast), subbalas (subballast) dan tanah dasar (subgrade).

3. Material jalan keretaapi,balas (ballast) dan subbalas (subballast)

dimodelkan sebagai linier elastic, sedangkan material tanah dasar

(subgrade) dimodelkan sebagai hardening soil.

4. Beban kereta api dan dimensi lapis jalan rel kereta api yang digunakan

berdasarkan PM No.60 Tahun 2012.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian berikut dapat digunakan oleh Kementerian

Perhubungan, Dirjen Perkeretaapian, Kepala Balai Perkeretaapian sebagai salah satu dasar untuk menangani permasalah penurunan pada stuktur jalan rel menggunakan penambahan tebal lapisan balas (ballast).


(18)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Jalan Kereta Api

Struktur jalan kereta api adalah suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana infrastruktur dalam perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan rel merupakan rangkaian superstruktur dan substruktur menjadi suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk menerima dan mendukung pergerakan kereta api secara aman (Rosyidi, 2015).

Adapun komponen struktur jalan rel dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Struktur bagian atas (superstructure) terdiri dari komponen rel (rail)

termasuk plat penyambung didalamnya, penambat (fastening) dan bantalan (sleeper, tie,crosstie). Superstruktur menerima langsung beban dari lokomotif dan gerbong yang kemudian mendistribusikan beban yang diterima secara merata ke substruktur.

2. Struktur bagian bawah (substructure) yang terdiri dari komponen balas

(ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improve subgrade) dan tanah asli (natural ground). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Konstruksi jalan rel Garis tengah

Rel

Bantalan Rumput Drainasi

Subbalas Balas

Penambat


(19)

5

Secara umum komponen-komponen penyusun jalan rel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Rel (Rail)

Batang baja longitudinal yang disebut rel dipasang berhubungan secara langsung dan memadu serta memberikan tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api secara berterusan. Nilai kekuatan yang dimiliki rel berguna untuk menerima dan mendistribusikan beban dari kereta api dengan baik. Tipe rel untuk masing-masing kelas jalan tercantum pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kelas jalan dan tipe rel Kelas jalan Tipe Rel

I R.60 / R.54

II R.54 / R.50

III R.54 / R.50 / R.42

IV R.54 / R.50 / R.42

V R.42

Sumber: PM No. 60 Tahun 2012

Masing-masing profil rel memiliki karakteristik penampang yang berbeda, seperti pada Gambar 2.2 dan dijelaskan dalam Tabel 2.2 sesuai dengan PM No. 60 Tahun 2012.


(20)

6

Tabel 2.2 Karakteristik Penampang Besaran Geometrik

Rel

Tipe Rel

R.42 R.50 R.54 R.60

H (mm) 138 153 159 172

B (mm) 110 127 140 150

C (mm) 68.5 65 70 74.3

D (mm) 13.5 15 16 16.5

E (mm) 40.5 49 49.4 51

F (mm) 23.5 30 30.2 31.5

G (mm) 72 76 74.79 80.95

R (mm) 320 500 508 120

A (cm2) 54.26 64.2 69.34 76.86

W (kg/m) 42.59 50.4 54.43 60.43

Ix (cm4) 1369 1960 2346 3055

Yb (mm) 68.5 71.6 76.2 80.95

Sumber: PM No. 60 Tahun 2012

2. Bantalan (Sleeper/Tie/Crosstie)

Bantalan berfungsi menerima beban dari rel dan menyalurkannya ke lapisan balas dengan tingkat tekanan (tegangan) yang lebih kecil dan merata. Bantalan juga berguna mempertahankan sistem penambat tetap mengikat rel pada dudukannya dan menahan pergerakan rel pada arah longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan dapat dibagi menurut bahan konstruksinya, seperti bantalan besi, kayu maupun beton. Perancangan bantalan yang baik sangat diperlukan supaya fungsi bantalan dapat optimal.

PM No. 60 tahun 2012 menyebutkan syarat untuk bantalan beton dengan lebar jalan rel 1067 mm sebagai berikut:

a. Untuk lebar jalan rel 1067 mm dengan kuat tekan karakteristik

beton tidak kurang dari 500 kg/cm2, dan mutu baja prategang

dengan tegangan putus (tensile strength) minimum sebesar 16.876

kg/cm2 (1.655 MPa). Bantalan beton harus mampu memikul

momen minimum sebesar +1500 kg.m pada


(21)

7

b. Dimensi bantalan beton

1). Panjang : 2.000 mm

2). Lebar maksimum : 260 mm

3). Tinggi maksimum : 220 mm

3. Balas (Ballast)

Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran dan diletakan sebagai lapisan permukaan atas dari konstruksi substruktur. Material balas yang baik berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari debu dan kotoran serta bentuknya tidak pipih. Lapisan balas berfungsi untuk menahan gaya vertikal, lateral, dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan.

4. Lapisan fondasi bawah atau lapisan subbalas (subballast)

Subbalas berada diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar.

Subbalas berfungsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya

mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat mendistribusikan beban ke lapisan tanah dasar dengan tingkat tekanan (tegangan) yang lebih kecil. Material yang biasa digunakan untuk konstruksi subbalas merupakan material yang biasa juga digunakan untuk konstruksi base dan sub-base jalan raya (Rosyidi, 2015).

5. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Lapisan tanah dasarmerupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel

yang harus dibangun terlebih dahulu. Lapisan subgrade merupakan

lapisan yang memiliki fungsi sebagai penerima beban terakhir dari kereta api, sehingga subgrade perlu dirancang dan dipersiapkan untuk mampu menerima beban secara optimum tanpa terjadideformasi tetap.


(22)

8

B. Parameter Material

Dalam PLAXIS 2D, input material yang digunakan tergantung dari tipe model yang digunakan sebagai pemodelan. Dalam penelitian ini

digunakan model material linier elastic untuk memodelkan material

lapisan subbalas dan lapisan balas dari struktur jalan rel. Sementara, untuk bantalan menggunakan plates dan subgrade menggunakan hardening soil. 1. Modulus Young (E)

Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Modulus young digunakan dalam PLAXIS sebagai modulus

kekakuan dasar dalam model linier elastic dan hardening soil. Dalam

mekanika tanah, kemiringan awal kurva tegangan regangan

diindikasikan sebagai E0 dan modulus kekakuan pada kekuatan 50%

disebut sebagai E50 (Gambar 2.4). Secara umum untuk pembebanan

tanah menggunakan E50. Nilai perkiraan modulus elastisitas menurut Bowles dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Gambar


(23)

9

Tabel 2.3 Nilai perkiraan modulus elastisitas tanah(Bowles, 1977) Macam tanah Modulus elastisitas, E (kg/cm2) Lempung

Sangat lunak 3 – 30

Lunak 20 – 40

Sedang 45 – 90

Keras 70 – 200

Berpasir 300 – 425

Pasir

Berlanau 50 – 200

Padat 100 – 250

Tidak Padat 500 – 1000

Pasir dan kerikil

Padat 800 – 2000

Tidak padat 500 – 1400

Lanau 20 – 200

Loess 150 – 600

Cadas 1400 – 14000

Sumber: Mekanika Tanah II, Hary C. Hardiyatmo, 1994

Gambar 2.4 Definisi E0dan E50 untuk hasil standar uji triaksial terdrainasi (Brikgreve dkk., 1998)


(24)

10

2. Poisson Ratio (ν)

Nilai poisson ratio didefenisikan sebagai rasio regangan aksial

terhadap regangan lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan

berdasar jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Hubungan antara jenis tanah dan poisson ratio (Bowles, 1977) Jenis Tanah Poisson Ratio (ν)

Lempung jenuh 0,4 – 0,5

Lempung tak jenuh 0,1 – 0,3

Lempung berpasir 0,2 – 0,3

Lanau 0,3 – 0,35

Pasir Padat 0,2 – 0,4

Pasir kasar (e = 0,4 – 0,7) 0,15

Pasir halus (e = 0,4 – 0,7) 0,25

Batuan 0,1 – 0,4

Loess 0,1 – 0,3

Umum dipakai untuk tanah 0,3 – 0,4

Sumber: Mekanika Tanah II, Hary C. Hardiyatmo, 1994

3. Berat volume tanah ()

Berat volume tanah ()dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam

kN/m3. Jenis suatu tanah dapat mempengaruhi nilai dari berat

volumenya, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.5. Persamaan perhitungan untuk mencari nilai berat volume tanah dinyatakan sebagai berikut:

(2.1) dengan, w = berat total tanah (kN)

v = volume tanah (m3)

Tabel 2.5 Nilai tipikal berat volume tanah Jenis Tanah (kN/m3) (kN/m3)

Kerikil 20 – 22 15 – 17

Pasir 18 – 20 13 – 16

Lanau 18 – 20 14 – 18

Lempung 16 – 22 14 – 21


(25)

11

Pada bagian bantalan dari struktur jalan rel dimodelkan menggunakan Plates. Plates merupakan objek struktural yang digunakan untuk memodelkan struktur yang ramping dengan kekakuan lentur dan kekakuan normal. Parameter yang digunakan untuk Plates terlihat pada Gambar 2.5.

1. Parameter kekakuan lentur/bending stiffness (EI)

Untuk menghitung nilai parameter kekakuan lentur/bending

stiffness (EI) pada model plane strain dengan persamaan sebagai

berikut :

(2.2) dimana,

EI = Kekakuan lentur untuk bantalan plane strain(kN/m2/m)

E = Modulus elastisitas (kN/m2)

I = Momen inersial (m)


(26)

12

2. Parameter kekakuan normal/normal stiffness (EA)

Untuk menghitung nilai parameter kekakuan normal/normal stiffness (EA) pada model plane strain digunakan persamaan sebagai berikut :

(2.3)

dimana,

EA = Kekakuan normal untuk bantalan plane strain(kN/m2/m)

Es = Modulus elastik (kN/m2)

A = Luasan penampang bantalan (m2)

Sementara persamaan yang digunakan untuk menghitung berat dari bantalan plane strain yaitu:

(2.4)

dimana, Wpsp = Berat untuk bantalan plane strain

(kN/m2/m)

Wp = Berat untuk satu bantalan (kN/m2/m)

C. Beban Kereta Api

Beban kereta api merupakan beban lalu lintas yang akan diterima rel selama masa layanan. Beban kereta api bervariasi tergantung beban muatan maksimum kereta api. Ukuran, jumlah dan jarak gerbong kereta api berpengaruh terhadap pendistribusian beban kereta api ke rel kereta. Beban kereta api di Indonesia menggunakan kriteria pembebanan dalam PM No.60 Tahun 2012 yaitu sebesar 18 ton untuk beban gandar maksimum.

Distribusi pembebanan pada kereta api dimulai dari dasar rel ke bantalan dengan perantara pelat andas ataupun alas karet (Gambar 2.3). Selanjutnya, beban vertikal dari bantalan disalurkan ke lapisan balas dan subbalas menjadi lebih kecil dan merata. Pola distribusi beban yang merata akan menghasilkan tekanan yang lebih kecil yang dapat diterima oleh


(27)

13

lapisan tanah dasar. Gaya vertikal yang dihasilkan beban gandar oleh lokomotif, kereta dan gerbong merupakan beban statis, sedangkan pada kenyataannya, beban yang terjadi pada struktur jalan rel merupakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh faktor aerodinamik (hambatan udara dan beban angin), kondisi geometrik dan kecepatan pergerakan rangkaian kereta api. Oleh karena itu, diperlukan transformasi gaya statis ke gaya dinamis untuk merencanakan beban yang lebih realistis. Persamaan TALBOT (1918) merupakan transformasi gaya berupa pengkali faktor dinamis sebagai berikut:

(2.5)

dimana,

IP = Faktor dinamis

V = Kecepatan rencana (dalam km/jam)

Persamaan TALBOT di atas, adalah persamaan yang digunakan sebagai standar perencanaan struktur jalan kereta apidi Indonesia (Peraturan Dinas No. 10 tahun 1986, dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 tahun 2012).

Rel didesain menggunakan konsep “Beam on Elastic Foundation model” dengan mengasumsikan bahwa setiap rel akan berperilaku sebagai

balok menerus (infinite beam) yang diletakkan di atas tumpuan elastic

linier (Rosyidi, 2015). Teori BoEF digunakan untuk menghitung pembebanan dalam komponen struktur jalan rel. Ketika beban eksternal (beban dari roda kendaraan) disalurkan di atas balok (rel) yang diletakkan

di atas fondasi elastic linier, maka gaya reaksi pada fondasi nilainya

adalah proporsional terhadap nilai defleksi yang terjadi pada setiap titik pada balok tersebut. Asumsi ini menjadi dasar perhitungan model Beam on Elastic Foundation (BoEF). Pembebanan pada bantalan diperhitungkan menggunakan rumus:


(28)

14

(2.6)

dimana, Q1 = Distribusi beban ke bantalan (kg)

Pd = Beban roda dinamik rencana (kN/kg)

S = Jarak bantalan (cm)

x1 = Jarak momen 0 ke momen maksimal (cm)

maka, dengan  = (2.7)

dimana, E = Modulus elastisitas jalan rel (kg/cm2)

I = Momen Inersia (cm4)

k = Modulus jalan rel (Mpa)

Gambar 2.6 Pola distribusi beban kereta api pada struktur jalan rel (Rosyidi, 2015)

D. Metode Elemen Hingga

Prinsip dasar dari metode elemen hingga atau finite element method adalah diskretisasi yaitu prosedur dimana masalah kompleks yang besar dibagi-bagi menjadi satu ekivalen yang lebih kecil atau komponen. Berikut disajikan beberapa tahapan metode elemen hingga, yaitu (Razaq, 2011):


(29)

15

1. Diskretisasi

Yaitu pembagian suatu continuum menjadi sistem yang lebih kecil

yang disebut sebagai finite lement. Pada metode elemen hingga,

masing-masing elemen dianalisis secara tersendiri menggunakan persamaan konstitutif sehingga persamaan sifat dan kekakuan masing-masing elemen diformulasi.

2. Pemilihan fungsi aproximasi

Langkah ini digunakan untuk menentukan perpindahan setiap elemen menggunakan polinomial berderajat n. Semakin tinggi n, semakin tinggi ketelitiannya. Perpindahan satu node ditulis sebagai {u} = [N] {q} , dimana : [N] = matrik fungsi interpolasi, {q} = vektor besaran yang tidak diketahui di simpul-simpul elemen

3. Penurunan persamaan elemen

Menggunakan metode variational atau residual (misal metode Galerkin). Persaman elemen dapat ditulis sebagai:

[k] {q} = {Q} , dimana : k = matrik properti elemen, {Q} = vektor gaya node

4. Assembling properti elemen ke persamaan global

Persamaan-persamaan elemen pada langkah 3 dikombinasikan

sehingga menghasilkan stiffness relation untuk seluruh elemen.

Langkah ini dibuat untuk mendapatkan kompatibilitas displacement

setiap node.

Stiffness relation ditulis:

[K] {r} = {R}, dimana : [K] = global stiffness matriks, {r} = global

nodal displacement vector, dan {R} = global nodal force vector

5. Komputasi strain dan stress

Persamaan yang telah ada diselesaikan atau dipecahkan untuk mendapatkan besaran-besaran yang tidak diketahui, baik primer (perpindahan) maupun sekunder (regangan, tegangan, momen dan geser.


(30)

16

Secara umum, ada beberapa langkah dalam penerapan metode elemen hingga. Langkah pertama adalah melakukan diskritisasi dari elemen asli. Elemen asli yang umumnya memiliki kompleksitas yang tinggi, berbentuk asimetris, memiliki karakteristik material non linier, atau

kondisi pembebanan yang rumit harus dimodelkan ke dalam elemen –

elemen kecil yang lebih detail sehingga karakteristik elemen asli dapat digambarkan dengan lebih baik. Langkah kedua adalah merumuskan material yang dimiliki oleh setiap lapisan. Setelah material lapisan dirumuskan, strukturpun siap dimodelkan. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis model elemen dengan kondisi batas dan peralihan noda

yang ditetapkan. Hasil dari analisis tersebut adalah nilai – nilai yang ingin

diperoleh.

Setiap elemen terdiri atas beberapa noda. Setiap noda ini memiliki sejumlah derajat kebebasan yang berhubungan satu sama lain untuk membagi variabel yang tidak diketahui di dalam batasan masalah yang ingin dipecahkan. Dalam kasus ini, derajat kebebasan tersebut berhubungan dengan deformasi ataupun perpindahan yang terjadi. Oleh karena itu, derajat kebebasan ini, dapat diketahui pula bagaimana detail profil penurunan yang terjadi pada tanah akibat menerima beban.

Dalam hal pemodelan, ada beberapa model material yang dapat digunakan dalam material tanah dan batuan, sepertiIsotropic Elasticity (Hooke’s Law), Mohr-Coulomb atauElastic Plastic (MC), Hardening-Soil (HS), Soft-Soil-Creep (SSC), Cam Clay (CC), Modified Cam Clay (MCC), Nonlinier Elasticity (Hiperbolic), Strain Softening, Slip Surface, Soft Soil (SS) dan Jointed Rock (JR).

Masing – masing model di atas memiliki parameter sendiri serta

memiliki kelebihan dan kekurangan. Keakuratan pemodelan menggunakan metode elemen hingga sangat bergantung pada:

1. Keahlian memodelkan

2. Pemahaman terhadap model serta keterbatasannya

3. Pemilihan parameter dan model material tanah


(31)

17

E. Pemodelan Numerik PLAXIS 2D

PLAXIS (Finite Element Code For Soil and Rock Analysis) adalah suatu program yang dikembangkan untuk menganalisa deformasi dan stabilitas tanah dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga. Melalui input yang sederhana, mampu melakukan perhitungan elemen

hingga yang kompleks serta menyediakan fasilitas output tampilan yang

cukup detail dan hasil perhitungan yang akurat sehingga mampu membantu dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan tanah dan geoteknik.

1. General setting

Langkah pertama dalam pengerjaan adalah menentukan nama file,

model, jumlah node elemen, dimensi area PLAXIS untuk nantinya

digunakan dalam pemodelan (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 General setting PLAXIS 2. Geometri model dan loading

Selanjutnya, masukkan geometri sesuai model yang dibutuhkan dalam contoh ini adalah setengah potongan melintang jalan rel dimulai

dari subgrade sampai bantalan menggunakan geometry line

(Gambar 2.8). Membuat geometri dengan cara menarik garis pada grid

yang tersedia atau dengan menginput koordinat yang dibutuhkan (cara ini lebih akurat). Setiap lapisan struktur yang dibutuhkan, dimodelkan


(32)

18

pada tahap ini. Jika geometri sudah selesai, berikan batasan dengan

menggunakan standard fixities Kemudian, input beban titik yang

akan bekerja pada lapisan jalan rel sampai tanah menggunakan Point

Loads – Load system A

(a)

(b)

Gambar 2.8 Jendela utama PLAXIS (a) dan pemodelan setengah potongan melintang struktur jalan rel (b)


(33)

19

3. Material

Tentukan parameter material untuk setiap lapisan struktur jalan rel pada tahap ini. Mulai dari model material, tipe material, parameter teknis, dsb. sesuai kebutuhan untuk nantinya digunakan pada

perhitungan. Pilih material sets untuk mulai mengatur. Nilai bisa

diperoleh dari data primer dan/atau data sekunder (Gambar 2.9)

Gambar 2.9 Jendela material sets 4. Mesh

Mesh dilakukan untuk membagi elemen menjadi bagian yang lebih

kecil berbentuk jaring – jaring segitiga (Gambar 2.10). Tujuannya

untuk mempermudah perhitungan dengan metode elemen hingga dan

memperoleh hasil yang akurat. Mesh dilakukan setelah tahapan

pemodelan geometri dan input material selesai.


(34)

20

5. Initial Condition

Diperlukan untuk memberikan kondisi awal pada tanah sesuai keadaan aslinya. Terdapat dua kondisi awal (initial stress) dan tekanan

air pori (water pressure). Intial water pressure digunakan untuk

menentukan kondisi struktur dalam kondisi kering atau basah. Initial

stress digunakan pada pemodelan dengan struktur yang memiliki bentuk rata dan tidak memiliki kemiringan. (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Jendela initial condition 6. Calculation

Dalam penelitian ini menggunakan pembebanan siklik yang mana beban diberikan bertahap pada struktur dan terdiri dari beberapa siklus. Loading input yang digunakan dalam perhitungan adalah staged construction dan total multipliers. Setiap proses urutan pekerjaan dapat dikondisikan secara individu dan saling terkait secara berurutan. Pembebanan siklik juga mengharuskan peneliti untuk melakukan manual setting pada tab parameters.


(35)

21

7. Output

Tahap terakhir pemodelan, dimana hasil dari perhitungan dengan menggunakan metode elemen hingga dilakukan untuk model dan material yang telah didefinisikan pada tahap-tahapan sebelumnya. Output PLAXIS dapat menyajikan tampilan dalam bentuk visual untuk memberikan gambaran secara aktual sehingga deformasi yang terjadi bisa diamati (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Jendela output PLAXIS Gambar 2.12 Calculations


(36)

22 BAB III

METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian

Metode penelitiandimulai dengan mengumpulkan studi literatur yang berkaitan dengan pembahasan sebagai acuan dalam penelitian berupa referensi dari buku dan penelitian-penelitian sebelumnya. Bagan alir bisa dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Bagan alir penelitian Tidak

Mulai

Studi literatur

Pemodelan numerik Plaxis 2D

Input data

1. Geometri model

2. Parameter material

1. Mesh

2. Initial condition

Stage construction Pembebanan (loading)

Calculation stage


(37)

23

Gambar 3.1 Bagan alir penelitian

B. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan acuan dan gambaran mengenai topik penelitian sebagai dasar dalam pembahasan dan penyelesaian masalah. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang meliputi data mengenai ukuran struktur jalan rel, parameter material dan pembebanan. Penelitian dan penyusunan laporan berdasarkan pada buku mekanika tanah, buku rekayasa jalan rel kereta api dan jurnal Teknik Sipil yang berkenaan dengan pokok bahasan yang dikaji.

C. Pemodelan Numerik

Analisis numerik pada PLAXIS 2D 8.2 dapat berupa plane strain

atau axy-simmetry. Model plain strain digunakan pada pemodelan

geometri dengan penampang melintang kurang lebih seragam yang memiliki kondisi tegangan dan kondisi pembebanan cukup panjang dalam

arah tegak lurus terhadap penampang tersebut. Model axy-simmetry

digunakan pada pemodelan geometri berstruktur lingkaran dengan penampang material yang kurang lebih seragam dengan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial.

Analisis numerik dilakukan dengan memodelkan jalan rel sebagai

model plane strain menggunakan elemen 15-nodes dalam PLAXIS 2D

versi 8.2. Model plane strain digunakan pada kondisi tanah dengan

regangan pada satu arah bernilai nol (Gambar 3.2). Karena perpindahan yang melibatkan arah sumbu Y (y) bernilai kecil apabila dibandingkan

A

Hasil


(38)

24

Gambar 3.3 Penampang melintang jalan rel (Sumber: Rosyidi, 2015) dengan panjang dari arah sumbu lainnya (Budhu, 1999). Sementara penggunaan elemen 15-nodes digunakan, karena memberikan hasil yang akurat terhadap interpolasi perhitungan 2D dan prediksi tegangan tingkat tinggi untuk masalah yang kompleks (Brinkgreve dkk, 1998).

Gambar 3.2 Model plane strain

Penampang jalan rel dimodelkan pada potongan melintang yaitu potongan dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel (Gambar 3.3). Dengan

ukuran panjang lapisan subgrade 10 meter, lapisan subbalas 2,65 meter,

lapisan balas 1,5 meter dan lapisan bantalan 1 meter. Struktur perkerasan

jalan rel yang dimodelkan terdiri dari 4 lapisan, yaitu lapisan subgrade

(tanah dasar) setebal 5 meter, lapisan subbalas setebal 50 cm, lapisan

balas dengan beberapa variasi ketebalan, dan lapisan bantalan setebal 20

cm (Tabel 3.1). Untuk lapisan balas dilakukan pemodelan dengan

beberapa variasi ketebalan yaitu 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Pemodelan ini dilakukan untuk mendapatkan nilai penurunan terkecil dari struktur jalan rel tersebut dengan variasi tebal lapisan balas. Sementara untuk beban kereta api diletakkan pada 1 titik sesuai dengan perletakan roda kereta api pada rel.

x

y ,y = 0


(39)

25

Tabel 3.1 Dimensi penampang melintang jalan rel

D. Parameter Material

Material tanah dan lapisan jalan rel dimodelkan sebagai model plane strain. Parameter subgrade, subbalas, balas dan bantalan diambil dari berbagai literatur (Tabel 3.2). Berat volume tanah pada subgrade menunjukkan jenis tanah berupa lempung, sedangkan pada subbalas dan balas adalah kerikil, data diperoleh dari penelitian sebelumnya (Dewi, 2015). Modulus elastisitas pada subbalas dan balas dirujuk dari penelitian

(Dahlberg, 2010). Nilai poisson ratio untuk subgrade, subbalas dan balas

diambil dari penelitian (Rose, 2004).

Tabel 3.2 Parameter material subgrade, subbalas, balas dan bantalan

Parameter Subgrade Subbalas Balas Bantalan

Tipe Soil & interfaces Soil & interface Soil & interface Plates

Model material Hardening soil Linier elastic Linier elastic -

Tipe material Drained Drained Drained Elastic

(kN/m3) 21 16 17 -

(kN/m3) 22 20 22 -

(kN/m2) 29145,5 30000 100000 -

(kN/m2) 29145,5 - - -

(kN/m2) 58290 - - -

EA (kN/m) - - - 1846800

EI (kN/m2/m) - - - 910800

w (kN/m/m) - - - 7,90513834

d (m) - - - 0,2


(40)

26 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kalkulasi pembebanan siklik

Kalkulasi pembebanan siklik pada pemodelan ini menggunakan dua fase yang terdiri dari dua siklus pembebanan. Pertama, diberikan fase “kondisi awal”

untuk mengaktifkan gravity loading dengan cara masukkan angka 1 pada ∑

-Mweight. Kedua, fase pembebanan, diberikan beban secara bertahap dalam persentase mulai dari 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Nilai beban secara bertahap untuk kecepatan (v) 120 km/jam sebesar 1 kN/m, 24.86 kN/m, 49.72 kN/m, 74.58 kN/m dan 99.44 kN/m menggunakanloading input: total multipliers. Setelah mencapai beban 100%, beban dikurangi bertahap menjadi 75%, 50%, 25% dan 0%. Hal tersebut berguna untuk menghasilkan satu siklus pada kalkulasi. Untuk memberikan siklus selanjutnya, lakukan pengulangan di atas.

B. Besar deformasi vertikal terhadap variasi kecepatan (v) kereta dan ketebalan balas

Pemodelan dilakukan dengan tiga variasi kecepatan (v), antara lain: 80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam. Variasi ketebalan juga diberikan pada balas sebesar 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Dengan perhitungan BoEF, kecepatan dikonversi sehingga diperoleh beban yang diterima untuk setiap kecepatan. Secara berturut kecepatan 80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam menghasilkan beban 83.02 kN/m, 91.23 kN/m dan 99.44 kN/m. Peninjauan pada pemodelan ini dilakukan dengan melihat respon pembebanan pada beberapa titik tinjauan.

Deformasi vertikal (Uy) terbesar untuk semua variasi kecepatan dan tebal lapisan balas terjadi pada titik J dari 10 titik tinjauan. Secara umum, deformasi vertikal terbesar ditemukan pada model dengan ketebalan balas 30 cm yang diberi kecepatan 120 km/jam sebesar 0.07 m. Tebal balas yang kecil dibanding variasi lainnya memungkinkan pemampatan tanah yang lebih cepat ketika diberi beban maksimum.


(41)

27

Deformasi vertikal (Uy) terkecil untuk semua variasi kecepatan dan tebal lapisan balas terjadi pada titik G dari 10 titik tinjauan. Secara umum, deformasi vertikal terkecil ditemukan pada model dengan ketebalan balas 40 cm yang diberi kecepatan 80 km/jam sebesar 0.0016 m. Titik G berada di pinggir subbalas dan cukup jauh dari pusat beban sehingga penurunan tanah yang terjadi kecil.

Gambar 4.1 Tampilan geometri setelah dilakukan Mesh Generate


(42)

28

Gambar 4.3 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 80 km/jam (titik J)


(43)

29

Gambar 4.5 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 120 km/jam (titik J)

C. Hubungan antara tebal lapisan balas dengan nilai deformasi vertikal

Hubungan yang diberikan pada grafik menunjukkan deformasi vertikal berkurang seiring bertambahnya tebal lapisan balas dan sebaliknya (Gambar 4.6). Nilai deformasi vertikal mengalami banyak penurunan ketika tebal lapisan balas ditambah 10 cm dari 30 cm menjadi 40 cm, sedangkan pada lapisan balas yang ditambah 10 cm dari 40 cm menjadi 50 cm hanya mengalami sedikit penurunan. Berdasarkan variasi kecepatan yang diberikan juga dapat diketahui bahwa semakin kecil kecepatan, maka semakin kecil deformasi vertikal yang terjadi pada semua variasi ketebalan balas.


(44)

30

D. Perbandingan antara pembebanan statik dan pembebanan siklik

Penelitian sebelumnya (Dewi, 2015) menghasilkan kesimpulan bahwa deformasi vertikal terbesar untuk semua variasi tebal lapisan balas, terjadi pada bagian tengah bantalan. Sementara untuk nilai deformasi vertikal terkecil untuk semua variasi tebal lapisan balas, terjadi pada bagian ujung bantalan. Membandingkan dengan peneilitian ini, pertambahan ketebalan balas cenderung memperkecil deformasi yang terjadi dan sebaliknya. Pada titik tinjauan bagian bantalan yang terkena rel, deformasi vertikal yang diperoleh jauh berbeda (Gambar 4.7). Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan asumsi data material yang digunakan, metode pembebanan dan jumlah beban yang dimasukkan.

Gambar 4.6 Grafik hubungan deformasi vertikal dan ketebalan balas (tinjauan titik J)


(45)

32

Gambar 4.7 Grafik perbandingan pembebanan statik dan siklik (tinjauan titik B)


(46)

32 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada pemodelan numerik struktur jalan rel kereta api menggunakan Plaxis v 8.2, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Menggunakan pembebanan siklik (cyclic loads) sebanyak 2 siklus dengan tinjauan

10 titik diperoleh deformasi vertikal terbesar pada titik J sebesar 0.07 m, sedangkan deformasi vertikal terkecil diperoleh pada titik G sebesar 0.0016 m.

2. Variasi ketebalan balas yang dimodelkan menunjukkan pentingnya menentukan

ukuran balas yang tepat untuk digunakan. Balas dengan ketebalan 40 cm dan 50 cm lebih mampu memperkecil deformasi yang diterima akibat laju kereta api dibanding variasi 30 cm.

Adapun saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Pemilihan metode numerik yang sesuai dan data yang tepat, akan membuat hasil

pemodelan semakin mendekati kondisi di lapangan.

2. Lakukan pengukuran deformasi langsung di lapangan menggunakan strain gauge.


(47)

xv

DAFTAR PUSTAKA

Dahlberg, T., 2010. Railway Track Stiffness Variations – Consequences and

Countermeasures. Jurnal Internasional.

Desai, C.S., 1996. Dasar – Dasar Metode Elemen Hingga. Alih Bahasa: Sri Jatno

Wirjosoedirdjo, Ph.D. Erlangga, Jakarta.

Dewi, S. 2015.Pengaruh Ketebalan Balas Terhadap Permodelan Numerik Struktur Jalan Rel: Studi Kasus KM. 117+600 dan KM. 117+800 Stasiun Ketapang, Lampung Utara. Tugas Akhir,Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Hardiyatmo, H.C., 1994. Mekanika Tanah II. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Moorman, C., 2016. Numerical Investigations on Track-Subtructure System

Considering the Effect of Different Train Speeds. Jurnal Internasional, Universitas Stuttgart: Jerman.

Muntohar, A.S., 2009.Mekanika Tanah. Lembaga Pengembangan Pendidikan, Penelitian dan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Natasya, B., 2011. Studi Pemakaian Tiang Rakit Pada Sebuah Proyek Apartemen di

Jakarta Dengan Menggunakan Metode Konvensional Poulos Dan Plaxis Dua Dimensi. Skripsi, Universitas Indonesia.

Nugraha, R.A., 2015.Tugas Akhir Pemodelan Numerik Sistem Fondasi Jalan Raya Dengan Teknik Kolom – SiCC.Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peraturan Menteri Perhubungan. 2012. Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. PM No. 60 Tahun 2012.

Razaq, A., 2011. Penurunan Struktur Rel Kereta Api Di Atas Tanah Lunak Dengan

Perkuatan Geosintetik. Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Rose, J.G., 2004. Comparisons of Railroad Track and Substructure Computer Model Predictive Stress Values and In-Situ Stress Measurements. Jurnal Internasional, Universitas Kentucky: USA.

Rosyidi, S.A.P., 2015. Rekayasa Jalan Kereta Api Tinjauan Khusus Jalan

Rel.Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(48)

PERHITUNGAN PEMBEBANAN (Persamaan TALBOT)

A. Kecepatan 80 km/jam

1. Beban dinamis

( ( ) )

( ( ) )

2. Pembebanan pada rel

Diketahui :

a. Faktor Induksi

b. Momen Maksimum


(49)

3. Pembebanan pada bantalan (Persamaan BoEF)

Untuk ;

( )

B. Kecepatan 100 km/jam

1. Beban dinamis

( ( ) )

( (

) )

2. Pembebanan pada rel

Diketahui :

a. Faktor Induksi

b. Momen Maksimum


(50)

3. Pembebanan pada bantalan (Persamaan BoEF)

Untuk ;

( )

C. Kecepatan 120 km/jam

1. Beban dinamis

( ( ) )

( (

) )

2. Pembebanan pada rel

Diketahui :

a. Faktor Induksi

b. Momen Maksimum


(51)

3. Pembebanan pada bantalan (Persamaan BoEF)

Untuk ;

( )

Tabel Nila Q1 dengan kelas jalan I dalam satuan beban (kN/m) Kecepatan

(km/jam) Tipe Rel Q1 (kN/m)

80 R54 83,0239

100 R54 91,2339


(52)

Perhitungan Kekakuan Normal (EA) dan Kekakuan Lentur (EI)

1. Kekakuan normal/normal stiffnes (EA)

Dik : E = 36 × 106 (kN/m2)

A = 0,0513 m2

I = 0,0253 m4

EA = E × A

= 36.000.000 × 0,0513 = 1.846.800 kN/m

2. Kekakuan lentur/bending stiffnes (EI)

Dik : E = 36 × 106 (kN/m2)

A = 0,0513 m2

I = 0,0253 m4

EA = E × I

= 36.000.000 × 0,0253


(53)

1

Naskah Publikasi Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ANALISIS PEMBEBANAN SIKLIK PADA PEMODELAN NUMERIK STRUKTUR JALAN KERETA API

Andree Arief Pratama1, Sri Atmaja P. Rosyidi2, Agus Setyo Muntohar3

1

Mahasiswa (20120110242), 2Dosen Pembimbing I, 3Dosen Pembimbing II

Kereta api merupakan salah satu moda transportasi unggulan di berbagai negara untuk melakukan distribusi jasa dan barang. Untuk mobilisasinya, kereta api memerlukan lintasan tersendiri yang mana kita sebut sebagai jalan rel kereta api. Terdiri dari komponen utama, seperti subgrade, subbalas, balas, bantalan dan rel. Dalam merancang struktur jalan rel, perlu diperhitungkan rancangan struktur jalan rel yang mempunyai tingkat kestabilan tinggi, agar tidak mengalami penurunan tanah yang ekstrim akibat beban dan kecepatan yang dapat membahayakan pengguna kereta api. Komponen balas yang menerima aliran beban dari rel dan bantalan, cukup sering dijadikan objek penelitian. Ketebalan balas pada penelitian ini dimodelkan bervariasi, yaitu: 30 cm, 40 cm dan 50 cm dengan variasi kecepatan (v) 80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam. Dalam pemodelan ini digunakan data sekunder untuk

selanjutnya dianalisis menggunakan program Plaxis versi 8.2. Output program berupa data

besaran deformasi vertikal yang dihasilkan oleh beban akibat kecepatan kereta api menggunakan metode pembebanan siklik (cyclic loads). Pembebanan siklik adalah peningkatan/pengurangan beban pada suatu objek secara bertahap dalam batas tertentu sehingga menghasilkan satu/beberapa siklus/putaran. Penerapan beban siklik sebanyak dua siklus dengan tinjauan 10 titik menunjukkan deformasi vertikal terbesar pada subgrade (tinjauan pada titik J) sebesar 0.07 m, sedangkan deformasi vertikal terkecil diperoleh pada pinggir subbalas (tinjauan pada titik G) sebesar 0.0016 m. Diperoleh juga, balas dengan ketebalan 40 cm dan 50 cm lebih mampu memperkecil deformasi yang diterima akibat laju kereta api dibanding variasi ketebalan balas 30 cm.

Kata kunci: rel, balas, beban siklik, kereta api, pemodelan numerik

PENDAHULUAN

Struktur jalan rel terbagi menjadi dua bagian, yaitu komponen struktur bagian atas (superstructure) yang terdiri dari rel (rail), penambat (fastening), dan bantalan (sleeper). Kedua, komponen struktur bagian bawah (substructure) yang terdiri dari balas (ballast), subbalas

(subballast), tanah dasar (improve

subgrade) dan tanah asli (natural ground) (Gambar 1.1). Dalam perancangan struktur

jalan rel, perlu diperhitungkan rancangan struktur jalan rel yang mempunyai tingkat kestabilan tinggi, agar tidak mengalami penurunan tanah yang ekstrim akibat

beban dan kecepatan yang dapat

membahayakan pengguna kereta api.

Tanah merupakan komponen

paling bawah yang dapat berupa tanah asli maupun tanah yang sudah mengalami


(54)

2

(deformation) dari tanah dihasilkan dari distribusi beban oleh lapisan diatasnya seperti balas dan subbalas. Secara umum, tanah akan memampat dan menyebabkan terjadinya penurunan struktur yang ada di atasnya (Muntohar, 2009).

Lapisan balas berguna

mempertahankan komponen bantalan pada tempatnya dan meneruskan beban yang disalurkan dari bantalan menuju ke tanah dengan pola distribusi beban yang lebih merata. Lapisan balas terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan terbesar akibat lalu lintas kereta api, oleh karena itu pemilihan lapisan balas harus tepat. Desain jenis material dan tebal lapisan balas akan mempengaruhi kondisi

struktur jalan rel secara umum (Rosyidi, 2015). Oleh karena itu diperlukan suatu

pemodelan balas untuk menentukan

ketebalan lapisan balas yang efektif.

Terdapat tiga gaya yang

ditimbulkan dari pembebanan pada

struktur jalan rel seperti gaya vertikal, gaya transversal (lateral) dan gaya longitudinal. Oleh karena itu, analisis pembebanan sewaktu perancangan jalan rel berguna untuk meminimalisir resiko kerusakan yang disebabkan oleh respon jalan rel akibat beban yang diterima. Perhitungan beban dan gaya perlu dipahami secara benar untuk dapat merencanakan dimensi, tipe dan desain jalan rel, bantalan, balas dan seterusnya.

Gambar 1.1Gambar konstruksi jalan rel

METODE PENELITIAN 1. Bagan Alir Penelitian

Metode penelitian dimulai dengan

mengumpulkan studi literatur yang

berkaitan dengan pembahasan sebagai acuan dalam penelitian berupa referensi

dari buku dan penelitian-penelitian

sebelumnya. Bagan alir dapat dilihat pada Gambar 2.1. Rel Bantalan Rumput Drainasi Subbalas Balas Penambat Tanah dasar


(55)

3

Gambar 2.1 Diagram alir penelitian 2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk

mendapatkan acuan dan gambaran

mengenai topik penelitian sebagai dasar dalam pembahasan dan penyelesaian masalah. Penelitian ini menggunakan data

sekunder yang meliputi data mengenai ukuran struktur jalan rel, parameter material dan pembebanan. Penelitian dan penyusunan laporan berdasarkan pada buku mekanika tanah, buku rekayasa jalan rel kereta api dan jurnal Teknik Sipil yang berkenaan dengan pokok bahasan yang dikaji.

3. Pemodelan Numerik

Analisis numerik dilakukan

dengan memodelkan jalan rel sebagai

model plane strain menggunakan elemen

15-nodes dalam PLAXIS 2D versi 8.2.

Model plane strain digunakan pada

kondisi tanah dengan regangan pada satu arah bernilai nol (Gambar 3.2). Karena perpindahan yang melibatkan arah sumbu Y (y) bernilai kecil apabila dibandingkan dengan panjang dari arah sumbu lainnya (Budhu, 1999). Sementara penggunaan

elemen 15-nodes digunakan, karena

memberikan hasil yang akurat terhadap interpolasi perhitungan 2D dan prediksi tegangan tingkat tinggi untuk masalah yang kompleks (Brinkgreve dkk, 1998).

Gambar 2.2 Model plane strain Tidak

Mulai

Studi literatur

Pemodelan numerik Plaxis 2D

Input data

1. Geometri model

2. Parameter material

1. Mesh

2. Initial condition

Stage construction Pembebanan (loading) Calculation stage Hasil Selesai x

y , y =


(56)

4

Penampang jalan rel dimodelkan pada potongan melintang yaitu potongan dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel (Gambar 2.3). Dengan ukuran panjang

lapisan subgrade 10 meter, lapisan

subbalas 2,65 meter, lapisan balas 1,5 meter dan lapisan bantalan 1 meter.

Struktur perkerasan jalan rel yang

dimodelkan terdiri dari 4 lapisan, yaitu

lapisan subgrade (tanah dasar) setebal 5

meter, lapisan subbalas setebal 50 cm,

lapisan balas dengan beberapa variasi

ketebalan, dan lapisan bantalan setebal 20

cm (Tabel 2.1). Untuk lapisan balas

dilakukan pemodelan dengan beberapa variasi ketebalan yaitu 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Pemodelan ini dilakukan untuk mendapatkan nilai penurunan terkecil dari struktur jalan rel tersebut dengan variasi tebal lapisan balas. Sementara untuk beban kereta api diletakkan pada 1 titik sesuai dengan perletakan roda kereta api pada rel.

Gambar 2.3 Penampang melintang jalan rel


(57)

5

4. Parameter Material

Material tanah dan lapisan jalan rel

dimodelkan sebagai model plane strain.

Parameter subgrade, subbalas, balas dan bantalan diambil dari berbagai literatur (Tabel 2.2). Berat volume tanah pada subgrade menunjukkan jenis tanah berupa lempung, sedangkan pada subbalas dan

balas adalah kerikil, data diperoleh dari penelitian sebelumnya (Dewi, 2015). Modulus elastisitas pada subbalas dan balas dirujuk dari penelitian (Dahlberg,

2010). Nilai poisson ratio untuk subgrade,

subbalas dan balas diambil dari penelitian (Rose, 2004).

Tabel 2.2 Parameter material subgrade, subbalas, balas dan bantalan

Parameter Subgrade Subbalas Balas Bantalan

Tipe Soil & interfaces Soil & interface Soil & interface Plates

Model material Hardening soil Linier elastic Linier elastic -

Tipe material Drained Drained Drained Elastic

(kN/m3) 21 16 17 -

(kN/m3) 22 20 22 -

(kN/m2) 29145,5 30000 100000 -

(kN/m2) 29145,5 - - -

(kN/m2) 58290 - - -

EA (kN/m) - - - 1846800

EI (kN/m2/m) - - - 910800

w (kN/m/m) - - - 7,90513834

d (m) - - - 0,2

(nu) 0,4 0,35 0,3 0,2

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kalkulasi pembebanan siklik

Kalkulasi pembebanan siklik pada pemodelan ini menggunakan dua fase yang terdiri dari dua siklus pembebanan. Pertama, diberikan fase “kondisi awal”

untuk mengaktifkan gravity loading

dengan cara masukkan angka 1 pada ∑

-Mweight. Kedua, fase pembebanan,

diberikan beban secara bertahap dalam persentase mulai dari 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Nilai beban secara bertahap untuk kecepatan (v) 120 km/jam sebesar 1 kN/m, 24.86 kN/m, 49.72 kN/m, 74.58 kN/m dan 99.44 kN/m menggunakan loading input: total multipliers. Setelah

mencapai beban 100%, beban dikurangi bertahap menjadi 75%, 50%, 25% dan 0%. Hal tersebut berguna untuk menghasilkan

satu siklus pada kalkulasi. Untuk

memberikan siklus selanjutnya, lakukan pengulangan di atas.

B. Besar deformasi vertikal terhadap variasi kecepatan (v) kereta dan ketebalan balas

Pemodelan dilakukan dengan tiga

variasi kecepatan (v), antara lain:

80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam. Variasi ketebalan juga diberikan pada balas sebesar 30 cm, 40 cm dan 50 cm.Dengan perhitungan BoEF, kecepatan dikonversi sehingga diperoleh beban yang


(58)

6

diterima untuk setiap kecepatan. Secara berturut kecepatan 80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam menghasilkan beban 83.02 kN/m, 91.23 kN/m dan 99.44 kN/m. Peninjauan pada pemodelan ini dilakukan dengan melihat respon pembebanan pada beberapa titik tinjauan.

Deformasi vertikal (Uy) terbesar untuk semua variasi kecepatan dan tebal lapisan balas terjadi pada titik Jdari 10 titik tinjauan. Secara umum, deformasi vertikal terbesar ditemukan pada model dengan ketebalan balas 30 cm yang diberi kecepatan 120 km/jam sebesar 0.07 m.

Tebal balas yang kecil dibanding variasi lainnya memungkinkan pemampatan tanah yang lebih cepat ketika diberi beban maksimum.

Deformasi vertikal (Uy) terkecil untuk semua variasi kecepatan dan tebal lapisan balas terjadi pada titik Gdari 10 titik tinjauan. Secara umum, deformasi vertikal terkecil ditemukan pada model dengan ketebalan balas 40 cm yang diberi kecepatan 80 km/jam sebesar 0.0016 m. Titik G berada di pinggir subbalas dan cukup jauh dari pusat beban sehingga penurunan tanah yang terjadi kecil.


(59)

7

Gambar 3.2 Peninjauan dilakukan pada 10 titik (A-J)

Gambar 3.3 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 80 km/jam -10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Be

b

a

n

(kN/m

)

Deformasi Vertikal - Uy (m)

Balas 30cm v80 Balas 40cm v80 Balas 50cm v80


(60)

8

Gambar 3.4 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 100 km/jam

Gambar 3.5 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 120 km/jam -20 0 20 40 60 80 100

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Be b a n (kN/m )

Deformasi Vertikal - Uy (m)

Balas 30cm v80 Balas 40cm v80 Balas 50cm v80

-20 0 20 40 60 80 100 120

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Be b a n (kN/m )

Deformasi Vertikal - Uy (m)

Balas 30cm v80 Balas 40cm v80 Balas 50cm v80


(61)

9

Gambar 3.6 Grafik hubungan deformasi vertikal dan ketebalan balas (tinjauan titik J)

C. Hubungan antara tebal lapisan balas dengan nilai deformasi vertikal

Hubungan yang diberikan pada grafik menunjukkan deformasi vertikal berkurang seiring bertambahnya tebal lapisan balas dan sebaliknya (Gambar 3.6). Nilai deformasi vertikal mengalami banyak penurunan ketika tebal lapisan balas ditambah 10 cm dari 30 cm menjadi 40

cm, sedangkan pada lapisan balas yang ditambah 10 cm dari 40 cm menjadi 50 cm hanya mengalami sedikit penurunan.

Berdasarkan variasi kecepatan yang

diberikan juga dapat diketahui bahwa semakin kecil kecepatan, maka semakin kecil deformasi vertikal yang terjadi pada semua variasi ketebalan balas.

D. Perbandingan antara pembebanan statik dan pembebanan siklik

Penelitian sebelumnya (Dewi, 2015) menghasilkan kesimpulan bahwa deformasi vertikal terbesar untuk semua variasi tebal lapisan balas, terjadi pada bagian tengah bantalan. Sementara untuk nilai deformasi vertikal terkecil untuk semua variasi tebal lapisan balas, terjadi pada bagian ujung

bantalan. Membandingkan dengan

peneilitian ini, pertambahan ketebalan balas cenderung memperkecil deformasi yang terjadi dan sebaliknya. Pada titik tinjauan bagian bantalan yang terkena rel, deformasi vertikal yang diperoleh jauh berbeda (Gambar 3.7). Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan asumsi data material yang digunakan, metode pembebanan dan jumlah beban yang dimasukkan.

0.029

0.021 0.018

0.041 0.035 0.029 0.07 0.05 0.038 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

30 40 50

De for m a si V e rti k a l - Uy (m )

Ketebalan Balas (cm)

v 120 km/jam v 100 km/jam v 80 km/jam


(62)

10

Gambar 3.9 Grafik perbandingan pembebanan statik dan siklik (tinjauan titik B)

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada pemodelan numerik struktur jalan rel kereta api menggunakan Plaxis v 8.2, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Menggunakan pembebanan siklik (cyclic

loads) sebanyak 2 siklus dengan tinjauan 10 titik diperoleh deformasi vertikal terbesar pada titik J sebesar 0.07 m, sedangkan deformasi vertikal terkecil diperoleh pada titik G sebesar 0.0016 m.

2. Variasi ketebalan balas yang dimodelkan

menunjukkan pentingnya menentukan

ukuran balas yang tepat untuk digunakan. Balas dengan ketebalan 40 cm dan 50 cm lebih mampu memperkecil deformasi yang diterima akibat laju kereta api dibanding variasi 30 cm.

SARAN

Adapun saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Pemilihan metode numerik yang sesuai dan

data yang tepat, akan membuat hasil pemodelan semakin mendekati kondisi di lapangan.

2. Lakukan pengukuran deformasi langsung di

lapangan menggunakan strain gauge.

3. Perlu dilakukan penilaian pada mutu lapis

jalan rel yang diteliti.

0.000465 0.000449 0.000438

0.05 0.039 0.032 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

30 40 50

De

for

mas

i

V

er

tik

al

U

y

(

m)

Ketebalan Balas (cm)

Beban siklik Beban Statik


(1)

6 diterima untuk setiap kecepatan. Secara

berturut kecepatan 80 km/jam, 100 km/jam dan 120 km/jam menghasilkan beban 83.02 kN/m, 91.23 kN/m dan 99.44 kN/m. Peninjauan pada pemodelan ini dilakukan dengan melihat respon pembebanan pada beberapa titik tinjauan.

Deformasi vertikal (Uy) terbesar untuk semua variasi kecepatan dan tebal lapisan balas terjadi pada titik Jdari 10 titik tinjauan. Secara umum, deformasi vertikal terbesar ditemukan pada model dengan ketebalan balas 30 cm yang diberi kecepatan 120 km/jam sebesar 0.07 m.

Tebal balas yang kecil dibanding variasi lainnya memungkinkan pemampatan tanah yang lebih cepat ketika diberi beban maksimum.

Deformasi vertikal (Uy) terkecil untuk semua variasi kecepatan dan tebal lapisan balas terjadi pada titik Gdari 10 titik tinjauan. Secara umum, deformasi vertikal terkecil ditemukan pada model dengan ketebalan balas 40 cm yang diberi kecepatan 80 km/jam sebesar 0.0016 m. Titik G berada di pinggir subbalas dan cukup jauh dari pusat beban sehingga penurunan tanah yang terjadi kecil.


(2)

7 Gambar 3.2 Peninjauan dilakukan pada 10 titik (A-J)

Gambar 3.3 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 80 km/jam -10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Be

b

a

n

(kN/m

)

Deformasi Vertikal - Uy (m)

Balas 30cm v80

Balas 40cm v80


(3)

8 Gambar 3.4 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 100 km/jam

Gambar 3.5 Grafik deformasi vertikal dengan kecepatan 120 km/jam -20

0 20 40 60 80 100

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Be

b

a

n

(kN/m

)

Deformasi Vertikal - Uy (m)

Balas 30cm v80

Balas 40cm v80

Balas 50cm v80

-20 0 20 40 60 80 100 120

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08

Be

b

a

n

(kN/m

)

Deformasi Vertikal - Uy (m)

Balas 30cm v80

Balas 40cm v80


(4)

9 Gambar 3.6 Grafik hubungan deformasi vertikal dan ketebalan balas

(tinjauan titik J) C. Hubungan antara tebal lapisan balas

dengan nilai deformasi vertikal

Hubungan yang diberikan pada grafik menunjukkan deformasi vertikal berkurang seiring bertambahnya tebal lapisan balas dan sebaliknya (Gambar 3.6). Nilai deformasi vertikal mengalami banyak penurunan ketika tebal lapisan balas ditambah 10 cm dari 30 cm menjadi 40

cm, sedangkan pada lapisan balas yang ditambah 10 cm dari 40 cm menjadi 50 cm hanya mengalami sedikit penurunan. Berdasarkan variasi kecepatan yang diberikan juga dapat diketahui bahwa semakin kecil kecepatan, maka semakin kecil deformasi vertikal yang terjadi pada semua variasi ketebalan balas.

D. Perbandingan antara pembebanan statik dan pembebanan siklik

Penelitian sebelumnya (Dewi, 2015) menghasilkan kesimpulan bahwa deformasi vertikal terbesar untuk semua variasi tebal lapisan balas, terjadi pada bagian tengah bantalan. Sementara untuk nilai deformasi vertikal terkecil untuk semua variasi tebal lapisan balas, terjadi pada bagian ujung bantalan. Membandingkan dengan

peneilitian ini, pertambahan ketebalan balas cenderung memperkecil deformasi yang terjadi dan sebaliknya. Pada titik tinjauan bagian bantalan yang terkena rel, deformasi vertikal yang diperoleh jauh berbeda (Gambar 3.7). Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan asumsi data material yang digunakan, metode pembebanan dan jumlah beban yang dimasukkan.

0.029

0.021 0.018

0.041 0.035 0.029 0.07 0.05 0.038 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

30 40 50

De for m a si V e rti k a l - Uy (m )

Ketebalan Balas (cm)

v 120 km/jam

v 100 km/jam


(5)

10 Gambar 3.9 Grafik perbandingan pembebanan statik dan siklik

(tinjauan titik B)

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada pemodelan numerik struktur jalan rel kereta api menggunakan Plaxis v 8.2, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Menggunakan pembebanan siklik (cyclic loads) sebanyak 2 siklus dengan tinjauan 10 titik diperoleh deformasi vertikal terbesar pada titik J sebesar 0.07 m, sedangkan deformasi vertikal terkecil diperoleh pada titik G sebesar 0.0016 m.

2. Variasi ketebalan balas yang dimodelkan menunjukkan pentingnya menentukan ukuran balas yang tepat untuk digunakan. Balas dengan ketebalan 40 cm dan 50 cm lebih mampu memperkecil deformasi yang diterima akibat laju kereta api dibanding variasi 30 cm.

SARAN

Adapun saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Pemilihan metode numerik yang sesuai dan data yang tepat, akan membuat hasil pemodelan semakin mendekati kondisi di lapangan.

2. Lakukan pengukuran deformasi langsung di lapangan menggunakan strain gauge.

3. Perlu dilakukan penilaian pada mutu lapis jalan rel yang diteliti.

0.000465 0.000449 0.000438

0.05

0.039

0.032

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

30 40 50

De

for

mas

i

V

er

tik

al

U

y

(

m)

Ketebalan Balas (cm)

Beban siklik


(6)

11 DAFTAR PUSTAKA

Dahlberg, T., 2010. Railway Track Stiffness Variations – Consequences and Countermeasures. Jurnal Internasional.

Desai, C.S., 1996. Dasar – Dasar Metode Elemen Hingga. Alih Bahasa: Sri Jatno Wirjosoedirdjo, Ph.D. Erlangga, Jakarta.

Dewi, S. 2015.Pengaruh Ketebalan Balas Terhadap Permodelan Numerik Struktur Jalan Rel: Studi Kasus KM. 117+600 dan KM. 117+800 Stasiun Ketapang, Lampung Utara. Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Hardiyatmo, H.C., 1994. Mekanika Tanah II. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Moorman, C., 2016. Numerical Investigations on Track-Subtructure System Considering the Effect of Different Train Speeds. Jurnal Internasional, Universitas Stuttgart: Jerman.

Muntohar, A.S., 2009.Mekanika Tanah. Lembaga Pengembangan Pendidikan, Penelitian dan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Natasya, B., 2011. Studi Pemakaian Tiang Rakit Pada Sebuah Proyek Apartemen di Jakarta Dengan Menggunakan Metode Konvensional Poulos Dan Plaxis Dua Dimensi. Skripsi, Universitas Indonesia.

Nugraha, R.A., 2015.Tugas Akhir Pemodelan Numerik Sistem Fondasi Jalan Raya Dengan Teknik Kolom – SiCC. Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peraturan Menteri Perhubungan. 2012. Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. PM No. 60 Tahun 2012.

Razaq, A., 2011. Penurunan Struktur Rel Kereta Api Di Atas Tanah Lunak Dengan Perkuatan Geosintetik. Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Rose, J.G., 2004. Comparisons of Railroad Track and Substructure Computer Model Predictive Stress Values and In-Situ Stress Measurements. Jurnal Internasional, Universitas Kentucky: USA.

Rosyidi, S.A.P., 2015. Rekayasa Jalan Kereta Api Tinjauan Khusus Jalan Rel.Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.