PERENCANAAN INSTALASI SISTEM ELEKTRONIKA DAN TELEKOMUNIKASI ROYAL SANUR HOSPITAL BALI

(1)

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN INSTALASI

SISTEM ELEKTRONIKA DAN TELEKOMUNIKASI

ROYAL SANUR HOSPITAL BALI

Disusun Oleh:

BONITA ENDAH PERMATASARI NIM: 20150120034

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

i

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN INSTALASI

SISTEM ELEKTRONIKA DAN TELEKOMUNIKASI

ROYAL SANUR HOSPITAL BALI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan S1 Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

BONITA ENDAH PERMATASARI NIM: 20150120034

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

(4)

v MOTTO

Menerima apapun yang Allah SWT berikan dengan syukur, jika suka Alhamdulillah, jika tidak suka Alhamdulillah. Karena semua dari-Nya yang maha tahu apa yang terbaik.

Hindari menunda pekerjaan, karena ini merupakan tanda kegagalan.

Buat setiap waktumu produktif. Tidak ada usaha yang sia-sia.

Your sweat will never betray you. Work smart and play hard


(5)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ibu Bapak, terima kasih untuk segala kasih sayang, dukungan dan doa. Love you both!

Anugerah Putri Astri Swastika, the best sister ever.


(6)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kemudahan-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, diantaranya:

1. Bapak Ir. Agus Jamal, M.Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dosen Pembimbing Skripsi I. 2. Bapak Rahmat Adiprasetya A.H, S.T, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing

Skripsi II.

3. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan dukungan baik segi moril maupun materiil sehingga semua dapat terselesaikan dengan lancar.

4. Anugerah Putri Astri Swastika, sekeluarga. 5. Rio Aji Saputra Riyanto, sekeluarga.

6. IPhone 4S, HP Mini, EPSON T13x, dan si Biru.

7. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna penyusunan laporan-laporan di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Yogyakarta, 1 Desember 2016 Penulis


(7)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN I... HALAMAN PENGESAHAN II... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PERSAMAAN... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv v vi vii viii xi xiii xiv xv xvi xvii BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 BAB II 2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 PENDAHULUAN... Latar Belakang Masalah... Perumusan Masalah... Batasan Masalah... Tujuan... Manfaat... Sistematika Penulisan... LANDASAN TEORI... Sistem Fire Alarm... Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran... Jenis Detektor Kebakaran... Ketentuan Penempatan Detektor... Sistem Fire Alarm... Komponen Penyusun Sistem Fire Alarm...

1 1 2 3 3 4 4 5 5 5 5 9 12 15


(8)

ix 2.2 2.3 2.4 2.4.1 2.4.2 2.5 2.5.1 2.5.2 2.5.3 2.5.4 2.6 2.6.1 2.6.2 2.7 BAB III 3.1 3.2 3.3 3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5 3.3.6 3.3.7 BAB IV 4.1 4.2 4.2.1 4.2.2

Sistem Tata Suara Publik... Sistem Jaringan Telepon dalam Gedung... Sistem Jaringan Data dan Wi-Fi dalam Gedung... Sistem Jaringan Data... Sistem Wi-Fi... Sistem Master Antenna Television (MATV)... Antena... Head-end MATV... Sistem Distribusi... Faktor Antena... Sistem Closed-Circuit Television (CCTV)... Komponen Sistem CCTV... Menghitung Kapasitas Harddisk NVR... Sistem Nurse Call... METODE PELAKSANAAN... Waktu dan Tempat Pelaksanaan... Alat dan Bahan... Diagram Alir dan Kriteria Desain Konsultan... Sistem Fire Alarm... Sistem Tata Suara Publik... Sistem Jaringan Telepon dalam Gedung... Sistem Jaringan Data dan Wi-Fi dalam Gedung... Sistem Master Antenna Television (MATV)... Sistem Closed-Circuit Television (CCTV)... Sistem Nurse Call... ANALISIS DAN PERANCANGAN

Objek Perancangan... Sistem Fire Alarm... Analisis Sistem dan Jenis Detektor Kebakaran... Analisis Perhitungan Jumlah dan Titik Instalasi Detektor...

16 21 23 23 28 29 29 29 30 31 32 33 35 36 38 38 38 38 38 41 44 46 48 49 51 53 53 54 54 56


(9)

x 4.2.3 4.3 4.3.1 4.3.2 4.3.3 4.4 4.4.1 4.4.2 4.5 4.5.1 4.5.2 4.5.3 4.6 4.6.1 4.6.2 4.6.3 4.7 4.7.1 4.7.2 4.7.3 4.8 4.8.1 4.8.2 BAB V 5.1 5.2

Perancangan Sentral Sistem Fire Alarm... Sistem Tata Suara Publik... Analisis Jumlah dan Titik Instalasi Perangkat... Analisis Perhitungan Daya Amplifier... Perancangan Sentral Sistem Tata Suara Publik... Sistem Jaringan Telepon dalam Gedung... Analisis Perhitungan Jumlah dan Titik Instalasi Outlet Telepon.. Perancangan Sentral Telepon... Sistem Jaringan Data dan Wi-Fi dalam Gedung... Analisa Perhitungan Jumlah Outlet Data dan Kebutuhan Total... Analisa Perhitungan Jumlah Wi-Fi Access Point dan Kebutuhan Total... Perancangan Sentral Sistem Data dan Wi-Fi... Sistem Master Antenna Television (MATV)... Analisa Perhitungan Jumlah Outlet MATV... Rugi-rugi Sistem (System Losses)... Perancangan Sentral MATV... Sistem Closed-Circuit Television (CCTV)... Analisa Perhitungan Jumlah Kamera CCTV... Analisa Perhitungan Kapasitas NVR... Perancangan Sentral CCTV... Sistem Nurse Call... Analisa Perhitungan Jumlah Outlet Nurse Call... Perancangan Instalasi Sistem Nurse Call Tiap Lantai... PENUTUP... Kesimpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 64 65 65 69 71 72 72 75 76 76 79 80 82 82 83 85 86 86 87 88 90 90 94 96 96 97 98 100


(10)

xi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 Gambar 2.26 Gambar 2.27

Detektor Asap dan Proses Ionisasinya... Proses Ionisasi pada Detektor Asap... Light scattering detector dan light scattering detector dengan asap.... Light obscuration detector dan light obscuration detector dengan asap Rate-of-rise heat detector... Fixed temperature heat detector... Area maksimum yang dapat dicakup oleh detektor individual... Area yang tidak tercakup di pojok dan perpotongan (a); area yang harus dikurangi (b)... Jenis kabel untuk sistem fire alarm... Wiring Diagram 3-Wire Type... Tiga serangkai sistem fire alarm... Proses Pengolahan Sistem Tata Suara... Proses pada sebuah power amplifier... Speakerselector switch... Paging microphone... Horn speaker, ceiling speaker dan column speaker... Kabel FRC... Kabel ITC... Kabel Jelly Armoured... PABX Merk Panasonic... Antena Parabola dan Antena Yagi... Splitter... Kabel coaxial RG6 dan RG11... Konektor BNC... Sistem Perancangan IP CCTV... “Austco” Nurse Call System... Diagram Instalasi IP Nurse Call System...

5 6 7 7 8 8 10 10 13 13 15 16 17 19 19 20 20 22 22 23 29 31 31 33 35 36 37


(11)

xii Gambar 3.1

Gambar 3.2

Gambar 3.3

Gambar 3.4

Gambar 3.5 Gambar 3.6

Gambar 3.7

Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Fire Alarm (1)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Fire Alarm (2)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Tata Suara Publik (1)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Tata Suara Publik (2)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Jaringan Telepon (1)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Jaringan Telepon (2)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Jaringan Data dan Wi-Fi (1)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Jaringan Data dan Wi-Fi (2)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem MATV... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem CCTV (1)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem CCTV (2)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Nurse Call (1)... Diagram Alir Pelaksanaan Sistem Nurse Call (2)...

38 39 41 42 44 45 46 47 48 49 50 51 52


(12)

xiii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12

Penempatan detektor kebakaran pada ruangan di rumah sakit………... Jenis indikator pada panel fine alarm……….. Tabel karakteristik kabel coaxial RG59-RG6-RG11……….. Detail Ruangan Royal Sanur Hospital Bali………. Pembagian Titik Instalasi Detektor dan Perangkat Sistem Fire Alarm Lantai 1……… Pembagian Titik Instalasi Detektor dan Perangkat Sistem Fire Alarm Lantai 2……… Pembagian Titik Instalasi Detektor dan Perangkat Sistem Fire Alarm Lantai 3……… Pembagian Titik Instalasi Detektor dan Perangkat Sistem Fire Alarm Lantai 4……… Pembagian Titik Instalasi Speaker Publik dan Speaker Emergency Sistem Tata Suara Lantai 1………. Pembagian Titik Instalasi Speaker Publik dan Speaker Emergency Sistem Tata Suara Lantai 2………. Pembagian Titik Instalasi Speaker Publik dan Speaker Emergency Sistem Tata Suara Lantai 3………. Pembagian Titik Instalasi Speaker Publik dan Speaker Emergency Sistem Tata Suara Lantai 4………. Rincian Titik Instalasi Outlet Telepon Dinding dan Lantai Bangunan di Lantai 1………... Rincian Titik Instalasi Outlet Telepon Dinding dan Lantai Bangunan di Lantai 2………... Rincian Titik Instalasi Outlet Telepon Dinding dan Lantai Bangunan di Lantai 3………...

11 15 34 53 56 59 61 62 66 67 68 69 72 73 74


(13)

xiv Tabel 4.13

Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21

Rincian Titik Instalasi Outlet Telepon Dinding dan Lantai Bangunan di Lantai 4………... Rincian Titik Instalasi Outlet Data Lantai 1………... Rincian Titik Instalasi Outlet Data Lantai 2………... Rincian Titik Instalasi Wi-Fi Access Point Lantai 1-4……… Rincian Titik Instalasi Outlet MATV Lantai 1-4………

Cable Loss RG11-U Belden………

Tap Loss dan Insertion Loss (Cisco) 4-ways Tap………... Rincian Titik Instalasi Kamera CCTV Lantai 1-4……….. Rincian Kebutuhan Port Hub Sistem Nurse Call………...

74 76 78 80 82 83 85 86 95

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan (1) Persamaan (2) Persamaan (3)

Level Field Strength………

Kapasitas NVR……… Ukuran Video/Jam………..

32 35 35


(14)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

PERENCANAAN SISTEM FIRE ALARM... PERENCANAAN SISTEM TATA SUARA PUBLIK... PERENCANAAN SISTEM JARINGAN TELEPON... PERENCANAAN SISTEM JARINGAN DATA DAN WI-FI... PERENCANAAN SISTEM MATV... PERENCANAAN SISTEM CCTV... PERENCANAAN SISTEM NURSE CALL... BROSUR DAN SPESIFIKASI PRODUK...

101 106 111 116 121 126 131 136


(15)

(16)

(17)

xv INTISARI

Sebuah bangunan bertingkat sangat sering dijumpai pada masa modern seperti sekarang ini. Berbagai pihak seakan-akan berlomba-lomba untuk mendirikan sebuah bangunan bertingkat yang unggul dalam segi estetika maupun utilitasnya. Terlebih lagi jika bangunan bertingkat tersebut difungsikan sebagai tempat pelayanan publik, seperti halnya sebuah rumah sakit.

Salah satu faktor penting yang menjadi kelengkapan dari sebuah gedung selain elektrikal adalah sistem elektronik dan telekomunikasi. Maka dari itu faktor kenyamanan dan keamanan harus sangat diperhitungkan dan diperhatikan dalam melakukan perancangan sistem tersebut. Perancangan dan penyusunan yang matang dalam sebuah desain instalasi diharapkan ke depannya tidak akan menimbulkan masalah bagi penggunanya apalagi hingga menelan korban.

Sistem elektronik dan telekomunikasi bangunan bertingkat yang mencakup sistem peringatan kebakaran (fire alarm system), sistem tata suara publik, sistem jaringan telepon, sistem jaringan data dan Wi-Fi, sistem MATV, sistem CCTV, dan sistem pemanggil perawat (nurse call system). Perancangan ketujuh item ini pada sebuah rumah sakit akan sangat membantu kerja para pekerja medis dan pasien, serta membantu sistem evakuasi dan peringatan pada saat situasi darurat seperti kebakaran atau bencana alam.


(18)

xvi ABSTRACT

A storey building is very often found in modern times as it is today. Various parties as if trying to establish a storey building which is superior in terms of aesthetics and utility. Moreover, if the storey building functioned as a public service, as well as a hospital.

One important factor that completes a building other than the electrical system is electronic and telecommunication system. Thus the comfort and safety factors have to be very calculated and considered in the designing process. A perfect plant design expected future installations will not cause problems for the users, especially to causes a lot of victims.

Electronic system and telecommunication in a storey building which includes fire alarm system, sound system, telephone network, data network and Wi-Fi, MATV, CCTV, and nurse call system. The design of these seven items on a hospital will greatly assist the work of medical workers and patients, as well as helping the warning and evacuation systems during emergency situations such as a fire or natural disaster.


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dalam membangun sebuah gedung baik itu akan difungsikan sebagai hunian atau fasilitas publik, diperlukan sebuah perencanaan yang baik dan matang baik dalam segi utilitas dan kualitas. Sebuah bangunan yang direncanakan dan dibangun dengan baik akan menjadi sebuah keuntungan jangka panjang bagi pemilik atau penggunanya. Dari semua aspek yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan sebuah gedung adalah perencanaan desain teknis bangunan itu sendiri.

Tahap perencanaan dalam proyek konstruksi disebut sebagai proyek DED (Detail Engineering Design) yang bertujuan menyusun dan merancang design teknis secara rinci yang nantinya akan dipergunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan. Produk yang dihasilkan dari proyek ini antara lain gambar rencana, RAB (Rencana Anggaran Biaya), RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat).

Perencanaan sistem elektrikal gedung mencakup perencanaan semua utilitas kelistrikan (elektrikal) dan elektronik. Perencanaan utilitas kelistrikan mencakup antara lain penerangan dan kotak kontak, suplai listrik VAC (tata udara dan ventilasi mekanik), suplai listrik utilitas-utilitas elektronik, suplai listrik pompa air bersih dan pemadam kebakaran, suplai listrik elevator/lift, instalasi panel-panel listrik, instalasi transformator tegangan rendah dan genset diesel, dan instalasi penyalur petir. Sedangkan sistem elektronik mencakup instalasi fire alarm, sound system, jaringan telepon, jaringan data dan wifi, antenna televisi dan kamera CCTV. Khusus untuk perencanaan sistem elektronik sebuah bangunan rumah sakit perlu adanya fasilitas nurse call atau sebuah alat untuk memanggil perawat dari kamar pasien sebuah rumah sakit.

Perencanaan suatu sistem elektrikal dan elektronik sebuah bangunan harus dipersiapkan dan dirancang secara tepat dan akurat sesuai peraturan


(20)

2

standar yang berlaku di Indonesia (Standar Nasional Indonesia/SNI). Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan efektifitas kerja sistem dan efisiensi dalam bidang finansial. Dalam melakukan perancangan juga harus dipertimbangkan adanya renovasi dan perbaikan di masa mendatang, sehingga hasil rancangan sistem diharapkan dapat menyesuaikan jika terjadi renovasi atau perbaikan di masa mendatang.

Royal Sanur Hospital adalah sebuah rumah sakit umum tipe C yang terdiri dari 4 lantai. Bangunan rumah sakit ini akan dibangun di Jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar, Bali. Tenaga ahli mekanikal dan elektrikal pada proyek perencanaan ini adalah Konsultan Mekanikal dan Elektrikal Ir. Agus Jamal, M. Eng APEI.

Dengan dasar pemikiran di atas, penulis membuat sebuah perancangan yang berfokus pada sistem elektronik dan telekomunikasi yang diwujudkan dalam sebuah skripsi berjudul Perencanaan Instalasi Sistem Elektronika dan Telekomunikasi Royal Sanur Hospital Bali. Penulis berharap sebagian atau keseluruhan hasil dari skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.

1.2Perumusan Masalah

Rumusan masalah mengenai sistem elektronik dan telekomunikasi sebuah bangunan rumah sakit yang akan dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut.

1. Sistem Fire Alarm ,

2. Sistem Tata Suara Publik (Sound System), 3. Sistem Jaringan Telepon,

4. Sistem Jaringan Data dan Wi-Fi, 5. Sistem MATV,

6. Sistem CCTV, dan 7. Sistem Nurse Call.

Dari beberapa item pekerjaan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.


(21)

3

1. Apakah jenis sistem pendeteksi kebakaran yang akan digunakan pada bangunan rumah sakit tersebut? Apa faktor yang mempengaruhi 2. Bagaimana sistem tata suara yang akan digunakan pada bangunan

tersebut?

3. Bagaimana sistem dan instalasi jaringan telepon yang akan digunakan pada bangunan tersebut?

4. Bagaimana sistem dan instalasi sistem data dan wifi yang akan digunakan pada bangunan tersebut?

5. Bagaimana sistem dan instalasi antenna TV yang akan digunakan pada bangunan tersebut?

6. Bagaimana sistem dan instalasi CCTV yang akan digunakan pada bangunan tersebut?

7. Bagaimana instalasi sistem nurse call yang akan digunakan pada bangunan tersebut?

1.3Batasan Masalah

Agar perancangan dan pembuatan sistem dan instalasi ini lebih terarah, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Penulis membatasi permasalahan skripsi ini dalam ruang lingkup sebagai berikut:

1. Perencanaan proyek pembangunan hanya dibatasi pada bangunan Royal Sanur Hospital Bali dan perencanaan dilaksanakan berdasarkan denah arsitektur.

2. Masalah dibatasi hanya pada perencanaan sistem elektronik dan telekomunikasi seperti yang sudah tercantum pada perumusan masalah.

1.4Tujuan

Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut. 1. Merancang gambar sistem dan instalasi per item pekerjaan. 2. Merancang sistem elektronika dan telekomunikasi sesuai dengan


(22)

4

1.5Manfaat

Penulisan skripsi ini memberikan manfaat ke beberapa pihak, antara lain sebagai berikut.

1. Bagi penulis, penulisan skripsi ini adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teori yang didapat di bangku kuliah secara langsung ke dunia kerja terutama bidang perencanaan sistem elektronik dan telekomunikasi ge-dung bertingkat, sehingga menambah wawasan dan pengalaman kerja. 2. Bagi pemilik proyek, perencanaan proyek pembangunan ini merupa-kan kepentingan utama pemilik. Jika perencanaan sistem elektronik dan telekomunikasi proyek pembangunan rumah sakit ini telah disele-saikan, diharapkan dapat membantu memenuhi kepentingan pemilik. 3. Bagi dosen dan pihak universitas, penulisan skripsi ini dapat dijadikan

referensi akademis dan keinsinyuran untuk pengembangan jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika dalam pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara garis besar tentang apa yang akan dikemukakan dalam pokok bahasan. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut.

1. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan serta sistematika penulisan skripsi.

2. Bab II Landasan Pustaka, berisi landasan teori yang akan digunakan sebagai pedoman penyusunan analisis-analisis pada Bab IV.

3. Bab III Metode Pelaksanaan, berisi tentang langkah-langkah pelaksanaan dan penulisan skripsi secara lengkap dan terperinci.

4. Bab IV Analisis dan Hasil Perancangan, berisi rincian desain sistem, analisis dan perancangan gambar (lengkap dengan gambar jadi) sistem instalasi per item pekerjaan.

5. Bab V Penutup, berisi kesimpulan yang mengacu pada tujuan penulisan dan saran penulisan skripsi di masa mendatang oleh penulis.


(23)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Fire Alarm

2.1.1 Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran

Sistem fire protection atau disebut juga dengan sistem perlindungan kebakaran adalah suatu sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberikan peringatan (warning) dalam sistem evakuasi dan ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran (http://aloekmantara.blogspot.co.id/2012/09/fire-protection-system-sistem-fire-alarm.html, diakses pada 3 Oktober 2016, pukul 10.06 WIB).

2.1.2 Jenis Detektor Kebakaran

1. Detektor asap (Smoke Detector)

Terdapat sebuah ruangan dalam detektor yang akan dipenuhi dengan partikel-partikel asap seiring dengan meningkatnya intensitas kebakaran. Jika tingkat kepadatan asap telah melewati batas tertentu maka akan mengaktifkan rangkaian elektronik di dalamnya. Karena itulah perangkat detektor ini memerlukan suplai tegangan untuk aktif.

Gambar 2.1 Detektor asap dan proses ionisasinya

(Sumber: www.bromindo.com/prinsip-kerja-fire-alarm-smoke-detector) Pada tipe 2-wire, tegangan disuplai dari fire panel bersamaan dengan sinyal, sehingga hanya menggunakan 2 kabel saja. Sedangkan pada tipe 4-wire (12VDC), maka tegangan plus minus 12VDC-nya

Partikel asap memasuki ruang ionisasi menghalangi muatan listrik menyeberang antara pelat logam. Penurunan arus pun memicu alarm.


(24)

6

disuplai dari panel alarm biasa sementara sinyalnya disalurkan pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150 m2 untuk ketinggian plafon 4 meter.

Smoke detector atau detektor asap berdasarkan prinsip kerjanya terdiri dari dua tipe yaitu ionization smoke detector & photo electric smoke detector.

a) Detektor asap tipe ionisasi; detektor bekerja berdasarkan proses ionisasi molekul udara oleh unsur radioaktif Am (Americium 241) yang berperan sebagai pembangkit ion (gambar 2.2 (a)). Ion bermuatan positif akan tertarik ke plat negatif, sedangkan ion negatif tertarik ke plat positif yang akan menghasilkan sedikit arus listrik (gambar 2.2 (b)). Saat asap masuk terjadilah tumbukan antara partikel asap dengan molekul udara yang terionisasi. Karena ukuran partikel asap lebih besar dan jumlahnya lebih banyak dari molekul udara yang terionisasi, maka arus ion akan terganggu atau terhalangi oleh partikel asap. Jika sudah melampaui batas ambangnya, maka terjadilah kondisi “alarm” (gambar 2.2 (c)).

Gambar 2.2 Proses Ionisasi pada Detektor Asap

(Sumber: www. bromindo.com/prinsip-kerja-fire-alarm-smoke-detector)

b) Photoelectric (Optical) Smoke Detector

Prinsip kerja photoelectric (optical) smoke detector adalah perubahan cahaya di dalam ruang detektor (chamber) yang disebabkan oleh adanya asap dengan kepadatan tertentu.


(25)

7

Berdasarkan prinsip kerjanya, dikenal dua jenis optical smoke, yaitu:

Light Scattering. Terdiri atas light-emitting diode (LED) sebagai sumber cahaya dan photodiode sebagai penerima cahaya. LED diarahkan ke area yang tidak terlihat oleh photodiode. Jika ada asap yang masuk, maka cahaya akan dipantulkan ke photodiode, sehingga menyebabkan detektor bereaksi.

Gambar 2.3 Light scattering detector dan light scattering detector dengan asap

(Sumber: www. bromindo.com/prinsip-kerja-fire-alarm-smoke-detector)

Light Obscuration. Cahaya yang terhalang oleh asap menyebabkan detektor mendeteksi. Prinsip ini pula yang digunakan pada smoke detector jenis infra-red beam, sehingga bisa mencapai panjang hingga 100 meter.

Gambar 2.4 Light obscuration detector dan light obscuration detector dengan asap

(Sumber: www. bromindo.com/prinsip-kerja-fire-alarm-smoke-detector)

2. Detektor Panas (Heat Detector)

Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci tentang detektor panas tipe rate-of-rise heat detector dan tipe fixed temperature detector.

a) Rate-of-rise heat detector. Area deteksi sensor bisa mencapai hingga 50 m2 untuk ketinggian plafon 4 meter untuk area dengan


(26)

8

plafon tinggi berkurang menjadi 30 m2. Ketinggian pemasangan maksimal hendaknya tidak melebihi 8 meter. Detektor ini banyak digunakan karena memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap kenaikan suhu. Umumnya pada titik 55°C-63°C sensor ini sudah aktif dan membunyikan alarm bel kebakaran. ROR sangat ideal untuk ruangan kantor, kamar hotel, rumah sakit, ruang server, ruang arsip, gudang pabrik dan lainnya.

Prinsip kerja ROR adalah sebuah saklar bimetal. Saklar akan kontak saat mendeteksi panas. Detektor ini tidak membutuhkan suplai tegangan. Dua kabelnya dimasukkan ke terminal Zone-Com pada panel alarm. Jika dipasang pada panel fire alarm, maka terminalnya adalah L dan LC. Kedua kabelnya boleh terpasang terbalik, sebab tidak memiliki plus-minus. Sedangkan sifat kontaknya adalah NO (Normally Open).

Gambar 2.5 Rate-of-rise heat detector

(Sumber: engineeringbuilding.blogspot.co.id/2011/06/ tentang-fire-alarm-sistem.html)

b) Fix Temperature Heat Detector. Fix temperatur heat detector sangat ideal untuk ditempatkan pada ruang genset, basement, gudang yang menggunakan atap asbes, ruang dapur pada hotel, rumah sakit atau food court.

Gambar 2.6 Fixed temperature heat detector

(Sumber: www.bromindo.com/fix-temperature-heat-detector) Area efektif fix temperature heat detector adalah 30 m2 dengan asumsi ketinggian plafon 4 meter atau 15 m2 dengan asumsi


(27)

9

ketinggian plafon 4 meter sampai 8 meter. Seperti halnya rate-of-rise detector yang hanya membutuhkan 2 kabel L dan LC, dapat di pasang bolak balik dan dapat terpasang langsung dengan tipe panel merk apa saja. Sifat kontak fix temperature heat detector menggunakan Normally Open (http: //www. bromindo.com/fix-temperature-heat-detector, di-akses pada 11 Oktober 2016, pukul 9.53 WIB).

3. Detektor gas (Gas Detector)

Sensor gas dapat mendeteksi dua macam gas yaitu LPG (Liquefied Petroleum Gas) dan LNG (Liquefied Natural Gas). Perbedaan LPG dengan LNG adalah LPG lebih berat daripada udara, sehingga apabila bocor, gas akan turun mendekati lantai (tidak terbang ke udara). Sedangkan LNG lebih ringan daripada udara, sehingga jika terjadi kebocoran, maka gasnya akan terbang ke udara.

Untuk LPG, maka letak detektor adalah di bawah, yaitu sekitar 30 cm dari lantai dengan arah detektor menghadap ke atas. Hal ini dimaksudkan agar saat bocor, gas LPG yang turun akan masuk ke dalam ruang detektor sehingga dapat terdeteksi. Jarak antara detektor dengan sumber kebocoran tidak melebihi dari 4 meter.

Untuk LNG, pemasangan detektornya adalah di atas lantai, tepatnya 30 cm di bawah plafon dengan posisi detektor menghadap ke bawah. Sesuai dengan sifatnya, maka saat bocor gas ini akan naik ke udara sehingga bisa terdeteksi. Jarak dengan sumber kebocoran hendaknya tidak melebihi 8 meter.

2.1.3 Ketentuan Penempatan Detektor

Sesuai standar untuk area umum jarak antara setiap titik dalam area yang diproteksi dan detektor terdekat ke titik tersebut harus tidak melebihi 7,5 meter untuk detektor asap dan 5,3 meter untuk detektor panas yang ditunjukkan oleh gambar 2.7 berikut ini.


(28)

10

Gambar 2.7 Area maksimum yang dapat dicakup oleh detektor individual (Sumber: Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi

Kebakaran Aktif KEMENKES RI)

Untuk memastikan bahwa proteksi yang dicakup di sudut ruangan dan untuk memastikan tidak ada celah pada titik yang berhubungan dari banyaknya detektor, jarak antaranya harus dikurangi. Jarak antara detektor dan dinding harus dikurangi sampai 5 meter untuk detektor asap dan 3,5 meter untuk detektor panas dengan ilustrasi pada gambar 2.8 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.8 Area yang tidak tercakup di pojok dan perpotongan (a);area yang harus dikurangi (b)

(Sumber: Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran Aktif KEMENKES RI)

Jarak antar detektor pun juga harus dikurangi, sehingga jarak akhirnya adalah untuk detektor asap menjadi 7,5 meter dari dinding dan 15 meter jarak antar detektor. Untuk detektor panas, jarak antaranya menjadi 5,3 meter ke dinding dan 10 meter antar detektor.

Untuk langit-langit miring, detektor harus dipasang sesuai kemiringan langit-langit dan diperlukan tambahan 1% untuk setiap 1° kemiringannya sampai 25%. Terdekat ditetapkan 600 mm untuk detektor asap dan 150 mm untuk detektor panas (Pedoman Teknis Prasarana


(29)

11

Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia).

Berikut ini adalah tabel 2.1 yang menunjukkan lokasi penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit.

Tabel 2.1 Penempatan detektor kebakaran pada ruangan di rumah sakit

Fungsi Ruang

Detektor Panas Laju Kenaikan

Suhu Asap

Lain-lain PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS

Ruang operasi:

 Kamar Operasi Tidak Tidak Ya Tidak

 Ruang Penunjang Tidak Tidak Ya Tidak

 Ruang Melahirkan Tidak Tidak Ya Tidak

 Delivery Suite Tidak Tidak Ya Tidak

 Labour Suite Tidak Tidak Ya Tidak

 Ruang Pemulihan Tidak Tidak Ya Tidak

 Ruang Bayi Tidak Tidak Ya Tidak

 Ruang Traumad Tidak Tidak Ya Tidak

 Gudang Anestesi Tidak Tidak Ya Tidak

PERAWATAN

Ruang Pasiene Tidak Tidak Ya Tidak

Ruang Toiletf Tidak Tidak Tidak Tidak

Perawatan Intensif Tidak Tidak Ya Tidak

Isolasi Protektifg Tidak Tidak Ya Tidak

Isolasi Infeksiusg Tidak Tidak Ya Tidak

Isolasi Ruang Antara Tidak Tidak Tidak Tidak

Kala/melahirkan/pemulihan/post

partum (LDRP) Tidak Tidak Ya Tidak

Koridor Pasiene Ya Tidak Tidak Tidak

PENUNJANG

Radiologi: Tidak Tidak Ya Tidak

X-Ray (bedah dan perawatan kritis) Tidak Tidak Ya Tidak X-Ray (diagnostic dan tindakan) Tidak Tidak Ya Tidak

Ruang Gelap Ya Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Umum Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Biochemistry Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Cytology Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Pencucian Gelas Tidak Tidak Tidak Tidak

Laboratorium, Histologi Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Pengobatan Nuklir Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Patologi Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Serologi Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Sterilisasi Tidak Tidak Ya Tidak

Laboratorium, Transfer Media Tidak Tidak Ya Tidak

Autopsy Tidak Tidak Tidak Tidak

Ruang Tunggu–tubuh tidak

didinginkanj Ya Tidak Tidak Tidak

Farmasi Ya Tidak Tidak Tidak


(30)

12

Pendaftaran dan ruang tunggu Ya Tidak Tidak Tidak

DIAGNOSA DAN TINDAKAN Bronchoscopy, spuum collection, dan

administrasi pentamidine Tidak Tidak Tidak Tidak

Ruang Pemeriksaane Ya Tidak Tidak Tidak

Ruang Pengobatan Ya Tidak Tidak Tidak

Ruang Tindakane Ya Tidak Tidak Tidak

Terapi Fisik dan Terapi Hidro Ya Tidak Tidak Tidak Ruang kotor atau tempat sampah Tidak Tidak Tidak Tidak Ruang bersih atau tempat bersih Ya Tidak Tidak Tidak STERILISASI DAN SUPLAI

Ruang peralatan sterilisasi Ya Tidak Tidak Tidak

Ruang kotor dan dekontaminasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tempat bersih dan gudang steril Ya Tidak Tidak Tidak

Gudang peralatan Ya Tidak Tidak Tidak

PELAYANAN

Pusat persiapan makanan Tidak Tidak Tidak Tidak

Tempat cuci Tidak Tidak Tidak Tidak

Gudang dietary harian Ya Tidak Tidak Tidak

Laundry, umum Tidak Tidak Tidak Tidak

Sortir linen kotor dan gudang Tidak Tidak Tidak Tidak

Gudang linen bersih Ya Tidak Tidak Tidak

Linen Ya Tidak Tidak Tidak

Ruang depan Ya Tidak Tidak Tidak

Kamar mandi Tidak Tidak Tidak Tidak

Kloset janitor Tidak Tidak Tidak Tidak

2.1.4 Sistem Fire Alarm

1. Sistem Konvensional

Pada sistem konvensional setiap detektor hanya berupa kontak listrik biasa, tidak mengirimkan ID Alamat yang khusus seperti sistem addressable. Sistem konvensional menggunakan kabel isi dua untuk hubungan antar detektor dan ke panel. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik NYM 2×1.5 mm atau NYMHY 2×1.5 mm yang ditarik di dalam pipa conduit semisal EGA atau Clipsal. Pada instalasi yang cukup kritis kerap dipakai kabel tahan api (FRC = Fire Resistance Cable) dengan ukuran 2×1.5mm, terutama untuk kabel-kabel yang menuju ke panel dan sumber listrik 220V. Selain itu dikenal pula tipe 3-wire dan 4-wire seperti terlihat pada gambar di bawah ini.


(31)

13

Gambar 2.9 Jenis kabel untuk sistem fire alarm

(Sumber: engineeringbuilding.blogspot.co.id/2011/06/ tentang-fire-alarm-sistem.html)

Nama terminal pada 2-wire type adalah L(+) dan Lc(-). Kabel ini dihubungkan dengan panel fire alarm pada terminal yang berlabel L dan C juga. Hubungan antar detektor satu dengan lainnya dilakukan secara paralel dengan syarat tidak boleh bercabang (harus ada titik awal dan titik akhir).

Titik akhir dimana detektor akhir dipasang (satu loop dinyatakan selesai/stop) disebut dengan end-of-line (EOL). Pada detektor terakhir ini dipasang satu buah EOL resistor atau EOL kapasitor di ujung setiap loop. Oleh sebab itu bisa dikatakan 1 loop=1 zone yang ditutup dengan resistor end of line (EOL Resistor).

3-wire Type digunakan apabila dikehendaki agar setiap detektor memiliki output masing-masing yang berupa lampu. Contoh aplikasinya adalah untuk kamar-kamar hotel dan rumah sakit. Sebuah lampu indikator (remote indicating lamp) dipasang di atas pintu bagian luar setiap kamar dan akan menyala pada saat detektor mendeteksi.

Gambar 2.10 Wiring Diagram 3-Wire Type

(Sumber: engineeringbuilding.blogspot.co.id/2011/06/tentang-fire-alarm-sistem.html)


(32)

14

4-wire type umumnya digunakan pada kebanyakan smoke detector 12V agar bisa dihubungkan dengan panel alarm rumah. Seperti diketahui panel alarm rumah menggunakan sumber 12VDC untuk menyuplai tegangan ke sensor yang salah satunya bisa berupa smoke detector tipe 4-wire ini. Di sini, ada 2 kabel yang dipakai sebagai supply +12V dan -12V, sedangkan dua sisanya adalah relay NO-C yang dihubungkan dengan terminal bertanda ZONE dan COM pada panel alarm.

Selain itu tipe 4-wire ini bisa juga dipakai apabila ada satu atau beberapa detektor ditugaskan untuk men-trigger peralatan lain saat terjadi kebakaran, seperti mematikan saklar mesin pabrik, menghidupkan mesin pompa air, mengaktifkan sistem penyemprot air (sprinkler system atau releasing agent) dan sebagainya. Biasanya detektor 4-wire memiliki rentang tegangan antara 12VDC sampai dengan 24VDC.

2. Sistem Addressable

Pada sistem addressable setiap detektor mempunyai alamat tersendiri yang menjadi identitas setiap detektornya. Jika terjadi kebakaran maka akan langsung dapat diketahui detail lokasi dimana kebakaran terjadi. Sedangkan sistem konvensional hanya mampu menginformasikan loop atau zona kebakaran saja.

Untuk dapat memberitahukan alamat ID suatu detektor, diperlukan sebuah monitor modul. Apabila detektor konvensional akan dijadikan addressable, maka dia harus dihubungkan dulu ke monitor modul yang terpisah.

Kekurangan dari sistem addressable adalah masalah harga. Terlebih jika menerapkan fully addressable, dimana jumlah modul sama dengan jumlah detektor. Solusinya yaitu panel dan jaringannya menggunakan addressable dan satu modul melayani beberapa detektor konvensional. Cara ini disebut dengan semi-addressable.


(33)

15

Dalam panel addressable tidak terdapat terminal Zone L-C, melainkan terminal loop. Dalam satu loop bisa dipasang sampai dengan 125-127 modul. Artinya jumlah detektornya bisa sampai 127 titik atau 127 zona fully addressable hanya dalam satu loop saja. Jadi untuk model panel addressable berkapasitas 1-loop sudah bisa menampung 127 titik detektor (127 zona). Jenis panel addressable 2-loop artinya bisa menampung 2 x 127 modul atau sama dengan 254 zona dan seterusnya.

Pada bagian depan panel fire alarm tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan aktivitas sistem dan kesalahan yang terjadi sekecil apapun.

Tabel 2.2 Jenis indikator pada panel fine alarm

Nama indikator Fungsi

ZONE Pemberitahuan lokasi kebakaran (fire) dan kabel putus (zone fault)

POWER Pemberitahuan kondisi pasokan listrik pada sistem BATTERY Pemberitahuan kondisi baterai (penuh atau lemah) ATTENTION Pemberitahuan salah atau tidaknya posisi switch ACCUMULATION Pemberitahuan jika akan terjadi deteksi dan sederet

indikator lain

Pengujian berkala perlu dilakukan sedikitnya dua kali dalam setahun guna memastikan keseluruhan sistem bekerja dengan baik. 2.1.5 Komponen Penyusun Sistem Fire Alarm

Dalam sistem fire alarm terdapat sebuah manual station yang terdiri dari manual call point, indicator lamp, dan fire bell.

Gambar 2.11 Tiga serangkai sistem fire alarm

(Sumber: engineeringbuilding.blogspot.co.id/2011/06/ tentang-fire-alarm-sistem.html)


(34)

16

Disebut juga dengan emergency break glass, yang mengaktifkan sirine tanda kebakaran (fire bell) secara manual dengan cara memecah-kan kaca atau plastik transparan di bagian tengahnya. Di dalamnya hanya berupa saklar biasa yang berupa microswitch atau tombol tekan.

Sedangkan fire bell mengeluarkan bunyi alarm yang bersuara nyaring dan mempunyai jarak rambat yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar dari dari panel fire alarm adalah 24VDC. Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda adanya kebakaran. Di dalamnya hanya berupa lampu bohlam (bulb) berdaya 30V/2W atau lampu LED berarus rendah.

Remote indicating lamp akan menyala saat terjadi kebakaran. Lampu ini dipasang di luar ruangan tertutup (closed room), seperti ruang panel listrik, ruang genset, ruang pompa dan semisalnya, dengan maksud agar gejala kebakaran di dalam dapat diketahui oleh orang di luar melalui nyala lampu (http://engineeringbuilding.blogspot.co.id/2011/06/tentang-fire-alar m-sistem.html, diakses pada 2 September 2016, pukul 11.34 WIB).

2.2 Sistem Tata Suara Publik

Sistem tata suara pada suatu bangunan selain berfungsi sebagai sarana informasi publik, juga berfungsi sebagai sistem keamanan dan tanda bahaya. Sebagai contoh, saat terjadi kebakaran di suatu titik gedung maka sistem tata suara memberikan prioritas sinyal untuk membunyikan sirine atau panduan evakuasi ke seluruh bangunan.

Gambar 2.12 Proses Pengolahan Sistem Tata Suara INPUT

1.Mikrofon 2.Pemutar CD 3.Radio 4.Dan lain-lain

DIGITAL AUDIO MIXER

RECEIVER/ POWER AMPLIFIER

SPEAKER SELECTOR

SWITCH

OUTPUT 1.Ceiling speaker

2.Horn speaker


(35)

17

1. Power Amplifier

Power amplifier berfungsi untuk menguatkan daya dari sinyal input yang masih lemah agar menghasilkan suara yang kuat. Berikut ini adalah penjelasan dari setiap bagian pada sebuah power amplifier.

Gambar 2.13 Proses pada sebuah power amplifier (Sumber:

elektronikdot.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-amplifier.html)

a. Bagian input: bertugas untuk meyalurkan sinyal suara yang berasal dari tape recorder, microphone, dan sumber suara lain, menuju amplifier. Bagian input mempunyai nilai impedansi yang tinggi dibanding bagian outputnya untuk menyesuaikan impedansi sumber arus amplifier tersebut.

b. Penguat mula (pre-amplifier) berfungsi untuk memperkuat sinyal input yang masih lemah. Untuk menghubungkan rangkaian penguat satu dengan yang lain dibutuhkan sebuah komponen (resistor, kapasitor, maupun transformator) sebagai kopling (penghubung) untuk mengurangi kerusakan komponen aktif akibat konsleting. c. Pengatur nada (tone control) berfungsi untuk menyesuaikan

frekuensi-frekuensi tertentu sehingga diperoleh nada yang diinginkan. Terdapat dua jenis pengatur nada yaitu pengatur nada rendah bass dan nada tinggi treble. Seiring dengan perkembangan amplifier, saat ini sudah dilengkapi pengatur nada sedang mid dan filter untuk menyaring suara atau menghilangkan noise.

d. Penguat akhir berfungsi memperkuat sinyal suara yang telah diolah pada bagian penguat mula atau pre-amplifier dan tone control. Bagian ini disebut juga penguat daya (power amplifier) (http://


(36)

18

elektronikdot.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-amplifier.html, di-akses pada 8 Oktober 2016, pukul 13.21 WIB).

2. Digital mixer

Mixer sendiri berarti pencampur, audio mixer berfungsi sebagai sebuah titik kumpul dari setiap input (mikrofon) yang terpasang, mengatur besarnya level suara agar seimbang, menjadikannya salura dua kanal (L-R untuk stereo dan satu untuk mono), kemudian mengirimkannya ke cross-over aktif baru diumpan ke power amplifier dan akan dikeluarkan melalui speaker.

Mixing console menerima berbagai sumber suara. Bisa dari mikrofon, alat musik, CD player, tape deck, atau DAT. Sebuah mixing console harus mempunyai input gain yang baik dan pengaturan equalizer yang juga baik, sehingga dapat dilakukan pengaturan yang lebih sempurna dan optimal terhadap setiap input mikrofon, atau apapun yang menjadi sumber suaranya (https://id.wikipedia.org/wiki/ Audio_Mixer, diakses pada 8 Oktober 2016, pukul 9.18 WIB).

3. Speaker selector switch

Speaker selector switch berfungsi membagi sinyal audio yang datang dari penerima atau amplifier dan mengirimkan sinyal audio yang sama untuk dua atau lebih set speaker. Gambar 2.14 menunjukkan speaker selector switch berada di antara receiver/power amplifier dan keluaran (output) berupa 4 pasang speaker yang berbeda jenis. Jika menghendaki salah satu atau beberapa speaker tertentu saja yang mengeluarkan suara, cukup menekan tombol sesuai indikator speaker yang diinginkan (http://www.audioholics.com/diy-audio/how-to-use-a-speaker-selector-for-multi-room-audio, diakses 17 Oktober 2016, pukul 20.26 WIB).


(37)

19

Gambar 2.14 Speaker selectorswitch

(Sumber: www.audioholics.com/diy-audio/how-to-use-a-speaker -selector-for-multi-room-audio)

4. Mikrofon

Mikrofon dinamis merupakan jenis mikrofon yang menggunakan prinsip kerja induksi. Getaran suara yang masuk menggerakkan membran lalu membrane akan menggerakkan moving coil. Getaran moving coil akan menyebabkan timbulnya aliran listrik. Aliran listrik yang berupa gelombang listrik seirama dengan getaran suara yang diterima. Mikrofon dinamis tidak memiliki amplifier internal dan biasanya tidak memerlukan baterai atau daya eksternal.

Salah satu jenis mikrofon yang sering dipakai pada ruang publik atau suatu bangunan bertingkat adalah paging microphone, dilengkapi tombol pilihan atau tombol kontrol yang menjadi satu dengan mikrofon, digunakan sesuai dengan kebutuhan pemakai.

Gambar 2.15 Paging microphone

(Sumber: www.homonypa.com/products/audio-matrix-system-3/paging-microphones/paging-microphone-hpm-088-mh/) 5. Loud Speaker/speaker

Jenis speaker yang digunakan dalam sebuah sistem tata suara rumah sakit adalah horn speaker, ceiling speaker dan column speaker. Horn speaker adalah termasuk jenis outdoor speaker (luar ruangan) karena radius suara yang cukup jauh dan kualitas suaranya jelas. Speaker ini ideal dipasang di tempat terbuka atau luas seperti tempat


(38)

20

parkir, lapangan, taman, dan ruang terbuka lainnya. Untuk speaker yang digunakan di dalam ruangan (indoor) di antaranya adalah ceiling speaker dan column speaker.

Gambar 2.16 Horn speaker, ceiling speaker dan columnspeaker (Sumber: images.google.com)

6. Sound System Terminal Box

Sound system terminal box berfungsi sebagai kotak penghubung antara peralatan utama dengan speaker atau output sebuah sistem tata suara. Misalnya kabel instalasi dari ceiling atau horn speaker di hubungkan melalui kabel instalasi melalui terminal box, dan dari terminal box ke peralatan utama.

7. Kabel

Kabel yang digunakan dalam instalasi sistem tata suara adalah kabel NYMHY 2×1.5 mm, yaitu kabel yang mempunyai beberapa inti berserabut yang umum digunakan untuk instalasi listrik yang pemasangannya di atap atau ditanam di dinding.

Karena sistem tata suara rumah sakit ini juga digunakan sebagai sistem keamanan dan sistem tanda bahaya maka harus digunakan pula kabel yang tahan api saat terjadi bahaya kebakaran. Kabel yang dimaksud yaitu kabel FRC (fire resistant cable) 2×2.5 mm yang digunakan sebagai kabel penghubung ke emergency speaker.

Gambar 2.17 Kabel FRC

(Sumber: amtehnik.indonetwork.co.id/product/kabel-frc-heli-3-x-2-5mm-3598267)


(39)

21

2.3 Sistem Jaringan Telepon dalam Gedung

Sistem jaringan telepon dalam bangunan dimulai dari saluran Telkom ke fasilitas PABX (Private Automatic Branch Exchange), selanjutnya dihubungkan ke kotak induk (MDF- Main Distribution Frame). Melalui kabel distribusi (DC- Distribution Cable) jaringan telepon disebarkan ke kotak terminal yang ada tiap lantai bangunan. Dari kotak terminal ini jaringan telepon diteruskan ke setiap pesawat telepon. Instalasi jaringan telepon meggunakan kabel berisolasi plastik yang dimasukkan dalam pipa PVC.

Komponen-komponen yang digunakan dalam instalasi telepon di dalam gedung di antaranya sebagai berikut.

1. Pair adalah satuan jumlah kabel telepon, karena instalasi telepon PABX minimal menggunakan kabel 2 pasang (2×2).

2. Terminal Box (TB) adalah kotak yang berfungsi sebagai penghubung antara kabel dari penyedia layanan telepon (dalam hal ini adalah PT. Telkom) dan kabel ITC (Indoor Telephone Cable) yang mengarah ke MDF (Main Distribution Frame).

3. Main Distribution Frame (MDF) adalah sebuah kabinet bertemunya seluruh sambungan instalasi telepon, baik dari cabang maupun dari luar (CO Line). MDF ini memiliki dua sisi koneksi, 1 sisi koneksi untuk kabel dari TB, IDF maupun dari Telkom (CO line). Sedangkan sisi lainnya murni dari unit PABX. Kedua sisi tersebut nantinya dihubungkan menggunakan kabel jumper (hubung), kabel 1 core yang dililit sepasang, berwarna hitam-putih, atau merah-biru menggunakan terminal sistem sisip LSA.

4. Intermediate Distribution Frame (IDF) adalah penghubung antara TB dan MDF.

5. LSA adalah jenis terminal sisip.

6. Arester adalah pengaman PABX dari bahaya petir, biasanya dihubungkan dengan sistem grounding (pentanahan).


(40)

22

7. Indoor telephone cable (ITC) adalah kabel yang digunakan untuk instalasi jaringan telepon dalam gedung. Kabel jenis ini biasanya dipasang di dalam tembok, di atas plafond, terlindung dari tekanan, panas maupun air. Biasanya kabel ini dipasang dengan pipa HIC (high impac conduit).

Gambar 2.18 Kabel ITC

(Sumber: szwangdong03.en.ec21.com/50_Pair_25_Pair _Indoor--7174296_7215218.html)

8. Outdoor telephone cable (OTC) adalah kabel telepon untuk digunakan di luar gedung. Kabel ini adalah kabel telepon multipair yang diisolasi dengan PVC dan polyethylene serta spiral baja. Jika pemasangan di tiang telepon makanya diselubungi dengan aluminium, jika dipasang dalam tanah diselubungi petrojelly atau biasa disebut jelly steel. Ukuran kabel umumnya yang dipakai 0,6 mm2.

Gambar 2.19 Kabel Jelly Armoured

(Sumber: daqiang01.en.ec21.com/Jelly_Filled_Armoured_ Underground_Outdoor--3323003_3446834.html)

9. Central Unit/PABX/PBX (Private Automatic Branch eXchange) atau dalam bahasa Indonesia STO (Sentral Telepon Otomat) adalah sebuah perangkat yang mengatur panggilan yang masuk serta meneruskan panggilan ke nomor tujuannya, cukup dengan menekan nomor tujuannya (nomor extension).


(41)

23

Gambar 2.20 PABX Merk Panasonic

(Sumber: https://faxservicepoint.wordpress.com/category/pabx/) Sistem PABX memiliki beberapa/banyak sambungan kabel yang mengarah pada sebuah switchboard. Kata branch yang berarti cabang pada nama PABX mengacu kepada banyaknya sambungan yang dihubungkan ke PABX. Alat PABX merupakan teknologi canggih karena dapat digunakan sebagai telepon, modem dan mesin fax, serta bisa digunakan sebagai alat komunikasi internal dalam sebuah gedung. Ukuran atau parameter PABX dalam kapasitas jumlah line telkom yang tersambung ke PABX dan jumlah extension (cabang). Mulai dari kapasitas satuan, puluhan, ratusan maupun ribuan extension (http:// yayasoraya16.blogspot.co.id/2015/02/penjelasan-pbx-dan-pabx.html, diakses pada 18 Oktober 2016, pukul 18.00 WIB).

10. Single Line Telephone (SLT) adalah istilah yang digunakan untuk telepon konvensional seperti telepon rumahan. Teknologi telepon analog hanyalah proses di mana teknologi mengambil audio atau sinyal video dan menerjemahkannya ke dalam getar elektronik. Juga dikenal sebagai Plain Old Telephone Service (POTS), ini adalah standar pendukung telepon analog, mesin fax dan modem.

2.4 Sistem Jaringan Data dan Wifi dalam Gedung 2.4.1 Sistem Jaringan Data

Beberapa faktor kebutuhan terhadap instalasi jaringan data/jaringan komputer antara lain sebagai berikut.

1. Jenis layanan yang diberikan jaringan

Adalah servis yang dilakukan oleh jaringan dan jenis jaringan yang akan dibuat seperti LAN, MAN, database server, dan lain-lain.


(42)

24

2. Skalabilitas

Berkenaan dengan besar atau kecilnya jaringan, dibagi menjadi skala kecil (<50 workstation), skala menengah (<250 workstation), dan skala besar (>250 workstation).

3. Expandable (perluasan jaringan) 4. Kondisi ruangan dan gedung 5. Media transmisi

Pemilihan media transmisi berpengaruh pada kecepatan transfer data. a. Kabel

Copper media (media transmisi yang terbuat dari tembaga, terbagi menjadi twisted pair (UTP dan STP) dan coaxial.

STP (Shielded Twisted Pair)

Terdiri dari 4 dawai atau lebih kawat tembaga yang dibagi menjadi beberapa pasang (pair), lalu dipilin menjadi satu. Kecepatan dan keluaran transmisi mencapai 10–100 Mbps. Panjang kabel maksimal yang diizinkan yaitu 100 meter (pendek). Media dan ukuran konektor yang dibutuhkan kecil dan menggunakan konektor RJ-11 untuk koneksinya. Pemeliharaan-nya mudah dan jika terjadi kerusakan pada salah satu saluran kabel jaringan, tidak akan mengganggu jaringan secara keselu-ruhan. Grounding perlu diberikan pada setiap ujung kabel karena lapisan pelindungnya bukan bagian dari sirkuit data. Kabel jaringan STP (Shielded Twisted Pair) tidak dapat dipakai dengan jarak lebih jauh tanpa bantuan perangkat penguat (repeater). Kelebihan kabel STP ini mempunyai ketahanan terhadap interferensi gelombang elektromagnetik karena lapisan alumi-nium foilnya. Selain itu kabel STP mempunyai performa yang baik dalam menghantarkan suatu data.

Kekurangan dari kabel STP antara lain atenuasi yang dihasilkan oleh kabel STP ini berpotensi meningkat di dalam frekuensi yang tinggi, ini juga bisa berdampak kepada timbulnya suatu crosstalk


(43)

25

dan sinyal noise, serta harganya yang mahal. Instalasi dari kabel STP ini cukup sulit karena ketebalannya (http://www.habibullah url.com/2016/03/pengertian-fungsi-kabel-stp.html, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 8.57 WIB).

UTP (Unshielded Twisted Pair)

Bagian dalam kabel jaringan UTP (Unshielded Twisted Pair) terdiri dari dua kawat tembaga yang dibagi menjadi 4 pasang (pair), lalu dipilin menjadi satu. Tiap-tiap pair atau dawai kawat tembaga dilapisi insulator yang memiliki warna-warna unik. Kecepatan dan keluaran transmisi mencapai 10–100 Mbps. Panjang kabel maksimal yang diizinkan yaitu 100 meter (pendek). Biaya rata-rata untuk setiap node-nya termasuk murah. Kabel UTP bertegangan 150 ohm dan hanya mampu menangani satu kanal data (yang bekerja pada baseband). Konektor menggunakan RJ-45 untuk koneksinya. Kabel kategori 6 adalah standar kabel UTP dengan sertifikasi resmi paling tinggi. Kabel ini hampir sama dengan CAT5E namun telah memenuhi standar yang lebih ketat bukan hanya soal kerapatan lilitan tiap pasang kabel namun juga termasuk tingkat penyaluran data, isolator kabel dan pelindung tiap pasang kabel. Dengan lilitan semakin rapat, ditambah semakin baik isolator dan pemisahan tiap pasang kabel maka semakin rendah noise atau berkurangnya sinyal sehingga CAT6 mampu menyalurkan data dengan bandwidth tertinggi di kelasnya. Kabel CAT6 biasanya terdiri dari empat pasang kabel tembaga. Jika melakukan instalasi jaringan 1000 Mbps atau Gigabit LAN, kabel UTP tipe inilah yang harus digunakan (http://teknodaily.com/pengertian-kabel-jaringan-utp-kelebihan-dan-kekurangannya, diakses 27 Oktober 2016, pukul 9.04 WIB).

 Optical media


(44)

26

1) Single mode adalah fiber glass tunggal dengan diameter 8.3-10 mikrometer, memiliki satu jenis transmisi yang dapat mengantarkan data berkapasitas besar dengan kecepatan tinggi untuk jarak jauh.

2) Multi mode terbuat dari fiber glass dengan diameter 50-100 mikrometer yang dapat mengantarkan data berkapasitas besar dengan kecepatan tinggi untuk jarak menengah. 3) Plastic optical fiber berfungsi sebagai petunjuk cahaya dari

ujung kabel ke ujung kabel lainnya. b. Nirkabel (wireless)

Media transmisi wireless menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi. Gelombang elektromagnetiknya mempunyai frekuensi 2.4 GHz dan 5 GHz.

6. Bandwidth

Menunjukkan lebar pita/kapasitas saluran informasi). 7. Topologi jaringan

Topologi merupakan diagram yang mewakili cara komputer terhubung dalam jaringan. Lima macam topologi jaringan antara lain mesh, tree (pohon), bus, star (bintang) dan ring (cincin).

8. Perangkat keras (hardware) jaringan komputer

Selain komputer itu sendiri, beberapa tambahan hardware dalam sebuah sistem jaringan data antara lain sebagai berikut.

a) Server; server didukung prosesor yang bersifat scalable dan RAM yang besar, juga dilengkapi dengan sistem operasi khusus, yang disebut sebagai sistem operasi jaringan atau network operating system.

b) NIC; Network interfaces card/network adapter menghubungkan komputer ke kabel yang digunakan pada local area network (LAN). Kartu jaringan atau network interface card (NIC) menjadi syarat utama komputer terhubung dalam jaringan, setiap komputer minimal mempunyai satu kartu. Kartu ini didesain sebagai


(45)

Ether-27

net card/token ring card atau fiber distributed data interface (FDDI).

c) Modem; Suatu piranti komputer digunakan untuk melakukan koneksi ke internet, khususnya melalui saluran telepon.

d) Bridge; Menghubungkan/menjembatani jaringan yang berbeda. e) Repeater; Adalah suatu peralatan jaringan yang berfungsi untuk

memperkuat sinyal yang akan dikirim agar dapat diteruskan ke komputer lain pada jarak yang jauh.

f) Hub; Berfungsi untuk menggabungkan beberapa komputer menjadi satu buah kelompok jaringan.

g) Switch; Berfungsi untuk menghubungkan kabel-kabel UTP (kate-gori 5/5e) komputer yang satu dengan komputer yang lain. Jenis switch yang umum digunakan adalah switch layer 2 atau layer 3. Switch layer 2 adalah sebuah bentuk switch Ethernet yang melaku-kan switching terhadap paket dengan melihat alamat fisiknya (MAC address). Switch jenis ini bekerja pada lapisan data-link (atau lapisan kedua) dalam OSI Reference Model. Sedangkan switch layer 3 melakukan switching terhadap paket data melalui internet protocol (IP) address. Switch ini bekerja pada lapisan network.

h) Router; Menghubungkan jaringan yang berbeda. Router memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mampu meneruskan data ke alamat-alamat tujuan yang berada pada jaringan yang berbeda. 9. Perangkat lunak (software) jaringan komputer

Perangkat lunak jaringan terdiri dari driver interface (NIC), sistem operasi jaringan atau network operating system (NOS), aplikasi ja-ringan, aplikasi manajemen, aplikasi diagnostic/monitoring dan aplika-si backup. Driver menjembatani kartu jaringan dengan perangkat lunak jaringan di sisi server maupun workstation. Network operating system berjalan di server dan bertanggungjawab untuk memproses request (permintaan), mengatur jaringan dan mengendalikan layanan dan


(46)

28

perangkat ke semua workstation (https://www.scribd.com/doc/97911 642/Perancangan-Instalasi-Jaringan-Komputer-Publish, diakses pada 20 Oktober 2016, pukul 13.45 WIB).

2.4.2 Sistem Wifi

Wi-Fi adalah sebuah teknologi terkenal yang memanfaatkan peralatan elektronik untuk bertukar data secara nirkabel (menggunakan gelombang radio) melalui sebuah jaringan komputer, termasuk koneksi internet berkecepatan tinggi. Wi-Fi Alliance mendefinisikan Wi-Fi sebagai “produk jaringan wilayah lokal nirkabel (WLAN) apapun yang didasarkan pada standar Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) 802.11”. IEEE 802.11 adalah serangkaian spesifikasi kendali akses medium dan lapisan fisik untuk mengimplementasikan komunikasi komputer wireless local area network di frekuensi 2.4, 3.6, 5, dan 60 GHz (https://id.wikipedia. org/wiki/Wi-Fi, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 9.47 WIB).

IEEE 802.11a adalah standar wifi dengan frekuensi 5GHz. Wifi dengan standar ini memiliki data rate sebesar 6 Mbps-54 Mbps. Daya jangkau maksimun yang dapat dicapai oleh sinyal dari wifi tipe ini adalah kurang lebih 60 meter. Jangkauan maksimum ini hanya dapat dicapai pada data rate 6 Mbps. Jika memaksimalkan data rate sampai sebesar 54 Mbps maka daya jangkaunya hanya sejauh kurang lebih 22 meter.

Standar 802.11b adalah yang paling banyak digunakan saat ini yang mempunyai daya jangkau maksimun 350 ft (105 meter). Jangkauan maksi-mum ini hanya dapat dicapai pada data rate 1Mbps. Jika memaksimalkan data rate sebesar 11Mbps maka daya jangkaunya menjadi 50 meter, meng-gunakan rentang frekuensi 2,4 GHz.

IEEE 802.11g adalah standar wifi dengan frekuensi 2.4 GHz. Wifi dengan standar ini memiliki data rate sebesar 6Mbps-54Mbps. Daya jang-kau maksimun yang dapat dicapai kurang lebih 300 ft atau 90 meter. Jangkauan maksimum ini hanya dapat dicapai pada data rate 6Mbps. Jika


(47)

29

memaksimalkan data rate sampai sebesar 54Mbps maka daya jangkaunya menjadi 30 meter.

Terlihat bahwa semakin rendah frekuensinya maka semakin jauh daya jangkau sinyalnya meskipun dengan data rate yang sama. Faktor yang mempengaruhi kecepatan akses internet sistem WiFi atau WLAN ini antara lain jumlah pengguna, adanya penghalang antara titik access point dengan pengguna, dan kekuatan sinyal jaringan (http: //www.norisanto.com/wireless /berapa-jauh-daya-jangkau-sinyal-wi-fi-2-4-ghz-dan-5-ghz/, diakses pada 27 Oktober 2016, pukul 9.29 WIB).

2.5 Sistem Master Antena Television (MATV)

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahap pembuatan desain jalur jaringan sistem MATV antara lain memperkirakan perangkat-perangkat yang akan dipakai dan jumlahnya serta kebutuhan kabel yang diperlukan. Sebuah sistem MATV terdiri atas bagian antenna, head-end (sentral MATV) dan bagian distribusi.

2.5.1 Antenna

Ada beberapa sumber siaran MATV dalam suatu gedung, diantaranya sumber siaran dari terestrial TV lokal dan sumber siaran dari satelit. Sumber siaran dari terestrial TV Lokal bisanya menggunakan antena Yagi sedang sumber siaran dari satelit menggunakan antena parabola.

Gambar 2.21 Antena Parabola dan Antena Yagi (Sumber: images.google.com)

2.5.2 Head-end MATV

Sebuah head-end MATV tersusun dari beberapa satellite receiver sesuai dengan jumlah channel siaran yang akan dipancarkan melalui kabel. Setiap keluaran dari satellite receiver yang berupa AV menjadi input bagi


(48)

30

modulator, lalu diubah menjadi sinyal RF dengan alokasi frekuensi dari VHF-UHF. Keluaran RF ini akan dikumpulkan dalam sebuah combiner dan dikuatkan oleh head-end amplifier. Baru kemudian didistribusikan melalui jaringan sistem distribusi kepada para pelanggan.

1. Digital satellite receiver; Digital satellite receiver berfungsi untuk mengubah sinyal satelit yang ditangkap oleh antena parabola menjadi sinyal audio dan video sehingga dapat dilihat melalui televisi.

2. Modulator; Modulator berfungsi untuk mengubah sinyal audio video dari satellite receiver menjadi sinyal RF, dalam pengaturan alokasi fre-kuensi dari siaran, modulator yang memegang peranan penting, di samping itu pada modulator ini berfungsi pula untuk menguatkan atau melemahkan sinyal audio maupun video sesuai dengan keinginan. 3. Power combiner & power divider; Adalah alat yang digunakan untuk

menggabungkan (power combiner) atau membagi (power divider) beberapa sinyal RF dari modulator sesuai jumlah siaran yang akan didistribusikan.

4. Amplifier; Adalah alat yang digunakan untuk menguatkan sinyal RF dari combiner untuk selanjutnya bisa didistribusikan ke jaringan distribusi. Terdapat dua jenis amplifier dalam sistem head-end yaitu master head ampilifier dan programmable gain amplifier (PGA). PGA adalah penguat elektronik dimana gain dapat dikontrol oleh sinyal digital atau analog eksternal.

5. Power supply; Berfungsi untuk mengalirkan tegangan AC pada pe-rangkat aktif jaringan (amplifier).

2.5.3 Sistem Distribusi 1. Splitter

Splitter berfungsi membagi satu sinyal masukan menjadi beberapa sinyal keluaran. Penggunaan splitter dikarenakan terbatasnya jumlah keluaran pada amplifier sehingga dengan penggunaan splitter arah jaringan kabel coaxial/RG kepelanggan dapat diperbanyak. Beberapa


(49)

31

hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan splitter adalah besaran redaman (splitterloss), respon frekuensi dan jumlah keluaran splitter.

Gambar 2.22 Splitter

(Sumber: www.bvsat.com/products/4-way-satellite-TV-splitter -1125679.html)

2. TAP; TAP berfungsi sebagai terminal pembagi ke client dari jaringan yang dibangun. Nilai TAP pertama dan TAP berikutnya berbeda-beda. Semakin dekat dengan amplifier/booster nilai TAP akan semakin besar.

3. Outlet TV; Tempat terhubungnya kabel dari splitter ke TV.

4. Kabel; Sistem distribusi MATV menggunakan media kabel baik kabel RG atau kabel serat optik yang tentunya mempunyai fungsi dan karateristik yang berbeda. Jenis kabel coaxial RG yang digunakan untuk hubungan dari splitter adalah coaxial RG11, sedangkan untuk menghubungkan dari splitter ke outlet TV digunakan jenis coaxial RG6. Penggunaan kabel coaxial RG akan membawa dampak adanya losses, setiap merk kabel mempunyai tingkat losses yang berbeda-beda. Untuk mengukur losses digunakan metode pengukuran kekuatan dB dalam satu roll kabel menggunakan dB meter.

Gambar 2.23 Kabel coaxial RG6 dan RG11

(Sumber: ingenieria.tvc.mx/kb/a2067/diferencias-cables-coaxial-rg59-rg6-y-rg11.aspx)

2.5.4 Faktor Antenna

Pengujian daya sinyal menggunakan alat dB meter agar dapat menghasilkan level input outlet TV yang baik yaitu antara 70-80 dB, yang


(50)

32

disesuaikan dengan losses yang ada. Jika kurang dari nilai tersebut maka tampilan TV akan berbintik-bintik, jika berlebihan maka tampilan gambar TV bergaris atau bergelombang. Berikut adalah parameter yang berpengaruh pada penerimaan sinyal siaran televisi.

Pfs (dB) = Po (dB) + Gant Tx (dB) – Apl (dB) + Gant Rx (dB) … (1) Dimana:

Pfs (dB) : Level Field Strength (dB) Po (dB) : Power Output Pemancar (dB) Gant Tx (dB) : Gain antenna pemancar (dB) Apl (dB) : Attenuasi Path Loss (dB) Gant Rx (dB) : Gain antenna penerima (dB)

TAP dengan nilai 26 dB mempunyai arti sinyal yang masuk ke outlet TV dari jaringan backbone dikurangi 26 dB. Jika sinyal dari jaringan 30 dB, melewati TAP 26 dB maka sinyal yang diterima di outlet TV hanya tinggal 4 dB saja. Selain nilai TAP loss, perlu diperhitungkan loss dari kabel atau konektor yang digunakan. Jika sinyal 30 dB melewati TAP kedua 23 dB dengan loss konektor 3 dB maka sinyal yang sampai di outlet adalah 4 dB.

2.6 Sistem Closed-Circuit Television (CCTV)

Perangkat CCTV yang akan digunakan yaitu jenis IP CCTV atau Internet Protocol (IP) Network Camera/IP Cam, adalah jenis kamera video digital yang memanfaatkan jaringan network TCP/IP untuk mentransmisikan datanya. Perbedaan analog CCTV dengan IP CCTV/ IP camera adalah pada sinyal yang ditransmisikan dari kamera. Sistem CCTV analog menggunakan transmisi sinyal analog via kabel coaxial, sedangkan sistem IP CCTV dengan IP camera menggunakan transmisi sinyal digital melalui jaringan TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

IP Network Video Surveillance memiliki pilihan resolusi lebih tinggi dengan kualitas gambar dan pembesaran gambar (zoom) yang lebih baik, mengikuti tingkat resolusi maksimum yang ada di IP kamera. Pada sistem


(51)

33

CCTV IP, Real-time Monitoring dapat dilakukan dengan menggunakan desktop software (PC/Mac), internet browser, dan mobile apps (iOS, Android). Pemantauan gabungan berbagai kamera dan alat perekam NVR di lokasi yang berbeda juga dapat dilakukan bersamaan atau simultaneous dari jarak jauh secara real-time dengan menggunakan Video Management Software (VMS) dan Central Monitoring Station (CMS), yang terhubung dengan jaringan internet (http://www.aetherica.com/ip_camera.html, diakses pada 3 November 2016, pukul 21.37 WIB).

2.6.1 Komponen Sistem CCTV

1) BNC (Bayonet Neill Concelman) connector

Tipe konektor RF yang dipasang di ujung kabel coaxial sebagai penghubung kamera CCTV dan alat perekam DVR atau secara langsung ke monitor CCTV.

Gambar 2.24 Konektor BNC

(Sumber: rudysantrie.blogspot.co.id/2012/03/perancangan-sistem-cctv.html)

2) Kabel coaxial

Jenis kabel yang biasa digunakan untuk mengirim sinyal video dari kamera CCTV ke monitor. RG 59 merupakan kabel coaxial yang paling ideal digunakan karena selain spesifikasinya yang tepat untuk sistem CCTV juga mudah dalam pengerjaan instalasinya.Kabel RG 59 memiliki atenuasi (pelemahan sinyal) yang paling tinggi, sehingga berpengaruh terhadap jarak maksimal. Atenuasi yang paling rendah dimiliki oleh kabel RG 11 sehingga memiliki jarak maksimum yang lebih panjang.


(52)

34

Tabel 2.3 Tabel karakteristik kabel coaxial RG59-RG6-RG11

Tipe Kabel RG Jarak Maximum Diameter

RG-59 230 meter s/d 300 meter 6.35 mm

RG-6 300 meter s/d 450 meter 7 mm

RG-11 450 meter s/d 600 meter 10 mm

3) Konektor RJ-45

Digunakan untuk konektor dari kamera CCTV ke komputer untuk membentuk jaringan (hanya berlaku pada CCTV berbasis internet). 4) Kabel UTP

Kabel yang digunakan bersamaan dengan konektor RJ-45. 5) Kabel power

Digunakan untuk pengantar tegangan suplai 220VAC ke adaptor atau power supply kamera CCTV. Kabel yang biasa digunakan adalah NYA (2×1.5mm) atau NYM (3×2.5mm). Instalasi kabel power ini disarankan menggunakan pipa high impact conduit.

6) Adaptor dan power supply

Merupakan perangkat yang menyuplai tegangan kerja ke kamera CCTV, pada umumnya tegangan yang digunakan yaitu 12VDC. Hal ini tergantung pada jenis atau tipe kamera yang digunakan.

7) Kamera CCTV

Penentuan jenis kamera CCTV yang akan digunakan berdasarkan kebutuhan dan anggaran serta utilitasnya.

8) Network Video Recorder (NVR)

Perekaman kamera IP menggunakan NVR berbasis software yang diinstalasikan dalam PC workstation atau server, atau menggunakan Network Video Recorder (NVR) dalam bentuk dedicated device (hardware) dengan berbagai pilihan jenis dan ukuran. Sebuah NVR dapat menerima dan merekam hingga 128 IP kamera dengan kapasitas perekaman hingga 40 Terrabytes (TB), serta dapat mentransmisikan video ke user/client hingga 300 channel secara simultan.


(53)

35

9) Monitor CCTV

Berfungsi menampilkan keseluruhan gambar dari kamera sesuai masukan ke DVR maupun multiplexer.

Gambar 2.25 Sistem Perancangan IP CCTV

(Sumber: http://www.aetherica.com/images/n6-pg_ip-cctv_network-video-surveillance.png)

2.6.2 Menghitung Kapasitas Harddisk NVR

Kapasitas ruang penyimpanan dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kapasitas NVR =

… (2)

Ukuran video per jam =

… (3)

Sebagai contoh, sebuah kantor menggunakan 8 NVR video dan audio recording dengan data rate 512 Kb/s merekam 12 jam sehari selama 15 hari. Langkah pertama perhitungan besar ukuran video per jamnya


(1)

For more Information

please call

1-800-Belden1

General Description:

RG-6/U Type, 18 AWG solid .040" bare copper conductor, gas-injected foam HDPE insulation, Duofoil® +

tinned copper braid shield (95% coverage), PVC jacket.

Usage (Overall)

Suitable Applications: SMPTE 2081-1 6 Gb/s UHDTV, SMPTE 424M 3 Gb/s HD-SDI 1080p

Physical Characteristics (Overall)

Conductor

AWG:

# Coax AWG Stranding Conductor Material Dia. (in.)

1 18 Solid BC - Bare Copper .040

Total Number of Conductors: 1

Insulation

Insulation Material:

Insulation Material Dia. (in.)

Gas-injected FHDPE - Foam High Density Polyethylene .180

Outer Shield

Outer Shield Material:

Layer # Outer Shield Trade Name Type Outer Shield Material Coverage (%)

1 Duofoil® Tape Aluminum Foil-Polyester Tape-Aluminum Foil 100

2 Braid TC - Tinned Copper 95

Outer Jacket

Outer Jacket Material: Outer Jacket Material

PVC - Polyvinyl Chloride

Overall Cable

Overall Nominal Diameter: 0.274 in.

Mechanical Characteristics (Overall)

Operating Temperature Range: -30°C To +75°C

Bulk Cable Weight: 41 lbs/1000 ft.

Max. Recommended Pulling Tension: 69 lbs.

Min. Bend Radius/Minor Axis: 2.750 in.

Applicable Specifications and Agency Compliance (Overall)

Applicable Standards & Environmental Programs

NEC/(UL) Specification: CMR

CEC/C(UL) Specification: CMG

EU Directive 2011/65/EU (ROHS II): Yes

EU CE Mark: Yes

EU Directive 2000/53/EC (ELV): Yes

EU Directive 2002/95/EC (RoHS): Yes

EU RoHS Compliance Date (mm/dd/yyyy): 01/01/2004

EU Directive 2002/96/EC (WEEE): Yes

EU Directive 2003/11/EC (BFR): Yes

CA Prop 65 (CJ for Wire & Cable): Yes

MII Order #39 (China RoHS): Yes

RG Type: 6/U


(2)

RG Type: 6/U

Flame Test

UL Flame Test: UL1666 Vertical Shaft

CSA Flame Test: FT4

Suitability

Suitability - Indoor: Yes

Suitability - Outdoor: Yes - Black only.

Suitability - Aerial: Yes - Black only, when supported by messenger wire.

Suitability - Burial: No

Plenum/Non-Plenum

Plenum (Y/N): No

Plenum Number: 1695A

Electrical Characteristics (Overall)

Nom. Characteristic Impedance:

Impedance (Ohm)

75

Nom. Inductance: Inductance (µH/ft)

0.106

Nom. Capacitance Conductor to Shield: Capacitance (pF/ft)

16.2

Nominal Velocity of Propagation: VP (%)

82

Nominal Delay: Delay (ns/ft)

1.24

Nom. Conductor DC Resistance: DCR @ 20°C (Ohm/1000 ft)

6.4

Nominal Outer Shield DC Resistance: DCR @ 20°C (Ohm/1000 ft)

2.8

Nom. Attenuation:

Freq. (MHz) Attenuation (dB/100 ft.)

1.000 0.240 3.580 0.440 5.000 0.520 6.000 0.570 7.000 0.610 10.000 0.710 12.000 0.780 25.000 1.080 67.500 1.650 71.500 1.690 88.500 1.860 100.000 1.950 135.000 2.240 143.000 2.300 180.000 2.570 270.000 3.170 360.000 3.690 540.000 4.500 720.000 5.300 750.000 5.400 1000.000 6.300 1500.000 7.800 2000.000 9.200 2250.000 9.800


(3)

4500.000 14.500 6000.000 17.700

Max. Operating Voltage - UL: Voltage

300 V RMS

Other Electrical Characteristic 1: TDR Impedance: 75 +/- 1.5 Ohms

Other Electrical Characteristic 2: Return Loss: Fixed bridge and termination.

Minimum Return Loss:

Start Freq. (MHz) Stop Freq. (MHz) Min. RL (dB)

5.000 1600.000 23.000 1600.000 4500.000 21.000 4500.000 6000.000 15.000

Sweep Test

Sweep Testing: 100&#37; Sweep tested 5 MHz to 6 GHz.

Misc. Information (Overall)

Notes (Overall)

Notes:Also available in 4.5 GHz multi-coax bundled versions. See 7710A through 7713A.

Put Ups and Colors:

Item # Putup Ship Weight Color Notes Item Desc

1694A N3UN1000 1,000 FT 45.000 LB GREEN, MIL #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC 1694A N3U1000 1,000 FT 45.000 LB GREEN, MIL C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC 1694A N3U5000 5,000 FT 225.000 LB GREEN, MIL C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0011000 1,000 FT 45.000 LB BROWN C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0015000 5,000 FT 225.000 LB BROWN C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0021000 1,000 FT 45.000 LB RED C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0025000 5,000 FT 225.000 LB RED C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0031000 1,000 FT 45.000 LB ORANGE C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 004N1000 1,000 FT 45.000 LB YELLOW #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0041000 1,000 FT 45.000 LB YELLOW C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0061000 1,000 FT 45.000 LB BLUE, LIGHT C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC 1694A 0065000 5,000 FT 225.000 LB BLUE, LIGHT C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0071000 1,000 FT 45.000 LB VIOLET C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0075000 5,000 FT 225.000 LB VIOLET C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0081000 1,000 FT 45.000 LB GRAY C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0085000 5,000 FT 225.000 LB GRAY C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 009N1000 1,000 FT 45.000 LB WHITE #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0091000 1,000 FT 45.000 LB WHITE C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 010N1000 1,000 FT 45.000 LB BLACK #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0101000 1,000 FT 45.000 LB BLACK C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 010500 500 FT 22.500 LB BLACK C #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

1694A 0105000 5,000 FT 225.000 LB BLACK C N #18 PE/GIFHDPE SH FR PVC

Notes:

C = CRATE REEL PUT-UP.

N = FINAL PUT-UP LENGTH MAY VARY -0% TO +10% FROM LENGTH SHOWN.

Revision Number: 17 Revision Date: 06-17-2016 © 2016 Belden, Inc

All Rights Reserved.

Although Belden makes every reasonable effort to ensure their accuracy at the time of this publication, information and specifications described herein are subject to error or omission and to change without notice, and the listing of such information and specifications does not ensure product availability.

Belden provides the information and specifications herein on an "AS IS" basis, with no representations or warranties, whether express, statutory or implied. In no event will Belden be liable for any damages (including consequential, indirect, incidental, special, punitive, or exemplary damages) whatsoever, even if Belden has been advised of the possibility of such damages, whether in an action under contract, negligence or any other theory, arising out of or in connection with the use, or inability to use, the information or specifications described herein.

All sales of Belden products are subject to Belden's standard terms and conditions of sale.

Belden believes this product to be in compliance with EU RoHS (Directive 2002/95/EC, 27-Jan-2003). Material manufactured prior to the compliance date may be in stock at Belden facilities and in our Distributor’s inventory. The information provided in this Product Disclosure, and the identification of materials listed as reportable or restricted within the Product Disclosure, is correct to the best of Belden’s knowledge, information, and belief at the date of its publication. The information provided in this Product Disclosure is designed only as a general guide for the safe handling, storage, and any other operation of the product itself or the one that it becomes a part of. This Product Disclosure is not to be considered a warranty or quality specification. Regulatory information is for guidance purposes only. Product users are responsible for determining the applicability of legislation and regulations based on their individual usage of the product.

Belden declares this product to be in compliance with EU LVD (Low Voltage Directive 2014/35/EU).


(4)

For more Information

please call

1-800-Belden1

General Description:

14 AWG solid .064" bare copper conductor, gas-injected foam HDPE insulation, bare copper double

shields (95% and 80% coverage), polyethylene jacket.

Physical Characteristics (Overall)

Conductor

AWG:

# Coax AWG Stranding Conductor Material Dia. (in.) 1 14 Solid BC - Bare Copper .064

Total Number of Conductors: 1

Insulation

Insulation Material:

Insulation Material Dia. (in.) Gas-injected FHDPE - Foam High Density Polyethylene .285

Inner Shield

Inner Shield Material:

Type Inner Shield Material Coverage (%) Braid BC - Bare Copper 95

Inner Jacket

Inner Jacket Material:

Inner Jacket Material Nom. Dia. (in.) PE - Polyethylene .365

Outer Shield

Outer Shield Material:

Type Outer Shield Material Coverage (%) Braid BC - Bare Copper 80

Outer Jacket

Outer Jacket Material: Outer Jacket Material PE - Polyethylene

Overall Cable

Overall Nominal Diameter: 0.475 in.

Mechanical Characteristics (Overall)

Operating Temperature Range: -55°C To +80°C Non-UL Temperature Rating: 80°C Bulk Cable Weight: 112 lbs/1000 ft. Max. Recommended Pulling Tension: 170 lbs. Min. Bend Radius/Minor Axis: 5 in.

Applicable Specifications and Agency Compliance (Overall)

Applicable Standards & Environmental Programs

EU Directive 2011/65/EU (ROHS II): Yes

EU CE Mark: No

EU Directive 2000/53/EC (ELV): Yes EU Directive 2002/95/EC (RoHS): Yes EU RoHS Compliance Date (mm/dd/yyyy): 01/01/2004 EU Directive 2002/96/EC (WEEE): Yes


(5)

CA Prop 65 (CJ for Wire & Cable): Yes MII Order #39 (China RoHS): Yes

RG Type: 11/U

Suitability

Suitability - Indoor: Yes

Suitability - Outdoor: Yes

Suitability - Aerial: Yes, when supported by a messenger wire

Suitability - Burial: Yes

Plenum/Non-Plenum

Plenum (Y/N): No

Electrical Characteristics (Overall)

Nom. Characteristic Impedance: Impedance (Ohm) 75

Nom. Inductance: Inductance (µH/ft) 0.097

Nom. Capacitance Conductor to Shield: Capacitance (pF/ft)

16.1

Nominal Velocity of Propagation: VP (%)

84 Nominal Delay:

Delay (ns/ft) 1.20

Nom. Conductor DC Resistance: DCR @ 20°C (Ohm/1000 ft) 2.600

Nom. Inner Shield DC Resistance: DCR @ 20°C (Ohm/1000 ft) 1.700

Nominal Outer Shield DC Resistance: DCR @ 20°C (Ohm/1000 ft) 1.500

Nom. Attenuation:

Freq. (MHz) Attenuation (dB/100 ft.) 1.000 0.140

3.600 0.300 10.000 0.400 71.500 1.100 135.000 1.600 270.000 2.300 360.000 2.600 540.000 3.300 720.000 3.800 750.000 4.000 1000.000 4.600 1500.000 5.900 2250.000 7.400 3000.000 9.000 4500.000 12.500 Max. Operating Voltage - Non-UL:

Voltage 300 V RMS Minimum Return Loss:

Start Freq. (MHz) Stop Freq. (MHz) Min. RL (dB) 5.000 850.000 21.000 850.000 4500.000 15.000


(6)

Sweep Test

Sweep Testing: 100&#37; Sweep tested 5 MHz to 4.5 GHz.

Put Ups and Colors:

Item # Putup Ship Weight Color Notes Item Desc

8233 0101000 1,000 FT 119.000 LB BLACK C RG-11/U TYPE TRIAX 8233 0102000 2,000 FT 240.000 LB BLACK C RG-11/U TYPE TRIAX 8233 010500 500 FT 63.000 LB BLACK C RG-11/U TYPE TRIAX Notes:

C = CRATE REEL PUT-UP.

Revision Number: 3 Revision Date: 06-26-2013 © 2016 Belden, Inc

All Rights Reserved.

Although Belden makes every reasonable effort to ensure their accuracy at the time of this publication, information and specifications described herein are subject to error or omission and to change without notice, and the listing of such information and specifications does not ensure product availability.

Belden provides the information and specifications herein on an "AS IS" basis, with no representations or warranties, whether express, statutory or implied. In no event will Belden be liable for any damages (including consequential, indirect, incidental, special, punitive, or exemplary damages) whatsoever, even if Belden has been advised of the possibility of such damages, whether in an action under contract, negligence or any other theory, arising out of or in connection with the use, or inability to use, the information or specifications described herein.

All sales of Belden products are subject to Belden's standard terms and conditions of sale.

Belden believes this product to be in compliance with EU RoHS (Directive 2002/95/EC, 27-Jan-2003). Material manufactured prior to the compliance date may be in stock at Belden facilities and in our Distributor’s inventory. The information provided in this Product Disclosure, and the identification of materials listed as reportable or restricted within the Product Disclosure, is correct to the best of Belden’s knowledge, information, and belief at the date of its publication. The information provided in this Product Disclosure is designed only as a general guide for the safe handling, storage, and any other operation of the product itself or the one that it becomes a part of. This Product Disclosure is not to be considered a warranty or quality specification. Regulatory information is for guidance purposes only. Product users are responsible for determining the applicability of legislation and regulations based on their individual usage of the product.