BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Negara Kesatuan yang dinyatakan dengan jelas dalam UUD 1945 sebelum dan
setelah amandemen yaitu Pada Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi : “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. ”Penegasan prinsip
negara kesatuan tersebut diperjelas kembali pada Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 setalah amandemen yang menyatakan : “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah – daerah provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang – undang. Melalui interprestasi
gramatikal pada rumusan pasal 18 ayat 1 UUD 1945 setelah amandemen diketahui bahwa pembagian satuan - satuan pemerintahan daerah dalam negara
kesatuan dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia atau disingkat NKRI tersusun secara bertingkat hierarki antara daerah provinsi dan
kabupatenkota.
1
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, hal ini terlihat dalam UUD 1945 pada
Pasal 18 ayat 2 yang berbunyi: “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan”. Pasal tersebut menyatakan adanya pemberian kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi
1
Titik Triwulan Tutik., Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen UUD 1945, Jakarta : Kencana Pernada Group,2010, hal .243
Universitas Sumatera Utara
Daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau dengan kata lain daerah diberi keleluasaan untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
2
Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat konstitusi dan merupakan esensi dari pasal 18 UUD 1945. Indonesia sampai saat ini telah
memiliki delapan undang – undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah
dengan masing – masing corak dan kecenderungan yaitu :
1. Undang – Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah;
2. Undang – Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah;
3. Undang – Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan
di Daerah; 4.
Undang – Undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
5. Undang – Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah; 6.
Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 7.
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 8.
Undang – Undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU
No. 32 Tahun 2004.
3
Secara substansi seluruh undang – undang tentang pemerintahan daerah
di Indonesia mengatur tentang bentuk susunan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara normatif undang
– undang tersebut mampu mengikuti
2
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Permasyarakatan UUD1945 Dan Ketetapan MPR, Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI, 2013, hal.123
3
Mirza Nasution, Pertangungjawaban Gubernur Dalam Negara Kesatuan Indonesia, Medan : PT SOFMEDIA, 2011, hal.7
Universitas Sumatera Utara
perkembangan perubahan kepemerintahan daerah sesuai dengan zamannya. Secara empiris Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan undang
– undang sebelumnya memberikan implikasi terhadap kedudukan dan peran formal
kekuasaan eksekutif lebih dominan dari kekuasaan legislatif daerah. Dalam undang
– undang tersebut kedudukan kepala daerah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif memiliki kewenangan yang lebih besar daripada kekuasaan DPRD
sebagai pelaksana kekuasaan legislatif. Sedangkan kelahiran Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah lahir untuk menjawab tuntutan
reformasi yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan DPRD berbalik menjadi lebih kuat dibandingkan dengan kekuasaan eksekutif.
4
Undang –
undang ini membawa terobosan baru diantaranya ialah tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah, tetapi menempatkan DPRD sebagai
badan legislatif daerah.
5
Implikasi dari penguatan peran dan fungsi DPRD tersebut dalam praktiknya ternyata tidak selalu membawa kestabilan. Oleh karena
menimbulkan banyak penyimpangan, diantaranya semangat kedaerahan yang tidak terkendali, politisasi aparat pemerintah, arogansi lembaga DPRD,
Pengawasan keuangan daerah yang timpang dan ketidakseimbangan wewenang antara DPRD dan Kepala Daerah dalam penyusunan Peraturan Daerah.
6
Maka undang
– undang ini diganti dengan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal.54
5
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005, hal.339
6
Hamid, Edy Suandi dan Sobirin Malian, Memperkokoh Otonomi Daerah, Yogyakarta:UII Press, 2004, hal.161
Universitas Sumatera Utara
Sistem pemerintah daerah yang berdasarkan pada Undang – Undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggunakan asas desentralisasi dan otonomi menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah.
7
Otonomi daerah merupakan pengaplikasian dari teori desentralisasi.
8
Undang – Undang ini
kemudian direvisi menjadi Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Perubahan penting dalam undang – undang ini
mengakomodasi calon kepala daerah perseorangan independen dalam pemilihan kepala daerah.
9
Kehadiran Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah tidak menggantikan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah tetapi hanya menyempurnakan dan melengkapi undang
– undang tersebut. Penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap mengikuti pengaturan Undang
– Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hal ini dapat dilihat pada bagian menimbang dalam Undang
– Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang
– Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan alasan dilakukannya perubahan
dikarenakan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
belum mengatur mengenai calon kepala daerah perseorangan, pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah baik dikarenakan menggantikan kepala
daerah, atau dikarenakan keadaan dari wakil kepala daerah itu sendiri.
7
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung : PT. Alumni, 2008, hal.24
8
Ibid.,hal.21
9
Mirza Nasution, Op. Cit, hal.119
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa; “Penyelenggara Pemerintahan
Daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.” Penyelenggaraan urusan Pemerintahan menurut Undang
– Undang No. 32 Tahun 2004 Pada Pasal 1 angka 2 adalah Pemerintahan Daerah yang terdiri dari
Pemerintah Daerah dan DPRD. Yang dimaksud dengan pemerintah daerah dalam undang-undang ini adalah Gubernur, Bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Pasal 1 angka 3. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Otonomi daerah sebagai aplikasi desentralisasi dalam konteks hubungan
hierarki dikaitkan dengan pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan secara vertikal diartikan sebagai berikut :
Penyerahan kepada atau membiarkan setiap pemerintahan yang lebih rendah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu secara penuh baik
mengenai asas – asas maupun cara menjalankannya wewenang mengatur dan
mengurus asas, dan cara menjalankannya.
10
Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota,
berwenang untuk membuat peraturan daerah untuk menyelenggarakan urusan otonomi daerah.
11
Pemerintahan Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 ayat 5 yang berbunyi ; “ Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
10
Titik Triwulan Tutik., Op.cit.hal.254
11
Siswanto Sunarno, Op.cit, hal.37
Universitas Sumatera Utara
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Peraturan Daerah Perda ditetapkan oleh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD.
12
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya dalam penulisan ini akan disebut dengan kata “DPRD” adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
13
Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa fungsi yaitu legislasi, pengawasan, dan
anggaran. Pengertian fungsi legislasi dapat dilihat dari kata “legislasi” yang berasal dari Bahasa Inggris “legislation” yang berarti 1 perundang-undangan
dan 2 pembuatan undang-undang. Sementara itu kata “legislation” berasal dari
kata kerja “to legislate” yang berarti mengatur atau membuat undang-undang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, kata legislasi berarti pembuatan undang-undang. Dengan demikian, fungsi legislasi adalah fungsi membuat
undang-undang.
14
Fungsi pengawasan atau kontrol ialah pengawasan oleh lembaga legislatif terhadap aktifitas eksekutif agar sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan. Fungsi anggaran ialah fungsi yang diwujudkan dalam perencanaan, penyusunan, pembentukan anggaran pembelanjaan daerah.
Dari ketiga fungsi tersebut, dalam berbagai peraturan perundang –
undangan di Indonesia, fungsi legislasi ini biasanya memang dianggap yang
12
Pasal 136 ayat 1 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
13
Pasal 1 angka 4 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
14
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2010, hal.78
Universitas Sumatera Utara
paling penting. Menurut Jimly Asshiddiqie fungsi legislasi menyangkut empat bentuk kegiatan sebagai berikut :
15
1. Prakarsa pembuatan undang – undang legislative initiation;
2. Pembahasan rancangan undang – undang law making process;
3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang – undang law
enactment approval; 4.
Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen
– dokumen hukum yang mengikat lainnya Binding decision making on international
agreement and treaties or other legal binding documents.
Dalam melaksanakan fungsi legislasi ini lembaga perwakilan termasuk DPRD memiliki tiga hak yaitu : Pertama, hak inisiatif prakarsa, Kedua, hak
amandemen usul perubahan peraturan , Ketiga, hak budget anggaran.
16
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah
dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah mempunyai fungsi legislasi . Secara umum yang dimaksud dengan fungsi legislasi
adalah fungsi untuk membuat peraturan daerah. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah
provinsi danatau peraturan daerah kabupatenkota.
17
Menurut Undang – Undang
No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Dari
pernyataan tersebut jelas bahwa DPRD memiliki kewenangan dalam membentuk Perda.
15
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal.34
16
M.Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Bandung : Mandar Maju, 2008, hal.102
17
Pasal 1 angka 10 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam membentuk Perda tertuang dalam Undang - Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
yang diperjelas pada Pasal 42 huruf a dan b yang menyatakan bahwa; a.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan
bersama. b.
DPRD membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
Kekuasaan membentuk Perda yang diberikan undang – undang kepada
pemerintah daerah dilengkapi dengan pemberian hak inisiatif. Hak inisiatif ialah hak memprakarsai peraturan yaitu hak mengajukan usul rancangan peraturan
daerah kepada pemerintah daerah.
18
Dalam Undang - Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai hak inisiatif, hak inisiatif dimiliki
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur sebagai kepala pemerintahan. Tetapi undang
– undang ini memberikan hak inisiatif yang lebih banyak kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dapat kita lihat dalam
ketentuan pada Pasal 140 ayat 1 yang menyatakan bahwa; “Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau BupatiWalikota.” Berdasarkan
ketentuan diatas berarti Gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah juga memiliki wewenang yang sama dengan DPRD dalam pembentukan Peraturan
Daerah. Namun pada ayat 2 dinyatakan dengan tegas yakni; “Apabila dalam satu
18
M.Solly Lubis, Op.cit, hal.71
Universitas Sumatera Utara
masa sidang, DPRD dan Gubernur atau BupatiWalikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah
rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau BupatiWalikota digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.” Ketentuan ini kemudian ditegaskan kembali pada Pasal 31 dalam Undang
– Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
– Undangan yang menjadi acuan dalam pembentukan peraturan perundang
– undangan termasuk peraturan daerah . Namun, undang – undang tersebut tidak membedakan pengaturan mengenai Perda Provinsi dengan Perda
Kabupaten Kota. Sedangkan dalam Undang – Undang No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan yang menggantikan
Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang – Undangan memisahkan pengaturan mengenai rancangan peraturan
daerah provinsi dengan rancangan pengaturan daerah kabupaten kota. Pengaturan mengenai rancangan peraturan daerah provinsi diatur dengan jelas pada Pasal 62
yang berbunyi ; “Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai materi yang
sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah yang
disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.” Walaupun Undang
– Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
– Undangan memisahkan pengaturan mengenai pengaturan rancangan peraturan daerah provinsi dengan rancangan peraturan daerah
Universitas Sumatera Utara
kabupaten kota tetapi ketentuan mengenai pengaturan rancangan peraturan daerah kabupaten kota tetap mengikuti ketentuan mengenai rancangan perda
provinsi. Pemisahan pengaturan ini hanya untuk menjelaskan pembagian daerah dalam pemerintahan bahwa Indonesia sebagai Negara Kesatuan terdiri dari
beberapa daerah provinsi dimana daerah provinsi tersebut terbagi ke dalam beberapa kabupaten dan kota.
Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu daerah provinsi, tentu mempunyai struktur pemerintahan daerah yang sama dengan daerah-daerah
provinsi lainnya di Indonesia, yaitu adanya pemerintah daerah dan lembaga perwakilan rakyat daerah yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah otonom berwenang memanfaatkan wilayahnya untuk melakukan suatu pembangunan dalam berbagai aspek untuk
kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Untuk mencapai kesejahteraan rakyat, maka perlu adanya suatu peraturan daerah.
Pembentukan Perda merupakan esensi dari fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPRD sebagai lembaga perwakilan daerah dan unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa undang –
undang telah memberikan wewenang yang lebih kepada DPRD untuk membentuk Perda. Akan tetapi, DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009
– 2014 hanya menetapkan sebanyak 38 Perda selama tahun 2009 - 2014. Dari 38 Perda yang
ditetapkan hanya ada 4 Perda yang berasal dari usulan DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009
– 2014.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul
“FUNGSI LEGISLASI DPRD Suatu Kajian Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009
– 2014.”
B. Perumusan Masalah