PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM KE

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM KEDUDUKANNYA
SEBAGAI LEMBAGA LEGISLATIF
(TINJAUAN TERHADAP PASAL 18 AYAT 6 UUD 1945)

Makalah ini disusun dalam memenuhi tugas Teori dan Hukum Konstitusi
Oleh:
1. Anajeng Esri Edi Mahanani
(14/371170/PHK/8172)
2. Aryani Widhiastuti
(14/371187/PHK/8175)
3. Lutpi Majidi
(14/371279/PHK/8184)
4. Nareswari Kencana
(14/371385/PHK/8196)
5. Sulthan Muhammad Yus
(14/371187/PHK/

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia mendeklarasikan bentuk negara dalam Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
NRI 1945) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implikasi dari
bentuk negara kesatuan dengan kondisi geografis negara berkepulauan,

melahirkan upaya penyelenggaraan negara melalui asas desentralisasi dalam
kerangka otonomi daerah, hal ini ditujukan guna meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pengelolaan negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang. Pembagian tersebut merupakan perwujudan pelaksanaan fungsi
dan prinsip otonomi daerah dengan pembagian daerah-daerah otonom, hal ini
sebagaimana dimaksud dalam konstitusi Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945.
Dalam upaya penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah, dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya, hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU No.32 Tahun 2004).
Implikasinya, daerah kemudian memperoleh suatu kewenangan yang sangat luas
yang sebelumnya tidak pernah didapat sebelum reformasi.
Reformasi telah memberikan kebijakan melalui otonomi daerah kepada
daerah otonom,

melalui pemberian kewenangan berupa sebagaian besar

kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang ditentukan oleh undangundang, untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing sesuai dengan
aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan mengatur dan mengurus merupakan
kebijakan yang diberikan secara nyata kepada daerah untuk dilakukan oleh suatu
pemerintahan daerah yang terdiri dari eksekutif dan legislatif.
Guna legalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka
mengatur dan mengurus daerahnya, Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memerlukan suatu bentuk peraturan daerah
(perda). Hak untuk membentuk perda guna mendukung upaya penyelenggaraan
pemerintahan daerah diberikan dan ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (6) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
NRI 1945), yang berbunyi: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”, yang perancangannya dapat diajukan oleh Kepala Daerah maupun

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal

140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi: “Rancangan
Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”.
Peraturan daerah dengan kajian apapun yang dibentuk oleh dua unsur
penyelenggara pemerintah daerah sekaligus pemangku wewenang legislasi dapat
dipastikan memiliki dampak terhadap masyarakat, hal tersebut sejalan dengan
sebagaimana tujuan hukum ada untuk masyarakat 1. Tujuan dari pembentukan
hukum, berimplikasi pada diharapkannya suatu peraturan daerah dapat
mencerminkan kebijakan yang pro rakyat. Kedua lembaga tersebut diharapkan
dapat bekerja sama dalam peranannya mewujudkan kebijakan pemerintahan yang
tercermin dalam peraturan daerah yang pro terhadap kehendak rakyat sebagai
pemegang kedaulatan yang sesungguhnya.
Pola hubungan tersebut tidak terlepas dari prinsip kedaulatan rakyat yang
dianut di Indonesia. Negara yang menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat
mengatur bahwa rakyatlah yang memiliki hak untuk berdaulat, dimana kedudukan
rakyat yang berdaulat hakekatnya memiliki suatu keinginan secara umum
(general will). Hal ini bisa dilihat pada pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar, menunjukkan bahwa ada sebuah penegasan bahwa kekuasaan maupun

hukum harus diperuntukan dan mengabdi untuk kepentingan rakyat. Sehingga
berbagai decision dalam bentuk policy maupun normatif berupa undang-undang
tentu bersifat mengikat bagi semua masyarakat.2
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi perwakilan, kedaulatan
rakyat yang tercermin dalam tiap pengambilan kebijakan peraturan daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, diperankan atau
diwakili oleh institusi yang dinamakan legislatif, sebagaimana konsep yang mirip
dikemukakan oleh Strong, bahwa lembaga legislatif merupakan kekuasaan
pemerintahan yang mengurusi pembuatan hukum, sejauh hukum tersebut
memerlukan kekuatan undang-undang (statutory force). Hal ini juga mengingat

1

Satjipto Rahardjo.2009. Hukum Progresif; Aksi, Bukan Teks . J a k a r t a : R a j a w a l i .

2

Sastro M Wantu..... Memperkuat Fungsi Legislasi DPRD sebagai Format Policy Dalam Euphoria
Otonomi Daerah.Hlm.2.


bahwa lembaga legislatif di Indonesia merupakan lembaga yang memiliki fungsi
sebagai lembaga perwakilan rakyat.3
Fungsi legislasi di daerah yang diperankan oleh DPRD sangat penting
untuk dioptimalkan, mengingat keberadaaan DPRD merupakan representasi
rakyat yang dilembagakan. Idealnya, dengan diberikannya fungsi legislasi, DPRD
dapat memberikan kontribusi lebih banyak dalam membangun daerah melalui
politik legislasi daerah. Namun kenyataannya, peraturan daerah yang muncul di
berbagai daerah yang berasal dari inisitif DPRD masih sangat terbatas, walaupun
secara usulan pengajuan rancangan peraturan daerah juga dapat dilakukan oleh
eksekutif, dalam hal ini KDH.
Berdasarkan hasil penelitian terkait pelaksanaan fungsi legislasi di Kota
Kudus Jawa Tengah tahun 2010 misalnya, dengan menyoroti pelaksanaan fungsi
legislasi DPRD Kota Kudus tahun 2004-2009 oleh Marfian Rifki (2010) diperoleh
simpulan bahwa pelaksanaan fungsi legislasi tersebut belum terlaksana dengan
baik, terbukti dengan tidak adanya peraturan daerah usulan atau inisiatif DPRD
setempat yang lolos dalam pembahasan, dan hanya sampai pada tahap usulan
rancangan peraturan daerah kepada pimpinan DPRD Kudus. Hal serupa juga
berhasil diteliti oleh Angga Sulistyo Pamungkas (2009), yang menunjukkan
pelaksanaan fungsi legislasi dengan tolak ukur pembentukan peraturan daerah
usulan atau inisiatif DPRD Kabupaten Wonogiri tidak berjalan dengan baik. Hal

ini ditunjukkan dengan data peraturan daerah periode tahun 2004-2009 yang
kesemuanya berasal dari prakarsa eksekutif. Penelitian terakhir (2014) dengan
topik bahasan implementasi fungsi legislasi DPRD Kota Surakarta periode 20092013, menyuguhkan data yang menunjukkan bahwa dari 51 buah perda Kota
Surakarta, hanya 6 buah perda yang berasal dari inisatif DPRD.4
Kasus-kasus tersebut di atas, menurut hemat penulis memperlihatkan
ketimpangan antara harapan keberadaan lembaga legislatif sekaligus badan
perwakilan rakyat yang melekat kepada DPRD dengan kondisi yang ada di tiap
daerah otonom, khususnya dalam hal pembentukan perda. Untuk itu, dirasa perlu
untuk kemudian diadakan kajian terhadap pelaksanaan fungsi legislasi DPRD
3

4

Strong, C.F, 1975, Modern Political Constitution: An Introduction To The Comparative Study Of
History And Exising From, Sidwick And Jackson. London.Hlm.8
Anajeng.2014.Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Kota Surakarta dalam Kerangka
Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Skripsi.

sehingga nanti akan menjawab hipotesa penulis terkait perlu adanya penguatan
fungsi legislasi DPRD yang didasarkan pada konstitusi UUD NRI 1945.

B. Rumusan Masalah:
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis akan mengkaji berdasarkan dua
topik bahasan, yakni:
1.
Bagaimana tinjauan kedudukan DPRD sebagai lembaga legislatif
2.

pelaksana fungsi legislasi?
Apakah perlu diadakan penguatan fungsi legislasi yang melekat pada
DPRD?

BAB II
PEMBAHASAN
A.

KEDUDUKAN

DPRD

SEBAGAI


LEMBAGA

LEGISLATIF

PELAKSANA FUNGSI LEGISLASI.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, badan perwakilan

rakyat (local

representative body) yang dikenal di Indonesia sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) memiliki beberapa fungsi, salah satunya dan yang dibahas dalam
kajian ini adalah fungsi legislasi, yakni sebagai wahana utama untuk
merefleksikan keinginan dan kehendak rakyat sebagai kepentingan bersama yang
harus dijunjung tinggi. Fungsi kontrol dan fungsi anggaran yang kemudian juga
melekat pada DPRD sebagai lembaga legislatif di daerah, akan terlaksana secara
lebih efektif apabila fungsi legislasi DPRD dapat lebih ditegaskan.
Penulis dalam hal ini akan mengkaji betapa diperlukannya penguatan
fungsi legislasi DPRD dalam kedudukannya sebagai lembaga legislatif
berdasarkan alasan-alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, yang nantinya akan

menjawab bahwa fungsi legislasi yang dimiliki DPRD merupakan fungsi yang

seharusnya melekat kuat dalam diri DPRD. Alasan-alasan tersebut sebagaimana
penulis telaah sebagai berikut:
1. Alasan Filosofis-Sosiologis
“Kerakyatan yang dipimpin

Oleh

Hikmat

Kebijaksanaan

dalam

Permusyawaratan Perwakilan”, bunyi sila ke-empat Pancasila tersebut
merupakan dasar asal muasal pemahaman DPRD sebagai badan
perwakilan rakyat. Sila ke-4 merupakan penjelmaan dasar politik Negara,
yakni Negara berkedaulatan rakyat, yang kemudian memberikan arti
Indonesia sebagai negara demokrasi.5

Konsep perwakilan ini merupakan konsep perwakilan rakyat dalam ranah
politik/pengambilan kebijakan penguasa. Lembaga ini dibangun oleh para
wakil rakyat dengan fungsi utama merealisasikan kekuasaan rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Dalam perwakilannya, DPRD memiliki
dua peran tanggung, yakni sebagai Badan legislatif dalam artian
perwakilan rakyat (a representative assembly), yang dipilih untuk
menghubungkan kepentingan konstituen dengan kebijakan yang akan
diambil penguasa. Selain itu, DPRD juga memiliki peran sebagai lembaga
pembuat peraturan daerah (a law making institution). Artinya, DPRD juga
memiliki fungsi untuk menyusun pembuatan perda yang merupakan
kebijakan berimplikasi pada rakyat secara langsung maupun tidak.
Diharapkan, dengan fungsi DPRD sebagai badan perwakilan rakyat yang
memiliki fungsi legislasi menjadi jawaban bahwa DPRD sebagai lembaga
yang legitimate untuk mewakili rakyat beserta kehendak-kehendak rakyat
guna dituangkan dalam kebijakan yang nantinya dibahas dengan KDH
guna sebesar-besarnya kebutuhan masyarakat daerah.
Adanya fungsi keterwakilan yang dimaksud pada demokrasi perwakilan
oleh DPRD ini, ditujukan untuk mengakomodir banyaknya kehendak
masyarakat daerah dari Sabang sampai Merauke, yang berbeda satu
dengan yang lain. Perda yang merupakan wujud hukum yang menciptakan

kepastian, keadilan, dan kemanfaatan untuk rakyat harus benar-benar
dapat dikawal dengan baik oleh anggota dewan selaku pelaksana
perwakilan rakyat.

5

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. Hlm.82

Napitupulu mengutif pendapat Burns menyebutkan , secara teori bahwa
Lembaga Perwakilan Rakyat setidaknya memiliki 6 (enam) fungsi:6
a. Representasi (Perwakilan)
b. Lawmaking (Pembuatan UU)
c. Consensus building (Membangun consensus)
d. Overseeing (Pengawasan)
e. Policy Clarification (Klarifikasi kebijakan)
f. Legitimizing (Memberikan legitimasi)
Di Indonesia, fungsi tersebut disederhanakan menjadi 3 (tiga), yakni
legislation, controling, dan budgeting. Dalam upaya pelaksanaan fungsi
legislasi sekaligus sebagai wujud perwakilan rakyat, adanya fungsi
legislasi yang melekat pada DPRD diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan perda
kebijakan

yang notabenenya merupakan dasar pengambilan

penyelenggaraan

pemerintahan

daerah, sehingga

fungsi

pengawasan akan lebih mudah dilaksanakan ketika dasar yuridis sebagai
aturan “main” penyelenggaraan pemerintahan oleh KDH lahir dari DPRD
berdasarkan aspirasi keinginan masyarakat karena selain sesuai dengan
apa yang dikehendaki masyarakat, DPRD lebih memahami kebijakan yang
tertuang dalam perda tersebut. Otomatis, fungsi anggaran juga dapat
terlaksana dengan lebih baik, apabila fungsi legislasi dapat dilaksanakan
oleh DPRD. Hal ini dikarena adanya fungsi anggaran juga didasarkan pada
APBD yang tertuang dalam perda yang dibahas DPRD dan KDH. Bisa
dibayangkan apabila keaktifan DPRD dalam pembuatan Perda APBD
optimal, maka fungsi anggaran DPRD juga dapat terlaksana dengan baik.
Hal ini kemudian akan berujung pada pemenuhan kebutuhan masyarakat
sebagai salah satu pihak yang mengikat para wakil rakyat melalui kontrak
sosial.
2.

6

Alasan Yuridis Konstitusi

Paimin Napitupulu.2005. Peran dan Pertanggungjawab DPR, Kajian di DPRD Provinsi DKI
Jakarta. Bandung: PT. Alumni Bandung,

a. Kajian DPRD sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat dalam
Kedudukannya sebagai Lembaga (Legislatif) Mitra Kepala
Daerah (Eksekutif)
Berbicara tentang perwakilan rakyat tidak terlepas dari pelaksanaan
kedaulatan rakyat. Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan, bahwa
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar”, merupakan pasal pokok yang menunjukkan bahwa negara
Indonesia berkedaulatan rakyat, dengan kata lain pemegang kekuasaan
tertinggi adalah rakyat. Kedaulatan rakyat yang kemudian diwakilkan
kepada wakilnya (dalam hal ini anggota Dewan) merujuk pada keinginan
rakyat untuk diwakili oleh para wakilnya dalam setiap pelaksanaan fungsi
yang melekat pada lembaga tersebut (legislasi, anggaran dan pengawasan),
sebagaiamana ketiga fungsi tersebut ditegaskan dalam pasal 316 ayat (1)
serta 365 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3.
Dalam hal pembahasan fungsi legislasi yang dimiliki DPRD, fungsi ini
merupakan fungsi utama yang dimiliki DPRD sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat, melalui fungsi ini DPRD berperan menentukan corak
perda yang akan dibentuk bersama KDH, sehingga diharapkan perda yang
nantinya akan terbentuk merupakan perda yang pro rakyat. Tidak ada
executiv heavy sebagaimana yang dianut UU No.5 Tahun 1974, tidak ada
legeslative heavy seperti pada UU No.22 Tahun 1999, karena berdasarkan
tafsiran konstitusi sekaligus UU No.32 Tahun 2004, antara KDH dengan
DPRD tidak saling membawahi.7
Dalam Konstitusi pada Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945,
menjelaskan bahwa dalam pemerintahan daerah baik provinsi, daerah
kabupaten dan kota memiliki DPRD serta Gubernur, Bupati dan Walikota
sebagai kepala pemerintah daerah yang keduanya sama-sama dipilih secara
demokratis. Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004,
yang

berbunyi

“Penyelenggaraan

urusan

Pemerintahan

daerah

dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
7

Sadu Wasistiono&Yonatan Wiyoso.2009.Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Bandung: Fokus Media.

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, justru memperkuat alasan bahwa
kedudukan DPRD dengan KDH adalah sejajar, bersifat kemitraan. Tidak di
antara keduanya saling membawahi satu sama lain. Dengan tugas, pokok
dan fungsi yang melekat pada masing-masing, diharapkan dapat
mewujudkan peranan yang berimbang antara keduanya. Dengan fungsi
legislasi yang dimiliki dari tiga fungsinya sebagai lembaga legislatif,
DPRD memiliki kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk
kewenangan membuat peraturan daerah. Hal ini dipertegas dengan
dilengkapinya DPRD dengan wewenang dan tugas sebagaimana diatur
dalam pasal 317 serta Pasal 366 UU No.32 Tahun 2004 dengan bunyi
pasal sebagai berikut:
a. membentuk peraturan daerah provinsi atau kabupaten/kota
bersama gubernur atau bupati/walikota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan
daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi atau kabupaten/kota yang diajukan oleh gubernur atau
bupati/walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan
kebijakan

lainnya,

pemerintah

daerah

peraturan
dalam

kepala

daerah,

melaksanakan

APBD,
program

pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi
DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi DPRD kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan

pengawasan

dan

meminta

laporan

KPUD

dalam

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Sekaligus dilengkapi pula dengan hak, yang diatur dalam pasal 44 ayat (1),
yang memperkuat bahwa DPRD berhak untuk mengajukan rancangan
peraturan daerah. Sehingga dengan hak yang melengkapi tugas dan
wewenang DPRD dalam membentuk Perda ini diartikan kemudian dalam
Pasal 1 angka 1 UU No.12 Tahun 2011 sebagai kewenangan pembuatan
Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Sementara, sebagai mitra, KDH memiliki tugas dan wewenang
sebagaimana pasal 25 UU No.32 Tahun 2004, sebagai berikut:
a. memimpin

penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama
DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD
kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundangundangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Merujuk pada tafsiran yuridis tersebut di atas, hasil analisis penulis tetap
menetapkan DPRD sebagai pemegang fungsi legislasi utama. Dalam tugas
kewenangan membentuk perda, DPRD selalu ikut dalam tiap alur
pembentukan, dari mulai perencanaan sampai pengundangan dan
penyebarluasan, serta dalam pelaksanaan pun, DPRD dengan fungsi
pengawasan dapat melengkapi fungsi legislasi nya, sehingga sebagai
lembaga legislatif, DPRD merupakan organ yang lengkap memenuhi
kriteria lembaga perwakilan rakyat pemegang kewenangan dalam
menjalankan fungsi legislasi.
Beranjak pada tafsiran bunyi Pasal 140 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004
yang berbunyi, “Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur,
atau Bupati/Walikota”. Tafsiran ini selain mempertegas bahwa rancangan
perda dapat diajukan oleh dua lembaga yang saling bekerja sama sebagai
mitra penyelenggara urusan pemerintahan, juga dilengkapi oleh Pasal
sesudahnya yakni Pasal 140 ayat (2), yang berbunyi: “Apabila dalam satu
masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan
rancangan perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah
rancangan perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan
perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan
sebagai bahan untuk dipersandingkan”. Ini menginterpetasikan, bahwa
peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(perda inisiatif DPRD) lebih diutamakan daripada peraturan daerah yang
berasal dari Kepala Daerah (perda prakarsa eksekutif). Hal tersebut yang
kemudian menjadi dasar untuk mendorong peran DPRD untuk lebih aktif
mencari tahu, menampung, serta mengaspirasi kebutuhan dan kehendak
rakyat sebagai pemegang kedaulatan sesungguhnya, dalam setiap
pembentukan peraturan daerah.
b. Kajian DPRD sebagai Lembaga yang Memiliki Kewenangan sama

dengan DPR 8

8

UUD NRI 1945; UU No.17 Tahun 2014, UU No.32 Tahun 2004

Kriteria
DPR
DPRD
Keanggotaan Pasal 67 UU No.17 Tahun 2014 Pasal 314 dan Pasal 363 UU No.17
dan Pemilu

Tahun 2014
DPR terdiri atas anggota partai politik DPRD provinsi atau kabupaten/kota
peserta pemilihan umum yang dipilih terdiri atas anggota partai politik
melalui pemilihan umum.

peserta pemilihan umum yang dipilih
melalui pemilihan umum.

Pemilu

yang

dimaksud

merupakan Pemilu yang dimaksud merupakan

pemilu legislatif yang didasarkan pada pemilu legislatif yang didasarkan
dasar payung hukum yang sama, yakni pada dasar payung hukum yang
Perwakilan

UU No.8 Tahun 2012.
Pasal 68 UU No.17 Tahun 2014

sama, yakni UU No.8 Tahun 2012.
Pasal 315 dan Pasal 365 UU No.17

Rakyat

Tahun 2014
DPR merupakan lembaga perwakilan
rakyat

yang

berkedudukan

sebagai DPRD provinsi atau kabupaten/kota

lembaga negara.

merupakan

lembaga

perwakilan

rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai

unsur

penyelenggara

pemerintahan daerah provinsi atau
Fungsi

Pasal 69UU No.17 Tahun 2014

kabupaten/kota.
Pasal 316 dan Pasal 365 UU No.17
Tahun 2014

(1) DPR mempunyai fungsi:
(1)
a. legislasi;

DPRD

provinsi

atau

kabupaten/kota mempunyai fungsi:

b. anggaran; dan
c. pengawasan.

a. legislasi;
b. anggaran; dan

(2) Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, c. pengawasan.
dan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka (2)

Ketiga

fungsi

sebagaimana

representasi rakyat, dan juga untuk dimaksud pada ayat (1) dijalankan
mendukung upaya Pemerintah dalam dalam kerangka representasi rakyat
melaksanakan politik luar negeri sesuai di provinsi atau kabupaten/kota.
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 42 UU No.32 Tahun 2004
Pasal 20 ayat (1) jo Pasal 70 UU No.17
Tahun 2014
(1) DPRD mempunyai tugas dan
(1)

Fungsi

legislasi

sebagaimana wewenang:

dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a a. membentuk Perda yang dibahas
dilaksanakan sebagai perwujudan DPR dengan

kepala

daerah

untuk

selaku pemegang kekuasaan membentuk mendapat persetujuan bersama;
Wewenang

undang-undang.
Pasal 71 UU No.17 Tahun 2014

Pasal 317 dan 366 UU No.17 Tahun

dan Tugas

2014
DPR berwenang:
a.

membentuk

undang-undang

yang (1)

DPRD

provinsi

dibahas dengan Presiden untuk mendapat kabupaten/kota
persetujuan bersama;

mempunyai

wewenang dan tugas:

b. memberikan persetujuan atau tidak a.
memberikan

atau

persetujuan

membentuk

terhadap provinsi

peraturan

atau

peraturan pemerintah pengganti undang- bersama

daerah

kabupaten/kota

gubernur

atau

undang yang diajukan oleh Presiden bupati/walikota;
untuk menjadi undang-undang;

b.

membahas

c. membahas rancangan undang-undang persetujuan
yang diajukan oleh Presiden atau DPR daerah
yang berkaitan dengan otonomi daerah, pendapatan
hubungan
pembentukan
penggabungan

pusat
dan

dan

memberikan

rancangan
mengenai
dan

peraturan
anggaran

belanja

daerah

daerah, provinsi atau kabupaten/kota yang

pemekaran

daerah,

dan

serta diajukan

oleh

pengelolaan bupati/walikota;

gubernur

atau

sumber daya alam dan sumber daya c.

melaksanakan

ekonomi lainnya, serta perimbangan terhadap

pengawasan

pelaksanaan

peraturan

keuangan pusat dan daerah, dengan daerah dan anggaran pendapatan dan
mengikutsertakan DPD sebelum diambil belanja

daerah

provinsi

atau

persetujuan bersama antara DPR dan kabupaten/kota;
Presiden;

d. mengusulkan pengangkatan dan

d. memperhatikan pertimbangan DPD pemberhentian

gubernur

dan/atau

atas rancangan undang-undang tentang wakil gubernur kepada Presiden
APBN dan rancangan undang-undang melalui Menteri Dalam Negeri untuk
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, mendapatkan
dan agama;

pengesahan

pengangkatan

dan/atau

pemberhentian;
e. membahas bersama Presiden dengan e. memilih wakil gubernur dalam hal
memperhatikan pertimbangan DPD dan terjadi kekosongan jabatan wakil
memberikan persetujuan atas rancangan gubernur atau bupati/walikota;
undang-undang

tentang APBN

diajukan oleh Presiden;

yang f.

memberikan

pertimbangan

pendapat

kepada

dan

pemerintah

f. membahas dan menindaklanjuti hasil daerah provinsi terhadap rencana
pengawasan yang disampaikan oleh DPD perjanjian internasional di daerah;
atas

pelaksanaan

undang-undang g. memberikan persetujuan terhadap

mengenai otonomi daerah, pembentukan, rencana kerja sama internasional
pemekaran dan penggabungan daerah, yang

dilakukan oleh pemerintah

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan daerah provinsi atau kabupaten/kota;
sumber daya alam dan sumber daya h.

meminta

laporan

keterangan

ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pertanggungjawaban gubernur dalam
pajak, pendidikan, dan agama;
g.

memberikan

persetujuan

penyelenggaraan

pemerintahan

kepada daerah provinsi atau kabupaten/kota;

Presiden untuk menyatakan perang dan i. memberikan persetujuan terhadap
membuat perdamaian dengan negara lain; rencana kerja sama dengan daerah
h.

memberikan

persetujuan

atas lain atau dengan pihak ketiga yang

perjanjian internasional tertentu yang membebani masyarakat dan daerah;
menimbulkan akibat yang luas dan j.

mengupayakan

terlaksananya

mendasar bagi kehidupan rakyat yang kewajiban daerah
terkait dengan beban keuangan negara ketentuan

sesuai dengan

peraturan

perundang-

dan/atau mengharuskan perubahan atau undangan; dan
pembentukan undang-undang;

k. melaksanakan wewenang dan
tugas

(dst......................................)

lain

ketentuan
undangan.

Pasal 72 UU No.17 Tahun 2014
DPR bertugas:
a. menyusun, membahas, menetapkan,
dan menyebarluaskan program legislasi
nasional;
b.

menyusun,

membahas,

menyebarluaskan

rancangan

dan
undang-

undang;
c. menerima rancangan undang-undang
yang diajukan oleh DPD berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
d.

melakukan

pengawasan

terhadap

pelaksanaan undang-undang, APBN, dan
kebijakan pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan

atas

pengelolaan

dan

tanggung jawab keuangan negara yang
disampaikan oleh BPK;

yang
peraturan

diatur

dalam

perundang-

f.

memberikan

pemindahtanganan
menjadi

persetujuan
aset

kewenangannya

terhadap

negara

yang

berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan
dan terhadap perjanjian yang berakibat
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat
yang terkait dengan beban keuangan
negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung,
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
dan
h. melaksanakan tugas lain yang diatur
dalam undang-undang.

Berdasar perbandingan pengaturan kedudukan, tugas pokok, kewenangan
serta fungsi antara DPR dengan DPRD di atas, penulis menilai bahwa
banyak persamaan di antara keduanya. Kedua lembaga tersebut samasama lembaga perwakilan rakyat yang dipilih dalam pemilu legislatif
serentak langsung oleh rakyat. Memiliki fungsi yang sama dengan
pelaksanaan tugas wewenang yang menunjukkan keduanya sebagai
lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk Undang-Undang (bagi
DPR) dan perda (bagi DPRD).
Sama dengan lembaga legislative pusat, yakni DPR, DPRD merupakan
perangkat kekuasaan pemerintah yang sangat berperan dalam memenuhi
berbagai tuntutan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Peran penting dari
lembaga legislative ini ditunjukkan dari tugas yang dipunyainya, antara
lain menetapkan kebijakan publik. Bentuk kebijakan yang ditetapkan
oleh DPR adalah Undang-undang, sedangkan oleh DPRD adalah
Peraturan Daerah (Perda) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Dalam hal fungsi legislatif yang dimiliki oleh DPR dan DPRD,
menunjukkan bahwa dirinya sebagai badan perwakilan rakyat dituntut
untuk senantiasa mampu menampung aspirasi dan kepentingan

masyarakat yang diwakilinya dengan cara memasukannya ke dalam UU,
Peraturan Daerah dan APBD yang dihasilkannya. Memuaskan kehendak
masyarakat atau kemauan umum adalah esensi dari fungsi anggota serta
badan legislatif selaku wakil rakyat. Anggota DPR atau DPRD perlu pula
mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang
datang dari perorangan, maupun dari berbagai kesatuan individu seperti
kekuatan politik, kelompok kepentingan, eksekutif dan sebagainya.
Dengan demikian, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan
berbagai kehendak atau opini tersebut dalam proses perumusan dan
pemutusan kebijakan.9
Ketentuan yang mengatur tentang tugas pokok, fungsi, dan wewenang
DPRD di atas, menempatkan DPRD pada posisi yang strategis, karena
DPRD ikut menentukan keberlangsungan dan masa depan daerah. Fungsi
legislasi di sini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders),untuk
menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh
karena itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah
melalui peraturan daerah sebagai produknya. Di samping itu, sebagai
produk hukum daerah, maka peraturan daerah merupakan komitmen
bersama para pihak pemangku kepentingan daerah yang mempunyai
kekuatan paksa. Dengan demikian fungsi legislasi mempunyai arti yang
sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan
(sebagai social engineering) maupun sebagai pencipta keadilan bagi
masyarakat.
B. Perlunya Penguatan Fungsi Legislasi DPRD sebagai Lembaga Legislatif
(perwakilan rakyat daerah).
Tugas yang merupakan amanah bagi DPRD dalam menyelenggarakan
pemerintahan daerah bersama dengan kepala daerah dilaksanakan atas dasar
yuridis UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
9

Kementerian Sekretariatan Negara.2011. Profil Lembaga Negara Rumpun Legislatif.Jakarta:
Kementarian Sekretariatan Negara.Hlm.25

Rakyat Daerah yang lebih populer dikenal sebagai UU Parlemen, pada Pasal 292
dan 343 ayat (1) juga menyebutkan bahwa “DPRD (Provinsi, Kabupaten/Kota)
mempunyai fungsi: legislasi, anggaran dan pengawasan”. Hal yang sama
ditegaskan juga pada pasal 41 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Fungsi legislasi (pembentukan Perda) merupakan fungsi utama DPRD
sebagai badan legislatif daerah. Marbun mengemukakan, bahwa “fungsi
pembuatan Perda merupakan fungsi utama dan asli dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai badan legislatif. Lewat fungsi ini, DPRD dapat
menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya, baik secara materil maupun
secara fungsional”.10 Fungsi legislasi ini melekat kepada DPRD sebagaimana
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat.
Kemudian apa yang menyebabkan beberapa DPRD di daerah provinsi atau
kabupaten/kota belum dapat optimal dalam melaksanakan fungsi legislasi sebagai
lembaga legislatif? Penulis mengkaji, banyak terdapat tafsiran bunyi peraturan
perundang-undangan terkait (antar pasal) serta kurang jelasnya pengaturan
kedudukan lembaga DPRD di dalam konstitusi. Sedikit menjadi multitafsir ketika
DPRD sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang membentuk perda bersama
atau bupati/walikota, ter-“include” dalam unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. Dalam pasal 19 UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa:
(1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh (satu)
orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.
(2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan
DPRD.
Pengaturan tersebut justru menunjukkan kelemahan UU No.32 Tahun 2004,
yang seolah-olah menempatkan DPRD dalam penyelenggara eksekutif bersama
dengan pemerintah daerah. Hal ini berimbas, adanya perda yang nantinya dibahas
bersama dengan KDH adalah perda yang mendukung secara penuh eksekutif
dengan mengesampingkan kepentingan rakyat daerah yang diwakilinya, karena
penempatan DPRD yang masuk dalam unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
10

B.N. Marbun. 1983. DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Hlm.162

Kedudukan DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersamasama dengan pemerintah daerah menempatkan DPRD berada di bawah kendali
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri karena penyelenggara
pemerintahan daerah di bawah Kementerian Dalam Negeri. Konsekuensi dari
kedudukan DPRD ini menyebabkan berbagai ketentuan pengaturan mengenai
DPRD diatur dalam produk hukum Pemerintah Pusat seperti Peraturan
Pemerintah, Permendagri, dan Surat Edaran. Sebagai akibat dari DPRD sebagai
unsur penyelenggaran pemerintahan daerah, DPRD lebih banyak tunduk kepada
Menteri Dalam Negeri, tunduk pada Peraturan Pemerintah dibandingkan
konstituen yang diwakilinya yaitu rakyat. 11 Padahal disisi lain DPRD merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah yang dipilih langsung oleh rakyat melalui suatu
pemilihan umum. Sebagai lembaga perwakilan rakyat maka sudah semestinya
DPRD mengemban amanat rakyat dengan menghimpun dan menindaklanjuti
aspirasi dan kepentingan masyarakat dan pertanggungjawabannya pun kepada
masyarakat, sehingga DPRD dapat mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat
dan mengetahui pula bagaimana kebijakan yang harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut guna dicantumkan dalam suatu produk hukum yang berbentuk
Perda. Lain hal-nya apabila DPRD sebagai penyelenggaran pemerintahan daerah
tunduk kepada Pemerintah Pusat maka fungsi legislasi yang melekat pada DPRD
ini tidak akan dapat terlaksana secara maksimal.
Selain itu, dalam konstitusi pun belum diatur jelas terkait kedudukan
eksekutif dan legislatif di daerah. Jadi seolah-olah, terdapat pengaburan terhadap
tugas pokok, fungsi dan wewenang antara DPRD dan KDH dalam hal
pelaksanaan fungsi legislasi. Hal ini disinyalir, menjadi salah satu faktor yang
mendorong lemanya fungsi legislasi DPRD, melihat dari studi kasus banyaknya
perda yang justru berasal dari KDH. Hal ini kemudian mencederai semangat
demokrasi, yang menunjuk anggota dewan sebagai wakil rakyat di daerah.
Melihat adanya “lubang-lubang” multitafsir dalam ketentuan perundangundangan di atas, maka penulis mengajukan wacana solusi penguatan substains,
baik dalam konstitusi sebagai dasar maupun perundang-undangan yang ada di
bawahnya. Legal substance (substansi hukum); merupakan aturan-aturan, norma11

http://www.parliament.uk/factsheets, Undang-Undang Susduk : Pintu Masuk Penguatan
Lembaga Perwakilan

norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk
produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu,
mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka
susun.12
Substain, berhubungan dengan peraturan perundang-undangan merupakan
aturan yuridis dasar yang akan menjawab segala permasalahan terkait kurang
optimalnya fungsi legislasi DPRD dapat dilaksanakan. Dasar yuridis yang kuat
dalam rangka pemberdayaan DPRD perlu untuk direnungkan. Adanya prinsip
equilibrium decentralization harus diimbangi dengan pengaturan hak dan
kewajiban yang konsisten dan pasti, seperti halnya pembagian kewenangan.
Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk membuat peraturan daerah
sudah seharusnya lebih diarahkan untuk dijalankan oleh DPRD, sedangkan kepala
daerah diberikan kewenangan untuk lebih banyak menjalankan mengurus yang
bersifat implementasi dari kewenangan mengatur berdasarkan dasar yuridis yang
kuat. Tidak seperti saat ini, pengaturan fungsi legislasi masih semu antara DPRD
dengan eksekutif. Berdasarkan kedudukan organisasinya, kedudukan DPRD serba
tak menentu. Menurut UU No.22 Tahun 1999 DPRD dikatakan sebagai Badan
Legislastif Daerah (lihat Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15). Menurut UU No.32
Tahun 2004 DPRD disebut sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah
(lihat Pasal 40). Pada UU No.5 Tahun 1974, DPRD adalah unsur pemerintah
daerah (lihat Pasal 13 ayat (1)).
Untuk itulah, perlu penguatan fungsi legislasi sebagai salah satu fungsi
dalam kedudukan organisasinya melalui aturan subtansi yang jelas sekaligus
tegas, sehingga selain memperjelas kedudukan organisasi DPRD juga untuk
mempertegas fungsi-fungsinya, dalam hal ini secara khusus adalah fungsi
legislasi. Penguatan DPRD melalui ketegasan yuridis merupakan prasyarat mutlak
bagi berkembangnya demokrasi di daerah. Faktor yang berhubungan dengan
substansi juga berkaitan dengan pengaturan proses mekanisme pengusulan
raperda inisiatif DPRD yang rumit. Problematika ini perlu mendapatkan perhatian
khusus bagi pembuat kebijakan di pusat untuk kedepannya dapat merumuskan

12

Lawrence M.Friedman.1969. The Legal System. New York: Russel Sage Foundation.Hlm.16.

kebijakan tentang penyusunan peraturan daerah yang lebih dinamis, efektif dan
efisien.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Fungsi legislasi yang melekat pada DPRD dalam kedudukannya sebagai
lembaga perwakilan rakyat perlu adanya penguatan ditinjau dari alasan
filosofis-sosiologis dan segi yuridis konstitusional diantaranya:
a. Alasan filosofis-sosiologis
Sila ke-4 Pancasila merupakan awal dari pemahaman DPRD sebagai
badan perwaklan rakyat. Sebagai badan perwakilan rakyat, DPRD
memiliki dua peran, yakni sebagai Badan legislatif dalam artian
perwakilan rakyat (a representative assembly), yang dipilih untuk
menghubungkan kepentingan konstituen dengan kebijakan yang akan
diambil penguasa dan juga sebagai lembaga pembuat peraturan daerah
(a law making institution). DPRD sebagai badan perwakilan rakyat
yang memiliki fungsi legislasi menjadi jawaban bahwa DPRD sebagai
lembaga yang legitimate untuk mewakili rakyat beserta kehendakkehendak rakyat guna dituangkan dalam kebijakan yang nantinya
dibahas dengan KDH guna sebesar-besarnya untuk kebutuhan
masyarakat daerah. Apabila fungsi legislasi ini dapat berjalan secara
efektif maka juga akan mendukung pula berjalannya kedua fungsi
DPRD yang lain yaitu fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
b. Alasan yuridis konstitusi
Fungsi legislative yang melekat pada DPRD ditegaskan dalam pasal
316 ayat (1) serta 365 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3.
Fungsi ini merupakan fungsi utama yang dimiliki DPRD sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat, melalui fungsi ini DPRD berperan
menentukan corak perda yang akan dibentuk bersama KDH. Pasal 18

ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945 serta Pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun
2004 menjelaskan bahwa kedudukan DPRD dengan KDH adalah
sejajar, bersifat kemitraan sehingga diharapkan dengan dugas, pokok
dan fungsi yang diemban masing-masing lembaga diharapkan dapat
mewujudkan peranan yang berimbang antara keduanya. Berdasarkan
Pasal 317 serta Pasal 366 UU No.32 Tahun 2004 yang mengatur
mengenai tugas dan wewenang DPRD dalam pembuatan Perda, serta
Pasal 44 ayat (1) yang mengatur mengenai hak anggota DPRD dalam
pengajuan raperda menunjukkan bahwa DPRD sebagai pemegang
fungsi legislasi utama. DPRD selalu ikut dalam tiap alur pembentukan,
dari mulai perencanaan sampai pengundangan dan penyebarluasan,
serta dalam pelaksanaan pun, DPRD dengan fungsi pengawasan dapat
melengkapi fungsi legislasi nya, sehingga sebagai lembaga legislative.
Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) UU No.32
Tahun 2004 yang menginterpetasikan bahwa peraturan daerah yang
berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (perda inisiatif DPRD)
lebih diutamakan daripada peraturan daerah yang berasal dari Kepala
Daerah (perda prakarsa eksekutif). Kemudian berdasarkan analisis
perbandingan pengaturan kedudukan, tugas pokok, kewenangan serta
fungsi antara DPR dengan DPRD dapat disimpulkan bahwa banyak
persamaan di antara keduanya sehingga menunjukkan keduanya
sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan membentuk UndangUndang (bagi DPR) dan perda (bagi DPRD).
2. Fungsi legislasi (pembentukan Perda) merupakan fungsi utama DPRD
sebagai badan legislatif daerah. Namun pada beberapa kota belum dapat
optimal dalam melaksanakan fungsi legislasi sebagai lembaga legislative,
hal ini dikarenakan banyak terdapat tafsiran bunyi peraturan perundangundangan terkait (antar pasal) serta kurang jelasnya pengaturan kedudukan
lembaga DPRD di dalam konstitusi. DPRD sebagai lembaga yang bertugas
dan berwenang membentuk perda bersama atau bupati/walikota, masuk
dalam unsur penyelenggara pemerintahan daerah sehingga seolah-olah
menempatkan DPRD dalam penyelenggara eksekutif bersama dengan
pemerintah daerah yang berada di bawa kendali Pemerintah Pusat melalui

Kementerian Dalam Negeri. Adanya ketimpangan pengaturan dalam
peraturan perundang-undangan sehingga perlu adanya penguatan substanis
baik dalam konstitusi sebagai dasar maupun perundang-undangan yang
ada di bawahnya memperjelas kedudukan organisasi DPRD dan
mempertegas fungsi-fungsinya, khususnya fungsi legislasi.
B. SARAN
Ketidakjelasan pengaturan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kedudukan, tugas, wewenang dan fungsi DPRD menyebabkan
lemahnya fungsi legislasi pada DPRD sebagai badan perwakilan rakyat.
Sehingga perlu adanya penguatan legal substance untuk mempertegas dan
memperjelas kedudukan, tugas pokok dan fungsi DPRD khususnya dalam
fungsi legislasi. Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk
membuat peraturan daerah sudah seharusnya lebih diarahkan untuk dijalankan
oleh DPRD, sedangkan kepala daerah diberikan kewenangan untuk lebih
banyak menjalankan mengurus yang bersifat implementasi dari kewenangan
mengatur berdasarkan dasar yuridis yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Lawrence M.Friedman.1969. The Legal System. New York: Russel Sage
Foundation.
Paimin Napitupulu.2005. Peran dan Pertanggungjawab DPR, Kajian di DPRD
Provinsi DKI Jakarta. Bandung: PT. Alumni Bandung
Sadu Wasistiono&Yonatan Wiyoso.2009.Meningkatkan Kinerja Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bandung: Fokus Media.
Satjipto Rahardjo.2009.Hukum Progresif; Aksi, Bukan Teks . J a k a r t a :
Rajawali.
Strong, C.F, 1975, Modern Political Constitution: An Introduction To The
Comparative Study Of History And Exising From, Sidwick And Jackson.
London.
Karya Ilmiah atau Artikel:
Anajeng.2014.Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Kota Surakarta dalam
Kerangka Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Skripsi.
Anonim dalam http://www.parliament.uk/factsheets, Undang-Undang Susduk :
Pintu Masuk Penguatan Lembaga Perwakilan.
Kementerian Sekretariatan Negara.2011. Profil Lembaga Negara Rumpun
Legislatif.Jakarta: Kementarian Sekretariatan Negara.
Sastro M Wantu.2012.Memperkuat Fungsi Legislasi DPRD sebagai Format
Policy Dalam Euphoria Otonomi Daerah, dalam ejournal.ung.ac.id.
Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU
MD3)