Manfaat Penelitian Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan fungsi legislasi yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 – 2014. 2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai pembentukan Perda. 3. Menjadi bahan pembelajaran bagi praktisi hukum dan kalangan masyarakat luas yang ingin mengetahui tentang Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan Peraturan Daerah di Provinsi Sumatera Utara 4. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Tata Negara pada khususnya. D. Keaslian Penulisan Bahwa skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara” merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis. Dan sudah ditelusuri dan diketahui di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan dengan judul di atas belum pernah ditulis dalam skripsi. Pernyataan ini dibuktikan oleh hasil uji bersih oleh perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU pada tanggal 16 Februari 2015. Dalam penulisan ini, penulis akan Universitas Sumatera Utara mengarahkan pembaca kepada fungsi legislasi yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara pada periode 2009 – 2014. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pembagian Kekuasaan Pembagian kekuasaan sebagaimana yang dikenal sekarang merupakan pengembangan atau reformasi dari teori “pemisahan kekuasaan”, 19 dalam bahasa Indonesia dimaknai separation of power dimulai dari pemahaman atas teori Trias Politica Monstequieu. 20 Monstequieu menyatakan dalam teori Trias Politica bahwa kekuasaan negara harus dibagi – bagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah – pisah la separation des pouvoirs = pemisahan kekuasaan – kekuasaan . Ketiga kekuasaan itu ialah :  Kekuasaan membentuk undang – undang legislatif,  Kekuasaan menjalankan undang – undang eksekutif,  Kekuasaan mengadili pelanggaran – pelanggaran terhadap undang – undang yudikatif. 21 Dari pandangan Monstequieu tersebut memberikan pemahaman bahwa pemisahan kekuasaan bertujuan agar penguasa atau pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi – fungsi pemerintahan untuk menghindari tindakan 19 Arsyad Mawardi, Pengawasan Keseimbangan antara DPR dan Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Semarang : RaSAIL, 2013, hal.67 20 Saldi Isra, Op.cit, hal.76 21 M.Solly lubis., Op.cit, hal.55 Universitas Sumatera Utara sewenang – wenang, menjamin hak-hak warga negara, dan memberikan ruang gerak terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan dan kemerdekaan. 22 Berbeda dengan Montesquieu, John Locke mengemukakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan yaitu :  Kekuasaan legislatif,  Keuasaan eksekutif, dan  Kekuasaan federatif federatif disebutnya : federative power of the commomwealth, yang masing – masing terpisah yang satu dari yang lain. Berdasarkan pembagian kekuasaan di atas, Jhon Locke menerangkan bahwa kekuasaan legislatif meliputi wewenang membuat peraturan, kekuasaan eksekutif meliputi wewenang mempertahankan peraturan serta mengadili perkara Jhon Locke melihat wewenang mengadili itu suatu uitvoering pelaksanaan, dan kekuasaan federatif meliputi wewenang - wewenang yang tidak termasuk pada kekuasaan legislatif dan eksekutif. Hubungan dengan luar negeri termasuk kekuasaan federatif. 23 Apabila pendapat John Locke dan Montesquieu dibandingkan, maka akan tampak perbedaan konsep yaitu : Locke berpendapat bahwa kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang mencakup kekuasaan yudisial, dikarenakan kekuasaan federatif merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri. Sedangkan Montesquieu yang menyatakan, bahwa kekuasaan eksekutif mencakup kekuasaan federatif karena melaksanakan hubungan luar negeri adalah termasuk kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan yang terpisah dari eksekutif yang 22 Arsyad Mawardi., Op.cit, hal.67 23 M.Solly lubis., Op.cit, hal.57 Universitas Sumatera Utara berdiri sendiri. 24 Dari kedua pendapat tersebut juga memiliki persamaan, yakni kedua-duanya sama-sama dilatarbelakangi atas kepedulian dan perlawanan terhadap praktik Raja atau penguasa yang absolut. 25 Pembagian kekuasaan merupakan salah satu usaha untuk membatasi kekuasaan pemerintah dalam negara hukum. 26 Melalui pembagian kekuasaan, maka lembaga - lembaga negara akan melakukan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan konstitusi, dengan demikian menjadi jelas batas tugas dan kewenangan. 27 Kekuasaan harus dilakukan berdasarkan dan wewenang dari ketentuan hukum yang didasarkan kepada teori sistem pemerintahan sehingga menjadi jelas batas tugas dan wewenang dari masing – masing cabang pemerintahan dan sekaligus menjadi tolak ukur pertangungjawabannya. 28 Pembagian tugas dan wewenang yang dimaksud dalam bagian ini, ialah pembagian tugas pemerintahan meliputi : wewenang legislatif, wewenang eksekutif, dan wewenang yudikatif. 29 Ada dua jenis pembagian kekuasaan yang dikenal dalam praktik ketatanegaraan di banyak negara yaitu : pembagian secara horizontal dan pembagian secara vertikal. 30 Pembagian kekuasaan secara vertikal adalah : “ Pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan.” 31 Pembagian 24 Arsyad Mawardi., Op.cit, hal.26 25 Ibid.,hal.70 26 Ibid.,hal.25 27 Ibid., 28 Ibid., hal. 67 29 M.Solly lubis., Op.cit, hal.54 30 Juanda, Op.cit , hal.36 31 Prof.Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT.Ikrar Mandiriabadi, 2010, hal.267 Universitas Sumatera Utara kekuasaan secara vertikal ini dapat disebut pembagian karena bentuk negara atau pembagian secara teritorial. Sedangkan pembagian kekuasaan secara horizontal adalah : “Pembagian yang menunjukkan perbedaan antara fungsi – fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal dengan Trias Politika atau pembagian kekuasaan division of powers .” 32 Sistem baru yang dianut oleh Indonesia dalam UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and balances atau keseimbangan dan saling mengawasi diantara lembaga – lembaga negara. 33 Akan tetapi, istilah “pembagian” itu tetap dipergunakan dalam UUD 1945 pada Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 dalam konteks pengertian pembagian yang bersifat vertikal atau territorial division of power. 34 Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupatenkota. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupatenkota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom provinsi dan kabupatenkota untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya. Pemerintah daerah yang dimaksud menerima 32 Ibid., hal.267 33 Jimlly Asshiddiqie, Op.cit , hal.24 34 Ibid., hal.25 Universitas Sumatera Utara kewenangan dari pemerintah pusat terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD. Keberadaan DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dan sebagai lembaga legislatif daerah merupakan perwujudan atau berakar dari adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan.

2. Desentralisasi Pemerintahan