Fungsi Legislasi DPRD (Suatu Kajian Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014)
FUNGSI LEGISLASI DPRD
(SUATU KAJIAN FUNGSI LEGISLASI DPRD PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE 2009 – 2014)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
DYNA SRI WAHYUNI HASIBUAN NIM. 110200214
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
FUNGSI LEGISLASI DPRD
(SUATU KAJIAN FUNGSI LEGISLASI DPRD PROVINSI SUMATERA UTARA PERIODE 2009 – 2014)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
DYNA SRI WAHYUNI HASIBUAN NIM. 110200214
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA Disetujui Oleh :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH., M.Hum NIP. 195909211987031002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH., M.Hum Drs. Nazaruddin, SH., M.A
NIP. 195909211987031002 NIP. 195506111980031004
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
ABSTRAK
Dyna Sri Wahyuni Hasibuan * Dr. Faisal Akbar Nasution, SH.,M.Hum **
Drs. Nazaruddin, SH.,MA***
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah provinsi dari 34 daerah provinsi yang ada di Republik Indonesia. Sebagai salah satu daerah provinsi, tentu mempunyai struktur pemerintahan daerah yang sama dengan daerah-daerah provinsi lainnya di Indonesia, yaitu adanya pemerintah daerah dan lembaga perwakilan rakyat daerah yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa fungsi yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran.
Fungsi legislasi DPRD diwujudkan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda), yang dilengkapi dengan adanya hak inisiatif yaitu hak mengajukan rancangan undang – undang, hak amandemen (usul perubahan peraturan ), hak budget (anggaran) . DPRD memiliki kewenangan yang besar dalam pembentukan Perda yang ditentukan dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan.
Proses dan mekanisme pelaksanaan fungsi legislasi oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 yang diwujudkan dalam pembentukan Perda sesuai dengan proses dan mekanisme yang ditetapkan oleh peraturan perundang – undangan yang berlaku tetapi hanya menghasilkan 38 Perda dan hanya 4 Perda yang berasal dari inisiatif DPRD. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu; Peraturan Perundang – undangan yang lebih tinggi sering berubah – rubah sehingga sulit membuat Prolegda dengan jangka waktu yang panjang, anggaran pembuatan perda yang minim, sulitnya memperoleh data yang diperlukan, kurangnya partisipasi masyarakat sebagai stake holder, dan menganggap pemerintah daerah yang lebih mengetahui kebutuhan masyarakat melalui dinas – dinas terkait. Namun, ada beberapa faktor yang mendukung yaitu ; adanya reses sebagai wadah untuk sosialisasi, studi banding, pelatihan untuk membekali anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 – 2014, dan adanya sekretaris DPRD bagian hukum dan perundang – undangan yang membantu DPRD melaksanakan fungsi legislasinya.
Kata kunci : Fungsi legislasi, DPRD, Provinsi Sumatera Utara _____________________________
*Mahasiswa Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***Dosen Pembimbing II, Staff Pengajar Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan dan kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga Skripsi ini dapat Penulis selesaikan dengan baik.
Penulisan Skripsi adalah salah satu kurikulum dan suatu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Skripsi yang berjudul “ Fungsi Legislasi DPRD ( Studi Kajian Fungsi
Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014), ” Penulis persembahkan buat kedua orangtua terkasih. Terimakasih yang tidak terhingga buat ayah SR. Hasibuan dan Ibu Mariati Aruan yang telah berjuang merawat, mendidik dan mengkuliahkan Penulis selama ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, yakni kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Syarifuddin Hasibuan S.H., DFM, M.H selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(5)
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik.
6. Bapak Yusrin Nazief, SH.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Drs. Nazaruddin, SH., M.A selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis dalam penulisan tugas akhir ini. 8. Bapak Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
9. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
10.Wina Margaretha Hasibuan, S.sos , sepupu saya yang telah memberikan dukungan semangat dan pikiran kepada Penulis.
11.Yayasan Karya Salemba 4, Paguyuban KSU USU, Bisma Batch 6 yang telah memberikan dukungan financial dan semangat kepada Penulis
12.Teman – teman Group HTN 2011, IP4, Tree-Angels, seangkatan 2011, tetap semangat dan terus berkarya sesuai talenta.
Medan, Juni 2015 Penulis,
(6)
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... .. 1
A... L atar Belakang ... 1
B. ... R umusan Masalah ... 11
C. ... T ujuan dan Manfaat Penulisan ... 11
D.... K easlian Penulisan ... 12
E. ... T injauan Kepustakaan ... 13
F. ... M etode Penelitian ... 22
G... S istematika Penulisan ... 27
BAB II Tinjauan Keberadaan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia………..29
(7)
A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan……….. 29
B. Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah……… 30
1. L
embaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia Sebelum Perubahan UUD 1945 ... 30 2. ... K edudukan dan Fungsi, Tugas dan Wewenang Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 ... 40 BAB III Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD ... 48
A.Kedudukan, Fungsi, Keanggotaan dan Alat Kelengkapan DPRD
Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014……….. 47 1. Kedudukan dan Fungsi DPRD Provinsi Sumatera Utara
Periode 2009 – 2014……….. 47
2. Keanggotaan dan Alat Kelengkapan DPRD Provinsi Sumatera
Utara Periode 2009
2014……… 47
B.Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD……… 72
1. Proses dan Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah
Periode 2009 –2014……… 72
a. T
(8)
b. T
ahapan Penyusunan……… 78
c. T
ahapan Pembahasan……… 84
d. T
ahapan Penetapan dan Pengundangan……….. 85 2. Hasil Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara
Periode 2009 –2014 ………
86
C.Faktor Pendukung dan Penghaambat Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi
DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014……….. 92 1. ... Fak
tor Penghambat Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD
Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 ... 93 2. ... Fak
tor Pendukung Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD
Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 ... …. 94
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 96
A. ... Kes
impulan ... 96 B. ... Sar
(9)
DAFTAR PUSTAKA ... 99
(10)
ABSTRAK
Dyna Sri Wahyuni Hasibuan * Dr. Faisal Akbar Nasution, SH.,M.Hum **
Drs. Nazaruddin, SH.,MA***
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah provinsi dari 34 daerah provinsi yang ada di Republik Indonesia. Sebagai salah satu daerah provinsi, tentu mempunyai struktur pemerintahan daerah yang sama dengan daerah-daerah provinsi lainnya di Indonesia, yaitu adanya pemerintah daerah dan lembaga perwakilan rakyat daerah yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa fungsi yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran.
Fungsi legislasi DPRD diwujudkan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda), yang dilengkapi dengan adanya hak inisiatif yaitu hak mengajukan rancangan undang – undang, hak amandemen (usul perubahan peraturan ), hak budget (anggaran) . DPRD memiliki kewenangan yang besar dalam pembentukan Perda yang ditentukan dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan.
Proses dan mekanisme pelaksanaan fungsi legislasi oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 yang diwujudkan dalam pembentukan Perda sesuai dengan proses dan mekanisme yang ditetapkan oleh peraturan perundang – undangan yang berlaku tetapi hanya menghasilkan 38 Perda dan hanya 4 Perda yang berasal dari inisiatif DPRD. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu; Peraturan Perundang – undangan yang lebih tinggi sering berubah – rubah sehingga sulit membuat Prolegda dengan jangka waktu yang panjang, anggaran pembuatan perda yang minim, sulitnya memperoleh data yang diperlukan, kurangnya partisipasi masyarakat sebagai stake holder, dan menganggap pemerintah daerah yang lebih mengetahui kebutuhan masyarakat melalui dinas – dinas terkait. Namun, ada beberapa faktor yang mendukung yaitu ; adanya reses sebagai wadah untuk sosialisasi, studi banding, pelatihan untuk membekali anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 – 2014, dan adanya sekretaris DPRD bagian hukum dan perundang – undangan yang membantu DPRD melaksanakan fungsi legislasinya.
Kata kunci : Fungsi legislasi, DPRD, Provinsi Sumatera Utara
_____________________________
*Mahasiswa Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***Dosen Pembimbing II, Staff Pengajar Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Negara Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Negara Kesatuan yang dinyatakan dengan jelas dalam UUD 1945 sebelum dan
setelah amandemen yaitu Pada Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. ”Penegasan prinsip
negara kesatuan tersebut diperjelas kembali pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945
setalah amandemen yang menyatakan : “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah – daerah provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang – undang. Melalui interprestasi gramatikal pada rumusan pasal 18 ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen diketahui bahwa pembagian satuan - satuan pemerintahan daerah dalam negara kesatuan (dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia atau disingkat NKRI) tersusun secara bertingkat (hierarki) antara daerah provinsi dan kabupaten/kota.1
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, hal ini terlihat dalam UUD 1945 pada
Pasal 18 ayat (2) yang berbunyi: “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan”. Pasal tersebut menyatakan adanya pemberian kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi
1 Titik Triwulan Tutik., Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen UUD 1945, (Jakarta : Kencana Pernada Group,2010), hal .243
(12)
Daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau dengan kata lain daerah diberi keleluasaan untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya.2
Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat konstitusi dan merupakan esensi dari pasal 18 UUD 1945. Indonesia sampai saat ini telah memiliki delapan undang – undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah dengan masing – masing corak dan kecenderungan yaitu :
1. Undang – Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah; 2. Undang – Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah; 3. Undang – Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan
di Daerah;
4. Undang – Undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
5. Undang – Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
6. Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
8. Undang – Undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004. 3
Secara substansi seluruh undang – undang tentang pemerintahan daerah di Indonesia mengatur tentang bentuk susunan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara normatif undang – undang tersebut mampu mengikuti
2
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Permasyarakatan UUD1945 Dan Ketetapan MPR, (Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI, 2013), hal.123
3 Mirza Nasution, Pertangungjawaban Gubernur Dalam Negara Kesatuan Indonesia, (Medan : PT SOFMEDIA, 2011), hal.7
(13)
perkembangan perubahan kepemerintahan daerah sesuai dengan zamannya. Secara empiris Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan undang – undang sebelumnya memberikan implikasi terhadap kedudukan dan peran formal kekuasaan eksekutif lebih dominan dari kekuasaan legislatif daerah. Dalam undang – undang tersebut kedudukan kepala daerah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif memiliki kewenangan yang lebih besar daripada kekuasaan DPRD sebagai pelaksana kekuasaan legislatif. Sedangkan kelahiran Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah lahir untuk menjawab tuntutan reformasi yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan DPRD berbalik menjadi lebih kuat dibandingkan dengan kekuasaan eksekutif.4 Undang – undang ini membawa terobosan baru diantaranya ialah tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah, tetapi menempatkan DPRD sebagai badan legislatif daerah.5 Implikasi dari penguatan peran dan fungsi DPRD tersebut dalam praktiknya ternyata tidak selalu membawa kestabilan. Oleh karena menimbulkan banyak penyimpangan, diantaranya semangat kedaerahan yang tidak terkendali, politisasi aparat pemerintah, arogansi lembaga DPRD, Pengawasan keuangan daerah yang timpang dan ketidakseimbangan wewenang antara DPRD dan Kepala Daerah dalam penyusunan Peraturan Daerah.6 Maka undang – undang ini diganti dengan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.54
5 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.339
6Hamid, Edy Suandi dan Sobirin Malian, Memperkokoh Otonomi Daerah, (Yogyakarta:UII Press, 2004), hal.161
(14)
Sistem pemerintah daerah yang berdasarkan pada Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggunakan asas desentralisasi dan otonomi menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah.7 Otonomi daerah merupakan pengaplikasian dari teori desentralisasi.8 Undang – Undang ini kemudian direvisi menjadi Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan penting dalam undang – undang ini mengakomodasi calon kepala daerah perseorangan (independen) dalam pemilihan kepala daerah.9 Kehadiran Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak menggantikan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tetapi hanya menyempurnakan dan melengkapi undang – undang tersebut. Penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap mengikuti pengaturan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hal ini dapat dilihat pada bagian menimbang dalam Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan alasan dilakukannya perubahan dikarenakan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum mengatur mengenai calon kepala daerah perseorangan, pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah baik dikarenakan menggantikan kepala daerah, atau dikarenakan keadaan dari wakil kepala daerah itu sendiri.
7 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung : PT. Alumni, 2008), hal.24 8 Ibid.,hal.21
(15)
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pada Pasal 19 ayat (2) menyatakan bahwa; “Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.”
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan menurut Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 Pada Pasal 1 angka 2 adalah Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD. Yang dimaksud dengan pemerintah daerah dalam undang-undang ini adalah Gubernur, Bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (Pasal 1 angka 3). Penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Otonomi daerah sebagai aplikasi desentralisasi dalam konteks hubungan hierarki dikaitkan dengan pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan secara vertikal diartikan sebagai berikut :
Penyerahan kepada atau membiarkan setiap pemerintahan yang lebih rendah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu secara penuh baik mengenai asas – asas maupun cara menjalankannya (wewenang mengatur dan mengurus asas, dan cara menjalankannya. 10
Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah untuk menyelenggarakan urusan otonomi daerah.11 Pemerintahan Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 ayat
(5) yang berbunyi ; “ Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
10 Titik Triwulan Tutik., Op.cit.hal.254 11 Siswanto Sunarno, Op.cit, hal.37
(16)
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Peraturan
Daerah (Perda) ditetapkan oleh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).12
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya dalam penulisan ini
akan disebut dengan kata “DPRD” adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.13 Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa fungsi yaitu legislasi, pengawasan, dan
anggaran. Pengertian fungsi legislasi dapat dilihat dari kata “legislasi” yang berasal dari Bahasa Inggris “legislation” yang berarti (1) perundang-undangan dan (2) pembuatan undang-undang. Sementara itu kata “legislation” berasal dari kata kerja “to legislate” yang berarti mengatur atau membuat undang-undang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata legislasi berarti pembuatan undang-undang. Dengan demikian, fungsi legislasi adalah fungsi membuat undang-undang.14 Fungsi pengawasan atau kontrol ialah pengawasan oleh lembaga legislatif terhadap aktifitas eksekutif agar sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Fungsi anggaran ialah fungsi yang diwujudkan dalam perencanaan, penyusunan, pembentukan anggaran pembelanjaan daerah.
Dari ketiga fungsi tersebut, dalam berbagai peraturan perundang – undangan di Indonesia, fungsi legislasi ini biasanya memang dianggap yang
12 Pasal 136 ayat (1) Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 13 Pasal 1 angka 4 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 14 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2010), hal.78
(17)
paling penting. Menurut Jimly Asshiddiqie fungsi legislasi menyangkut empat bentuk kegiatan sebagai berikut : 15
1. Prakarsa pembuatan undang – undang (legislative initiation); 2. Pembahasan rancangan undang – undang (law making process); 3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang – undang (law
enactment approval);
4. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen – dokumen hukum yang mengikat lainnya (Binding decision making on international agreement and treaties or other legal binding documents).
Dalam melaksanakan fungsi legislasi ini lembaga perwakilan termasuk DPRD memiliki tiga hak yaitu : Pertama, hak inisiatif (prakarsa), Kedua, hak amandemen (usul perubahan peraturan ), Ketiga, hak budget (anggaran).16 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah mempunyai fungsi legislasi . Secara umum yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah fungsi untuk membuat peraturan daerah.
Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.17 Menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa DPRD memiliki kewenangan dalam membentuk Perda.
15
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jilid II), (Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal.34
16 M.Solly Lubis, Hukum Tata Negara, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hal.102 17 Pasal 1 angka 10 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(18)
Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam membentuk Perda tertuang dalam Undang - Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diperjelas pada Pasal 42 huruf a dan b yang menyatakan bahwa;
a. DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.
b. DPRD membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
Kekuasaan membentuk Perda yang diberikan undang – undang kepada pemerintah daerah dilengkapi dengan pemberian hak inisiatif. Hak inisiatif ialah hak memprakarsai peraturan yaitu hak mengajukan usul rancangan peraturan daerah kepada pemerintah daerah.18 Dalam Undang - Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai hak inisiatif, hak inisiatif dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur sebagai kepala pemerintahan. Tetapi undang – undang ini memberikan hak inisiatif yang lebih banyak kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dapat kita lihat dalam
ketentuan pada Pasal 140 ayat (1) yang menyatakan bahwa; “Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.” Berdasarkan
ketentuan diatas berarti Gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah juga memiliki wewenang yang sama dengan DPRD dalam pembentukan Peraturan
Daerah. Namun pada ayat (2) dinyatakan dengan tegas yakni; “Apabila dalam satu
18 M.Solly Lubis, Op.cit, hal.71
(19)
masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.” Ketentuan ini kemudian ditegaskan kembali pada Pasal 31 dalam Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan yang menjadi acuan dalam pembentukan peraturan perundang – undangan termasuk peraturan daerah . Namun, undang – undang tersebut tidak membedakan pengaturan mengenai Perda Provinsi dengan Perda Kabupaten/ Kota. Sedangkan dalam Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan yang menggantikan Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan memisahkan pengaturan mengenai rancangan peraturan daerah provinsi dengan rancangan pengaturan daerah kabupaten/ kota. Pengaturan mengenai rancangan peraturan daerah provinsi diatur dengan jelas pada Pasal 62
yang berbunyi ; “Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur
menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah yang
disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.”
Walaupun Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan memisahkan pengaturan mengenai pengaturan rancangan peraturan daerah provinsi dengan rancangan peraturan daerah
(20)
kabupaten / kota tetapi ketentuan mengenai pengaturan rancangan peraturan daerah kabupaten/ kota tetap mengikuti ketentuan mengenai rancangan perda provinsi. Pemisahan pengaturan ini hanya untuk menjelaskan pembagian daerah dalam pemerintahan bahwa Indonesia sebagai Negara Kesatuan terdiri dari beberapa daerah provinsi dimana daerah provinsi tersebut terbagi ke dalam beberapa kabupaten dan kota.
Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu daerah provinsi, tentu mempunyai struktur pemerintahan daerah yang sama dengan daerah-daerah provinsi lainnya di Indonesia, yaitu adanya pemerintah daerah dan lembaga perwakilan rakyat daerah yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah otonom berwenang memanfaatkan wilayahnya untuk melakukan suatu pembangunan dalam berbagai aspek untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Untuk mencapai kesejahteraan rakyat, maka perlu adanya suatu peraturan daerah.
Pembentukan Perda merupakan esensi dari fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPRD sebagai lembaga perwakilan daerah dan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa undang – undang telah memberikan wewenang yang lebih kepada DPRD untuk membentuk Perda. Akan tetapi, DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 hanya menetapkan sebanyak 38 Perda selama tahun 2009 - 2014. Dari 38 Perda yang ditetapkan hanya ada 4 Perda yang berasal dari usulan DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014.
(21)
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul
“FUNGSI LEGISLASI DPRD (Suatu Kajian Fungsi Legislasi DPRD
Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 –2014).”
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanakan Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 – 2014?
2. Apakah sajakah faktor yang menjadi penghambat dan pendukung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan Fungsi Legislasi pada periode 2009 – 2014?
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan fungsi legislasi dalam pembentukan Peraturan Daerah yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 – 2014.
2. Untuk mengetahui secara jelas faktor penghambat dan pendukung bagi DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 dalam melaksanakan fungsi legislasinya.
(22)
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan fungsi legislasi yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 – 2014.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai pembentukan Perda.
3. Menjadi bahan pembelajaran bagi praktisi hukum dan kalangan masyarakat luas yang ingin mengetahui tentang Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan Peraturan Daerah di Provinsi Sumatera Utara
4. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Tata Negara pada khususnya.
D.Keaslian Penulisan
Bahwa skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara” merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis. Dan sudah ditelusuri dan diketahui di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan dengan judul di atas belum pernah ditulis dalam skripsi. Pernyataan ini dibuktikan oleh hasil uji bersih oleh perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU/ Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU pada tanggal 16 Februari 2015. Dalam penulisan ini, penulis akan
(23)
mengarahkan pembaca kepada fungsi legislasi yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara pada periode 2009 – 2014.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan sebagaimana yang dikenal sekarang merupakan
pengembangan atau reformasi dari teori “pemisahan kekuasaan”,19
dalam bahasa Indonesia dimaknai separation of power dimulai dari pemahaman atas teori Trias Politica Monstequieu.20 Monstequieu menyatakan dalam teori Trias Politica bahwa kekuasaan negara harus dibagi – bagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah – pisah (la separation des pouvoirs = pemisahan kekuasaan – kekuasaan ). Ketiga kekuasaan itu ialah :
Kekuasaan membentuk undang – undang (legislatif),
Kekuasaan menjalankan undang – undang (eksekutif),
Kekuasaan mengadili pelanggaran – pelanggaran terhadap undang – undang (yudikatif).21
Dari pandangan Monstequieu tersebut memberikan pemahaman bahwa pemisahan kekuasaan bertujuan agar penguasa atau pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi – fungsi pemerintahan untuk menghindari tindakan
19
Arsyad Mawardi, Pengawasan Keseimbangan antara DPR dan Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan RI, (Semarang : RaSAIL, 2013), hal.67
20 Saldi Isra, Op.cit, hal.76 21 M.Solly lubis., Op.cit, hal.55
(24)
sewenang – wenang, menjamin hak-hak warga negara, dan memberikan ruang gerak terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan dan kemerdekaan.22
Berbeda dengan Montesquieu, John Locke mengemukakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan yaitu :
Kekuasaan legislatif,
Keuasaan eksekutif, dan
Kekuasaan federatif (federatif disebutnya : federative power of the commomwealth), yang masing – masing terpisah yang satu dari yang lain. Berdasarkan pembagian kekuasaan di atas, Jhon Locke menerangkan bahwa kekuasaan legislatif meliputi wewenang membuat peraturan, kekuasaan eksekutif meliputi wewenang mempertahankan peraturan serta mengadili perkara ( Jhon Locke melihat wewenang mengadili itu suatu uitvoering (pelaksanaan), dan kekuasaan federatif meliputi wewenang - wewenang yang tidak termasuk pada kekuasaan legislatif dan eksekutif. Hubungan dengan luar negeri termasuk kekuasaan federatif.23
Apabila pendapat John Locke dan Montesquieu dibandingkan, maka akan tampak perbedaan konsep yaitu : Locke berpendapat bahwa kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang mencakup kekuasaan yudisial, dikarenakan kekuasaan federatif merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri. Sedangkan Montesquieu yang menyatakan, bahwa kekuasaan eksekutif mencakup kekuasaan federatif karena melaksanakan hubungan luar negeri adalah termasuk kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan yang terpisah dari eksekutif yang
22 Arsyad Mawardi., Op.cit, hal.67 23 M.Solly lubis., Op.cit, hal.57
(25)
berdiri sendiri.24 Dari kedua pendapat tersebut juga memiliki persamaan, yakni kedua-duanya sama-sama dilatarbelakangi atas kepedulian dan perlawanan terhadap praktik Raja atau penguasa yang absolut.25
Pembagian kekuasaan merupakan salah satu usaha untuk membatasi kekuasaan pemerintah dalam negara hukum.26 Melalui pembagian kekuasaan, maka lembaga - lembaga negara akan melakukan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan konstitusi, dengan demikian menjadi jelas batas tugas dan kewenangan.27 Kekuasaan harus dilakukan berdasarkan dan wewenang dari ketentuan hukum yang didasarkan kepada teori sistem pemerintahan sehingga menjadi jelas batas tugas dan wewenang dari masing – masing cabang pemerintahan dan sekaligus menjadi tolak ukur pertangungjawabannya. 28 Pembagian tugas dan wewenang yang dimaksud dalam bagian ini, ialah pembagian tugas pemerintahan meliputi : wewenang legislatif, wewenang eksekutif, dan wewenang yudikatif.29
Ada dua jenis pembagian kekuasaan yang dikenal dalam praktik ketatanegaraan di banyak negara yaitu : pembagian secara horizontal dan pembagian secara vertikal.30 Pembagian kekuasaan secara vertikal adalah : “ Pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah
pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan.” 31
Pembagian
24
Arsyad Mawardi., Op.cit, hal.26 25
Ibid.,hal.70 26 Ibid.,hal.25 27 Ibid., 28 Ibid., hal. 67 29
M.Solly lubis., Op.cit, hal.54 30 Juanda, Op.cit , hal.36
31 Prof.Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT.Ikrar Mandiriabadi, 2010), hal.267
(26)
kekuasaan secara vertikal ini dapat disebut pembagian karena bentuk negara atau pembagian secara teritorial. Sedangkan pembagian kekuasaan secara horizontal
adalah : “Pembagian yang menunjukkan perbedaan antara fungsi – fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal dengan Trias Politika atau pembagian kekuasaan (division of powers).”32
Sistem baru yang dianut oleh Indonesia dalam UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and balances atau keseimbangan dan saling mengawasi diantara lembaga – lembaga negara. 33 Akan tetapi, istilah “pembagian” itu tetap dipergunakan dalam UUD 1945 pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dalam konteks pengertian pembagian yang bersifat vertikal atau territorial division of power.34 Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota).
Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya. Pemerintah daerah yang dimaksud menerima
32 Ibid., hal.267
33 Jimlly Asshiddiqie, Op.cit , hal.24 34 Ibid., hal.25
(27)
kewenangan dari pemerintah pusat terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD. Keberadaan DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dan sebagai lembaga legislatif daerah merupakan perwujudan atau berakar dari adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan.
2. Desentralisasi Pemerintahan
Istilah desentralisasi secara etimologis berasal dari bahasa latin yaitu “de =
lepas dan “centerum” = pusat. Berdasarkan peristilahannya desentralisasi adalah
melepaskan dari pusat.35 Ada beberapa definisi desentralisasi menurut para ahli, diantaranya ialah ;
1. Philipus M. Hadjon mengemukakan dalam buku Titik Triwulan Tutik bahwa :
“Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Penterintah Pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah, baik dalam bentuk satuan teritorial maupun fungsional. Satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah diserahi dan dibiarkan mengatur dan dibiarkan mengatur
dan mengurus sendiri sebagian urusan pemerintahan.”36
2. Bagir Manan memberikan gambaran mengenai desentrlisasi, yaitu :
“Desentralisasi adalah bentuk dari susunan organisasi negara yang terdiri dari satuan – satuan Pemerintah Pusat dan satuan pemerintahaih yang lebih rendah
yang dibentuk baik berdasarkan teritorial atau fungsi pemerintahan tertentu.”37 3. Selain dari definisi di atas, ada juga definisi desentralisasi dari segi politik,
yaitu menurut Henry Maddick, desentralisasi ialah mencakup proses dekonsentrasi dan devolusi, merupakan pengalihan kekuasaan secara hukum
35
Juanda., Op.cit, hal.21
36 Titik Triwulan Tutik., Op.cit, hal.250
37 B.Hestu Cipto Handoyo dan Y.Theresianti.S, Dasar – Dasar Hukum Tata Negara Indonesia, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogjakarta, 2000), hal.88
(28)
untuk melaksanakan fungsi yang spesifik maupun residual yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.”38
Desentralisasi dalam arti ketatanegaraan adalah pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerah – daerah, yang mengurus rumah tangga nya sendiri (daerah – daerah otonomi).39 Di Indonesia penjelasan mengenai arti desentralisasi dapat di lihat dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pada Pasal 1 angka 7, yang berbunyi : “desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.” Dari beberapa definisi diatas penulis menarik
kesimpulan desentralisasi ialah penyerahan sebagian wewenang atau urusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom untuk mengurusi pemerintahannya sendiri.
Desentralisasi pada dasarnya terjadi karena sentralisasi melalui asas dekonsentrasi tidak dapat melaksanakan tugas pemerintahan secara baik dalam mewujudkan pemerintahan masing – masing yang demokratis.40
Desentralisasi dibagi menjadi dua yaitu desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Desentralisasai teritorial ialah penyerahan urusan pemerintahan ( pelimpahan wewenang untuk menyelenggarkan suatu urusan pemerintahan) dari Pemerintahan Pusat kepada badan yang bersifat kewilayahan (teritorial), sedangkan desentralisasi fungsional ialah penyerahan urusan pemerintahan ( pelimpahan wewenang untuk menyelenggarkan suatu urusan
38Ni’Matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung : Nusa Media, 2012 ), hal.62 39 Juanda., Op.cit ,hal.119
(29)
pemerintahan) dari Pemerintahan Pusat kepada badan fungsional tertentu, menjelma dalam bentuk badan- badan yang didasarkan kepada tujuan-tujuan tertentu.41
Joeniarto mengemukakan tiga elemen pokok dalam desentralisasi yaitu :
“Pertama, pembentukan organisasi pemerintahan daerah otonom, kedua,
pembagian wilayah negara menjadi daerah otonom, dan ketiga, penyerahan wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan kepada daerah
otonom”. Dengan kata lain, dalam proses desentralisasi adalah wewenang
pemerintah pusat.42
Tujuan desentralisasi adalah agar pemerintahan di daerah lebih disesuaikan dengan keadaan daerah masing- masing. Dalam rangka desentralisasi dibentuklah daerah otonom.43
3. Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisai. Secara
etimologi, istilah otonomi atau “autonomy” berasal dari penggalan dua kata
bahasa Yunani, yakni autos yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau undang – undang . Otonomi bermakna membuat perundang-undangan sendiri (zelfwet-geving).44 Menurut Encyclopedia of Social Science, otonomi dalam pengertian orisinil adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Berdasarkan pengertian di atas, ada dua ciri hakikat dari otonomi
41
Hestu Cipto Handoyo dan Y.Theresianti.S., Op.cit, hal.90 42 Titik Triwulan Tutik., Op.cit.hal.252
43 Ibid.,
(30)
yaitu legal self sufficiency dan actual independence.45 Menurut
Koesoemahatmadja, “otonomi selain mengandung arti perundangan (regeling)
juga mengandung arti pemerintahan (bestuur)”.46 Dalam perkembangannya, konsepsi otonomi daerah selain mengandung arti zelfwetgeving (membuat perda-perda), juga utamanya mencakup zelfbestuur (pemerintahan sendiri).47
Kesimpulannya otonomi adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara – cara membagi wewenang, tugas dan tanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah.48 Ada beberapa pengertian mengenai otonomi daerah ini, diantaranya sebagai berikut :
a. C.W. van der Pot memahami konsep otonomi daerah sebagai “eigen huishouding(menjalankan rumah tangganya sendiri)”.49
b. Bagir Manan, merumuskan pengertian otonomi daerah adalah “kebebasan dan kemandirian (vrijheid en zelfstandigheid) satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan
pemerintahan”.50
c. Menurut Undang – Undang No.32 Tahun 2004 pada Pasal 1 Angka 5,
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan keperntingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang –
undangan”.
45 Juanda., Op.cit, hal.125 46 Ibid.,
47Ni’Matul Huda.,
Pemerintahan Daerah, Op.cit, hal.83 48 Ibid.,hal.41
49 Ibid.,
(31)
Dari pendapat para ahli dan peraturan perundang – undangan tersebut, dapat diketahui bahwa otonomi daerah subsistem dari negara kesatuan dimana daerah – daerahnya diberikan kemandirian dan kebebasan untuk mengatur daerahnya sendiri. Kemandirian itu adalah wujud dari pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.51
Otonomi daerah dalam penyelenggaraan dan pelaksanaannya memiliki prinsip. Adapun prinsip – prinsip otonomi daerah adalah :52
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga teteap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, sehingga dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi, demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak-pihak lain, seperti badan otoritas, kawasan industri, kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pedesaan, kawasan kota, kawasasan wisata, dan semacam itu berlaku ketentuan daerah otonomi.
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah
g. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
51Juanda.,Op.cit, hal. 126
52Ateng Syafrudin, Kapita Selekta Hakikat Otonomi & Desentralisasi Dalam Pembangunan Daerah, (Yogyakarta : PT.Citra Media, 2006), hal.21
(32)
Dasar hukum penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia selain terkandung dalam UUD 1945 pada Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (5), juga di atur dalam Undang – Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam peraturan perundang – undangan di atas, menggunakan prinsip otonomi, yaitu : 53
a. Otonomi seluas-luasnya, yaitu daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan-urusan pemerintahan kecuali yang menjadi urusan pemerintah pusat.
b. Otonomi nyata, yaitu suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan harus dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang telah ditetapkan sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
c. Otonomi bertanggung jawab merupakan otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar – benar sejalan dengan tujuan pemberian otonomi.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat daerah, partisipasi masyarakat, ,produktivitas masyarakat daerah sesuai dengan kondisi dan keunggulan daerah yang bertujuan meningkatan kesejahteraan rakyat guna mewujudkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak-benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesis.54 Dalam rangka mencapai hasil yang
53 Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara & Pengadilan Tata Usa Negara , (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2012), hal.63
(33)
diharapkan serta kebenaran dari si penulis dapat dipertanggung jawabkan, maka untuk memperoleh data yang tepat dan ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini serta menunjang masalah yang dibahas, maka metode penelitiannya adalah sebagai berikut.
1. Metode Pendekatan Masalah
Metode pendekatan masalah yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada studi terhadap bahan-bahan kepustakaan atau studi terhadap dokumen berupa peraturan tertulis dan bahan-bahan hukum lain.55
Pendekatan Yuridis Normatif digunakan untuk mengkaji dan menganalisa masalah prosedur dan mekanisme proses pembentukan peraturan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Metode deskriptif analitis ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran, gejala dan peristiwa yang terjadi dan memaparkan obyek penelitian berdasarkan kenyataan secara kronologis dan sistematis kemudian diadakan penganalisaan tentang realitas tersebut yang dihubungkan dengan peraturan hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
3. Sumber Data
55 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, (Jakarta: Gralia Indonesia, 1980), hal.9
(34)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa sumber data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu :
a) Studi Kepustakaan yang merupakan hasil penelitian bersumber dari data yang ada pada peraturan perundang-undangan yang terkait dan bahan buku-buku hukum.
b) Studi Lapangan merupakan penunjang studi kepustakaan, yang diperoleh dari proses wawancara dengan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara maupun file laporan yang berkaitan langsung dengan Fungsi Legislasi di DPRD Provinsi SumatraUtara.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis-jenis data yang terdiri dari:
1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi atau makalah ilmiah, dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder tersebut, dapat dibagi menjadi :56
a) Bahan Hukum Primer yaitu, bahan yang diteliti mengenai undang-undang yang berkaitan dengan judul penelitian yaitu:
a. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
56 Zainuddin Ali.,Op cit, hal.106
(35)
b. Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
c. Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah d. Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang – Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; e. Undang-Undang No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD
f.Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
b) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang tertuang didalam buku-buku, penelitian-penelitian, teori-teori hukum dan pendapat ahli yang dapat dipertanggung jawabkan keilmiahannya yang terkait dengan objek penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.57
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis dapat memanfaatkan data yang didapat dari sumber data, data tersebut kemudian dikumpulkan dengan metode sebagai berikut:
57 Ibid., hal.106
(36)
a) Studi Dokumen
Melakukan pendataan terhadap bahan-bahan hukum yang didapat pada berkas-berkas program legislatif daerah Provinsi Sumatera Utara, produk hukum seperti perda yang dikeluarkan di daerah Sumatera Utara.
b) Wawancara ( interview )
Wawancara (interview) dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak, yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.58 Wawancara yang dilakukan dengan wawancara terstruktur untuk menggali sebanyak-sebanyaknya informasi yang diperoleh dari anggota DPRD. Alat instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah daftar wawancara yang terstruktur (structured interview schedule) dengan pedoman wawancara (interview guide) yang disusun sebelumnya dengan pemilihan responden dilakukan secara
porpossive sampling, yaitu pengambilan sample yang ditentukan oleh penulis sendiri yaitu sebanyak 6 (enam ) orang yang terdiri dari ; 5 (lima) orang anggota DPRD Periode 2009 – 2014 dan 1 (satu) orang kepala bagian kesekretariatan DPRD Provinsi Sumatera Utara bidang hukum dan perundang – undangan. Responden tersebut dipilih karena dianggap terkait untuk menunjang studi dokumen.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode
(37)
diskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh di lapangan maupun di perpustakaan, disusun secara sistematis setelah diseleksi berdasarkan permasalahan dan dilihat kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku, selanjutnya disimpulkan sehingga diperoleh jawaban permasalahan.
G.Sistematika Penulisan
Dalam menulis karya ilmiah diperlukan penulisan yang sistematis. Adapun sistematika penulisan ini dibagi menjadi 4 (empat) bab yang dapat diuraikan secara garis besar.
Bab I Pendahuluan, pada bab ini berisi pengantar yang menguraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, permasalahan yang diangkat tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri oleh sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Keberadaan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, pada bab ini akan mulai dibahas permasalahan dengan menguraikan tentang keberadaan lembaga perwakilan rakyat daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Bab III Pelaksanaan Fungsi Legislasi, pada bab ini diuraikan terlebih dahulu mengenai gambaran umum kedudukan dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kemudian gambaran anggota dan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014 , dan Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014, dan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan fungsi legislasi
(38)
DPRD pada periode 2009 – 2014 sekaligus menjawab dua permasalahan pada penulisan ini.
Bab IV Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi kesimpulan dari analis penelitian yang dilakukan oleh penulis dan saran dari analisis yang ada.
Daftar Pustaka
(39)
BAB II
TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan
Istilah sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan.
Sistem adalah suatu kesatuan dimana di dalamnya terdapat unsur – unsur, yang masing – masing unsur mempunyai sifat keterikatan, kohesif, sehingga bentuk totalitas unit tersebut terjaga utuh konsistennya.59 Sistem ketatanegaraan dapat diartikan sebagai susunan ketatanegaraan, yaitu segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi Negara, baik yang menyangkut susunan dan kedudukan lembaga – lembaga Negara yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya masing – masing maupun hubungan satu sama lain.60 Para pakar hukum tata negara membagi sistem ketatanegaraan dalam dua sudut pandang, yaitu ;
Pertama, sistem ketatanegaraan menurut sifatnya, dan Kedua, sistem ketatanegaraan menurut pembagian kekuasaan.61
Sistem Ketatanegaraan Indonesia adalah susunan ketatanegaraan di Indonesia yang berkenaan dengan susunan Organisasi Negara Republik Indonesia yaitu yang menyangkut susunan dan kedudukan lembaga – lembaga Negara, tugas dan wewenang maupun hubungannya satu sama lain menurut UUD 1945.62
59 Abdi Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, (Bandung : Fokus Media, 2013), hal.68
60 Ibid.,hal.68
61 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hal.8 62 Abdi Yuhana, Op.cit, hal.69
(40)
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945 adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa Indonesia.63
B. Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
1. Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Sebelum Perubahan UUD 1945
Indonesia sebagai negara yang menganut dan mengakui esensi demokrasi telah mengatur tentang eksistensi lembaga perwakilan rakyat seperti MPR, DPR. Mengenai lembaga perwakilan ini dapat dilihat pada UUD 1945 sebelum perubahan yang meletakkan kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Tetapi pada UUD 1945 sebelum perubahan tidak diatur tentang lembaga perwakilan rakyat daerah walaupun sudah mengakui adanya pemerintahan daerah sebagai delegasi kewenangan pusat. Oleh karena itu, pengaturan mengenai keberadaan lembaga perwailan rakyat daerah dapat dilihat dalam beberapa undang – undang tentang Pemerintahan Daerah yang pernah berlaku di Indonesia diantaranya sebagai berikut :
a. Undang – Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah
Dalam undang – undang ini yang berkedudukan menjadi lembaga perwakilan rakyat daerah adalah Komite Nasional Daerah dengan nama Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Badan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut sebagai BPRD merupakan lembaga yang mewakili rakyat untuk
63 Ibid., hal.69
(41)
menyelenggarakan urusan – urusan rumah tangganya sendiri. 64 BPRD berfungsi sebagai badan legislatif yang dipimpin oleh Kepala Daerah , sehingga BPRD dalam menjalankan fungsi legislatifnya sangat lemah khususnya dalam menjalankan otonomi daerah. 65
Adapun yang menjadi wewenang Badan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi tiga hal, yaitu :
1) membuat peraturan – peraturan untuk kepentingan daerahnya (otonomi);
2) membantu menjalankan peraturan – peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dari tingkat yang lebih tinggi daripadanya (medebewind dan selfgovernment) 3) membuat atau membentuk peraturan yang diperintahkan oleh Undang –
Undang umum dengan ketentuan peraturan tersebut harus disahkan terlebih dahulu oleh pemerintahan yang lebih tinggi.66
b. Undang – Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan
Daerah
Undang – Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah ialah pengganti dari Undang – Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah. Menurut undang – undang ini, pemerintahan daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).67 DPRD merupakan alat pemerintahan daerah yang tertinggi yang bertugas mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.68 Undang – undang ini merupakan undang – undang pertama yang menyatakan keberadaan lembaga
64 Juanda, Op.cit, hal.148 65
Ibid.,
66 Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara, Op.cit, hal.337 67 Ibid., hal.315
(42)
perwakilan rakyat daerah sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD memiliki kewenangan sebagai berikut :69
1) DPRD berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya ( Pasal 23 ayat (1))
2) DPRD berhak bersama – sama dengan beberapa daerah mengatur kepentingan mereka bersama ( Pasal 27 ayat (1));
3) DPRD mempunyai kekuasaan memilih anggota DPD ( Pasal 14 ayat (1)); 4) DPRD berhak memberitahukan anggota DPRD yang telah melanggar
larangan ( Pasal 6 (2));
5) DPRD berhak membuat pedoman untuk DPD guna mengatur cara menjalankan kekuasaan dan kewajibannya ( Pasal 15 ayat (1));
6) DPRD berhak membuat peraturan tentang uang kehormatan anggota DPD ( Pasal 16 ayat (1));
7) DPRD berhak mengajukan usul kepada yang berwajib agar Kepala Daerah diberhentikan ( Pasal 5 ayat (4));
8) DPRD berhak membela kepentingan daerah dan penduduknya di hadapan Pemerintah dan DPR maupun terhadap DPD dan/atau DPRD atasnya ( Pasal 26 );
9) DPRD berhak membuat peraturan daerah untuk melaksanakan otonomi atau medebewind ( Pasal 28 )
10) DPRD berhak menetapkan hukuman kurungan selama – selama tiga bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp.100,- terhadap pelanggaran peraturan – peraturannya ( Pasal 29 );
11) DPRD berhak mengajukan keberatan terhadap putusan DPRD yang tidak mendapat pengesahan Presiden atau Dewan Pemerintahan Daerah kepada DPD setingkat lebih atas dari DPD yang menolak ( Pasal 30 ayat (4)); 12) DPRD berhak mengajukan (usul) perubahan terhadap APBD yang telah
ditetapkan dengan syarat harus disahkan lebih dahulu oleh yang berwenang ( Pasal 31 );
13) DPRD berhak membuat peraturan – peraturan tentang pemungutan – pemungutan pajak – pajak daerah ( Pasal 32 ayat (1));
14) DPRD berhak mengadakan pinjaman uang bagi kepentingan daerahnya dengan syarat ada pengesahan dari yang berwenang ( Pasal 33);
15) DPRD berhak menetapkan peraturan dalam rangka pengurusan keuangan daerah ( Pasal 38 ayat (1));
16) DPRD berhak mengajukan keberatan terhadap penolakan pengesahan atas perubahan APBD kepada DPD setingkat lebih atas dari DPD yang menolak ( Pasal 39 ayat (7));
69
(43)
Dalam Undang – Undang No. 22 Tahun 1948 ini, DPRD sebagai alat kelengkapan pemerintah daerah tertinggi memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan yang diwujudkan dalam membuat peraturan daerah dan membuat peraturan lain yang berhubungan dengan kemajuan daerah.
c. Undang – Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok – Pokok
Pemerintahan di Daerah
Kedudukan DPRD pada Pasal 5 dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah ialah sebagai pemerintah daerah. DPRD sebagai pemerintah daerah dan berfungsi sebagai badan legislatif memiliki beberapa kewenangan sebagai berikut :
1) Memilih ketua dan wakil ketuanya sendiri;
2) Memberikan pengecualian terhadap larangan melakukan usaha/ pekerjaan yang dilarang bagi anggota DPRD;
3) Memberhentikan anggota yang tidak menaati larangan melakukan usaha/ pekerjaan yang ditetapkan bagi anggota DPRD;
4) Membuat peraturan tentang uang sidang, uang jalan, dan uang penginapan anggota DPRD;
5) Membuat peraturan tentang uang kehormatan ketua/wakil ketua DPRD; 6) Bersidang sekurang – kurangnya sekali dalam 3 bulan;
7) Mengadakan rapat tertutup dan membebaskan kewajiban merahasiakan segala pembicaraan yang dilangsungkan dalam rapat tertutup;
8) Membuat peraturan tata tertib rapat DPRD; 9) Memilih dan memberhentikan anggota DPD;
10) Memberhentikan anggota DPD karena melanggar larangan melakukan usaha/ pekerjaan yang ditetapkan bagi anggota itu atau karena sesuatu alasan lain;
11) Membuat pedoman cara DPD menjalankan kekuasaan dan kewajibannya; 12) Mengesahkan peraturan tata tertib rapat DPD;
13) Membuat peraturan tentang uang kehormatan, uang jalan, dan uang penginapan anggota DPD;
14) Memilih dan memberhentikan Kepala Daerah.
15) Mencalonkan Kepala/Wakil Kepala Daerah Istimewa kepada Pusat;
16) Membuat peraturan tentang gaji, uang jalan, uang penginapan, dan penghasilan lainnya bagi Kepala Daerah;
(44)
18) Menyerahkan urus rumah tangga daerahnya kepada daerah – daerah bawahan;
19) Membantu menjalankan peraturan perundangan dari Pusat atau daerah yang lebih tinggi tingkatnya yang ditugaskan kepadanya;
20) Menugaskan kepala daerah bawahan untuk menjalankan peraturannya; 21) Membela kepentingan daerah dan penduduknya ke hadapan pemerintah,
DPR, atau pemerintah daerah tingkat di atasnya;
22) Membuat peraturan untuk kepentingan daerah dan melaksanakan otonomi/medebewind; peraturan ini dinamakan peraturan daerah;
23) Menetapkan ancaman kurungan selama – lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) bagi pelanggaran terhadap peraturannya;
24) Menunjuk pegawai daerah yang diberi tugas pengusutan terhadap pelanggaran peraturannya;
25) Membebankan kepada pelanggar keputusannya biaya yang dikeluarkan untuk bantuan yang diberikan oleh alat kekuasaan lain bagi pelaksanaan keputusan itu;
26) Bekerjasama dengan daerah lain untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama;
27) Membentuk panitia – panitia untuk melancarkan pelaksanaan tugasnya; 28) Menunjuk instansi – instansi yang akan menjalankan hal – hal yang telah
dilalaikan pelaksanaan pembantuannya oleh daerah – daerah bawahan; 29) Mengangkat dan memberhentikan sekretaris daerah;
30) Membuat peraturan tentang pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun, uang tunggu, dan hal – hal lain mengenai kedudukan hukum pegawai daerah;
31) Meminta kepada Pusat agar dipekerjakan pegawai – pegawai Pusat untuk melaksanakan urusan – urusan tertentu bagi kepentigan daerahnya;
32) Memungut pajak dan retribus; 33) Mendirikan perusahaan daerah;
34) Memegang semua kekuasaan mengenai pengelolaan umum keuangan daerah;
35) Menetapkan anggaran keuangan daerah termasuk perubahannya;
36) Mengajukan keberatan kepada instansi yang setingkat lebih atas dari instansi yang menolak mengesahkan keputusannya;
37) Memberikan keterangan yang diminta oleh instansi pengawas;
38) Menyelidiki dan memeriksa pekerjaan mengurus rumah tangga atau tugas pembantuan yang dilakukan oleh daerah – daerah bawahan.70
Kewenangan DPRD berdasarkan Undang – Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah lebih luas dibandingkan undang – undang sebelumnya.
70
(45)
d. Undang – Undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah
DPRD pada Pasal 5 ayat (1) dalam Undang – Undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah berkedudukan sebagai pemerintah daerah. Undang – undang tidak merumuskan secara tegas mengenai kewenangan DPRD. Tetapi secara umum ada beberapa kewenangan yang dianggap sebagai kewenangan DPRD yaitu :
1) Membuat peraturan daerah bersama Kepala Daerah ( Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2)
2) Melakukan sidang atau rapat sekurang – kurangnya sekali dalam tiga bulan;
3) Membuat Peraturan Tata Tertib DPRD;
4) Memberikan pertimbangan atas usul Kepala Daerah tentang penambahan jumlah anggota BPH.71
Pengaturan mengenai kewenangan DPRD yang tidak tegas dikarenakan undang – undang ini menganggap DPRD bukanlah pemegang kekuasaan yang utama dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Kedudukan dan kewenangan DPRD hanya sebagai formalitas atau pelengkap demokrasi.72
e. Undang – Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok
Pemerintahan di Daerah
Kedudukan DPRD dalam Undang – Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah ialah sebagai pemerintah daerah, ketentuan ini diatur pada Pasal 13 ayat (1) dalam undang – undang ini. Menurut Undang – Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di
71
Ibid., hal.176
72
(46)
Daerah kewenangan DPRD sebagai pemerintah daerah dan lembaga perwakilan ialah sebagai berikut ;
1) Memberikan persetujuan Kepala Daerah dalam membuat Peraturan Daerah;
2) Bersama – sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas – batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah;
3) Mengawasi jalannya pemerintahan daerah;
4) Menetapkan waktu dan penyelenggaraan sidang atau rapat;
5) Merahasiakan segala sesuatu yang dibicarakan dalam rapat atau sidang tertutup, kewajiban itu berlangsung terus sampai ada penegasan putusan Dewan bahwa sifat ketertutupannya diubah menjadi bersifat terbuka; 6) Membuat dan menetapkan peraturan Tata Tertib dengan mengidah
petunjuk Menteri Dalam Negeri;
7) Mengusulkan penambahan urusan rumah tangga daerah yang ditetapkan sebagai atau wewenang pangkal dalam Undang – Undang pembentukan daerah;
8) Menyetujui penetapan Peraturan Daerah kepentingan rumah tangga daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi tingkatannya yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; 9) Menyetujui penetapan Peraturan Daerah yang mengandung ancaman
kurungan selama – lamanya enam bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp 50.000,- ( lima puluh ribu rupiah ) terhadap pelanggaran peraturan – peraturannya dengan atau tidak merampas barang – barang tertentu, kecuali jikalau dengan peraturan – peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi tingkatannya ditetapkan lain;
10) Menyetujui penetapan Peraturan Daerah tentang penunjuk pegawai – pegawai Daerah yang diberi tugas melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran atas Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang – berlaku;
11) Menyetujui penetapan Peraturan Daerah tentang pembebanan biaya kepada si pelangar Peraturan – Peraturan Daerah apabila biaya itu diperlukan untuk meminta bantuan alat – alat kekuasaan;
12) Menyetujui penetapan Peraturan Daerah tentang kedudukan dan kedudukan keuangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pegawai Daerah;
13) Menyetujui penetapan Peraturan Daerah tentang Pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun, uang tunggu dan lain sebagainya mengenai kedudukan hukum pegawai daerah;
14) Menyetujui penetapan peraturan Peraturan Daerah tentang perbantuan pegawai daerah kepada daerah lainnya;
(47)
15) Menyetujui penetapan peraturan Pemerintah Daerah tentang pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang peraturan pokonya diterapkan dalam Undang – Undang;
16) Mengadakan ketentuan tentang pengusahaan sumber alam yang ada di daerahnya dan mengadakan/ membentuk Perusahaan Daerah yang mengolahnya berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku; 17) Menetapkan bahwa barang – barang milik Daerah yang dipergunakan
untuk melayani kepentingan umum dapat dijual, diserahkan hak – haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan;
18) Menetapkan penjualan, penyewaan, atau pengepakan barang – barang termaksud di atas, tidak dilelang di muka umum, tetapi dibawah tangan; 19) Membahas keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah;
20) Menyiapkan segala sesuatu berhubungan dengan proses pencalonan Kepala Daerah, memilih calon – calon Kepala Daerah yang akan disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk mengangkatnya; 21) Memberikan persetujuan calon wakil Kepala Daerah yang disampaikan
oleh Kepala Daerah;
22) Menyusun laporan tahunan pada setiap akhir tahun;
23) Menyusun memori dan/atau laporan akhir masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
24) Setiap anggota mengucapkan sumpah janji sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk itu.73
DPRD sebagai lembaga perwakilan memiliki tiga fungsi utama yaitu perundang- undangan, anggaran, dan pengawasan. Selain itu DPRD juga memiliki hak yang diatur pada Pasal 29 ayat (1) undang – undang ini, yaitu : hak anggaran, hak mengajukan pertanyaan bagi masing – masing anggota, meminta keterangan, mengadakan perubahan, mengajukan pertanyaan/pendapat, prakarsa, penyelidikan.
f. Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang – Undang ini merupakan undang – undang yang pertama sekali tidak menyebut DPRD sebagai bagian dari pemerintah daerah tetapi sebagai
73 Ibid., hal.183
(48)
badan legislatif daerah.74 Ketentuan ini dapat dilihat pada Pasal 14 ayat (1) yang
berbunyi : “Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.” Kemudian ditegaskan kembali pada Pasal 14 ayat (2) yang berbunyi ; “Pemerintah Daerah terdiri atas
Kepala Daerah beserta perangkat Daerah lainnya.” Kemudian Pasal 16 ayat (2)
menyatakan bahwa kedudukan DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.
Undang – undang ini juga menegaskan bahwa DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila (Pasal 16 ayat (1) ). DPRD memiliki tugas dan wewenang yang diatur pada Pasal 18 ayat (1) yaitu sebagai berikut :
a. memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota;
b. memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah;
c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/ Wakil Walikota; d. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk
Peraturan Daerah;
e. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
f. melaksanakan pengawasan terhadap :
1) pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundangundangan lain;
2) pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 3) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 4) kebijakan Pemerintah Daerah; dan
5) pelaksanaan kerja sama internasional di Daerah;
g. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah; dan
h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat
74
(49)
Selain tugas dan wewenang diatas DPRD memiliki hak yang diatur pada Pasal 19 ayat (1) undang – undang ini. Adapun hak DPRD itu, ialah sebagai berikut :
a. meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota; b. meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah;
c. mengadakan penyelidikan;
d. mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah; e. mengajukan pernyataan pendapat;
f. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; g. menentukan Anggaran Belanja DPRD; dan h. menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD.
Kedudukan, kewenangan dan hak DPRD diatur sedemikan rupa dalam undang – undang ini yaitu dapat dilihat pada isi Pasal yang pada undang – undang sebelumnya tidak diatur dengan jelas
Keberadaaan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebelum amandemen UUD 1945 dapat dilihat dalam Undang – Undang Pemerintah Daerah yang pernah berlaku di Indonesia walaupun UUD 1945 tidak mengatur mengenai keberadaan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah. Undang – Undang Pemerintahan Daerah yang pernah berlaku di Indonesia menyatakan dengan jelas bahwa untuk mewujudkan demokrasi di daerah dan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik harus memiliki Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu lembaga saja. Selain itu dapat dilihat juga bahwa Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah kemudian namanya berganti menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berkedudukan sebagai Badan Legislatif memiliki fungsi pengaturan yaitu diwujudkan dalam pembentukan perda dan peraturan lainnya yang bertujuan untuk mengtur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
(50)
2. Kedudukan dan Fungsi , Tugas dan Wewenang Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945
Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah diatur dengan jelas pada Pasal 18 ayat (3) dalam UUD 1945 setelah perubahan kedua yang menyatakan bahwa pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ini menjadi suatu dasar hukum terhadap keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam sistem ketatanegaran di Indonesia.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 18 ayat (3) tidak menjelaskan mengenai kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang dari DPRD, tetapi UUD 1945 setetelah perubahan pada Pasal 18 ayat (7) menyatakan bahwa ada undang – undang khusus yang mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan undang – undang pertama yang dibentuk untuk mengatur pemerintahan daerah setelah perubahan UUD 1945. Dalam undang – undang ini diatur kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang DPRD. Kedudukan DPRD dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 ialah sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah provinsi dan unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki tugas dan
(51)
wewenang. Tugas dan wewenang DPRD diatur dalam undang – undang pemerintahan daerah yaitu sebagai berikut :75
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Kemudian Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah direvisi menjadi Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedudukan dan fungsi DPRD dalam undang – undang ini masih mengikuti ketentuan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan tugas dan wewenang dalam Undang – Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang No.32 Tahun 2004 tentang
(1)
Pedoman Wawancara
Nama Responden : Rinawati Sianturi Hari/ Tanggal : Selasa , 5 Mei 2015
Lokasi : Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara
Waktu : 12.04 WIB
Keterangan: P : Penulis R : Responden
Selamat pagi Bapak/ Ibu, perkenalkan pak/bu nama saya : Dyna Sri Wahyuni Hasibuan, Saya Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum jurusan Hukum Tata Negara yang sedang melakukan penelitian guna memenuhi kelulusan Strata-1 di Fak. Hukum USU. Saya ingin minta waktu bapak/ ibu beberapa menit/jam untuk wawancara guna memenuhi data terkait penulisan skripsi saya berjudul : “ Fungsi Legislasi DPRD (Studi Kajian Fungsi
DPRD Periode 2009-2014) ”
1. Sejauh ini, apakah anggota DPRD termasuk bapak mengetahui tentang fungsi dan tugas-tugas DPRD?
Jawab : Sudah mengetahui, ada tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi pengawasan, fungsi anggaran. Tugas DPRD yaitu membentuk Perda dan banyak lagi diatur dalam undang – undang.
(2)
Jawab : Mekanisme pembentukan DPRD ada dua yaitu berdasarkan Inisiatif DPRD dan Eksekutif dan dilaksanakan sesuai Undang-Undang. Mekanismenya dilaksanakan menurut Undang – Undan No.12 tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang - undangan
3. Dalam pembuatan Perda, apa perbedaan usulan pembuatan perda yang berasal dari kepala daerah atau dari anggota badan legislasi DPRD?
Jawab : Sebenarnya sama aja karena insiatif DPRD ataupun Kepala Daerah semuanya berasal dari rakyat. Hanya saja proses penyusunannya saja yang berbeda. Perda yang berasal dari Insiatif DPRD disusun dan disiapkan oleh anggota DPRD sedangkan perda yang berasal dari inisiatif kepala daerah dipersiapkan oleh Biro Hukum Pemerintahan Provinsi. Namun, pembahasan dan pengkajiannya di berikan kepada Badan Legislasi.
4. Sejauh ini, berapa lama waktu yang diperlukan oleh anggota DPRD dalam proses penyusunan sampai kepada pengesahan perda sumut?
Jawab : 3-4 Bulan (terkandung kajian analisanya atau studi bandingnya) 5. Sejauh ini adakah hambatan yang dihadapi dalam proses penyusunan
peraturan daerah? Jika ada apa saja hambatan dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?
Jawab : Tidak Kourumnya badan legislasi sehingga hasilnya tidak optimal, kajian tidak sesuai dengan kenyataan analisa, anggaran, sosial,alam dan lain
– lain . Cara mengatasinya yaitu dengan pembentukan tim ahli S2, tidak ada lembaga biasanya USU
(3)
6. Apakah masyarakat ikut berperan dalam proses pembuatan/ penyusunan perda? Jika ikut bagaimana peran/ partisipasi masyarakat tersebut?
Jawab : Peran masyarakat itu diwakilkan oleh DPRD karena DPRD berkedudukan sebagai wakil rakyat.
7. Apa upaya yang dilakukan agar masyarakat mengetahui bahwa telah di tetapkan suatu perda?
(4)
Pedoman Wawancara
Nama Responden : Aduhot Simamora Hari/ Tanggal : Selasa, 5 Mei 2015
Lokasi : Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara
Waktu : 13.06 WIB
Keterangan: P : Penulis R : Responden
Selamat pagi Bapak/ Ibu, perkenalkan pak/bu nama saya : Dyna Sri Wahyuni Hasibuan, Saya Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum jurusan Hukum Tata Negara yang sedang melakukan penelitian guna memenuhi kelulusan Strata-1 di Fakultas Hukum USU. Saya ingin minta waktu bapak/ ibu beberapa menit/jam untuk wawancara guna memenuhi data terkait penulisan skripsi saya berjudul : “ Fungsi Legislasi DPRD (Studi Kajian Fungsi
DPRD Periode 2009-2014) ”
1. Sejauh ini, apakah anggota DPRD termasuk bapak mengetahui tentang fungsi dan tugas-tugas DPRD?
Jawab : Sudah tentu mengetahui bahwa DPRD memiliki tiga fungsi yaitu legislasi,anggaran dan pengawasan. Sedangkan tugas DPRD adalah membentuk Perda, mengawasi APBD dan lain – lain yang diatur dalam
(5)
Jawab : Proses atau mekanisme Perda berasal Inisiatif Usul DPRD dan Inisiatif Usul Gubernur. Dibuat daftar Prolegda, diagendakan ke Badan legislasi . Lalu dilakukan pembahsan dengan mengikuti ketentuan Undang-undang. Proses dan Mekanisme penyusunan Perda dilakukan mengikuti ketentuan peraturan perundang – undangan diatasnya.
3. Dalam pembuatan Perda, apa perbedaan usulan pembuatan perda yang berasal dari kepala daerah atau dari anggota badan legislasi DPRD?
Jawab : mekanisme penyusunan pengajuan ranperda nya berbeda, penyusunan perda berdasarkan insiatif DPRD dikoordinasikan oleh Badan Legislasi sedangkan di lingkungan pemerintahan dikoordinasikan oleh Biro Hukum dan dapat mengikuti sertakan instansi terkait.
4. Sejauh ini, berapa lama waktu yang diperlukan oleh anggota DPRD dalam proses penyusunan sampai kepada pengesahan perda sumut?
Jawab : Relatif, tergantung pada Perda yang mau dibahas. Karena ada beberapa Perda yang menyangkut hal lain dan melibatkan lembaga lain. 5. Sejauh ini adakah hambatan yang dihadapi dalam proses penyusunan
peraturan daerah? Jika ada apa saja hambatan dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?
Jawab : Kesulitan mensinkronkan peraturan perundang – undangan diatasnya dapat berakibat dibatalkan.
Cara mengatasinya dengan dibentuknya Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan DPRD, adanya kegiatan Studi Banding.
(6)
6. Apakah masyarakat ikut berperan dalam proses pembuatan/ penyusunan perda? Jika ikut bagaimana peran/ partisipasi masyarakat tersebut?
Jawab : Pada intinya masyarakat aktif dalam memberi masukan sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Jawab : Paripurna/ sudah resmi, husnas yang mempublikasi yaitu sosialisasi melalui eksekutif.
7. Apa upaya yang dilakukan agar masyarakat mengetahui bahwa telah di tetapkan suatu perda?
Jawab : Diadakannya sosialisasi oleh eksekutif dan untuk DPRD sendiri sosialisasi dilakukan oleh sekretariat DPRD bagian Humas.