Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya

4.3. Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya

Kondisi kependudukan terkait dengan aspek sosial budayanya memiliki peran yang sangat vital dalam keberlangsungan industri kreatif rumah tangga. Penduduk merupakan tenaga kerja dari industri tersebut, sedangkan aspek sosial dan budaya sangat berpengaruh dalam proses produksi barang industri yang memiliki nilai kreatif dan budaya yang tinggi. Berikut merupakan aspek kependudukan di wilayah studi terkait pengaruhnya terhadap optimalisasi pengembangan indsutri kreatif rumah tangga yang berbudaya.

4.3.1. Kemampuan SDM dalam Industri Kemampuan sumber daya manusia dalam hal ini para pelaku industri, perlu diketahui untuk memetakan potensi industri tersebut. Industri kreatif yang bernilai budaya terutama, membutuhkan pekerja yang memiliki skill dan kreatifitas tinggi serta memiliki pengetahuan budaya yang cukup. Industri yang memiliki pekerja lebih terampil tentunya akan menghasilkan produk yang lebih kreatif dan inovatif serta lebih mampu bersaing pada pasar.

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, skill para pekerja diberikan secara turun temurun oleh keluarga mereka seperti halnya industri yang juga diwariskan turun temurun. Sedangkan para pekerjanya biasanya juga hanya diajari oleh sang pemilik industri, tanpa ada program pelatihan khusus baik dari paguyuban maupun pemerintah. Seiring dengan maraknya globalisasi, beberapa pemilik industri yang memiliki kemampuan untuk mengakses teknologi berusaha untuk mencari referensi untuk pengembangan produk mereka melalui internet, catalog, dan sebagainya. Selain untuk referensi desain produk, teknologi terutama jaringan internet dapat dimanfaatkan sebagai media promosi produk industri kreatif rumah tangga yang berbudaya.

Selain skill, analisa pendidikan formal yang dimiliki oleh para pelaku industri juga erat kaitannya dalam hal memetakan potensi industri kreatif rumah tangga yang berbudaya. Seorang lulusan SMK tentunya akan lebih cakap dalam mengelola atau memanajemen industrinya dibanding dengan hanya lulusan SD. Kemampuan dalam memperluas Selain skill, analisa pendidikan formal yang dimiliki oleh para pelaku industri juga erat kaitannya dalam hal memetakan potensi industri kreatif rumah tangga yang berbudaya. Seorang lulusan SMK tentunya akan lebih cakap dalam mengelola atau memanajemen industrinya dibanding dengan hanya lulusan SD. Kemampuan dalam memperluas

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014

Gambar 4.8. Diagram Proporsi Pendidikan Terakhir Pelaku Industri

Diagram tersebut menunjukkan proporsi dari masing-masing tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pelaku indsustri di kawasan studi. Dari sampel yang diambil, dapat diketahui bahwa hampir separuh yaitu 49% pernah mengenyam pendidikan hingga tingkat SMA/SMK, hampir sepertiga yaitu sebesar 32% hanya sampai pada tingkat SD, hanya seperlima atau 17% yang bersekolah hingga tingkat SMP, dan hanya ada 2% yang pernah menduduki bangku kuliah.

Data mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada SDM di kawasan studi juga perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan SDM di bidang industri secara kuantitatif. IPM merupakan suatu angka indeks Data mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada SDM di kawasan studi juga perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan SDM di bidang industri secara kuantitatif. IPM merupakan suatu angka indeks

Perhitungan indeks pembangunan manusia dapat dilihat dengan membandingkan nilai maksimum dan minimum pada setiap indikator. IPM pada kawasan studi dapat dilihat sebagai berikut

Tabel IV.15 Indikator Indeks Pembangunan Manusia

Nilai Angka Harapan Hidup

Indikator

Angka Melek Huruf

Angka Rata-rata Lama Sekolah

Rp520.000,00 Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014

Konsumsi perkapita

Berdasarkan data yang diperoleh melalui perhitungan dari Kecamatan Dalam Angka dan survey primer berupa wawancara dan kuesioner seperti dapat dilihat di atas, dapat dibuat perhitungan sebagai berikut

• Indeks Angka Harapan Hidup 57,97 − 25

• Indeks Angka Melek Huruf 100 −0

• Indeks Rata-rata Lama Sekolah

• Indeks Konsumsi Perkapita 520 − 300

= 𝟎, 𝟓𝟎𝟖𝟒

732,72 − 300

• Dari indeks angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dapat dihitung Indeks Angka Pendidikan sebagai berikut

2 1 = (1) + (0,6453) = 𝟎, 𝟖𝟖𝟏

Setelah diperoleh angka indeks per kriteria, dapat dihitung Indeks Pembangunan Manusia sebagai berikut:

𝟏 𝐈𝐏𝐌 = ( 𝟎, 𝟓𝟒𝟗𝟓 + 𝟎, 𝟓𝟎𝟖𝟒 + 𝟎, 𝟖𝟖𝟏𝟖) = 𝟎, 𝟔𝟒𝟔𝟔

Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa angka IPM di kawasan studi sudah cukup tinggi sehingga diharapkan akan mampu mengembangkan industrinya.

4.3.2. Proporsi Penduduk yang Bekerja di Bidang Industri Dengan mengetahui proporsi atau jumlah penduduk di kawasan studi yang bekerja di bidang industri dapat digali mengenai potensi industri tersebut dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Meskipun skalanya rumah tangga sehingga tidak memerlukan begitu banyak pekerja, tenaga kerja ini diharapkan mampu mendirikan industrinya sendiri sehingga kawasan studi menjadi sentra kawasan industri kreatif yang berbudaya. Berikut merupakan diagram proporsi mata pencaharian penduduk di kawasan studi.

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014 Gambar 4.9. Diagram Proporsi Jumlah Penduduk Berdasar Mata Pencaharian

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014 Gambar 4.10. Diagram Pertumbuhan Jumlah Pekerja Industri di Kawasan Studi

Pada diagram dapat dilihat bahwa pada kawasan studi, mata pencaharian yang mendominasi adalah sebagai buruh industri walaupun selisihnya tidak terlalu banyak dengan buruh bangunan dan pedagang. Banyaknya penduduk yang bekerja di bidang industri diharapkan mampu menjadi potensi yang besar bagi perkembangan indsustri kreatif budaya karena mampu menyuplai banyak tenaga kerja.

Dengan menjamurnya industri kreatif budaya yang sejenis pada suatu kawasan justru akan memberi efek positif bagi industri itu sendiri. Adanya pengumpulan atau klasterisasi berdasar kedekatannya akan memberi tanda atau ciri pada kawasan tersebut sehingga terlabeli dengan tulisan kawasan industri kreatif budaya Kota Surakarta. Secara tidak langsung hal ini menjadi branding bagi industri tersebut dan menciptakan promosi, seperti halnya kawasan industrial Third Italy.

4.3.3. Proporsi Penduduk Usia Produktif yang Bekerja di Bidang Industri Pelaku indsutri seharusnya memiliki usia produktif yaitu antara 15-

59 tahun sehingga masih mampu untuk bekerja dan tidak memberatkan keadaan fisik dan mentalnya. Usia di bawah 15 tahun masih tergolong anak-anak yang seharusnya masih melanjutkan pendidikan di sekolah, sedangkan usia di atas 59 tahun merupakan usia senja di mana seharusnya sudah beristirahat tidak bekerja atau melakukan suatu pekerjaan yang berat. Berikut merupakan peta dan grafik perkembangan usia penduduk di bidang industri dalam kurun waktu terakhir.

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014

Gambar 4.11. Peta Proporsi Usia Produktif Kawasan Studi

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014

Gambar 4.12. Diagram Pertumbuhan Penduduk

Berdasar Usia Produktif di Kawasan Studi

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa usia produktif lebih mendominasi dibandingkan usia non produktif. Perkembangan jumlahnya fluktuatif setiap tahun namun tetap seimbang dan tidak terjadi perubahan terlalu besar. Namun dari hasil survey yang dilakukan ternyata masih ada pelaku industri yang sudah berusia tidak produktif. Berikut merupakan diagram proporsi usia pelaku industri kreatif rumah tangga yang berbudaya di kawasan studi.

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014 Gambar 4.13. Diagram Proporsi Pelaku Industri Kreatif di Kawasan

Studi Berdasar Usia Produktif

Diagram tersebut merupakan data olahan survey mengenai usia pelaku industri yang disampel. Diagram tersebut menunjukkan bahwa masih ada 34% atau sepertiga dari pelaku industri kreatif rumah tangga yang berusia tidak produktif, walaupun 66% atau duapertiganya berusia produktif.

4.3.4. Perkembangan Jumlah Industri Berbudaya Industri kreatif rumah tangga yang memiliki nilai budaya adalah pada subsektor kerajinan, desain fashion, dan alat musik. Perkembangan 4.3.4. Perkembangan Jumlah Industri Berbudaya Industri kreatif rumah tangga yang memiliki nilai budaya adalah pada subsektor kerajinan, desain fashion, dan alat musik. Perkembangan

Sumber: Hasil kompilasi kelompok STUPRO Industri Kreatif Rumah Tangga, 2014

Gambar 4.14. Diagram Pertumbuhan Jumlah Industri Kreatif Rumah

Tangga yang Memiliki Nilai Budaya

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa jenis industri yang mengalami perkembangan cukup signifikan adalah jenis batik kemudian disusul oleh mebel. Tidak mengherankan karena batik merupakan ciri khas dari Kota Surakarta sehingga banyak pelaku industri yang memilih jenis industri kreatif budaya tersebut. Namun demikian, jenis industri canting yang merupakan alat untuk membatik dari 15 tahun yang lalu hingga sekarang hanya ada 1 jenis dan tidak mengalami perkembangan jumlah. Sedangkan untuk jenis lain seperti alat musik keroncong, alat musik gamelan, warangka keris, dan blangkon tidak mengalami perkembangan yang baik ditunjukkan dengan grafiknya yang datar atau bahkan malah menurun.