Jagung dan Fenomena Hibrida
b. Jagung dan Fenomena Hibrida
Peningkatan produksi jagung dengan laju lebih dari 14 persen per tahun dalam beberapa tahun terakhir tentu tidak dilepaskan
Manajemen Kebijakan Pangan: RAWAN PRAKTIK TIDAK SEHAT’ 157 Manajemen Kebijakan Pangan: RAWAN PRAKTIK TIDAK SEHAT’ 157
Hal yang harus diperhatikan adalah, sampai saat ini Indonesia masih harus memenuhi kebutuhan konsumsi jagung di dalam negeri dari jagung impor, yang diperkirakan sekitar 2 juta ton. Impor jagung biasanya digunakan untuk bahan baku industri makanan ternak atau hanya sedikit sekali jagung impor yang dikonsumsi. Karena harga jagung di pasar global senantiasa naik dengan laju peningkatan hampir 100 persen, maka menggantungkan sepenuhnya kebutuhan jagung dari negara lain pastilah bukan kebutuhan yang bijak.
Pada awal 2000-an, Pemerintah Indonesia pernah mencanangkan Gerakan Mandiri Peningkatan Produksi Kedelai dan Jagung (Gema Palagung) untuk meningkatkan produksi palawija di dalam negeri. Beberapa Pemda di Sulawesi telah bertekad
158 158 158158 158 MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN DEMI MASA DEPAN INDONESIA 2015-2025 158 158 158158 158 MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN DEMI MASA DEPAN INDONESIA 2015-2025
Literatur tentang ekonomi jagung di Indonesia mulai berkembang setelah karya cukup fenomenal Peter Timmer (1987) yang berjudul The Corn Economy of Indonesia mencoba memetakan sistem produksi dan konsumsi jagung dalam kerangka pemenuhan kebutuhan pangan dan pakan ternak. Lima belas tahun setelah karya tersebut hadir, para peneliti Indonesia mampu menghasilkan karya yang mirip, namun lebih lengkap dan komprehensif yang diberi judul Ekonomi Jagung Indonesia (Kasryono, 2003). Beberapa artikel hasil penelitian lapangan ke segenap penjuru Indonesia dituangkan dalam buku yang dimaksudkan untuk melihat pergeseran pola produksi dan konsumsi jagung sehubungan dengan semakin berkembangnya pemanfaatan jagung hibrida di beberapa sentra produksi di Tanah Air.
Sentra produksi jagung di Indonesia relatif tidak banyak berubah, yaitu Sumatera Utara (Sumut), Lampung, Jawa Tengah ( Jateng), Jawa Timur ( Jatim), Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Tujuan produksi jagung di Sumut sebagian besar untuk dijual (tujuan komersial), di Jawa dan Lampung sebagai pangan dan bahan baku industri, dan di NTT dan Sulsel sebagai pangan pokok (Kasryono et al, 2003). Pasca masuknya jagung hibrida, tujuan produksi jagung di Sulawesi juga digunakan
Manajemen Kebijakan Pangan: RAWAN PRAKTIK TIDAK SEHAT’ 159 Manajemen Kebijakan Pangan: RAWAN PRAKTIK TIDAK SEHAT’ 159
ternak. Karakter jagung hibrida yang tingkat adopsi hibrida di
banyak ditanam di lahan sawah dan Indonesia baru mencapai lahan kering dengan curah hujan tinggi
30 persen karena beberapa faktor dari
sebenarnya merupakan perkembangan dalam diri petani, seperti
yang sangat menarik. Demikian pula umur, suku, pendidikan,
pola kerja sama petani swasta dengan pengalaman usaha tani,
petani, kemitraan antara petani kecil serta faktor dari luar
dan usaha agribisnis, sistem produksi diri petani, seperti harga
jagung yang terintegrasi dengan benih, dan penghasilan
industri pakan ternak adalah beberapa
petani.
perkembangan terkini yang mewarnai ekonomi jagung Indonesia sekarang.
Di Jatim selain Madura, sekitar 38 persen pertanaman jagung hibrida berada di lahan sawah, yang sebagian besar beririgasi teknis. Kompetisi pemanfaatan lahan dan air antara jagung, padi, kedelai dan tebu akan selalu menjadi masalah sosial-ekonomi yang hangat di daerah Jatim. Di Madura, jagung lokal dengan varietas genjah juga ditanam pada lahan dengan intensitas pompa air lebih dari 42 hektare per pompa (Pasandaran dan Kasryono, 2003). Yang perlu ditekankan di sini, jagung lokal dan jagung hibrida adalah dua komoditas yang berbeda. Jagung lokal umumnya digunakan untuk pangan dan tidak dapat dijadikan bahan baku industri pakan. Sedangkan jagung hibrida digunakan untuk bahan baku industri dan tidak dapat digunakan sebagai pangan.
Relevansi jagung hibrida dalam sistem pangan di Indonesia
160 160 160160 160 MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN DEMI MASA DEPAN INDONESIA 2015-2025 160 160 160160 160 MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN DEMI MASA DEPAN INDONESIA 2015-2025
Jagung hibrida pertama kali diperkenalkan kepada petani oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang pada 1984 (Sumarno, 2008). Sejak itu, sektor swasta ---termasuk yang berafiliasi dengan perusahaan asing--- mengambil-alih inisiatif untuk menyebarluaskan benih jagung hibrida ke segenap penjuru Tanah Air. Menurut Sumarno (2008), Indonesia membutuhkan waktu
10 tahun lebih untuk meyakinkan petani tentang pertambahan produktivitas jagung hibrida.
Kini, setelah 23 tahun, tingkat adopsi hibrida di Indonesia baru mencapai 30 persen karena beberapa faktor dari dalam diri petani, seperti umur, suku, pendidikan, pengalaman usaha tani, serta faktor dari luar diri petani, seperti harga benih, dan penghasilan petani. Harga benih jagung hibrida 5-6 kali lipat dibandingkan dengan harga benih jagung non-hibrida. Sementara di AS benih hibrida pertama kali diperkenalkan kepada petani sejak 1920. Sejak dekade 1950-an, seluruh tanaman jagung di AS telah menggunakan jagung hibrida dengan laju peningkatan produksi lebih dari 100 persen dan produktivitas jagung di AS mampu di
Manajemen Kebijakan Pangan: RAWAN PRAKTIK TIDAK SEHAT’ 161 Manajemen Kebijakan Pangan: RAWAN PRAKTIK TIDAK SEHAT’ 161
Potensi peningkatan pro duktivitas jagung hibrida di Indonesia sebenarnya masih sangat tinggi mengingat per bedaan produksi atau tingkat heterisis jagung hibrida dan non-hibrida mencapai 75-100 persen. Produksi rata-rata jagung non-hibrida masih berkisar 3-4 ton biji kering per hektare, sedangkan jagung hibrida berkisar 7-8 juta ton per hektare. Secara genetis, tanaman jagung berkembang biak dengan penyerbukan silang (cross pollination) dengan susunan pasangan gen yang tidak sepadan atau heterozigot.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan padi yang menyerbuk sendiri (self-pollination) dan memiliki pasangan gen sama- sepadan atau homozigot. Teknologi benih hibrida adalah upaya manusia untuk merekonstruksi seluruh pasangan gen pada tanaman menjadi heterozigot, dengan jalan membuat benih berasal dari persilangan. Produktivitas jagung hibrida pasti lebih tinggi dibandingkan dengan jagung non-hibrida karena fenomena heterosis tersebut.