Implikasi perubahan ketersediaan nutrien terhadap perkembangan pesat (blooming) fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta

(1)

IMPLIKASI PERUBAHAN KETERSEDIAAN

NUTRIEN TERHADAP PERKEMBANGAN

PESAT (

BLOOMING

) FITOPLANKTON DI

PERAIRAN TELUK JAKARTA

YULIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Implikasi Perubahan Ketersediaan Nutrien terhadap Perkembangan Pesat (Blooming) Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012 Yuliana


(3)

ABSTRACT

YULIANA. Implications of Changes in Nutrient Availability for Phytoplankton

rapid growth (blooming) at Jakarta Bay Waters. Guided by ENAN M.

ADIWILAGA, ENANG HARRIS, and NIKEN T. M. PRATIWI.

The main inorganic nutrients are necessary for phytoplankton to grow and develop are nitrogen, phosphorus, and silica. If the input of nutrients in marine waters beyond the optimal growth of phytoplankton, it will lead to rapid growth (blooming) of certain types of phytoplankton. This study aimed to analyze and determine the concentration and ratio of N : P as well as changes in nutrient availability to the population explosion and change the structure of phytoplankton communities in Jakarta Bay, to set the amount of nutrient preparations leading to population explosions of certain phytoplankton in the Jakarta Bay, as well as to examine the relationship between increased production phytoplankton biomass with nutrient availability in the dry season and rainy season and transitional season. The experiment was conducted in Jakarta Bay in August 2009 to May 2010. Sampling was performed six times at nine stations. Phytoplankton enumeration was performed by the method of deposition. Nutrient samples were analyzed using a spectrophotometer. Canonical correspondence analysis was used to determine the relationship between phytoplankton with physico-chemical parameters of water. The results showed that the spatially and temporally there were found 47 genera of phytoplankton from four classes : Bacillariophyceae (26 genera), Chlorophyceae (8 genera), Cyanophyceae (7 genera), and Dinophyceae (6 genera). Concentration of major nutrients (N, P, and Si) was high and the ratio of N : P was less than 16 resulted in very rapid growth (blooming) of certain types of phytoplankton in Jakarta Bay waters. Very rapid growth of phytoplankton occured in the range of concentrations of nutrients, namely nitrate: 0.0105-0.0829 mg.L-1, orthophosphate : 0.0114-0.3010 mg.L-1, and silica : 0.2787-5.9946 mg.L-1. Genera of phytoplankton that were experiencing rapid growth (blooming) in the dry season were Skeletonema and Rhizosolenia, while those of phytoplankton in the transitional season were Skeletonema, Chaetoceros, Rhizosolenia, and Noctiluca. How ever, in the rainy season there was no genus of phytoplankton that grew very rapidly. Physico-chemical parameters contributing to the blooming

of Skeletonema were silica, nitrate, orthophosphate, and temperature. Parameters

that contributing to the blooming of Chaetoceros were pH and silica. pH also played a role in the rapid growth of the genus Rhizosolenia.


(4)

RINGKASAN

YULIANA. Implikasi Perubahan Ketersediaan Nutrien terhadap Perkembangan

Pesat (Blooming) Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta. Di bawah bimbingan

ENAN M. ADIWILAGA sebagai ketua komisi, ENANG HARRIS dan NIKEN

T. M. PRATIWI sebagai anggota komisi.

Nutrien anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang adalah nitrogen, fosfor, dan silika. Jika masukan nutrien di perairan laut melampaui batas optimal pertumbuhan fitoplankton, maka akan menyebabkan pertumbuhan pesat (blooming) jenis-jenis fitoplankton tertentu. Ledakan populasi fitoplankton yang berlebihan (blooming) seringkali menimbulkan permasalahan di suatu perairan seperti proses fotosintesis fitoplankton terganggu, kematian ikan, serta memunculkan beberapa spesies yang mengandung toksin. Tujuan penelitian adalah menganalisis dan menentukan konsentrasi dan rasio N : P serta perubahan ketersediaan nutrien terhadap ledakan populasi dan perubahan struktur komunitas fitoplankton, menetapkan besaran sediaan nutrien yang memicu terjadinya ledakan populasi fitoplankton tertentu, serta mengkaji hubungan antara peningkatan produksi biomassa fitoplankton dengan ketersediaan nutrien pada musim kemarau dan musim hujan serta musim peralihan.

Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Jakarta dari bulan Agustus 2009 hingga Mei 2010 pada sembilan stasiun. Parameter fisika-kimia dan biologi yang diukur adalah ketersediaan nutrien jenis N, P, dan Si, Fe, suhu, arus, kekeruhan, kecerahan, pH, salinitas, kelimpahan fitoplankton, klorofil-a, serta kista Dinophyceae. Pengukuran parameter dilakukan pada enam waktu pengamatan (bulan Agustus 2009, September 2009, November 2009, Januari 2010, Maret 2010, dan Mei 2010). Analisis data meliputi ANOVA dua arah dilakukan untuk mengetahui distribusi parameter fisik, kimia, dan biologi. Analisis kanonikal korespondensi (CCA) digunakan untuk mengevaluasi korelasi kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan. Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk mengkaji hubungan kelimpahan komunitas fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan.

Hasil pencacahan jenis-jenis fitoplankton secara spasial dan temporal didapatkan 47 genera dari 4 (empat) kelas fitoplankton yang terdiri atas 26 genera dari kelas Bacillariophyceae, 8 genera dari kelas Chlorophyceae, 7 genera dari kelas Cyanophyceae, dan 6 genera dari kelas Dinophyceae. Selama penelitian, kelas Bacillariophyceae yang mendominasi kelas yang lain dengan persentase total sebesar 66% dan paling rendah adalah kelas Chlorophyceae dengan persentase adalah 7% dari total kelimpahan fitoplankton di perairan Teluk Jakarta.

Sementara itu, hasil pengukuran nutrien didapatkan bahwa konsentrasi nutrien N (nitrat, nitrit, dan amonia) selama penelitian memiliki kisaran masing-masing adalah nitrat : 0,0072-0,0982 mg.L-1, nitrit : 0,0000-0,0119 mg.L-1, dan amonia : 0,1016-2,0241 mg.L-1. Ortofosfat dengan kisaran adalah 0,0114-0,4076 mg.L-1. Silika dengan nilai yang berkisar antara 0,2787-5,9946 mg.L-1. Secara umum rasio N : P di perairan Teluk Jakarta selama penelitian memiliki nilai yang kurang dari 16, kecuali pada stasiun 2 pengamatan September 2009 yang lebih besar dari 16. Kisaran rasio N : P yang diperoleh selama penelitian di Teluk Jakarta adalah 1,02-17,36.


(5)

Hasil CCA antara kelimpahan komunitas fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan berdasarkan stasiun ditemukan 5 kelompok yaitu kelompok I terdiri atas stasiun 1 dan 4, kelompok II hanya stasiun 3, kelompok III yakni stasiun 2, kelompok IV adalah stasiun 5, 7, 9, dan 8, serta kelompok V yaitu stasiun 6. Berdasarkan waktu pengamatan didapatkan 5 kelompok fitoplankton yakni kelompok I terdiri atas waktu pengamatan I (Agustus 2009) dan waktu pengamatan II (September 2009), kelompok II hanya waktu pengamatan III (November 2009), kelompok III yaitu waktu pengamatan VI (Mei 2010), kelompok IV adalah waktu pengamatan IV (Januari 2010), serta kelompok V yaitu waktu pengamatan 5 (Maret 2010). Sementara itu, pada musim peralihan terdapat 3 kelompok fitoplankton yaitu kelompok I adalah pengamatan September 2009, kelompok II yaitu pengamatan November 2009, serta kelompok III yang terdiri atas pengamatan Maret 2010 dan Mei 2010. Masing-masing kelompok tersebut dipengaruhi oleh parameter fisika-kimia perairan yang berbeda.

Selama penelitian di perairan Teluk Jakarta telah terjadi beberapa kali pertumbuhan pesat (blooming) fitoplankton pada lokasi (stasiun) dan waktu pengamatan yang berbeda, jenis-jenis fitoplankton yang telah mengalami pertumbuhan pesat (blooming) yaitu genus Skeletonema, Chaetoceros, dan

Rhizosolenia, genus-genus tersebut merupakan kelas Bacillariophyceae. Selain

genus-genus dari kelas Bacillariophyceae yang telah blooming tersebut, ditemukan pula genus Noctiluca dari kelas Dinophyceae yang telah mengalami pertumbuhan pesat (blooming).

Parameter fisika-kimia perairan yang berperan terhadap pertumbuhan pesat (blooming) dari masing-masing genus selama penelitian yaitu genus Skeletonema adalah nitrat, silika, ortofosfat, dan suhu. Genus Chaetoceros yaitu silika dan pH. Genus Rhizosolenia hanya pH.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ditemukan di perairan Teluk Jakarta dari hasil penelitian ini, maka upaya pengelolaan sumberdaya perairan di wilayah ini sangat dibutuhkan, mengingat kawasan ini merupakan wilayah yang sangat besar peranannya dan berperanan penting bagi berbagai jenis biota yang hidup di dalamnya. Upaya pengelolaan sumberdaya perairan di Teluk Jakarta dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu pengendalian pencemaran limbah, peningkatan program-program yang berkaitan dengan pengelolaan laut, serta penerapan kebijakan.


(6)

© Hak cipta milik Intitut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

IMPLIKASI PERUBAHAN KETERSEDIAAN

NUTRIEN TERHADAP PERKEMBANGAN PESAT

(

BLOOMING

) FITOPLANKTON DI PERAIRAN

TELUK JAKARTA

YULIANA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc.

(Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB) 2. Dr. Ir. Zahidah, M. Si.

(Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran, Bandung)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Gadis Sri Haryani

(Peneliti Pusat Penelitian Limnologi - LIPI) 2. Dr. Ir. Ario Damar, M. Si.


(9)

Judul Disertasi : Implikasi Perubahan Ketersediaan Nutrien terhadap Perkembangan Pesat (Blooming) Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta

Nama : Yuliana

NIM : C261070021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga Ketua

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr.


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat, dan inayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan disertasi dengan judul “Implikasi Perubahan Ketersediaan Nutrien terhadap Perkembangan Pesat (Blooming) Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang penulis sangat hormati Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M. S., dan Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M. Si. yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati telah membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Selain itu, terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penguji, yaitu penguji di luar komisi pembimbing : Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc., Dr. Ir. Zahidah, M. S., Dr. Ir. Gadis Sri Haryani, Dr. Ir. Ario Damar, M. Si., dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, yang berkenan menyumbangkan buah pikiran untuk memperkaya tulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat dan Allah Subhanahu Wataala meridhoi-Nya. Amin.

Bogor, Juli 2012


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, atas bantuan beasiswa Biaya Pendidikan Pascasarjana (BPPS) tahun 2007 yang diberikan kepada penulis.

2. Rektor dan para Wakil Rektor, Dekan dan para Wakil Dekan, serta Ketua Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun beserta staf atas kesempatan dan dukungannya kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.

3. Dr. Kardiyo Praptokardiyo atas masukan, saran, dan nasehat yang diberikan kepada penulis.

4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Papi, Mami, Kak Nasrun dan keluarga atas segala doa, kasih sayang, dorongan semangat, dan dukungan moril kepada penulis.

5. Dr. Ir. Kasful Anwar, M. Si., atas segala pengorbanan saat membantu penulis selama pengambilan data dan sampel di lapangan.

6. Dr. Fahma Wijayanti, M. S., dan Ayu Ervinia S. Pi. atas bantuannya dalam pengolahan data.

7. Muhammad Yusuf Halim, S.Pi., M.Si dan keluarga, Dr. Ir. Yusni, M.Si. dan keluarga, serta Ir. Djuita Singagerda atas segala bantuan selama ini.

8. Sahabat-sahabat terbaik Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si., Dr. Ir. Alianto, M.Si., Jefri Bemba, S.Pi., M.Si., Aras Syazili, S.Pi., M.Si., Budi S.Pi., Dr. Riyadi Subur, S.Pi., M.Si., dan Amir Teapon, S.P., M.Si., serta teman seangkatan SDP 2007 atas bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa studi.

9. Kepala dan seluruh staf laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, atas segala bantuannya kepada penulis saat melakukan analisis di laboratorium.

10. Berbagai pihak lainnya yang memiliki andil dalam keberhasilan penulis menyelesaikan studi S3 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, SPs IPB, Bogor.


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang pada tanggal 1 Juli 1972 dari ayah Mansyur Recar dan ibu Isatta Caco. Pendidikan sarjana penulis selesaikan di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin tahun 1995, pendidikan Magister Sains di Program Studi Ilmu Perairan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP) diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari beasiswa Biaya Pendidikan Pascasarjana (BPPS) DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun, Ternate sejak tahun 2004.

Selama mengikuti program S3, penulis telah beberapa kali mengikuti kegiatan yang bertaraf nasional dan internasional.

- Kegiatan nasional yang telah diikuti adalah :

1. Pemakalah pada Seminar Nasional Tahunan V (2008), VII (2010), dan VIII (2011) Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

2. Pemakalah pada Seminar Nasional Moluska 2 tahun 2009 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3. Pemakalah pada Simposium Nasional Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor tahun 2010, Bogor.

4. Narasumber pada Pelatihan Kewirausahaan Pemuda di Bidang Teknologi Budidaya Perikanan Laut dengan Sistem Keramba dan Rumpon yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia tahun 2009, Serang-Banten.

- Kegiatan internasional yang telah diikuti yaitu :

1. Peserta pada International Round Table Discussion on Globalization,

Poverty, and Food, organized by the Centre for Postgraduate Student

Society International Islamic University Malaysia and University Putra Malaysia tahun 2009, Kuala Lumpur-Malaysia.

2. Pemakalah pada IPB (Institut Pertanian Bogor) - KU (Kasetsart University) Seminar on Food, Energy, and Water. Kasetsart University tahun 2011, Bangkok Thailand.

Artikel yang telah dan akan diterbitkan pada Jurnal adalah :

1. Jurnal Lutjanus edisi Juli 2010 (ISSN : 0853-7658) dengan judul Konsentrasi

Nitrat, Fosfat, dan Rasio N/P di perairan Teluk Jakarta.

2. Jurnal Lutjanus edisi Januari 2011 (ISSN : 0853-7658) dengan judul Struktur

Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Konsentrasi Nutrien N, P, dan Si di perairan Teluk Jakarta.

3. Jurnal Akuatika edisi September 2012 dengan judul Hubungan antara

Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisik-Kimia perairan di Teluk Jakarta.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Kebaruan Penelitian ... 4

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Perairan Teluk Jakarta... 7

B. Blooming Fitoplankton... 8

C. Prinsip Nutrien sebagai Faktor Pembatas ... 9

D. Kebutuhan Absolut dan Relatif Unsur Hara N, P, dan Si (Rasio Redfield : N/P/Si)……… 10

E. Faktor dan Proses Penentu Ledakan Populasi Fitoplankton .. 12

F. Struktur Komunitas Fitoplankton ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

B. Metode Penelitian ... 21

C. Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Hasil ... 27

1. Variabilitas Parameter Biologi secara Spasial dan Temporal ... 27

a. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton ... 27

b. Biomassa (Klorofil-a) Fitoplankton ... 34

c. Kista Dinophyceae ... 37

2. Konsentrasi Nutrien secara Spasial dan Temporal ... 39

a. Nitrat, Nitrit, dan Amonia ... 39

b. Nitrogen Inorganik Terlarut (NIT) ... 45

c. Ortofosfat ... 47

d. Silika ... 49

e. Rasio N : P dan N : Si ... 51

f. Besi (Fe) ... 53

3. Variabilitas Parameter Fisika-Kimia Perairan secara Spasial dan Temporal ... 55

a. Kecepatan Arus ... 55

b. Salinitas, Kekeruhan, dan Kecerahan... 57

c. Suhu dan pH ... 62


(14)

B. Pembahasan ... 66

1. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 66

2. Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, Rhizosolenia dan Noctiluca di Perairan Teluk Jakarta……….... 77

3. Pengaruh Konsentrasi Nutrien dan Rasio N : P terhadap Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, Rhizosolenia, dan Noctiluca di Perairan Teluk Jakarta 85

4. Hubungan antara Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 102

5. Kepekaan Komunitas Fitoplankton (Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia) terhadap Parameter Fisika-Kimia Perairan di Perairan Teluk Jakarta... 110

6. Prediksi Pertumbuhan Fitoplankton (Skeletonema dan Chaetoceros) di Perairan Teluk Jakarta……….. .. 113

C. Pengelolaan Sumberdaya Perairan ... 120

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 125

A. Simpulan ... 125

B. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kejadian blooming mikroalga (fitoplankton) tahun 2004-2007

di perairan Teluk Jakarta ... 9

2. Posisi geografi setiap stasiun penelitian ... 22 3. Parameter fisika-kimia, biologi, metode, dan alat ukur yang

digunakan ... 23 4. Kelimpahan fitoplankton (sel.L-1) di perairan Teluk Jakarta

selama penelitian ... 27

5. Hasil uji korelasi Pearson‟s antara kelimpahan fitoplankton

dengan parameter fisika-kimia perairan di Teluk Jakarta ... 34

6. Hasil uji korelasi Pearson‟s antara klorofil-a dengan parameter

fisika-kimia perairan di Teluk Jakarta ... 36

7. Hasil uji korelasi Pearson‟s antara kista Dinophyceae dengan

parameter fisika-kimia perairan di Teluk Jakarta ... 39 8. Persamaan regresi masing-masing kelompok fitoplankton

di perairan Teluk Jakarta berdasarkan stasiun ... 67 9. Persamaan regresi masing-masing kelompok fitoplankton

di perairan Teluk Jakarta berdasarkan waktu pengamatan ... 71 10. Persamaan regresi masing-masing kelompok fitoplankton

di perairan Teluk Jakarta pada musim peralihan ... 75 11. Waktu dan lokasi pengamatan serta jenis fitoplankton yang

mengalami pertumbuhan pesat (blooming) di perairan

Teluk Jakarta ... 86 12. Persamaan regresi masing-masing kelompok fitoplankton

(Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia) di perairan Teluk

Jakarta berdasarkan stasiun ... 103 13. Persamaan regresi masing-masing kelompok fitoplankton

(Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia) di perairan Teluk

Jakarta berdasarkan waktu pengamatan ... 105 14. Persamaan regresi masing-masing kelompok fitoplankton

(Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia) di perairan Teluk


(16)

15. Hasil perhitungan regresi linier berganda antara Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan parameter fisika-kimia berdasarkan lokasi pengamatan (stasiun) di perairan

Teluk Jakarta ... 111 16. Hasil perhitungan regresi berganda antara Skeletonema,

Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan parameter fisika-kimia berdasarkan waktu pengamatan di perairan

Teluk Jakarta ... 112 17. Hasil perhitungan regresi berganda antara Skeletonema,

Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan parameter fisika-kimia


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram alir perumusan masalah ... 5 2. Hubungan antara intensitas cahaya dan fotosintesis pada

berbagai kedalaman (Fogg 1975) ... 16 3. Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Jakarta... 21 4. Rata-rata kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun (atas) dan

waktu pengamatan (bawah). Standar deviasi bars dihitung dari

6 data (atas) dan dari 9 data (bawah) ... 28 5. Rata-rata dan persentase kelimpahan fitoplankton pada setiap

waktu pengamatan ... 33 6. Konsentrasi klorofil-a pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 35 7. Kelimpahan kista Dinophyceae pada setiap stasiun dan waktu

pengamatan ... 37 8. Konsentrasi nitrat pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 41 9. Konsentrasi nitrit pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 42 10. Konsentrasi amonia pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 44 11. Rata-rata konsentrasi nitrogen inorganik terlarut (gambar

atas) dan kontribusi masing-masing jenis (gambar bawah)

di perairan Teluk Jakarta ... 46 12. Konsentrasi ortofosfat pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 48 13. Konsentrasi silika pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 50 14. Rasio N : P pada masing-masing stasiun dan waktu pengamatan. 52 15. Rasio N : Si pada masing-masing stasiun dan waktu pengamatan. 53 16. Konsentrasi Fe pada masing-masing stasiun dan waktu


(18)

17. Kecepatan arus pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 56 18. Sebaran salinitas pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 58 19. Kekeruhan perairan pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 59 20. Kecerahan perairan pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 61 21. Sebaran suhu pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 63 22. Sebaran pH pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan ... 65 23. Grafik Canonical Correspondence Analysis (CCA) genus

fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan pada

setiap stasiun di Teluk Jakarta ... 69 24. Grafik Canonical Correspondence Analysis (CCA) genus

fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan pada

setiap waktu pengamatan di Teluk Jakarta ... 72 25. Grafik Canonical Correspondence Analysis (CCA) genus

fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan pada

musim peralihan di Teluk Jakarta... 76 26. Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia pada

semua stasiun di perairan Teluk Jakarta ... 80 27. Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia pada

semua waktu pengamatan di perairan Teluk Jakarta ... 83 28. Kelimpahan Noctiluca pada masing-masing stasiun dan waktu

pengamatan di perairan Teluk Jakarta ... 84 29. Kelimpahan Skeletonema pada setiap stasiun dan waktu

pengamatan di perairan Teluk Jakarta ... 88 30. Kelimpahan Chaetoceros pada setiap stasiun dan waktu

pengamatan di perairan Teluk Jakarta ... 94 31. Kelimpahan Rhizosolenia pada setiap stasiun dan waktu

pengamatan di perairan Teluk Jakarta ... 97


(19)

32. Kelimpahan Noctiluca pada setiap stasiun dan waktu

pengamatan di perairan Teluk Jakarta ... 100 33. Grafik Canonical Correspondence Analysis (CCA) genus

Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan parameter

fisika-kimia perairan berdasarkan stasiun di Teluk Jakarta ... 104 34. Grafik Canonical Correspondence Analysis (CCA) genus

Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan parameter fisika-kimia perairan berdasarkan waktu

pengamatan di Teluk Jakarta ... 107 35. Grafik Canonical Correspondence Analysis (CCA) genus

Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia dengan parameter

fisika-kimia perairan pada musim peralihan di Teluk Jakarta ... 110 36. Prediksi pertumbuhan Skeletonema dan Chaetoceros selama

5 tahun (60 bulan) di perairan Teluk Jakarta………. 115 37. Prediksi pertumbuhan Skeletonema dan Chaetoceros pada tahun

pertama……… 116

38. Prediksi pertumbuhan Skeletonema dan Chaetoceros pada tahun

kedua……….. 117 39. Prediksi pertumbuhan Skeletonema dan Chaetoceros pada tahun

ketiga………. 118 40. Prediksi pertumbuhan Skeletonema dan Chaetoceros pada tahun

keempat………. 119 41. Prediksi pertumbuhan Skeletonema dan Chaetoceros pada tahun

kelima……… 119


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil pengukuran arus selama penelitian ... 143

2. Hasil pengukuran salinitas selama penelitian ... 143

3. Hasil pengukuran kekeruhan selama penelitian ... 143

4. Hasil pengukuran kecerahan selama penelitian ... 144

5. Hasil pengukuran suhu selama penelitian ... 144

6. Hasil pengukuran pH selama penelitian ... 144

7. Hasil pengukuran nitrat selama penelitian ... 145

8. Hasil pengukuran nitrit selama penelitian ... 145

9. Hasil pengukuran amonia selama penelitian ... 145

10. Hasil pengukuran nitrogen organik terlarut (NIT) selama penelitian ... 146

11. Hasil pengukuran ortofosfat selama penelitian ... 146

12. Hasil pengukuran silikat selama penelitian ... 146

13. Hasil pengukuran besi (Fe) selama penelitian ... 147

14. Hasil pengukuran rasio N : P selama penelitian ... 147

15. Hasil pengukuran klorofil-a selama penelitian ... 147

16. Hasil pengukuran kista Dinophyceaea selama penelitian ... 148

17. Korelasi Pearson‟s variabel di perairan Teluk Jakarta ... 149

18. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L-1) waktu pengamatan bulan Agustus 2009 ... 150

19. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L-1) waktu pengamatan bulan September 2009 ... 152

20. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L-1) waktu pengamatan bulan November 2009 ... 154


(21)

21. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L-1) waktu pengamatan

bulan Januari 2010 ... 156 22. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L-1) waktu pengamatan

bulan Maret 2010 ... 158 23. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L-1) waktu pengamatan


(22)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketersediaan nutrien di perairan akan memacu pertumbuhan fitoplankton, organisme ini merupakan produsen primer utama dalam ekosistem perairan dan dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan. Semakin tinggi kesuburan perairan, semakin tinggi pula kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan.

Nutrien anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang adalah nitrogen dan fosfor (Nybakken 1992). Kedua jenis nutrien ini menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton (McCarthy et al. 1980 dalam Caraco et al. 1987). Selain itu, silika juga mempunyai pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton terutama dari kelas Bacillariophyceae.

Di perairan laut, jenis nutrien yang terpenting dan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton adalah nutrien jenis N. Nutrien jenis ini merupakan faktor pembatas di laut dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh masukan dari daratan. Jika masukan N di perairan laut melampaui batas optimal pertumbuhan fitoplankton, pertumbuhan organisme ini akan berlebihan pada waktu-waktu tertentu, dan yang paling mengkhawatirkan adalah jika masukan nutrien jenis N justru menjadi pemicu terjadinya ledakan populasi (blooming) suatu jenis fitoplankton yang tidak diinginkan.

Akhir-akhir ini, kejadian blooming fitoplankton terlihat semakin tinggi di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Sejak tahun 1983 hingga tahun 2007 kejadian blooming fitoplankton telah terjadi pada beberapa lokasi di Indonesia seperti di Selat Lewotobi, Teluk Kao, Makassar, Nunukan, Pantai Lampung, Pulau Pari, Teluk Ambon, Perairan Kaltim, Muara Memberamo, Sulawesi Utara, dan Teluk Jakarta (Sidabutar 2006). Di Teluk Jakarta kejadian blooming fitoplankton telah terjadi beberapa kali yaitu pada tahun 1995, 2004, 2005, dan 2007 (Sidabutar 2006; P2O 2007).

Ledakan populasi fitoplankton yang berlebihan (blooming) seringkali menimbulkan permasalahan di suatu perairan. Hal ini terjadi jika ledakan populasi jenis-jenis fitoplankton justru tidak memberikan keuntungan terhadap organisme


(23)

pada tingkatan trofik yang lebih tinggi. Selain itu, terjadinya ledakan populasi organisme ini dapat memunculkan permasalahan lain seperti proses fotosintesis fitoplankton terganggu, kematian ikan, serta memunculkan beberapa spesies yang mengandung toksin

Pengkajian secara komprehensif melalui suatu penelitian menyangkut ledakan populasi fitoplankton jenis-jenis tertentu sehubungan dengan perubahan ketersediaan masukan nutrien dapat dilakukan pada suatu perairan yang menerima masukan nutrien yang tinggi dan secara terus menerus. Salah satu perairan yang mengalami kondisi seperti itu adalah perairan Teluk Jakarta. Perairan ini banyak menerima masukan nutrien yang berasal dari limbah domestik, kegiatan industri, dan pertanian yang terbawa melalui aliran sungai, aliran permukaan (run off), dan aliran air tanah (ground water). Masukan nutrien tersebut terdiri atas nitrogen (N), fosfor (P), dan silika (Si). Menurut Damar (2003), total masukan nutrien ke perairan ini adalah 101.606 ton per tahun, yang terdiri atas 19.379 t NH4-N per

tahun, 1.810 t NO3-N per tahun, 6.741 t PO4-P per tahun, dan 5.241 t Si per tahun.

Tingginya masukan nutrien di perairan Teluk Jakarta disebabkan oleh perairan itu berbatasan langsung dengan daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang padat. Sekitar 38,5% penduduk Jakarta membuang limbah organik melalui sungai (Damar 2003).

Penelitian tentang pengaruh nutrien terhadap perkembangan komunitas fitoplankton telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya Damar (2003) di perairan Teluk Jakarta, Tambaru (2008) di perairan pesisir Maros, dan Alianto (2011) di perairan Teluk Banten. Namun, penelitian tersebut tidak membahas tentang pertumbuhan pesat (blooming) fitoplankton. Dengan demikian, penelitian ini menjadi sangat penting karena dapat menjelaskan secara rinci konsentrasi dan rasio nutrien yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton jenis-jenis tertentu di perairan Teluk Jakarta. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi untuk pengelolaan perairan Teluk Jakarta saat ini dan masa yang akan datang. Di samping itu juga dapat memberikan informasi tentang perlu tidaknya aktivitas masyarakat di daratan dikontrol atau dikurangi.


(24)

B. Perumusan Masalah

Teluk Jakarta merupakan kawasan perairan yang sangat penting, baik dari segi ekologis maupun ekonomis. Perairan ini termasuk perairan dengan beban masukan yang tinggi dari daratan yang disebabkan oleh tingginya curah hujan di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Jenis masukan nutrien di perairan ini berkaitan erat dengan kegiatan domestik, industri, dan pertanian di Kota Jakarta dan sekitarnya. Masukan nutrien yang tinggi tersebut menyebabkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah akan memberikan akumulasi pengkayaan nutrien di perairan ini sebagai akibat peningkatan debit air sungai yang terus menerus. Adanya pengaruh faktor hidrooseanografi perairan seperti arus dan pasang surut yang ditimbulkan oleh aliran sungai akan mengakibatkan perubahan ketersediaan nutrien di perairan ini. Perubahan konsentrasi nutrien tersebut akan mengakibatkan perubahan struktur komunitas fitoplankton.

Pada kondisi perairan stabil, dengan konsentrasi N dan P serta rasio N : P pada kondisi normal (tidak ekstrim) bagi pertumbuhan fitoplankton, maka tidak terjadi ledakan populasi dari komunitas fitoplankton tertentu, komunitas fitoplankton akan memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh atau komunitas fitoplankton akan tumbuh normal. Akan tetapi, pada waktu musim peralihan dan musim hujan, konsentrasi nutrien diperkirakan mengalami peningkatan karena tingginya masukan dari daratan. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi nutrien dan rasio N : P melewati batas optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan komunitas fitoplankton. Perubahan konsentrasi dan rasio N : P, kondisi cahaya yang mencukupi, suhu yang sesuai, dan perairan dalam keadaan tenang, akan memicu pertumbuhan secara cepat (blooming) fitoplankton jenis-jenis tertentu.

Untuk memahami, mempelajari, dan menelusuri hubungan fungsional yang terjadi antara perubahan nutrien dengan dominansi fitoplankton jenis-jenis tertentu pada waktu yang berbeda, akan dilaksanakan suatu penelitian mengenai implikasi perubahan ketersediaan nutrien terhadap perkembangan populasi jenis-jenis fitoplankton dari Teluk Jakarta (Gambar 1). Akhirnya, kausalitas tersebut dapat menentukan nilai konsentrasi dan rasio N : P yang dapat menyebabkan ledakan populasi jenis-jenis fitoplankton tertentu. Hal ini merupakan pembuktian


(25)

tentang nilai konsentrasi dan rasio N : P yang dapat menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari populasi fitoplankton, khususnya di perairan Teluk Jakarta.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis dan menentukan konsentrasi dan rasio N : P serta perubahan ketersediaan nutrien terhadap ledakan populasi dan perubahan struktur komunitas fitoplankton di Teluk Jakarta.

2. Menetapkan besaran sediaan nutrien yang memicu terjadinya ledakan populasi fitoplankton tertentu di Teluk Jakarta.

3. Mengkaji hubungan antara peningkatan produksi biomassa fitoplankton dengan ketersediaan nutrien pada musim kemarau dan musim hujan serta musim peralihan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menetapkan pola musiman (seasonal scheduling) ledakan populasi fitoplankton di perairan Teluk Jakarta. Selain itu, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan ekologis dalam pemanfaatan dan pengelolaan perairan Teluk Jakarta.

D. Kebaruan Penelitian

Kebaruan yang ditemukan pada penelitian ini adalah :

1. Dapat ditentukan jenis-jenis nutrien yang berperan terhadap perkembangan pesat (blooming) fitoplankton di Teluk Jakarta

2. Dapat ditentukan rasio N : P yang menyebabkan terjadinya perkembangan pesat (blooming) fitoplankton di Teluk Jakarta

E. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

 Apabila kebutuhan mutlak nutrien terpenuhi dan kebutuhan relatif berada pada rasio yang tidak optimum (lebih tinggi atau lebih rendah dari 16 : 1) maka akan terjadi peningkatan biomassa yang didominasi oleh jenis-jenis fitoplankton tertentu sehingga terjadi ledakan (blooming) populasi.


(26)

-

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah

Masukan Nutrien

Hidro- oseanografi

Ketersediaan Nutrien Jenis N

Tumbuh Normal

N,P Absolut

Fitoplankton Kualitas Air dan Nutrien

Struktur Komunitas Fitoplankton

Dominan Hidrodi

namika

Adaptasi Struktur Komunitas Fitoplankton

Perubahan ketersediaan

Nutrien

Ketersediaan P dan Si

Kecerahan dan Temperatur

Blooming N : P

Rasio

Fitoplank ton


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perairan Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta secara geografis berada di sebelah utara Jakarta pada posisi 5o54‟40”-6o00‟40”Lintang Selatan dan 106o40‟45”-107o01‟19”Bujur Timur yang membentang mulai dari Tanjung Kait di sebelah barat sampai ke Tanjung Karawang di sebelah timur, dengan luas kira-kira 150 mil laut persegi (490 km2) dan mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 90 km. Bila ditarik garis lurus yang menghubungkan kedua tanjung tersebut, maka panjangnya kira-kira 21 mil laut yang merupakan lebar mulut Teluk Jakarta yang terbuka menghadap ke arah utara (Batubara 2005).

Perairan di dalam Teluk mempunyai topografi dasar laut yang landai, dengan kemiringan (slope) rata-rata 1 : 300 dengan kedalaman yang bervariasi. Daerah muara memiliki kedalaman berkisar antara 0,80-3,75 meter, perairan dekat pantai umumnya memiliki kedalaman kurang dari 10 meter, sedangkan di bagian tengah sampai ke arah laut memiliki kedalaman berkisar antara 10-30 meter (Batubara 2005).

Perairan ini sangat dipengaruhi oleh musim yang berlaku di Indonesia yaitu musim hujan, musim peralihan I, musim kemarau, dan musim peralihan II. Musim timur yang terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus biasanya kering dan arah utama arus di Laut Jawa menuju ke barat. Musim barat terjadi pada bulan Desember, Januari, serta Februari dan biasanya terjadi musim hujan dan arah arus di Laut Jawa menuju ke timur. Musim peralihan I terjadi pada bulan Maret, April, dan Mei sedangkan peralihan II terjadi pada bulan September, Oktober, dan November. Pada musim peralihan ini biasanya arah angin dan arusnya berubah-ubah dan umumnya berkekuatan lemah (Praseno & Kastoro 1980).

Temperatur berkisar antara 23-33oC, dengan temperatur harian rata-rata berkisar antara 26-28oC, sehingga kawasan Teluk Jakarta termasuk daerah hangat (warm area), dengan tingkat kelembaban udara sekitar 57-93%, serta mempunyai curah hujan yang cukup tinggi yaitu sekitar 1.800 mm per tahun (JICA 2003), curah hujan tertinggi pada umumnya jatuh pada musim barat, dengan curah hujan


(28)

bulanan tercatat sebesar 289-294 mm. Irradiance harian rata-rata setiap bulan di Jakarta berkisar antara 3596-4498 w.m-2 (tertinggi pada bulan April).

B. Blooming Fitoplankton

Blooming atau ledakan populasi didefinisikan sebagai suatu kejadian dimana satu atau beberapa spesies fitoplankton pada saat itu melebihi jumlah rata-rata fitoplankton per bulannya atau kepadatan salah satu jenis fitoplankton mencapai jutaan ind.L-1 dengan ambang batas 106 ind.L-1. Blooming dapat membahayakan organisme di laut ataupun mengakibatkan terjadinya akumulasi toksin dalam tubuh organisme, yang sewaktu-waktu dapat membahayakan organisme dalam trofik level yang lebih tinggi, dan selanjutnya dapat meracuni manusia sebagai konsumer (Andersen 1996; Livingston 2001; Mulyasari et al. 2003; Nuryati 2004).

Beberapa kejadian blooming dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna perairan dan ada yang tidak menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna air laut tersebut umum dikenal dengan sebutan red tide (pasang merah) (Praseno & Adnan 1994). Red tide akan memperlihatkan perubahan warna air laut atau estuaria dari hijau biru menjadi merah, merah kecoklatan, hijau atau kuning hijau. Kadang-kadang perubahan warna air laut akan mengikuti warna utama dari pigmen fitoplankton yang sedang tumbuh melimpah tersebut. Fitoplankton penyebab red tide umumnya berasal dari kelas Dinoflagellata (Praseno & Thoha 1992). Umumnya perubahan air laut akibat red tide tidak hanya menyebabkan perubahan warna, tetapi dapat juga berupa perubahan bau. Pada malam hari, perubahan tersebut terlihat sebagai fosforesensi (Praseno & Adnan 1994).

Di perairan Teluk Jakarta telah ditemukan beberapa kali kejadian blooming fitoplankton. Menurut Sidabutar (2008), kejadian blooming algae di Teluk Jakarta memiliki frekuensi yang tinggi pada bulan April-Mei yang merupakan musim peralihan I (dari musim barat ke musim timur) dan pada September-Oktober yang merupakan musim peralihan II (peralihan dari musim timur ke musim barat). Pada musim barat (Desember-Februari), tidak terlihat adanya gejala kejadian


(29)

blooming fitoplankton. Kejadian blooming fitoplankton di perairan Teluk Jakarta dari tahun 2004-2007 selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kejadian blooming mikroalga (fitoplankton) tahun 2004-2007 di perairan Teluk Jakarta (Wouthuyzen 2007 dalam Sidabutar 2008)

Bulan Tahun Persentase

Kejadian (%)

2004 2005 2006 2007

Januari 0

Februari 0

Maret X 25

April X X X 75

Mei X X X X 100

Juni X X 50

Juli X X 50

Agustus X X 50

September X X X X 100

Oktober X X X X 100

November X X 50

Desember 0

C. Prinsip Nutrien sebagai Faktor Pembatas

Nutrien merupakan mineral yang dibutuhkan organisme untuk metabolisme. Nutrien tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) nutrien makro, dibutuhkan dalam jumlah yang banyak seperti C, H, N, P, Mg, dan Ca, serta (2) nutrien mikro, dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit meliputi Fe, Mn, Cu, Si, Zn, Na, Mo, Cl, V, dan Co (Parsons et al. 1984). Di antara unsur-unsur nutrien tersebut, unsur N dan P dianggap sangat esensial untuk produksi tumbuhan termasuk fitoplankton karena dapat membentuk energi yang tinggi dalam sel dan merupakan unsur utama dari protein yang dapat dibentuk melalui proses fotosintesis. Selain itu, unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton, baik dalam perairan tawar maupun dalam perairan estuaria dan laut (Lagus et al. 2004). Khusus bagi jenis-jenis yang memiliki kerangka dinding sel yang mengandung Si, misalnya Diatom dan silicoflagellata, unsur Si turut berperan sebagai faktor pembatas. Disebut sebagai faktor pembatas, karena kedua unsur tersebut dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah yang besar namun ketersediaanya kecil dan tidak mencukupi dalam perairan (Barnes & Hughes 1988). Besar kecilnya unsur-unsur tersebut dalam perairan sangat bergantung pada masukan dari luar perairan seperti aliran air


(30)

permukaan tanah (run off), arus, pencucian ataupun erosi, serta sistem pembentukan yang berlangsung di badan air itu sendiri.

Secara umum, efek dari defisiensi nutrien dalam komposisi sel alga adalah penurunan protein, pigmen fotosintesis, serta kandungan produk karbohidrat dan lemak (Healey 1973 dalam Andarias 1990).

D. Kebutuhan Absolut dan Relatif Unsur Hara N, P, dan Si (Rasio

Redfield : N/P/Si)

Kebanyakan spesies fitoplankton dapat mengabsorbsi ammonium, amoniak, nitrat, maupun nitrit, tetapi jika ketiganya tersedia, fitoplankton pada umumnya lebih menyukai ammonium (Millero & Sohn 1991; Libels 1992). Laju penyerapan nitrogen lebih cepat dari sel fitoplankton yang berukuran kecil daripada yang berkuran besar (Harrison et al. 2004). Kebutuhan minimum nitrat yang dapat diserap oleh Diatom berkisar antara 1-7 μg.L-1 (0,001-0,007 mg.L-1) (Ketchum 1939 dalam Parsons et al. 1984).

Fitoplankton membutuhkan fosfor dalam jumlah yang sedikit, dari hasil penelitian fosfor dalam bentuk fosfat ternyata mengendalikan eutrofikasi perairan. Ini terjadi karena fosfor mengandung mineral penting dalam pertumbuhan dan metabolisme Diatom, fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat (PO4). Unsur P diperoleh mikroalgae dari senyawa fosfor anorganik (ion

ortofosfat) dalam kasus-kasus tertentu diperoleh dari fosfor organik terlarut. Fosfor yang telah diserap oleh sel akan menjadi bagian dari komponen struktural sel dan berperan dalam proses-proses pengalihan energi dalam sel (Nontji 1984). Ketidakseimbangan antara aktivitas fotosintesis dan respirasi dapat menimbulkan perubahan terhadap proses fisika dan kimia dalam perairan, seperti berubahnya proses pengikatan dan pelepasan P dari dan ke kolom air yang akan mengakibatkan adanya perubahan sediaan biologis unsur P. Unsur ini mempengaruhi penyebaran fitoplankton dan dapat menjadi faktor pembatas, baik secara spasial maupun temporal. Kandungan fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton berkisar pada 0,09-1,80 mg.L-1, senyawa ini merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg.L-1, sementara pada kadar lebih dari 1,0 mg.L-1 PO4-P dapat menimbulkan blooming (Mackentum 1969). Secara


(31)

khusus dijelaskan oleh Musa (1992) bahwa unsur hara P sediaan biologis yang minimum bagi Diatom adalah 0,002 mg.L-1. Pada perairan yang memiliki nilai fosfat rendah (0,00-0,02 ppm) akan dijumpai dominasi Diatom terhadap fitoplankton yang lain, pada perairan dengan nilai fosfat sedang (0,02-0,05 ppm) akan dijumpai jenis Chlorophyceae, sedangkan pada perairan dengan nilai fosfat tinggi (0,10 ppm) didominasi oleh Cyanophyceae (Prowse 1946 dalam Kaswadji 1976).

Silika sangat penting untuk proses perkembangbiakan karena silika berperan dalam pembelahan sel, sebagai bahan untuk pembentukan dinding sel, serta dibutuhkan dalam proses metabolisme (Kurniastuty & Isnansetyo 1995). Bagi komunitas Diatom, silika merupakan nutrien yang sangat penting untuk membangun dinding selnya. Pada perairan pantai umumnya kadar silika lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah perairan lepas pantai, sebagai limpasan (run off) dari daratan. Di perairan payau dan laut kadar silika berkisar antara 1,000-4,000 mg.L-1, bila kandungan silika lebih kecil dari 0,5 mg.L-1, maka fitoplankton khususnya Diatom tidak dapat berkembang dengan baik (Turner 1980 dalam Widjaja et al. 1994). Silika menjadi pembatas dan mempengaruhi Diatom (Kuosa et al. 1997 dalam Lagus et al. 2004). Lebih lanjut dijelaskan oleh Escaravage & Prins (2002) bahwa pada konsentrasi silika di atas 2 µ mol fitoplankton akan didominasi oleh Diatom.

Selain konsentrasi nutrien, dominasi fitoplankton juga ditentukan oleh rasio atom dari nutrien tersebut. Dalam hubungannya dengan kebutuhan relatif unsur hara oleh fitoplankton dapat ditinjau dari Rasio Redfield. Menurut Tezuka (1989), Chester (1990), dan Brown et al. (1994), sampai sekarang banyak ilmuwan perairan memberikan validasi rasio C : N : P : Si seperti yang diberikan oleh rasio Redfield dengan perbandingan 106 : 16 : 1 : 15 (Diatom). Perubahan rasio ini mempengaruhi perubahan komunitas plankton dan menyebabkan tumbuhnya algae dengan komposisi jenis yang berbeda dalam perairan (Cloern 2001; Jennerjahn et al. 2004; Lagus et al. 2004).

Rasio C : N : P pada fitoplankton sangat bervariasi menurut status fitoplankton ditinjau dari nutrisinya (Brown et al. 1994). Mineralisasi bahan organik dalam bentuk partikulat fosfor dan nitrogen yang ada dalam tubuh


(32)

fitoplankton merupakan aspek penting siklus nutrien dalam ekosistem akuatik. Konsentrasi serta rasio N dan P yang tidak seimbang akan memunculkan dominansi algae yang tidak diharapkan, misalnya dari kelompok Chlorophyceae dan Cyanophyceae berfilamen (Sandgren 1988). Sakshaug & Olsen 1986 dalam Lagus et al. 2004) melaporkan bahwa rasio N : P yang optimum untuk pertumbuhan Skeletonema costatum adalah 9 : 1. Selanjutnya Lagus et al. (2004) menyatakan bahwa Chaetoceros spp. dominan pada konsentrasi nutrien yang rendah dan rasio N : P yang tinggi, sedangkan Skeletonema costatum menyukai konsentrasi nutrien yang tinggi dengan rasio N : P rendah.

Redfield menyatakan bahwa konsentrasi nutrien-nutrien utama, seperti nitrat, fosfat, dan silika, mengalami perubahan dalam air laut dalam hubungannya dengan perubahan rasio konsentrasi (stoikiometri) dalam organisme, sehingga dapat dikatakan bahwa organisme mengontrol konsentrasi dan distribusi nutrien dalam air laut (Chester 1990). Sebagai hasil ini, terjadi hubungan linier antara konsentrasi nutrien-nutrien terlarut ini, sebagai contoh, nitrat dan fosfat mempunyai hubungan linier dalam air laut. Dalam jaringan tumbuhan dan hewan, rasio yang diberikan oleh Redfield hampir konstan. Hal ini dapat dikatakan bahwa nutrien tumbuhan yang utama, konsentrasinya dalam laut adalah sama dengan yang ada dalam plankton.

E. Faktor dan Proses Penentu Ledakan Populasi Fitoplankton

Beberapa ahli menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton adalah karena adanya pengkayaan unsur-unsur hara (eutrofikasi), berkurangnya pemangsaan oleh herbivore, adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya akan unsur-unsur hara, adanya hujan lebat, masuknya air tawar ke perairan laut dalam jumlah besar, kondisi cuaca yang hangat, PAR (photosynthetically active radiation) yang tinggi, ketersediaan logam-logam esensial, serta terdapatnya kista dan akinet pada sedimen (Paerl 1988; Cembella et al. 1988 dalam Wiadnyana 1996; Umani et al. 2004).


(33)

a. Faktor Eksternal

Hidrooseanografi

Hidrooseanografi termasuk di dalamnya sifat fisik perairan merupakan faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perkembangan fitoplankton. Oleh karena itu, variabilitas fitoplankton sangat tinggi pada lingkungan yang memiliki dinamika fisik yang komplek, sebagai contoh perairan pantai. Perairan pantai dicirikan dengan perairan yang dangkal, terjadi pengkayaan nutrien, adanya pengaruh arus pasang surut, dan penerima beban sungai (May et al. 2003).

Pasang surut merupakan salah satu sifat perairan yang dominan berpengaruh pada komunitas pantai (Parsons et al. 1984). Kelimpahan plankton dan nekton menjadi berfluktuasi karena adanya pengaruh pasang surut. Bersama dengan angin dan gelombang, pengaruh pasang surut menciptakan turbulen perairan dekat permukaan yang dapat mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan.

Air laut umumnya bergerak dalam aliran turbulen dan jarang sekali dalam aliran laminar/bersifat teratur (Thorpe 2007). Turbulensi di dekat permukaan laut biasanya digerakkan oleh angin dan berfungsi untuk mentransmisikan bahang ke dalam dan ke luar laut. Turbulensi di dekat dasar laut mempengaruhi deposisi, transfer momentum, resuspensi partikel organik dan inorganik, serta pergerakan sedimen. Pada dasar laut yang dangkal, turbulen ini mencegah hilangnya nutrien ke lapisan perairan yang lebih dalam. Menurut Mackas et al. (1985 dalam Kaswadji 1999), angin dapat menyebabkan pergerakan secara vertikal massa air (turbulen) di samping dapat mendorong pengangkutan massa air secara horizontal. Pergerakan fluida secara vertikal, mengakibatkan fluks nutrien dari lapisan bawah ke lapisan yang lebih atas. Hal ini menyebabkan proses percampuran memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan fitoplankton untuk menopang pasokan nutrien yang sangat dibutuhkan untuk malakukan proses fotosintesis (Thorpe 2007).

Arus merupakan gerakan horizontal dan vertikal suatu massa air laut secara terus menerus hingga menuju kestabilan. Gerakan tersebut merupakan resultan dari beberapa gaya yang bekerja. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya


(34)

arus adalah angin. Selain itu, arus merupakan faktor fisik yang mempengaruhi keberadaan dan distribusi kista serta memberi konstribusi terhadap laju pengendapan sedimen. Arus yang besar akan menyebabkan sedimen dan kista akan sulit untuk mengendap serta kista yang ada dapat tersebar dengan jarak yang jauh (Gross 1990).

Arus adalah salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya blooming. Pada kondisi arus yang lemah (perairan tenang) peluang terjadinya blooming lebih besar dibandingkan dengan kecepatan arus yang kuat. Hal ini disebabkan oleh arus yang terlalu tinggi dapat menyebabkan sel-sel pecah sehingga akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton.

Beban Masukan Nutrien

Jenis dan Beban Masukan Bahan Organik

Meningkatnya kandungan bahan organik di perairan sering diikuti dengan meningkatnya kandungan nitrogen dan fosfat serta nutrien lainnya dalam bentuk anorganik yang dipergunakan kembali untuk menunjang fitoplankton. Bahan masukan organik merupakan faktor yang secara signifikan berpotensi mempengaruhi dinamika fitoplankton melalui peningkatan dan/atau menciptakan variabilitas kekeruhan (May et al. 2003). Secara klasik jenis-jenis dan beban masukan bahan organik ke dalam perairan laut terdiri atas karbohidrat, lipida, asam-asam nukleat, asam-asam amino, substansi humik, hasil ekskresi nitrogeneus, asam-asam karbosilik, serta senyawa yang mengandung fosfor dan sulfur (Libes 1992). Lebih lanjut dijelaskan oleh Tebbut (1992 dalam Effendi 2003) bahwa bahan-bahan organik yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air adalah karbohidrat (CHO), senyawa nitrogen (CHONS), dan lemak. Selain itu, limbah organik juga merupakan jenis bahan organik yang mengandung bahan-bahan organik sintesis yang toksik, seperti minyak, fenol, pestisida, surfaktan, polychlorinated biphenyl (PCBs), dan polycyclic aromatic

hydrocarbons (PAH). Setiap bahan organik tersebut mempunyai sifat fisik,

kimia, dan toksisitas yang berbeda.

Secara umum sumber nutrien yang masuk dan ada dalam laut berasal dari masukan bahan organik. Melalui aktivitas bakteri dan organisme pengurai


(35)

lainnya, bahan ini mengalami dekomposisi menjadi bahan-bahan inorganik yang dapat dimanfaatkan oleh organisme autotrof (Chester 1990), seperti nitrat dan fosfat. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Savenkoff et al. (1996) dan Cebrian (2002) bahwa unsur hara didapatkan dari proses degradasi bahan organik yang berlangsung dalam kolom air atau sedimen yang berasal dari berbagai sumber.

Dampak Masukan Nutrien terhadap Blooming Fitoplankton

Pengaruh daratan terhadap Teluk Jakarta sangat besar. Pengaruh ini makin besar pada saat musim barat, karena volume air sungai, dengan segala macam cemaran yang terkandung di dalamnya, bertambah banyak oleh curah hujan yang tinggi. Pada musim tersebut masukan nitrogen dan fosfat dari daratan lebih tinggi. Akibat dari pengaruh daratan ini bisa positif, yaitu mengakibatkan terjadinya pengayaan zat hara di lingkungan laut. Pengayaan ini memberikan kesempatan kepada fitoplankton untuk tumbuh lebat, sehingga perairan tersebut menjadi sangat subur.

Di Teluk Jakarta konsentrasi nutrien (fosfat dan nitrat) meningkat selama 20 tahun terakhir. Fosfat (ortofosfat) meningkat 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan dua dekade sebelumnya. Konsentrasi nutrien secara umum lebih tinggi di lokasi yang kurang dari 5 km dari pantai dibandingkan dengan yang 10 km dari pantai (Arifin 2004). Peningkatan fosfat sekitar 0,10 µm di atas konsentrasi normal (optimal) dapat menyebabkan blooming populasi mikroalga (Lapinte et al. 1993 dalam Suharsono 2004).

Walaupun hujan lebat yang turun di Kota Jakarta menyebabkan naiknya kadar zat hara di perairan ini, tetapi kenaikan zat hara ini tidak langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton. Turunnya salinitas air laut menjadi faktor penghambat. Menurut Arifin (2004), pada musim hujan hanya dua marga yang dapat tumbuh dengan lebat (blooming) yaitu marga Skeletonema dan Chaetoceros, tetapi pada musim kemarau lebih banyak marga yang dapat tumbuh dengan lebat, yaitu selain kedua marga tadi juga marga-marga Bacteriastrum, Thalassiothrix/Thalassionema, Dinophysis, dan Noctiluca


(36)

b. Faktor Internal

Intensitas Cahaya

Cahaya matahari merupakan sumber energi pada proses fotosintesis. Cahaya merupakan salah satu faktor fisika utama yang mengontrol produksi dan pertumbuhan fitoplankton dalam perairan (Lalli & Parsons 1995; Ornolfsdottir et al. 2004). Makin dalam penetrasi cahaya pada kolom perairan maka lapisan dimana proses fotosintesis dapat berlangsung akan semakin besar, sehingga konsentrasi oksigen terlarut masih memiliki nilai yang tinggi pada kolom air yang lebih dalam (Ruttner 1973).

Proses fotosintesis fitoplankton hanya dapat berlangsung bila ada cahaya pada kolom perairan (Nybakken 1992; Huisman 1999). Hasil fotosintesis yang cukup besar dapat diperoleh pada lapisan permukaan (zona eufotik), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Zona di bawah dari zona tersebut adalah kedalaman kompensasi (titik kompensasi) dengan intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya permukaan. Pada lapisan ini, laju fotosintesis sama dengan laju respirasi. Zona di bawah titik kompensasi disebut zona disfotik yang mempunyai laju fotosintesis lebih kecil dari laju respirasi. Perubahan laju fotosintesis merupakan hasil dari respon fitoplankton terhadap variabilitas cahaya.

Gambar 2. Hubungan antara intensitas cahaya dan fotosintesis pada berbagai kedalaman (Fogg 1975).

Respon fitoplankton terhadap intensitas cahaya juga sangat dipengaruhi oleh pigmen yang dikandungnya. Perbedaan pigmen yang dikandung antara setiap jenis fitoplankton menyebabkan perbedaan intensitas cahaya yang diabsorbsi. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesis. Spektrum cahaya yang

Intensitas Cahaya (%) Fotosintesis (gC/m2/hari)

Ked

alam

an


(37)

terpenting dalam mengontrol fotosintesis fitoplankton adalah yang mempunyai panjang gelombang 400-700 nm atau yang dikenal dengan photosynthetically active radiation (Lalli & Parsons 1995).

Suhu

Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya (Sverdrup et al. 1961). Di samping itu, suhu dapat berperan (meskipun mungkin bukan satu-satunya faktor) dalam menentukan suksesi jenis di suatu perairan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Dawson (1966) bahwa suhu juga menentukan ada tidaknya spesies, mengatur aktivitas, serta menstimulir pertumbuhan (perkembangan) organisme. Selain itu, suhu adalah salah satu faktor penentu blooming, terutama blooming musiman dan germinasi kista (Hallegraeff 1998). Suhu yang sesuai akan memicu pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton menjadi lebih pesat.

Suhu tidak menjadi faktor pembatas pada algae alami selama banyak spesies mampu tumbuh dalam kondisi lingkungan lain yang sesuai, namun demikian suhu sangat berpengaruh terhadap cepat dan lambatnya pertumbuhan dan reproduksi (Smith 1987). Lebih lanjut dijelaskan oleh Andersen (1996) bahwa suhu merupakan faktor yang paling berperanan dalam penetasan kista Dinoflagellata.

Setiap jenis mikroalgae membutuhkan suhu tertentu untuk pertumbuhannya. Suhu optimum untuk kehidupan fitoplankton adalah 25-30oC. Skeletonema costatum mampu tumbuh pada kisaran suhu 3-30oC. Suhu perairan pada saat terjadi blooming di beberapa perairan yaitu di perairan Indonesia (Teluk Kao dan Teluk Ambon) berada pada kisaran 24,8-31,5oC (Wiadnyana et al. 1996), di Teluk Kuwait kisaran suhu pada saat blooming Gymnodinium spp. adalah 26,9-28,6oC (Heil et al. 2001), serta di Teluk Furue Nagasaki kisaran suhu pada saat terjadi

blooming Cochlodinium polykrikoides adalah 21-26oC (Kim et al. 2004).

Nutrien

Salah satu pemicu blooming adalah peningkatan kadar nutrien yang mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (penyuburan) di perairan. Limpahan air sungai dari daratan yang mengangkut zat hara dan buangan limbah organik akibat


(38)

aktivitas rumah tangga, pertanian, dan industri merupakan kandidat utama pemicu terjadinya blooming. Blooming yang terjadi di Teluk Jakarta disebabkan oleh pengkayaan zat hara di perairan ini, sebagai akibat suplai limpahan air sungai yang terus menerus karena tingginya curah hujan di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Selain itu, pengkayaan nutrien di perairan disebabkan oleh upwelling. Upwelling merupakan penaikan air dari lapisan dalam ke permukaan yang membuat air permukaan subur. Penaikan massa air dari dasar perairan yang banyak mengandung bahan-bahan organik yang telah terdekomposisi mengakibatkan bagian permukaan kaya akan nutrien.

Kandungan nutrien yang tinggi dan dipicu oleh faktor fisik perairan dapat mengakibatkan terjadinya blooming. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa lokasi yang pernah terjadi blooming. Di perairan Indonesia (Teluk Kao dan Teluk Ambon) konsentrasi nitrat yang ditemukan pada saat blooming Pyrodinium adalah 0,91-1,30 mg-at-N.L-1, dan fosfat adalah 0,32-0,64 mg-at-P.L-1 (Wiadnyana et al. 1996). Sementara itu, Iriarte et al. (2005) menemukan bahwa pada saat blooming G. cf. chlorophorum di bagian selatan Chile kandungan nitrat, amonia, dan fosfat berturut-turut adalah < 1 μm, < 0,5 μm, dan <0,5 μm. Demikian pula, di perairan timur Laut Hitam Turkey Feyzioglu & Ogut (2006) menemukan bahwa pada saat blooming Gymnodinium sanguineum konsentrasi masing-masing nutrien adalah nitrat : 0,12 mg.L-1, fosfat : 0,083 mg.L-1, dan Fe : 0,033 mg.L-1.

Selain nitrat dan fosfat, mikronutrien dari daratan seperti Fe, Mn, Cu, dan vitamin B12 yang berlebihan juga akan memicu terjadinya ledakan populasi

fitoplankton jenis tertentu. Fe merupakan faktor pembatas pada blooming (Sunda et al. 1991 dalam Feyzioglu & Ogut 2006).

Salinitas

Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh terhadap fitoplankton di laut. Salinitas yang berbeda berpengaruh terhadap komposisi jenis fitoplankton yang ada di perairan. Selain itu, variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah estuari khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas salinitas yang


(39)

kecil/stenohaline (Kaswadji et al. 1993). Salinitas yang sesuai bagi fitoplankton laut adalah di atas 20 (Sachlan 1982). Salinitas seperti itu memungkinkan fitoplankton dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri di samping aktif melakukan proses fotosintesis.

Di perairan pantai peranan salinitas lebih menentukan terjadinya suksesi jenis dari pada produktivitas secara keseluruhan, karena salinitas bersama-sama dengan suhu menentukan densitas air, sehingga salinitas ikut pula mempengaruhi pengambangan atau penenggelaman fitoplankton (Chua 1970 dalam Nontji 1984).

Ada beberapa jenis fitoplankton yang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar dan ada pula yang hanya menghendaki perubahan salinitas yang kecil (Nybakken 1992). Kelimpahan Diatom cenderung meningkat seiring dengan peningkatan salinitas dan berlaku sebaliknya untuk algae hijau, Bacillariophyceae merupakan kelompok yang dominan dan selalu ada pada kisaran salinitas antara 5-30. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kennish (1990) bahwa salinitas yang optimum untuk pertumbuhan Skeletonema costatum berada pada kisaran antara 10-40 dan Skeletonema subsalsum berkisar antara 2-20.

Salinitas pada saat blooming fitoplankton di Teluk Kao dan Ambon berkisar antara 29,2-32,0 (Wiadnyana et al. 1996), sedangkan salinitas di Teluk Kuwait pada saat blooming Gymnodinium spp adalah 41,32-42,59 (Heil et al. 2001).

F. Struktur Komunitas Fitoplankton

Struktur komunitas fitoplankton ditentukan oleh keragaman jenis fitoplankton yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti intensitas cahaya dan nutrien. Fitoplankton disusun oleh berbagai jenis yang berbeda, baik secara taksonomik maupun morfometrik. Secara taksonomik fitoplankton terdiri atas 10 filum alga baik yang prokariotik (Cyanophyceae dan Chlorophyceae) maupun eukariotik (Bacillariophycea dan Chrysophyceae) (Boney 1975).

Pada suatu perairan, kuantitas, kualitas, dan dominasi suatu jenis fitoplankton selalu berubah-ubah dan dapat diganti oleh jenis yang lain, disebabkan oleh berubahnya kondisi fisik-kimia perairan (Goldman & Horne 1983; Wetzel 1983). Fitoplankton memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Kondisi lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya


(40)

matahari, pH, kekeruhan, konsentrasi unsur hara, serta berbagai senyawa lainnya (Nybakken 1992; Duarte et al. 2000). Sejalan dengan itu, Davis (1955) menyatakan bahwa di setiap perairan terdapat perkembangan komunitas yang dinamis, sehingga suatu spesies dapat lebih dominan dari yang lainnya pada interval waktu tertentu sepanjang tahun. Spesies yang dominan pada suatu bulan sering menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya, digantikan oleh spesies lain yang lebih dominan.

Fitoplankton merupakan produser primer yang mampu memanfaatkan zat-zat inorganik dan merubahnya menjadi zat-zat organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis yang hasilnya disebut produksi primer (Wetzel 1983). Fitoplankton sebagai pemakai cahaya matahari untuk proses fotosintesis, sudah tentu harus hidup pada lapisan dengan cahaya yang cukup atau zona eufotik.

Tidak semua jenis fitoplankton mempunyai kemampuan adaptasi yang sama terhadap cahaya, yang disebabkan oleh perbedaan kandungan pigmen dan struktur fisiologis, sehingga pada satu kolom air saja sudah terjadi perbedaan distribusi vertikal antar lapisan air (Wetzel 1983). Sejalan dengan itu, Reynold (1984) menyatakan bahwa fitoplankton memiliki jenis dan distribusi pigmen yang berbeda pada kloroflasnya (klorofil dan pigmen tambahan), setiap pigmen memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap energi matahari. Perbedaan ini merupakan salah satu karakteristik untuk mengelompokkan fitoplankton.

Di antara pigmen yang dimiliki oleh fitoplankton, klorofil-a merupakan pigmen paling utama dan menjadi media berlangsungnya proses fotosintesis. Klorofil-a dikandung oleh semua tumbuhan fotosintesis dan jumlahnya lebih banyak dari pigmen lainnya (Sumich 1992).

Jenis fitoplankton yang sering dijumpai di laut dalam jumlah besar adalah Diatom dan Dinoflagellata (Nybakken 1992). Demikian pula, hasil penelitian di perairan Teluk Tomini, Teluk Kao, dan Teluk Jakarta didapatkan bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi fitoplankton (Awwaluddin et al. 2005; Soedibjo 2006; Yuliana 2006). Sedangkan fitoplankton yang minoritas di laut ialah berbagai jenis alga hijau biru (Cyanophyceae), kokolitofor (Cocolithororidae), dan silikoflagellata (Dyctyochaceae dan Chrysophyceae) (Nybakken 1992; Romimohtarto & Juwana 1999). Di perairan Teluk Tomini dan Teluk Kao kelas Cyanophyceae merupakan kelompok yang minoritas (Awwaluddin et al. 2005; Yuliana 2006).


(41)

(42)

Sungai Tanjung Priok, serta stasiun 3 di depan muara Sungai Marunda, sedangkan stasiun 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 masing-masing berada di depan stasiun 1, 2, dan 3. Kesembilan stasiun tersebut secara keseluruhan berada dalam wilayah perairan Teluk Jakarta.

Tabel 2. Posisi geografi setiap stasiun penelitian

Stasiun Lintang Selatan (LS) Bujur Timur (BT)

1 06o05‟53,6” 106o46‟56,4”

2 06o05‟30” 106o54‟22”

3 06o04‟33,1” 106o58‟10,4”

4 06o05‟34,3” 106o46‟38,2”

5 06o04‟26,5” 106o53‟27,5”

6 06o03‟33” 106o58‟08,7”

7 06o05‟15” 106o46‟20”

8 06o04‟23” 106o52‟33”

9 06o03‟33” 106o58‟07”

2. Pengambilan Sampel Air untuk Analisis Laboratorium

Sampel air untuk analisis berbagai parameter diambil dengan menggunakan Van Dorn volume 2 liter, pengambilan sampel dilakukan pada bagian permukaan (kedalaman 0,5 m). Pada masing-masing stasiun, diambil sebanyak 2 liter air untuk keperluan analisis seperti : pengukuran nutrien jenis N, P, Si, dan Fe (250 ml), fitoplankton (250 ml), klorofil-a (1000 ml), serta kekeruhan (100 ml), sampel air tersebut disimpan dalam botol sampel. Lalu sampel-sampel tersebut untuk sementara disimpan dalam cool box yang diberi es sampai dianalisis di laboratorium.

Adapun peralatan, metode yang digunakan, dan tempat analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

3. Pengukuran in situ

Pengukuran in situ dilakukan pada setiap stasiun untuk beberapa variabel seperti suhu, kecepatan arus, kecerahan, pH, dan salinitas (Tabel 2). Variabel-variabel tersebut diukur dengan menggunakan alat secara berturut-turut adalah suhu : STD merek Salinity Temperatur Bridge tipe M.C.5, kecepatan arus : current meter merek SEBA Mini Current Meter MI, kecerahan : secchi disk yang berdiameter 30 cm, pH : pH meter merek Hanna Instrument HI 8424, dan salinitas : refraktometer merek Atago Hand-Held Refractometer No. 2442-W05.


(43)

Tabel 3. Parameter fisika-kimia, biologi, metode, dan alat ukur yang digunakan

Parameter Satuan Metode Alat Tempat Analisis

Fisika

1. Suhu °C Pemuaian Termometer In situ

2. Arus m.det-1 Euler Current Meter In situ

3. Kecerahan M Visual Secchi disk In situ

4. Kekeruhan NTU Nephelometrik Turbidimeter Laboratorium

Kimia

1. Nitrat-Nitrogen mg.L-1 Brucine Spektrofotometer Laboratorium 2. Nitrit-Nitrogen mg.L-1 Sulfanilamide Spektrofotometer Laboratorium 3. Amonia-Nitrogen mg.L-1 Amonium molibdat Spektrofotometer Laboratorium 4. Ortofosfat mg.L-1 Stannous chloride Spektrofotometer Laboratorium 5. Silika mg.L-1 Molybdosilicate Spektrofotometer Laboratorium 6. pH - Potensiometrik pH meter In situ

7. Salinitas - - Refractometer In situ

8. Besi (Fe) mg.L-1 Phenanthroline Spektrofotometer Laboratorium

Biologi

1. Kelimpahan Fitoplankton Sel.L-1 Sensus Mikroskop Laboratorium 2. Biomassa Fitoplankton mg.m-3 Spektrofotometrik Spektrofotometer Laboratorium 3. Kista Dinophyceae Kista.cm-3 Sensus Mikroskop Laboratorium

4. Pengukuran Nutrien

Sampel air untuk pengukuran kandungan nutrien (N, P, Si, dan Fe), sebelum analisis lanjutan di laboratorium terlebih dahulu dilakukan filtrasi yaitu sampel air diambil sebanyak 250 ml, lalu disaring dengan nuclepore filter Whatman GT.C-1

47 mm porositas 0,2 μm yang dibantu dengan menggunakan pompa vacum.

Sampel air yang tersaring tersebut disimpan dalam botol PVC (polyvinyl chloride) lalu disimpan dalam pendingin (chiller) pada suhu 4 °C (Grasshoff et al. 1983). Selanjutnya seluruh sampel dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer (Lorenzen 1971). Metode yang digunakan dalam pengukuran adalah untuk nutrien jenis N seperti nitrat, nitrit, dan amonia berturut-turut dengan menggunakan metode brucine, sulfanilamide, dan amonium molibdat. Untuk jenis P dalam hal ini ortofosfat menggunakan metode stannous chloride, silika dengan metode molybdosilicate, serta Fe dengan metode phenantroline (APHA 2005).

5. Pencacahan Fitoplankton

Penanganan sampel untuk pencacahan fitoplankton dilakukan dengan metode pengendapan yang dikembangkan oleh Uthermol (1958 dalam Damar 2003). Sampel air untuk identifikasi fitoplankton dimasukkan ke dalam botol


(44)

plastik (kapasitas 250 ml) dan diberi larutan lugol pekat sampai berwarna seperti teh, lalu diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam gelas ukur (volume 100 ml) dan diendapkan selama 4 hari, setelah itu sampel air disifon (dibuang) sebanyak 90 ml, kemudian air endapan (10 ml) dimasukkan ke dalam botol film dan diberi lugol untuk dijadikan bahan identifikasi. Identifikasi jenis fitoplankton dilakukan dengan menggunakan literatur dari Davis (1955), Yamaji (1979), dan Tomas (1997).

Kelimpahan sel fitoplankton dihitung dengan persamaan menurut Utermohl (1958 dalam Anonim 2000) sebagai berikut :

N = n (Ls/Lp) x ( vol. 1/vol.s) Vol. 2

dengan :

N = Kelimpahan fitoplankton (sel.mL-1) n = Jumlah sel yang tercacah (sel)

Ls = Luas Sedgwick-rafter (mm2)

Lp = Luas Sedgwick-rafter yang diamati (mm2) Vol. 1 = Volume air contoh hasil pengendapan (mL) Vol. 2 = Volume air contoh yang diendapkan (mL) Vol. S = Volume Sedgwick-rafter counting cell (mL)

6. Pengukuran Biomassa (Klorofil-a) Fitoplankton

Analisis klorofil dilakukan dengan menyaring sampel air sebanyak 1 liter menggunakan saringan millipore (tipe HA, diameter 47 mm, dan porositas 0,45

m), yang dibantu dengan vacuum pump (tekanan 200 mm Hg). Setelah penyaringan, saringan tersebut dibungkus dengan aluminium foil kemudian disimpan dalam chiller (4oC).

Penentuan konsentrasi klorofil dengan menggunakan metode spektrofotometer dari Lorenzen (1971). Pada metode ini, saringan diekstrak dengan 10 ml aceton 90% dan dihancurkan sampai saringan tersebut hancur, kemudian disentrifuge pada 2000 rpm selama 30 menit. Supernatan dituangkan ke dalam kuvet spektrofotometer 10 cm dan absorbans sampel diukur dengan panjang gelombang 750 dan 664 nm, selanjutnya ditambahkan 1 N HCl dan diukur kembali dengan panjang gelombang yang sama.


(45)

Konsentrasi klorofil-a dihitung dengan menggunakan persamaan menurut APHA (2005) sebagai berikut :

Klorofil-a (mg.m-3) = 26.7 (664b - 665a) x V1

V2 x l

dengan :

V1 = volume yang diekstrak (L)

V2 = volume sampel (m3)

664b = absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang

gelombang 750 nm sebelum pengasaman

665a = absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang

gelombang 750 nm setelah pengasaman l = panjang kuvet (cm)

7. Pengamatan Kista

Pengamatan kista dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan sebagai pendukung terhadap jenis-jenis yang akan mengalami perkembangan pesat (blooming).

Sedimen yang dipergunakan untuk analisis kista diambil dengan menggunakan corer modifikasi dari Matsuoka. Pengambilan sampel dilakukan dengan menurunkan corer secara vertikal ke dasar perairan. Sampel sedimen yang diambil pada setiap stasiun diberi akuades secukupnya, lalu sampel tersebut diawetkan dengan menggunakan formalin. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara sedimen dengan kista. Pemisahan tersebut meliputi proses sieving dengan menggunakan mesh yang disusun secara bertingkat berdasarkan besar pori-porinya. Pada penelitian ini digunakan 3 ukuran mesh yaitu 250 µm, 125 µm, dan 20 µm. Sampel yang tersaring kemudian dilakukan panning dengan cara meletakkan sampel yang tersaring di atas cawan, kemudian dilakukan pemutaran secara perlahan agar kista terkonsentrasi di tengah cawan, pada saat air tampak jernih dilakukan pemipetan. Sampel yang telah terpisah dengan sedimen disimpan pada botol sampel dan diawetkan dengan menggunakan formalin 4%. Penimbangan dilakukan pada setiap sampel dilakukan untuk mengetahui berat sub-sampel dan rasio berat kering dan berat basah.


(1)

Lampiran 20. L anjutan

Cyanophyceae

1 Anabaena 162,143 179,286 162,857 65,714 88,571 190,000 54,286 43,571 63,571

2 Nostoc 4,286

3 Oscillatoria 170,714 21,429 50,000 39,286 32,143

4 Spirulina 6,429 10,000

5 Tetraedon 714

Jumlah 167,143 179,286 340,000 87,143 88,571 240,000 93,571 75,714 73,571

Dinophyceae

1 Ceratium 714 11,429 2,857 5,714 12,857 1,429 714

2 Gymnodinium 2,143 2,857 714 714 2,143 1,429

3 Noctiluca 714

4 Peridinium 2,143 7,857 2,143

Jumlah 714 2,857 21,429 5,714 5,714 15,714 2,143 2,143 2,143


(2)

Lampiran 21. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L

-1

) waktu pengamatan bulan Januari 2010

No Organisme Stasiun

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bacillariophyceae

1 Bacteriastrum 152,143 89,286 18,571 62,143 27,143

2 Chaetoceros 228,571 925,714 405,714 176,429 180,000 167,857 137,857 123,571 152,143

3 Coscinodiscus 3,571 7,143 6,429 5,714 5,000 4,286 3,571 4,286 5,000

4 Diatoma 87,857 83,571 72,143 70,714 62,143 56,429 36,429 42,857 33,571

5 Eucampia 62,143 67,857 35,714 77,857 132,143 19,286

6 Hemiaulus 32,143 219,286 14,286 22,857 12,143

7 Navicula 13,571 40,000 16,429 15,000 14,286 12,143 5,000 17,143 15,000

8 Nitzschia 40,000 28,571 51,429 28,571 30,714 17,143 17,143 19,286 20,714

9 Melosira 6,429 6,429 38,571

10 Pleurosigma 7,143 3,571 4,286 8,571 7,143 17,857

11 Rhizosolenia 90,000 99,286 7,143 92,857 133,571 72,143 84,286 88,571 35,714

12 Skeletonema 646,429 515,714 649,286 556,429 602,143 625,714 179,286 442,857 66,429

13 Thalassiosira 35,714 35,000 7,143 5,000 3,571 21,429 10,714 14,286 17,857

14 Thalassiothrix 17,857 7,143

Jumlah 1,159,286 1,735,000 1,269,286 1,388,571 1,197,143 1,060,000 558,571 1,026,429 405,000

Chlorophyceae

1 Ankistrodesmus 14,286 714

2 Pediastrum 2,857 1,429 2,143

3 Ulothrix 7,143 2,857 714


(3)

Lampiran 21. Lanjutan

Cyanophyceae

1 Anabaena 90,714 82,143 130,000 62,143 74,286 111,429 47,857 42,143 60,714

2 Spirulina 5,000 3,571 6,429 714 10,000

Jumlah 95,714 85,714 136,429 62,143 75,000 111,429 47,857 42,143 70,714

Dinophyceae

1 Ceratium 12,857 7,857 11,429 2,857 5,714 3,571 1,429 714 714

2 Gymnodinium 2,143

3 Noctiluca 714 1,429

4 Peridinium 7,143 9,286 7,857 714 3,571 2,143 714 714

Jumlah 20,714 17,143 20,714 3,571 9,286 5,714 2,143 3,571 714

Jumlah Taksa 29 25 29 28 27 29 26 29 27


(4)

Lampiran 22. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L

-1

) waktu pengamatan bulan Maret 2010

No Organisme Stasiun

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bacillariophyceae

1 Bacteriastrum 35,714 33,571 9,286 11,429 37,143 8,571 67,857

2 Chaetoceros 141,429 17,143 5,714 22,857

3 Coscinodiscus 1,429 2,143 5,000 15,714 714 2,143 19,286

4 Diatoma 140,714 27,143 66,429 132,143 82,857 102,857 148,571 151,429 222,143

5 Gyrosigma 2,857 2,143 14,286 9,286 21,429 6,429 14,286 16,429

6 Nitzschia 34,286 31,429 40,000 25,000 22,857 51,429 90,714 30,714 47,143

7 Rhizosolenia 160,000 24,286 7,857 5,714 178,571 31,429 50,000 76,429

8 Skeletonema 8,151,429 15,714 2,188,571 1,281,429 27,143 10,925,000 1,347,857 4,216,429 2,510,714

9 Surirella 7,857 26,429 714

10 Thalassiosira 265,000 26,429 114,286 59,286 15,000 78,571 7,857 35,000 26,429

Jumlah 8,939,286 129,286 2,485,714 1,537,857 179,286 11,433,571 1,642,143 4,500,000 2,986,429

Chlorophyceae

1 Pediastrum 3,571 714 4,286 7,143 6,429 4,286 12,143 2,143

Jumlah 0 3,571 714 4,286 7,143 6,429 4,286 12,143 2,143

Cyanophyceae

1 Oscillatoria 16,429 2,143 107,143 35,714 21,429

2 Spirulina 2,143 10,000

Jumlah 18,571 2,143 117,143 0 0 35,714 21,429 0 0

Dinophyceae

1 Ceratium 37,143 15,714 714 10,714 58,571 26,429

2 Gymnodinium 2,857 2,857 5,714 2,143 714 24,286 12,143 17,143 16,429

3 Noctiluca 4,286 1,429

4 Peridinium 14,286 35,000 2,857 5,000 41,429 714 102,143

Jumlah 58,571 53,571 6,429 17,143 5,714 124,286 12,143 17,857 145,000

Jumlah Taksa 27 23 25 27 23 26 23 22 24


(5)

Lampiran 23. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel.L

-1

) waktu pengamatan bulan Mei 2010

No Organisme Stasiun

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bacillariophyceae

1 Bacteriastrum 21,429 28,571 33,571 9,286 11,429 37,143 8,571 714 64,286

2 Chaetoceros 142,857 17,143 5,714 22,857 7,143

3 Coscinodiscus 7,143 8,571 5,000 8,571

4 Diatoma 127,857 98,571 66,429 110,714 76,429 102,857 139,286 144,286 222,143

5 Navicula 8,571 17,857 714

6 Nitzschia 33,571 31,429 34,286 26,429 22,857 47,857 76,429 30,714 42,143

7 Rhizosolenia 145,714 14,286 30,714 15,000 5,714 107,143 31,429 47,857 76,429

8 Skeletonema 7,437,143 22,857 1,474,286 1,352,857 27,143 11,639,286 1,290,714 3,502,143 2,512,143

9 Thalassiosira 275,000 27,857 115,714 57,857 14,286 79,286 10,000 35,714 33,571

Jumlah 8,192,143 248,571 1,780,714 1,578,571 162,857 12,045,000 1,556,429 3,761,429 2,957,857

Chlorophyceae

1 Ankistrodesmus 714 1,429 714 1,429 714

2 Pediastrum 2,143 2,857 1,429 3,571 7,857 7,143 5,000 10,714 2,857

Jumlah 2,857 4,286 2,143 3,571 7,857 8,571 5,000 10,714 3,571

Cyanophyceae

1 Oscillatoria 14,286 3,571 109,286 39,286 26,429 14,286

2 Spirulina 2,143 12,143

Jumlah 16,429 3,571 121,429 0 0 39,286 26,429 0 14,286

Dinophyceae

1 Ceratium 35,714 15,714 5,000 10,714 56,429 28,571

2 Gymnodinium 2,143 2,857 6,429 2,143 1,429 21,429 12,143 17,857 19,286

3 Noctiluca 5,714 3,571 714

4 Peridinium 15,000 28,571 14,286 10,000 5,000 41,429 1,429 714 102,143

Jumlah 58,571 47,143 25,714 26,429 6,429 119,286 14,286 18,571 150,000

Jumlah Taksa 28 26 27 25 22 26 23 21 25


(6)