Struktur Komunitas Fitoplankton TINJAUAN PUSTAKA

kecilstenohaline Kaswadji et al. 1993. Salinitas yang sesuai bagi fitoplankton laut adalah di atas 20 Sachlan 1982. Salinitas seperti itu memungkinkan fitoplankton dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri di samping aktif melakukan proses fotosintesis. Di perairan pantai peranan salinitas lebih menentukan terjadinya suksesi jenis dari pada produktivitas secara keseluruhan, karena salinitas bersama-sama dengan suhu menentukan densitas air, sehingga salinitas ikut pula mempengaruhi pengambangan atau penenggelaman fitoplankton Chua 1970 dalam Nontji 1984. Ada beberapa jenis fitoplankton yang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar dan ada pula yang hanya menghendaki perubahan salinitas yang kecil Nybakken 1992. Kelimpahan Diatom cenderung meningkat seiring dengan peningkatan salinitas dan berlaku sebaliknya untuk algae hijau, Bacillariophyceae merupakan kelompok yang dominan dan selalu ada pada kisaran salinitas antara 5-30. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kennish 1990 bahwa salinitas yang optimum untuk pertumbuhan Skeletonema costatum berada pada kisaran antara 10-40 dan Skeletonema subsalsum berkisar antara 2-20. Salinitas pada saat blooming fitoplankton di Teluk Kao dan Ambon berkisar antara 29,2-32,0 Wiadnyana et al. 1996, sedangkan salinitas di Teluk Kuwait pada saat blooming Gymnodinium spp adalah 41,32-42,59 Heil et al. 2001.

F. Struktur Komunitas Fitoplankton

Struktur komunitas fitoplankton ditentukan oleh keragaman jenis fitoplankton yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti intensitas cahaya dan nutrien. Fitoplankton disusun oleh berbagai jenis yang berbeda, baik secara taksonomik maupun morfometrik. Secara taksonomik fitoplankton terdiri atas 10 filum alga baik yang prokariotik Cyanophyceae dan Chlorophyceae maupun eukariotik Bacillariophycea dan Chrysophyceae Boney 1975. Pada suatu perairan, kuantitas, kualitas, dan dominasi suatu jenis fitoplankton selalu berubah-ubah dan dapat diganti oleh jenis yang lain, disebabkan oleh berubahnya kondisi fisik-kimia perairan Goldman Horne 1983; Wetzel 1983. Fitoplankton memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Kondisi lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya matahari, pH, kekeruhan, konsentrasi unsur hara, serta berbagai senyawa lainnya Nybakken 1992; Duarte et al. 2000. Sejalan dengan itu, Davis 1955 menyatakan bahwa di setiap perairan terdapat perkembangan komunitas yang dinamis, sehingga suatu spesies dapat lebih dominan dari yang lainnya pada interval waktu tertentu sepanjang tahun. Spesies yang dominan pada suatu bulan sering menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya, digantikan oleh spesies lain yang lebih dominan. Fitoplankton merupakan produser primer yang mampu memanfaatkan zat- zat inorganik dan merubahnya menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis yang hasilnya disebut produksi primer Wetzel 1983. Fitoplankton sebagai pemakai cahaya matahari untuk proses fotosintesis, sudah tentu harus hidup pada lapisan dengan cahaya yang cukup atau zona eufotik. Tidak semua jenis fitoplankton mempunyai kemampuan adaptasi yang sama terhadap cahaya, yang disebabkan oleh perbedaan kandungan pigmen dan struktur fisiologis, sehingga pada satu kolom air saja sudah terjadi perbedaan distribusi vertikal antar lapisan air Wetzel 1983. Sejalan dengan itu, Reynold 1984 menyatakan bahwa fitoplankton memiliki jenis dan distribusi pigmen yang berbeda pada kloroflasnya klorofil dan pigmen tambahan, setiap pigmen memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap energi matahari. Perbedaan ini merupakan salah satu karakteristik untuk mengelompokkan fitoplankton. Di antara pigmen yang dimiliki oleh fitoplankton, klorofil-a merupakan pigmen paling utama dan menjadi media berlangsungnya proses fotosintesis. Klorofil-a dikandung oleh semua tumbuhan fotosintesis dan jumlahnya lebih banyak dari pigmen lainnya Sumich 1992. Jenis fitoplankton yang sering dijumpai di laut dalam jumlah besar adalah Diatom dan Dinoflagellata Nybakken 1992. Demikian pula, hasil penelitian di perairan Teluk Tomini, Teluk Kao, dan Teluk Jakarta didapatkan bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi fitoplankton Awwaluddin et al. 2005; Soedibjo 2006; Yuliana 2006. Sedangkan fitoplankton yang minoritas di laut ialah berbagai jenis alga hijau biru Cyanophyceae, kokolitofor Cocolithororidae, dan silikoflagellata Dyctyochaceae dan Chrysophyceae Nybakken 1992; Romimohtarto Juwana 1999. Di perairan Teluk Tomini dan Teluk Kao kelas Cyanophyceae merupakan kelompok yang minoritas Awwaluddin et al. 2005; Yuliana 2006. Sungai Tanjung Priok, serta stasiun 3 di depan muara Sungai Marunda, sedangkan stasiun 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 masing-masing berada di depan stasiun 1, 2, dan 3. Kesembilan stasiun tersebut secara keseluruhan berada dalam wilayah perairan Teluk Jakarta. Tabel 2. Posisi geografi setiap stasiun penelitian Stasiun Lintang Selatan LS Bujur Timur BT 1 06 o 05‟53,6” 106 o 46‟56,4” 2 06 o 05‟30” 106 o 54‟22” 3 06 o 04‟33,1” 106 o 58‟10,4” 4 06 o 05‟34,3” 106 o 46‟38,2” 5 06 o 04‟26,5” 106 o 53‟27,5” 6 06 o 03‟33” 106 o 58‟08,7” 7 06 o 05‟15” 106 o 46‟20” 8 06 o 04‟23” 106 o 52‟33” 9 06 o 03‟33” 106 o 58‟07”

2. Pengambilan Sampel Air untuk Analisis Laboratorium

Sampel air untuk analisis berbagai parameter diambil dengan menggunakan Van Dorn volume 2 liter, pengambilan sampel dilakukan pada bagian permukaan kedalaman 0,5 m. Pada masing-masing stasiun, diambil sebanyak 2 liter air untuk keperluan analisis seperti : pengukuran nutrien jenis N, P, Si, dan Fe 250 ml, fitoplankton 250 ml, klorofil-a 1000 ml, serta kekeruhan 100 ml, sampel air tersebut disimpan dalam botol sampel. Lalu sampel-sampel tersebut untuk sementara disimpan dalam cool box yang diberi es sampai dianalisis di laboratorium. Adapun peralatan, metode yang digunakan, dan tempat analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

3. Pengukuran in situ

Pengukuran in situ dilakukan pada setiap stasiun untuk beberapa variabel seperti suhu, kecepatan arus, kecerahan, pH, dan salinitas Tabel 2. Variabel- variabel tersebut diukur dengan menggunakan alat secara berturut-turut adalah suhu : STD merek Salinity Temperatur Bridge tipe M.C.5, kecepatan arus : current meter merek SEBA Mini Current Meter MI, kecerahan : secchi disk yang berdiameter 30 cm, pH : pH meter merek Hanna Instrument HI 8424, dan salinitas : refraktometer merek Atago Hand-Held Refractometer No. 2442-W05. Tabel 3. Parameter fisika-kimia, biologi, metode, dan alat ukur yang digunakan Parameter Satuan Metode Alat Tempat Analisis Fisika 1. Suhu °C Pemuaian Termometer In situ 2. Arus m.det -1 Euler Current Meter In situ 3. Kecerahan M Visual Secchi disk In situ 4. Kekeruhan NTU Nephelometrik Turbidimeter Laboratorium Kimia 1. Nitrat-Nitrogen mg.L -1 Brucine Spektrofotometer Laboratorium 2. Nitrit-Nitrogen mg.L -1 Sulfanilamide Spektrofotometer Laboratorium 3. Amonia-Nitrogen mg.L -1 Amonium molibdat Spektrofotometer Laboratorium 4. Ortofosfat mg.L -1 Stannous chloride Spektrofotometer Laboratorium 5. Silika mg.L -1 Molybdosilicate Spektrofotometer Laboratorium 6. pH - Potensiometrik pH meter In situ 7. Salinitas - - Refractometer In situ 8. Besi Fe mg.L -1 Phenanthroline Spektrofotometer Laboratorium Biologi 1. Kelimpahan Fitoplankton Sel.L -1 Sensus Mikroskop Laboratorium 2. Biomassa Fitoplankton mg.m -3 Spektrofotometrik Spektrofotometer Laboratorium 3. Kista Dinophyceae Kista.cm -3 Sensus Mikroskop Laboratorium

4. Pengukuran Nutrien

Sampel air untuk pengukuran kandungan nutrien N, P, Si, dan Fe, sebelum analisis lanjutan di laboratorium terlebih dahulu dilakukan filtrasi yaitu sampel air diambil sebanyak 250 ml, lalu disaring dengan nuclepore filter Whatman GT.C -1 47 mm porositas 0,2 μm yang dibantu dengan menggunakan pompa vacum. Sampel air yang tersaring tersebut disimpan dalam botol PVC polyvinyl chloride lalu disimpan dalam pendingin chiller pada suhu 4 °C Grasshoff et al. 1983. Selanjutnya seluruh sampel dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer Lorenzen 1971. Metode yang digunakan dalam pengukuran adalah untuk nutrien jenis N seperti nitrat, nitrit, dan amonia berturut-turut dengan menggunakan metode brucine, sulfanilamide, dan amonium molibdat. Untuk jenis P dalam hal ini ortofosfat menggunakan metode stannous chloride, silika dengan metode molybdosilicate, serta Fe dengan metode phenantroline APHA 2005.

5. Pencacahan Fitoplankton

Penanganan sampel untuk pencacahan fitoplankton dilakukan dengan metode pengendapan yang dikembangkan oleh Uthermol 1958 dalam Damar 2003. Sampel air untuk identifikasi fitoplankton dimasukkan ke dalam botol plastik kapasitas 250 ml dan diberi larutan lugol pekat sampai berwarna seperti teh, lalu diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam gelas ukur volume 100 ml dan diendapkan selama 4 hari, setelah itu sampel air disifon dibuang sebanyak 90 ml, kemudian air endapan 10 ml dimasukkan ke dalam botol film dan diberi lugol untuk dijadikan bahan identifikasi. Identifikasi jenis fitoplankton dilakukan dengan menggunakan literatur dari Davis 1955, Yamaji 1979, dan Tomas 1997. Kelimpahan sel fitoplankton dihitung dengan persamaan menurut Utermohl 1958 dalam Anonim 2000 sebagai berikut : N = n LsLp x vol. 1vol.s Vol. 2 dengan : N = Kelimpahan fitoplankton sel.mL -1 n = Jumlah sel yang tercacah sel Ls = Luas Sedgwick-rafter mm 2 Lp = Luas Sedgwick-rafter yang diamati mm 2 Vol. 1 = Volume air contoh hasil pengendapan mL Vol. 2 = Volume air contoh yang diendapkan mL Vol. S = Volume Sedgwick-rafter counting cell mL

6. Pengukuran Biomassa Klorofil-a Fitoplankton

Analisis klorofil dilakukan dengan menyaring sampel air sebanyak 1 liter menggunakan saringan millipore tipe HA, diameter 47 mm, dan porositas 0,45 m, yang dibantu dengan vacuum pump tekanan 200 mm Hg. Setelah penyaringan, saringan tersebut dibungkus dengan aluminium foil kemudian disimpan dalam chiller 4 o C. Penentuan konsentrasi klorofil dengan menggunakan metode spektrofotometer dari Lorenzen 1971. Pada metode ini, saringan diekstrak dengan 10 ml aceton 90 dan dihancurkan sampai saringan tersebut hancur, kemudian disentrifuge pada 2000 rpm selama 30 menit. Supernatan dituangkan ke dalam kuvet spektrofotometer 10 cm dan absorbans sampel diukur dengan panjang gelombang 750 dan 664 nm, selanjutnya ditambahkan 1 N HCl dan diukur kembali dengan panjang gelombang yang sama. Konsentrasi klorofil-a dihitung dengan menggunakan persamaan menurut APHA 2005 sebagai berikut : Klorofil-a mg.m -3 = 26.7 664 b - 665 a x V 1 V 2 x l dengan : V 1 = volume yang diekstrak L V 2 = volume sampel m 3 664 b = absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm sebelum pengasaman 665 a = absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm setelah pengasaman l = panjang kuvet cm

7. Pengamatan Kista

Pengamatan kista dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan sebagai pendukung terhadap jenis-jenis yang akan mengalami perkembangan pesat blooming. Sedimen yang dipergunakan untuk analisis kista diambil dengan menggunakan corer modifikasi dari Matsuoka. Pengambilan sampel dilakukan dengan menurunkan corer secara vertikal ke dasar perairan. Sampel sedimen yang diambil pada setiap stasiun diberi akuades secukupnya, lalu sampel tersebut diawetkan dengan menggunakan formalin. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara sedimen dengan kista. Pemisahan tersebut meliputi proses sieving dengan menggunakan mesh yang disusun secara bertingkat berdasarkan besar pori- porinya. Pada penelitian ini digunakan 3 ukuran mesh yaitu 250 µm, 125 µm, dan 20 µm. Sampel yang tersaring kemudian dilakukan panning dengan cara meletakkan sampel yang tersaring di atas cawan, kemudian dilakukan pemutaran secara perlahan agar kista terkonsentrasi di tengah cawan, pada saat air tampak jernih dilakukan pemipetan. Sampel yang telah terpisah dengan sedimen disimpan pada botol sampel dan diawetkan dengan menggunakan formalin 4. Penimbangan dilakukan pada setiap sampel dilakukan untuk mengetahui berat sub-sampel dan rasio berat kering dan berat basah. Identifikasi dan pencacahan kista dilakukan dengan panduan buku identifikasi kista Matsuoka Fukuyo 2000. Kelimpahan kista dihitung dengan mengacu pada Lee Matsuoka 1994 yaitu : N = ni x ViVo x 1Bss x D dengan : N = kelimpahan kista.cm -3 Ni = jumlah jenis kista yang tercacah Vi = volume yang diisolasi 100 mL Vo = volume yang diamati 1 mL Bss = berat sub sampel gram D = rasio berat kering dan basah gram

C. Analisis Data

ANOVA digunakan untuk melihat distribusi variabel nutrien N, P, Si, dan Fe, rasio N : P, kelimpahan fitoplankton, klorofil-a, kista Dinophyceae, serta variabel fisika-kimia perairan berdasarkan spasial stasiun dan temporal waktu pengamatan. Uji lanjut dengan Tukey dilakukan jika distribusi berbeda nyata. Sebelum dilakukan pengujian, semua variabel terlebih dahulu diuji dengan distribusi normal berdasarkan Kolmogorov-Smirnov. Analisis deskriptif dilakukan untuk menganalisis struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton. Analisis korelasi Pearson‟s digunakan untuk menganalisis korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan, antara klorofil-a dengan parameter fisika-kimia perairan, serta antara kista Dinophyceae dengan parameter fisika-kimia perairan. Analisis korespondensi kanonikal Canonical Correspondence Analysis digunakan untuk menentukan hubungan antara fitoplankton dengan parameter fisika-kimia perairan. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menentukan sejauh mana hubungan antara kelimpahan komunitas fitoplankton dengan parameter fisika- kimia perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Steel Torrie 1989. Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis, digunakan alat bantu perangkat lunak SPSS 16.0, Minitab 14, SAS 9.1, Excel Stat Pro 5.0, serta Canoco for Windows 4.5 dan CanoDraw for windows.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Variabilitas Parameter Biologi secara Spasial dan Temporal a. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton Secara spasial dan temporal didapatkan 47 genera dari 4 empat kelas fitoplankton yang terdiri atas 26 genera dari kelas Bacillariophyceae, 8 genera dari kelas Chlorophyceae, 7 genera dari kelas Cyanophyceae, dan 6 genera dari kelas Dinophyceae. Pada musim kemarau didapatkan 47 genera dari 4 empat kelas fitoplankton yang terdiri atas 26 genera kelas Bacillariophyceae, 8 genera kelas Chlorophyceae, 7 genera kelas Cyanophyceae, dan 6 genera kelas Dinophyceae. Sementara itu, pada musim hujan diperoleh 26 genera dari 4 empat kelas fitoplankton yang terdiri atas 16 genera kelas Bacillariophyceae, 3 genera kelas Chlorophyceae, 3 genera kelas Cyanophyceae, dan 4 genera kelas Dinophyceae Lampiran 18, 19, 20, 21, 22, dan 23. Kelimpahan fitoplankton yang didapatkan selama penelitian memiliki nilai yang berbeda antara setiap stasiun dan waktu pengamatan, dengan nilai yang berkisar antara 177.143-20.122.143 sel.L -1 Tabel 4. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 6 dan terendah di stasiun 5. Tabel 4. Kelimpahan fitoplankton sel.L -1 di perairan Teluk Jakarta selama penelitian Stasiun Waktu Pengamatan Rata- rata Agustus 2009 September 2009 November 2009 Januari 2010 Maret 2010 Mei 2010 1 1.171.000 1.901.000 2.095.000 1.297.143 9.016.429 8.270.000 3.958.429 2 595.000 344.000 3.045.000 1.840.714 188.571 303.571 1.052.809 3 5.652.000 1.374.000 13.301.429 1.427.143 2.610.000 1.930.000 4.382.429 4 1.196.000 519.000 3.842.857 1.455.000 1.559.286 1.608.571 1.696.786 5 3.089.000 439.000 5.748.571 1.281.429 192.143 177.143 1.821.214 6 5.040.000 2.513.000 20.122.143 1.180.000 11.600.000 12.212.143 8.777.881 7 1.072.000 576.000 3.727.143 610.000 1.680.000 1.602.143 1.544.548 8 1.740.000 818.000 6.852.143 1.072.143 4.530.000 3.790.714 3.133.833 9 5.240.000 1.677.000 4.277.857 478.571 3.133.571 3.125.714 2.988.786 Rata-rata 2.755.000 1.129.000 7.001.349 1.182.460 3.834.444 3.668.889