Efikasi pemberian biskuit fungsional ikan gabus terhadap imunitas humoral anak

(1)

EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS

(

Ophiocephalus striatus

) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

DEWI KARTIKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Dewi Kartika Sari NIM I162090021


(4)

(5)

RINGKASAN

DEWI KARTIKA SARI. Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI, LILIK KUSTIYAH dan ALI KHOMSAN.

Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) di perairan Kalimantan Selatan merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan dan sangat digemari masyarakat sebagai ikan konsumsi. Jenis olahan ikan gabus masih sangat terbatas, dan umumnya berupa ikan asin, ikan bakar, ikan goreng dan dibuat makanan khas daerah yang dikenal dengan nama ”ketupat kandangan”. Oleh karena itu perlu upaya diversifikasi pengolahannya untuk meningkatkan nilai guna dan nilai manfaat ikan gabus. Pengolahannya menjadi tepung ikan merupakan salah satu alternatif yang tepat karena tepung ikan ikan dapat dimanfaatkan sebagai suplemen maupun substituent pada pengolahan berbagai produk makanan guna meningkatkan nilai gizi proteinnya, misalnya untuk produk kerupuk, biskuit, mie, bakery dll.

Ikan gabus adalah salah satu sumber protein hewani yang disebut sebagai protein lengkap karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan komposisinya sama dengan asam amino esensial, dan juga lebih mudah dicerna dan diserap. Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia. Asupan protein yang bersumber dari ikan gabus dapat meningkatkan status gizi anak.

Makanan tambahan berupa biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus dapat menjadi pilihan sebagai makanan tambahan untuk balita/anak karena biskuit tersebut lebih baik kualitasnya dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya. Selain itu, biskuit fungsional mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) yang difortifikasi dengan mineral Zn dan Fe, sangat praktis dalam penyajiannya dan diterima anak. Kandungan gizi biskuit fungsional dalam 100 g biskuit adalah air sebesar 2.7 g; abu 2.1 g; protein 13.3 g; lemak 24.5 g; karbohidrat 57.3 g; energi sebesar 503 kkal; 11.7 mg Fe dan 8.8 mg Zn. Kandungan gizi biskuit fungsional dengan suplementasi tepung ikan gabus 15% yang difortifikasi mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992). Bioavailabilitas Zn dan Fe dari biskuit fungsional pada 50% AKG adalah masing-masing sebesar 76.3% dan 41.8% serta nilai cerna protein sebesar 78.4%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efikasi pemberian biskuit fungsional ikan gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap respon imun anak. Penelitian ini pengamatan di awal dan di akhir dengan metode penelitian bersifat deskriptif dan eksperimen dengan menggunakan desain Randomized Controlled Trial (RCT) Single Blind Pre-post Study, dilakukan pada anak usia 4-5 tahun di Desa Pilar, Kecamatan Semplak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perlakuan penelitian terdiri dari biskuit kontrol (biskuit susu) dan biskuit fungsional (biskuit ikan). Biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara tetapi berasal dari


(6)

sumber protein yang berbeda. Biskuit kontrol menggunakan protein yang berasal dari susu, sedangkan biskuit fungsional menggunakan protein ikan gabus yang difortifikasi seng (Zn) dan besi (Fe). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi biskuit fungsional memberikan rerata kontribusi energi, protein, Zn dan Fe lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol. Kontribusi biskuit fungsional untuk energi sebesar 14.6% dari AKE, protein sebesar 14% dari AKP, Zn sebesar 53.5% dari AKG, dan Fe sebesar 39.3% dari AKG. Kontribusi biskuit kontrol untuk energi sebesar 9.4% dari AKE dan protein sebesar 4.3% dari AKP, Zn sebesar 3.3 dari AKG, dan Fe sebesar 5.8% dari AKG.

Efikasi pemberian biskuit fungsional dengan substitusi tepung ikan gabus 15% yang difortifikasi dengan mikrokapsulasi Zn dan Fe sebanyak 50% AKG selama 8 minggu intervensi dapat meningkatkan status gizi mikro (hemoglobin, seng, ferritin dan albumin) serta imunitas humoral (IgG) anak.


(7)

SUMMARY

DEWI KARTIKA SARI. Efficacy of Functional Biscuit on Hummoral Immunity of Underfive Children. Under supervision of SRI ANNA MARLIYATI, LILIK KUSTIYAH and ALI KHOMSAN.

Snakehead Fish (Ophiocephalus striatus) in the waters of South Kalimantan is a type of fish most commonly found and very popular in the public as a fish consumption. Types of processed snakehead fish is still very limited, and is generally in the form of dried fish, grilled fish, fried fish and local specialties food by the name "ketupat Kandangan". Therefore it is necessary efforts to diversify its processing in order to increase the value added and benefits of snakehead fish. Processing into fish flour is one alternative that is appropriate because it can be used as a supplement or substituent on the processing of various food products in order to increase the nutritional value of the protein, for example, for products of crackers, biscuits, noodles, bakery etc.

Snakehead fish is one source of animal protein which is called as a complete protein because it contain of complete essential amino acids and its composition similarly with essential amino acids, and also more digestible and absorbable. Snakehead fish is one of albumin rich source, which can be used as material source of biopharma and material substiuent for human albumin. Dietary protein intake sourced from Snakehead fish can increase nutrition status of children.

Additional food such as biscuits with snakehead fish flour supplementation may be an option as a supplementary food for infants/children because the biscuits are better quality than the biscuits in general tend to be high in carbohydrates and fats as well as other less well-balanced contents nutritional. In addition, functional biscuits had high protein (complete amino acids), fortified with minerals Zn and Fe, is very practical in its presentation and accepted by the children. Nutrient content of functional biscuits in 100 g of biscuit were: moisture of 2.7 g, ash of 2.1 g, 13.3 g of protein, fat 24.5 g, carbohydrates 57.3 g, energy of 503 Kcal ; Fe 11.7 mg and Zn 8.8 mg. Nutrient content of functional biscuits supplemented with 15% of snakehead fish flour, fortified with microcapsules of Zn and Fe meet the standards of quality of biscuits (SNI 01-2973-1992). Bioavailability of Zn and Fe in functional biscuits at 50 % RDI were 76.3 % and 41.8 %, respectively and had the digest value of protein of 78.4 %.

This study aimed to analyze the efficacy of functional biscuits snakehead fish (Ophiocephalus striatus) on the immune response of children. This was pre-post, single blind, randomized control trial conducted in twenty eight children aged 4-5 year in Pilar village, sub-district of Semplak, Bogor Regency, West Java. The children were randomly assigned to experimental group which receive biscuit with protein source from snakehead fish flour fortified with zinc and iron and control group which receive biscuit with protein source from milk. Both biscuits had a similar on protein and energy content of 13.3% and 503 kcal,


(8)

respectively. A 60 g biscuits per day was consumed by the children for 56 days. Results showed that experimental functional biscuits (biscuits sourced snakehead fish protein) had a higher contribution on energy, protein, Zn and Fe than a control biscuits (biscuits sourced milk protein). Functional biscuit contribution to energy was 14.6% RDA, protein was 14.7% RDA, Zn was 53.5% RDA, and Fe was 39.3% RDA. Control biscuit contribution to energy was 9.4% RDA and protein was 4.3% RDA, Zn was 3.3% RDA and Fe was 5.8% RDA.

Efficacy of functional biscuits with substitution supp lemented with fish flour of 15% and fortified with microcapsulated of Zn and Fe as much as 50% of RDI during 8 weeks intervention can improve micronutrient status (hemoglobin, zinc, ferritin and albumin) as well as humoral immunity (IgG) of the children.


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Gizi Manusia

EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS

(

Ophiocephalus striatus

) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

DEWI KARTIKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(12)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Fitrah Ernawati, MSc Dr Ir Hadi Riyadi, MS Penguji pada Ujian Terbuka: Dr dr Trihono, MSc


(13)

Judul Disertasi : Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak

Nama : Dewi Kartika Sri NIM : I162090021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS

Anggota

Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi

Anggota

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(14)

Nama Dewi Kartika Sri

NIM 1162090021

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS Ketua

セセ@

Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi llmu Gizi Manusia

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS


(15)

(16)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya pada penulis, sehingga dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi ini yaitu sebagai berikut:

1 Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS, sebagai ketua komisi pembimbing serta Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi dan Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS, sebagai anggota pembimbing atas semua arahan, bimbingan, saran, motivasi dan teladan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

2 Dr Fitrah Ernawati, MSc dan Dr Ir Hadi Riyadi, MS sebagai penguji dalam ujian tertutup serta Dr dr Trihono, MSc dan Dr Rimbawan sebagai penguji dalam ujian terbuka, Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi dan Prof Dr drh Clara M Koesharto, MSc, sebagai penguji dalam prelim lisan, serta Prof Dr Ir Made Astawan, MS dan Dr Hadi Riyadi, MS sebagai pembahas dalam kolokium, penulis ucapkan terimakasih atas saran dan masukan untuk perbaikan disertasi ini.

3 Seluruh Dosen, Pengelola Pascasarjana (pada periode pimpinan Prof drh M Rizal M Damanik, MRepSc. PhD dan Dr Ir Dodik Briawan, MCN) serta staf administrasi pada Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat dan bantuan administrasi untuk kelancaran pelaksanan penelitian.

4 Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Dekan Fakultas Perikanan, dan Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan yang telah mengijinkan penulis melaksanakan tugas belajar.

5 Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan bantuan dana pendidikan melalui biasiswa program BBPS dan bantuan dana penelitian melalui Program Penelitian Hibah Doktor dan kepada Yayasan Supersemar. 6 Terimakasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman staf dosen

pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan atas doa dan dorongan semangat selama penulis melaksanakan tugas belajar.

7 Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada pimpinan dan staf Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru, Lab. Terpadu MIPA IPB, Lab. Kesehatan Daerah Bogor, Lab. Balai Besar Industri Agro, Lab. Kimia Universitas Muhammdiyah Malang, Lab. Terpadu Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik atas kemudahan dan ringanan biaya analisa. Terimakasih dan penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada bapak Masudi dan ibu Nina sebagai pendamping peneliti selama melaksanakan analisa khususnya di Lab. Analisis Makanan Dep. Gizi Masyarakat IPB.

8 Terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Hendrati yang bersedia menyiapkan biskuit untuk kegiatan intervensi dan Tomy Marrcelino sebagai rekan penelitian yang membantu pengolahan data dan selalu


(17)

memberi semangat dalam penyelesaian penyelitian ini serta mba Desri dan Tim Enumerator yang sangat membantu dalam pengentrian data dan pelaksanaan intervensi, Irul, Evi dan Nita yang membantu dalam pengolahan data serta mba Ghaida yang banyak memberikan masukan dalam penulisan disertasi.

9 Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada respoden dan balitanya yang bersedia sebagai subjek pada penelitian ini, serta warga Pilar III Kelurahan Semplak yang sangat membantu dalam kelancaran pelaksanan kegiatan intervensi. Terimakasih juga disampaikan kepada Kader Posyandu Melati ibu Deddy, ibu Encih dan ibu Aju yang membantu penulis dalam sosialisai penelitian ini pada masyarakat dan pengawasan dalam kepatuhan konsumsi biskuit salama intervensi. Terimakasih juga disampaikan kepada Pimpinan dan Staf Puskesmas Semplak serta dr Ira Juwita sebagai dokter pemdamping selama kegiatan intervensi.

10 Terimakasih juga disampaikan atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dari para sahabat tercinta dan teman-teman seperjuangan pada Program Ilmu Studi Gizi Manusia khususnya Angkatan 2009, yaitu ibu Wiwi, ibu Iskari, ibu Katrin, bapak Mansur, bapak Ali dan bapak Arif, serta adik-adik angkatanku ibu Betty, ibu Teti, ibu Trini, ibu Dara, bapak Nurrahman, Terimakasih atas persahabatan yang indah dan semoga tetap terjalin meskipun kita nanti sudah kembali ke Instansi masing-masing. 11 Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada mama Hj. Marliah

Chairul dan abah H. Anwar Fauzie (Alm) atas doa, kasih sayang dan bekal ilmu kepada ananda sehingga dapat mencapai strata pendidikan tertinggi ini. Juga haturan terimakasih disampaikan kapada saudaraku Dr Ir Untung Bijaksana, MS, Dra Ida Bunga Lestari, Dra Eviyana Hartati, MM. dan Dr Indira Fitriliyani, SPi.MSi. serta keluarga besar abah mertua Untung Acmad Syarkawi (Alm) dan mama mertua Masrifah (Alm).

12 Suami tercinta Ir Ari Rofian Syarkawi, anak-anakku Mutia Dea Wijayanti dan Devi Damayanti atas doa restu, dukungan moril dan kesabaran menemani serta menguatkan hati penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini memberikan manfaat bagi pembaca dan pengembangan bidang ilmu baik pengolahan hasil perikanan maupun gizi manusia.

Bogor, Maret 2014


(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xviii

DAFTAR LAMPIRAN xxi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE 7

Penelitian Tahap Pertama 7

Waktu dan Tempat 7

Bahan dan Alat 7

Prosedur 7

Penelitian Tahap Kedua 8

Tempat, Waktu dan Desain Penelitian 8

Besar Subjek 9

Prosedur sampling 9

Pengumpulan Data 10

Analisis Statistik 12

Ethical clearance dan informed concent 13

3 FORMULASI BISKUIT FUNGSIONAL BERBASIS TEPUNG IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus)

15

Pendahuluan 15

Metode Penelitian 16

Hasil 17

Pembahasan 19

Simpulan 20

4 TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN PROFIL DARAH ANAK

23

Pendahuluan 23

Metode Penelitian 24

Hasil 25

Pembahasan 30


(19)

5 PERAN BISKUIT YANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN GABUS, SENG DAN BESI TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

35

Pendahuluan 35

Metode Penelitian 36

Hasil 38

Pembahasan 53

Simpulan 57

6 PEMBAHASAN UMUM 61

Pembahasan 61

Implikasi Hasil dan Keterbatasan Penelitian 64

7 SIMPULAN DAN SARAN 67

Simpulan 67

Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 70


(20)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria inklusi untuk penentuan subjek penelitian 10 2 Kriteria eksklusi untuk penentuan subjek penelitian 10

3 Tipe data dan analisis statistik 13

4 Komposisi asam amino ikan gabus segar 17

5 Formula biskuit berbasis tepung ikan 18

6 Nilai modus dan persentase panelis 18

7 Persentase penerimaan panelis 19

8 Serbaran anak berdasarkan karakteristik keluarga 26 9 Korelasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status

gizi anak

27 10 Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi 27 11 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein 28 12 Sebaran anak berdasarkan status gizi (Z skor BBU, TBU dan

BBTB)

28 13 Sebaran anak berdasarkan profil darah 29 14 Sebaran anak berdasarkan TKE dan TKP terhadap profil darah 29 15 Pendapat pengasuh terhadap daya terima biskuit 39 16 Sebaran tingkat kesukaan anak terhadap biskuit 40 17 Rerata konsumsi biskuit harian dan selama intervensi 40 18 Sebaran anak menurut tingkat kepatuhan konsumsi 41 19 Asupan energi dan zat gizi serta % AKG dari konsumsi biskuit

harian

41

20 Asupan energi dan zat gizi anak 42

21 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak 43 22 Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi

dan protein

43 23 Sebaran jenis pangan dan frekuensi konsumsi anak 44 24 Rerata antropometri dan nilai Z skor anak 46 25 Sebaran anak berdasarkan status gizi 47 26 Rerata morbiditas ISPA anak menurut perlakuan 48 27 Rerata morbiditas diare anak menurut perlakuan 49

28 Rerata Hb, Zn, Fs dan Albumin 51

29 Sebaran anak berdasarkan kategori Hb, Zn, Fs dan Albumin 51 30 Rerata Hb, Zn, Fs dan albumin menurut status gizi anak 52

31 Rerata IgG anak menurut perlakuan 52

32 Sebaran anak menurut kategori IgG 53


(21)

DAFTAR GAMBAR

1 Ruang lingkup penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe terhadap respon imun balita

4 2 Diagram alir penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang

difortifikasi Zn dan Fe

11

3 Rerata frekuensi ISPA 47

4 Rerata episode ISPA 48

5 Rerata frekuensi diare 49

6 Rerata episode diare 50

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat izin penelitian 70

2 Persetujuan etik 73

3 Naskah penjelas dan informed concent 74

4 Photo-photo kegiatan penelitian 76


(22)

Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persentase anak dengan konsumsi energi dan protein kurang dari 70% AKG adalah 33.4%, dari jumlah tersebut 24.8% berada pada kelompok umur 4–6 tahun. Sebagian besar kasus konsumsi energi protein yang berada di bawah kebutuhan minimal terjadi di daerah pedesaan dan cenderung lebih besar pada kelompok anak laki-laki (Riskesdas 2010). Masalah gizi kurang dan buruk masih perlu mendapat perhatian. Gizi buruk yang berkelanjutan dapat meningkatkan angka kematian anak. Diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar 300 000 jiwa) meninggal setiap tahun, ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170 000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk (Riskesdas 2007).

Menurut Susanto dan Maslikah (2011), pada kasus gizi buruk, defisiensi protein akan menurunkan kualitas hidup individu dengan efek penurunan sistem imun yaitu gangguan terhadap produksi antibodi di dalam tubuh yang mengakibatkan mudahnya mikroorganisme patogen atau infeksi masuk ke dalam tubuh. Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh (Caso et al. 2000). Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004).

Karakteristik gizi kurang selain mengalami defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Zn dan Fe. Pada anak gizi kurang, kadar albumin dalam darah rendah sehingga terjadi defisiensi zat gizi mikro seperti Zn dan Fe. Dalam tubuh, albumin merupakan protein pengangkut utama zat gizi mikro yaitu Zn dan Fe. Menurut Murray et al. (2003), defisiensi Zn akan mempengaruhi pembentukan hemoglobin (Hb), menurunkan pengambilan (uptake) Fe ke dalam eritrosit, menurunkan produksi eritrosit, dan mempengaruhi absorpsi Fe di mukosa usus.

Salah satu hasil perikanan yang memiliki potensi besar untuk solusi dalam upaya penanganan kasus gizi kurang adalah ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Ikan gabus merupakan salah satu sumber protein hewani. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati asam amino yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi (Muchtadi 2010). Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia (Moedjiharto 2007).

Menurut Nurimala et al. (2009), kadar protein ikan gabus adalah 25.5% dan ini lebih tinggi dibandingkan dengan ikan sarden (21.1%), ikan bandeng (20.0%), ikan kakap (20.0%), ikan lele (17.71%), dan ikan emas (16.0%). Selanjutnya menurut Astawan (2009), kandungan protein ikan gabus lebih tinggi daripada bahan pangan yang dikenal sebagai sumber protein seperti telur, daging ayam maupun daging sapi. Kadar protein per 100 gram ikan gabus adalah 20.0 gram dan lebih tinggi dibandingkan telur sebesar 12.8 gram. daging ayam sebesar 18.2 gram serta daging sapi sebesar 18.8 gram. Selain itu nilai cerna ikan


(23)

sangat baik, yaitu mencapai lebih dari 90%. Pemberian makanan tambahan biskuit dengan suplementasi tepung ikan yang mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) dan diperkaya mineral Zn dan Fe sesuai diberikan pada anak karena kandungan zat gizi biskuit tersebut lebih baik kualitasnya, dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini, yaitu: tahap pertama penelitian adalah membuat formulasi biskuit fungsional berbasis tepung ikan gabus (Ophiocephalus striatus) yang difortifikasi Zn dan Fe, tahap kedua penelitian adalah menganalisis efikasi pemberian biskuit fungsional ikan gabus terhadap imunitas humoral anak.

Manfaat

Pemberian makanan tambahan berupa biskuit fungsional ikan gabus

(Ophiocephalus striatus) yang difortifikasi Zn dan Fe dapat meningkatkan

imunitas humoral anak.

Ruang Lingkup Ruang lingkup

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun (Baratawidjaja 2006). Respon imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh (Kresno 2001). Respon imun sangat tergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang terdapat pada pathogen potensial dan kemudian memberikan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen tersebut (Roitt & Delves 2001).

Menurut Kurnia et al. (2010), mekanisme interaksi antara infeksi dan KEP pada umumnya disertai dengan penekanan sistem kekebalan tubuh, keadaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) pada gizi kurang (KEP) terjadi penurunan sintesis protein, penurunan regenerasi sel, dan terjadi gangguan metabolisme; (2) pada infeksi terjadi proses peradangan, demam, dan katabolisme naik disertai peningkatan nitrogen urin, dan (3) pada penekanan imunitas terjadi sistem kekebalan sel yang menurun, respon antibodi tidak memadai, disertai imunitas mukosa menurun dan gangguan fungsi fagosit.

Semakin baik respon imun tubuh maka semakin baik status kesehatan seseorang, gangguan sistem imunitas berakibat pada penurunan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan kejadian penyakit terutama timbulnya infeksi. Sistem imunitas yang normal sangat penting untuk kesehatan manusia, keadaan gizi kurang energi dan protein berpengaruh terhadap melemahnya respon imun tubuh. Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem imunitas adalah makanan, maka perbaikan asupan gizi dapat meningkatkan sistem imun tubuh.


(24)

Cara yang paling ideal untuk mengatasi masalah gizi adalah melalui konsumsi makanan yang seimbang sehingga tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup, baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Ruang lingkup penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ho = imunitas humoral pada anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama intervensi 8 minggu tidak berbeda nyata.

H1 = imunitas humoral pada anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama intervensi 8 minggu berbeda nyata.

Kebaharuan

Makanan tambahan berbasis pangan lokal yaitu biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus yang difortifikasi seng dan besi dapat menjadi pilihan sebagai PMT untuk anak. Efikasi biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi terbukti dapat meningkatkan status gizi mikro anak yaitu hemoglobin, seng, ferritin dan albumin serta imunitas humoral (IgG).


(25)

Keterangan:

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis

Status Gizi (z-skor, Antropometri) Biskuit fungsional (suplementasi

tepung ikan difortifikasi Zn & Fe)

Imunitas humoral(IgG), Status Gizi Mikro (Hb, feritin, Zn & Albumin)

Konsumsi tambahan

Konsumsi Anak

Ketersediaan pangan:

Morbiditas (diare& ISPA)

Pola asuh:

Pola pemberian makan lingkungan Sanitasi

Karakteristik: Sosial ekonomi & demografi keluarga

Gambar 1 Ruang lingkup penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe terhadap imunitas humoralanak

Tingkat kepatuhan

Konsumsi harian


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Astawan M. 2009. Ikan gabus dibutuhkan pascaoperasi [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://cybermed. cbn.net.id.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta (ID): Depkes RI.

______________. 2010. Basis data [internet] Tersedia pada http://www.litbang.kkp.go.id/basisdata.

Baratawidjaya KG. 2006. Pengertian imunokompromais dan respon imun.

Artikel Cermin Dunia Kedokteran. No 83.

Caso G, Scalfi L, Marra M, Covino A, Muscaritoli M, Mc Nurian M, Garlick PJ, Contaldo F. 2000. Albumin synthesis is diminished in men consuming a predominantly vegetarian diet. J. Nutr. 130:528-533.

Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. 2004. Serum albumin level as a predictor of ischemic stroke outcome. Article Stroke 35:156-158.

Kurnia P, Sarbini D, Rahmawaty S. 2010. Efek fortifikasi Fe dan Zn pada biskuit yang diolah dari kombinasi tempe dan bekatul untuk meningkatkan kadar albumin anak balita kurang gizi dan anemia. Eksplanasi. 5(2): 1-14. Kresno SB. 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta

(ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Moedjiharto TJ. 2007. Ikan sebagai bahan substitusi human serum albumin (HSA) dalam penyumbang biofarma Indonesia [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada:

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Alih bahasa Bani Anna P. 25thed. Jakarta (ID): EGC.

Nurilmala M, Nurjanah, Utama RH. 2009. Kemunduran mutu lele dumbo

(Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan

cara mati. J. Pengolahan Perikanan. 12(1):17-22.

Roitt I, Delves PJ. 2001. Roitt’s Essentisal Immunology. Tenth edition. London (GB): Blockwell Scientific Publication.

Susanto H, Maslikah SI. 2011. Efek nutrisional tepung daun kelor (Moringa

oleifera) varietas NTT terhadap kadar albumin tikus Wistar kurang energi


(27)

(28)

2 METODE Penelitian Tahap Pertama Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2012. Tempat penelitian pembuatan tepung ikan gabus di Laboratorium (Lab) Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan UNLAM Banjarbaru Kalimantan Selatan. Pengujian kadar albumin ikan segar, tepung ikan dan biskuit fungsional di Lab. Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Pengujian asam amino di Lab. Terpadu MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB). Pembuatan mikroenkapsulasi, pengujian kadar Zn dan Fe pada tepung ikan dan biskuit di Lab. Balai Besar Industri Agro. Pengujian sifat fisik biskuit di Lab. Pengolahan Pangan, analisis sifat kimia biskuit di Lab. Analisis Makanan dan uji organoleptik biskuit Lab. Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bahan dan alat

Bahan utama penelitian ini adalah ikan gabus segar, mineral Zn dan Fe dalam bentuk senyawa ZnSO47H2O dan FeSO47H2O. Bahan penyalut mikroenkapsul Zn dan Fe yaitu gum arab dan maltodekstrin.

Mikrokapsulasi mineral Zn dan Fe menggunakan spray dryer. Pengolahan tepung ikan menggunakan alat antara lain oven dan blender tepung. Pengolahan biskuit menggunakan alat antara lain loyang, cetakan, mixer, dan oven. Analisis kerenyahan biskuit menggunakan teksture analyzer. Analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode Soxhlet, kadar air dengan metode gravimetri, kadar abu dengan metode pengabuan kering dan kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by different (hasil pengurangan dari 100% dengan komponen lainnya). Analisis albumin menggunakan spektrofotometer, analisis Zn dan Fe menggunakan AAS/spektrophotometer serapan atom.

Prosedur

Karakterisasi dan pembuatan tepung ikan gabus

Karakterisasi ikan gabus segar parameter yang diamati yaitu komposisi asam amino, kadar protein, albumin, dan kadar air. Pengujian tepung ikan meliputi parameter rendemen, uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan kabohidrat/by difference), serta kadar albumin, Zn dan Fe.

Prosedur pembuatan tepung ikan dimulai dari tahap pembersihan ikan dan penghilangan kepala, ekor, isi perut, sisik, serta sirip. Selanjutnya ikan dibelah di bagian punggung dan dilakukan pencucian menggunakan air bersih sebanyak 3 kali ulangan. Dilakukan pengukusan (pasteurisasi) ikan selama 30 menit pada suhu 85–90oC. Selesai proses pengukusan ikan dilanjutkan pemisahkan daging ikan dari tulang dan kulit. Daging ikan yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 4 jam. Selanjutnya daging ikan yang telah kering


(29)

dihaluskan menggunakan blender tepung dan dilakukan pengayakan agar diperoleh butiran tepung ikan yang seragam (ukuran ±60–80 mesh).

Formulasi biskuit berbasis tepung ikan

Formulasi biskuit berbasis tepung ikan gabus menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan empat taraf perlakuan, yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan (TI) dari berat total adonan biskuit. Penerimaan terhadap biskuit berbasis tepung ikan menggunakan uji organoleptik berupa uji hedonik dengan panelis semi terlatih sebanyak 30 orang dan skala penilaian 1–5. Biskuit fungsional dengan substitusi 15% tepung ikan memberikan rasa dan tekstur yang paling disukai panelis.

Mikroenkapsulasi dan formulasi biskuit fungsional

Komposisi penyalut mikrokapsul mineral dengan perbandingan gum arab dan maltodekstrin adalah 70:30 untuk Fe dan 80:20 untuk Zn. Perbedaan rasio gum arab terhadap maltodekstrin dilakukan dengan tujuan untuk mencegah interaksi negatif Fe dan Zn di dalam usus (Kustiyah et al. 2010). Mineral yang digunakan sebagai inti mikrokapsul ini adalah fero sulfat dan seng sulfat. Mikrokapsulasi mineral dilakukan dengan metode spray drying (Purnamasari 2009; Desai & Park 2005).

Menurut Marcelino (2012), kandungan gizi biskuit fungsional yang difortifikasi Zn dan Fe dalam 100 g biskuit adalah air 2.73 g; abu 2.08 g; protein 13.34 g; lemak 24.53 g; karbohidrat 57.32 g; energi 503 Kal; 11.7 mg Fe dan 8.83 mg Zn (memenuhi SNI 01-2973-1992). Bioavailabilitas pada 50% AKG yaitu Zn 76.32% dan Fe 41.80% serta daya cerna protein 78.45%. Kandungan gizi

per serving size (60 g) adalah 302 kkal, 8 g protein, 6.7 mg Fe dan 5.3 mg Zn.

Menurut Hardinsyah dan Victor (2004), suatu bahan pangan dapat diklaim kaya akan suatu zat gizi apabila pangan tersebut mengandung paling sedikit 20% AKG dalam setiap ukuran saji. Kontribusi energi dari biskuit fungsional sebesar 19.48% yang berarti kurang dari 20% AKG sehingga biskuit fungsional tidak dapat dinyatakan sebagai pangan kaya energi, tetapi sebagai pangan sumber energi yang baik. Kontribusi protein dari biskuit fungsional sebesar 20.51%, Fe sebesar 74.44%, dan Zn sebesar 54.64% telah memenuhi standar kategori biskuit kaya protein, Fe dan Zn.

Penelitian Tahap Kedua Tempat, waktu dan desain penelitian

Tempat kegiatan intervensi adalah di Desa Pilar Semplak, Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas Semplak bahwa di Desa Pilar Semplak ditemukan kasus balita gizi buruk dan balita kondisi gizi kurang mengarah pada gizi buruk. Izin penelitian dari Kecamatan Bogor Barat dan Dinas Kesehatan Kota Bogor disajikan pada Lampiran 1.


(30)

Penelitian intervensi telah dilaksanakan selama 8 minggu (September s/d Oktober 2012). Disain penelitian bersifat Randomized Controlled Trial (RCT)

Single Blind Pre-post Study yaitu kondisi dimana subjek penelitian tidak

mengetahui secara rinci jenis perlakuan apa yang diberikan. Produk biskuit untuk intervensi baik perlakuan biskuit kontrol maupun biskuit fungsional memiliki bentuk, ukuran dan kemasan yang sama sehingga masing-masing subjek penelitian tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima. Biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara (mendekati sama) tetapi berasal dari sumber protein yang berbeda. Perlakuan penelitian adalah pemberian makanan tambahan yaitu, biskuit kontrol yaitu biskuit susu yang tidak difortifikasi Zn dan Fe dan biskuit fungsional yaitu biskuit ikan yang difortifikasi Zn dan Fe.

Besar subjek

Penelitian tahap kedua memberikan efikasi biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe terhadap imunitas humoral anak. Penelitian ini membandingkan antara subjek kelompok kontrol dengan subjek kelompok perlakuan. Besarnya contoh menggunakan selisih IgG total antara dua kelompok perlakuan (d) sebesar 0.8 IU/mL dengan simpangan baku (S) sebesar 1.0 IU/mL, dan salah jenis pertama (α) sebesar 5%, power test sebesar 1-β (80%) (Sastroasmoro dan Ismail 2002). Rumus untuk menghitung replikasi/ulangan ditentukan sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut diperoleh n = 12.3 dibulatkan menjadi 12 sebagai batas minimal dari besar subjek, kemudian ditambah 20% (2.4 subjek dibulatkan menjadi 2 subjek) untuk kemungkinan gagal sehingga jumlah subjek penelitian menjadi 14 anak per kelompok perlakuan, untuk 2 perlakuan diperlukan subjek sebanyak 28 anak.

Prosedur sampling

Subjek penelitian ini adalah anak berusia 4–5 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010). Screening/penapisan subjek penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) membuat daftar anak berusia 4–5 tahun berdasarkan data dari Posyandu Melati dan dilanjutkan kunjungan ke rumah ibu subjek untuk memberi penjelasan tentang penelitian dan pengisian


(31)

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (3); dan dipilih 28 anak. Anak yang terpilih selanjutnya diacak kembali untuk menentukan anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit fungsional.

Obat cacing (deworming) diberikan pada anak, yaitu 1 minggu (H-7) sebelum dilakukan intervensi PMT biskuit, dengan tujuan untuk menyamakan kondisi kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pencernaan anak. Pada akhir intervensi jumlah subjek sebanyak 27 anak, 1 anak droupout karena tidak bersedia diambil sampel darahnya. Kriteria inklusi dan eksklusi subjek penelitian disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Kriteria inklusi untuk penentuan subjek penelitian

No. Kriteria

1. Berumur 4–5 tahun

2. Tidak menderita infeksi sekunder berdasarkan pemeriksaan dokter 3. Tidak mempunyai alergi berat berdasarkan medical questionnaire

4. Tidak mengkonsumsi antibiotik/laxative (4 minggu sebelum penelitian) Tabel 2 Kriteria eksklusi untuk penentuan subjek penelitian

No. Kriteria

1. Mempunyai kelainan congenital/cacat bawaan

2. Menerima PMT yang serupa dari penelitian atau program PMT lain 3. Tidak menyetujui informed consent

4. Sedang berpartisipasi dalam penelitian lain

Peneliti dibantu oleh enumerator untuk pengumpulan dan pelaksanaan intervensi. Sebelum melakukan pengumpulan data, enumerator terlebih dahulu diberi penjelasan tujuan dan ruang lingkup penelitian, cara melakukan intervensi, pengisian kuesioner, pengawasan dan pelaksanaan intervensi, penggunaan panduan pengumpulan data dan teknik wawancara. Diagram alir penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe disajikan pada Gambar 2.

Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan terdiri dari pengamatan karakteristik anak dan keluarga, jumlah konsumsi biskuit harian dan selama intervensi, serta konsumsi pangan anak. Data status gizi anak ditentukan berdasarkan indeks antropometri berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Oleh karena itu dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Data status gizi mikro meliputi pengamatan kadar hemoglobin (Hb), ferritin (Fs), seng (Zn), dan albumin. Data morbiditas meliputi pengamatan kejadian ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) dan diare serta status imunitas humoral yaitu pengamatan immonuglobulin G (IgG) serum anak.


(32)

Pengamatan karakteristik anak dan keluarga diperoleh dari hasil wawancara dengan respoden oleh enumerator menggunakan kuesioner. Data konsumsi biskuit diperoleh dari form pemantauan mingguan yang dapat memberikan gambaran rerata asupan biskuit harian dan selama 8 minggu intervensi. Data asupan pangan yang digali dengan metode recall 2 kali 24 jam dilakukan secara berturutan dan metode qualitative FFQ (Food Frequency

Questionnaires) dengan tujuan untuk memperoleh data yang cukup representatif

serta lebih mengambarkan kebiasaan makan anak. Data asupan pangan harian anak dikonversi ke dalam satuan energi dan zat gizi dengan berpedoman pada kandungan zat gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2004). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan data riil konsumsi dengan angka kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan AKG/Angka Kecukupan Gizi (Hardinsyah & Victor 2004).

Populasi Balita

Kriteria eksklusi Kriteria inklusi

Randomized Controlled Trial

(n = 28 anak) 2 Perlakuan

Biskuit kontrol (14 anak)

Biskuit fungsional ikan gabus, difortifikasi Zn & Fe (14 anak)

Pemberian obat cacing (deworming) Pengamatan parameter:

respon imun, status gizi & morbiditas H -7 hari

Base line

Bulan ke-0 (hari ke-0) Bulan ke-1(hari ke-30)

End line

Bulan ke-2 (hari ke-60) respon imun, status gizi & morbiditas Pengamatan parameter: Pengamatan parameter: status gizi & morbiditas

Gambar 2 Diagram alir penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe


(33)

Data status gizi diukur secara antropometri meliputi berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dilakukan pengamatan pada awal intervensi dan selama intervensi (bulan ke-1 dan ke-2). Selain itu, dilakukan analisis menggunakan indeks antropometri, yakni BB/U, TB/U, dan BB/TB. Penentuan nilai Z skor berdasarkan BB/U,TB/U dan BB/TB menggunakan software WHO Anthro versi 3.0.1 tahun 2009.

Data morbiditas juga diperoleh dari form pemantauan yang berisi kejadian sakit (frekuensi dan lama sakit) selama intervensi dan episode sakit dihitung dengan menjumlahkan frekuensi terjadinya ISPA dan diare pada pemantauan bulan ke 1 dan 2, sehingga didapatkan episode ISPA dan diare dalam 2 bulan dan selanjutnya untuk mengetahui episode dalam 1 tahun diperoleh dengan mengalikan 6 (Adi 2010).

Data status gizi mikro diperoleh dengan mengamati serum anak sebelum dan sesudah intervensi meliputi kadar Hb, Fs, Zn dan albumin. Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode Cianmethemoglobin, dan ferritin dengan metode Imunometric Assay/IRMA, kadar Zn dan Fe dengan Atomic Absorption

Spectrophotometer/AAS(Dawiesah 1989).Status anemia dikelompokkan menjadi

dua golongan yaitu: (1) normal jika konsentrasi Hb ≥ 11g/d L; (2) anemia jika konsentrasi Hb < 11g/dL (WHO 1996). Status besi dilihat dari kadar ferritin (Fs) serum dikelompokan dua, yaitu: (1) normal jika konsentrasi Fs > 12 µg/L; (2) defisiensi jika konsentrasi Fs ≤ 12 µg/ L (Cook 1994). Defisiensi Zn jika konsentrasi Zn serum ≤ 10.7 µmol/ L (Aritonang 2007). Pengukuran albumin dengan metode BCG/Bromocresol Green dan albumin normal pada rentang 3.5–5.5 g/dL (Hasan & Titis 2008).

Pengukuran status imunitas humoral dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yaitu IgG dengan metode ELISA/Enzyme Linked Immunosorbent ass ay) dan IgG serum normal pada rentang 8–16 mg/mL (Tizard 1988).

Analisis statistik

Data base line berupa karakteristik sosial ekonomi keluarga dan anak, status gizi anak, tingkat kecukupan energi, protein serta profil darah anak dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat atau analisis deskriptif menggambarkan sebaran variabel yang diteliti dalam kuesioner berdasarkan persen dan rerata. Uji Crosstab untuk menggambarkan deskripsi variabel yaitu kecukupan energi dan protein terhadap profil darah anak.

Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan Chi-Square untuk menganalisis hubungan variabel karakteristik subjek dan keluarga dengan status gizi anak, hubungan tingkat kecukupan energi, protein dan profil darah anak. Analisis multivariat menggunakan regresi Stepwise yang bertujuan untuk mengetahui keeratan korelasi antar variabel.

Analisis data base line dan end line dalam satu perlakuan menggunakan statistik paired t test untuk menguji beda rerata dua sampel berpasangan (dependent) dan data berdistribusi normal. Sedangkan antar pelakuan menggunakan independent t test untuk menguji beda rarata biskuit kontrol dan biskuit fungsional dan data berdistribusi normal. Tipe dan analisis statistik data penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe disajikan pada Tabel 3. Pengolahan dan analisis data masing-masing


(34)

menggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan software SPSS (Statistic

Program for Social Science) for windows versi 16.0 tahun 2007.

Tabel 3 Tipe data dan analisis statistik

No. Tipe data Analisis statistik 1. Karakteristik sosial ekonomi keluarga dan anak

(besar keluarga, pendidikan ayah & ibu, pekerjaan ayah & ibu, pendapatan & pengeluaran)

deskriptif

2. Konsumsi biskuit deskriptif 3. Pengaruh dalam perlakuan

(sebelum dan setelah intervensi)

o Asupan energi dan zat gizi

o Status gizi (BBU, TBU dan BBTB) o Morbiditas (ISPA dan diare ) o Kadar Hb, Fs, Zn, albumin, dan IgG

deskriptif dan inferensial

4. Pengaruh antar perlakuan (sebelum dan setelah intervensi)

o Konsumsi energi dan zat gizi o Status gizi (BBU, TBU dan BBTB) o Morbiditas (ISPA dan diare ) o Kadar Hb, Fs, Zn, albumin, dan IgG

deskriptif dan inferensial

Ethical clearance dan informed concent

Persetujuan etik (Ethical clearance) penelitian ini dengan No. KE.01.10/EC/642/tertanggal 3 Oktober 2012 diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta (Lampiran 2).

Informed concent dari ibu pada masing-masing subjek dalam penelitian ini,

diperoleh setelah diberikan penjelasan tentang penelitian ini, meliputi tujuan, metode dan kemungkinan risiko yang terjadi selama mengikuti penelitian ini. Ibu anak yang telah memahami dan bersedia dan berpartisipasi dalam penelitian diminta untuk menandatangi informed concent yang telah dipersiapkan (Lampiran 3), foto kegiatan penelitian (Lampiran 4) dan riwayat hidup peneliti (Lampiran 5).

DAFTAR PUSTAKA

Adi AC. 2010. Efikasi pemberian makanan tambahan (PMT) biskuit diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), isolate protein kedelai dan probiotik Enterococcus faecium IS-27526 yang dimikroenkapsulasi pada balita (2-5 tahun) berat badan rendah [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Aritonang E. 2007. Pengaruh pemberian mie instan fortifikasi pada ibu menyusui terhadap kadar zink dan besi ASI serta pertumbuhan linier bayi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(35)

Dawiesah SI. 1989. Petunjuk Laboratorium Penentuan Nutrient dalam Jaringan

dan Plasma Tubuh. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi. Universitas Gadjah Mada.

Desai KGH, Park HJ. 2005. Recent developments in microcapsulation of food ingredients. Drying Technology. 23:1361-1394.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Hardinsyah, Victor T. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat makanan. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah

dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta,

17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 21-40

Hasan I, Titis A. 2008. Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati.

Medicius. 21(2):3-7.

Kustiyah L, Anwar F, Dewi M. 2010. Mikroenkapsulasi mineral besi dan seng dalam pembuatan makanan tambahan untuk balita gizi kurang [laporan akhir]. Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Marcelino GT. 2012. Formulasi cookies fungsional berbasis tepung ikan gabus

(Channa striata) dengan fortifikasi mikrokapsul Fe dan Zn [skripsi].

Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Purnamasari T. 2009. Fortifikasi mikrokapsul besi pada permen cokelat untuk mengatasi defisiensi besi pada remaja putri [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Sastroasmoro S, Ismail S. 2002. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis Ed 2. Jakarta (ID): CV. Sagung Seto.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI 01-2973-1992. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabet

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Vereriner. Edisi kedua. Terjemahan Masduki Partodirejo. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

[WHO] World Health Organization. 1996. Trace Elements in Human Nutrition


(36)

3

FORMULASI BISKUIT FUNGSIONAL BERBASIS TEPUNG IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus)

Pendahuluan

Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) di perairan Kalimantan Selatan merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan dan sangat digemari masyarakat sebagai ikan konsumsi. Jenis olahan ikan gabus masih sangat terbatas, dan umumnya berupa ikan asin, ikan bakar, ikan goreng dan dibuat makanan khas daerah yang dikenal dengan nama ”ketupat kandangan”.

Menurut Astawan (2009), kandungan protein ikan gabus lebih tinggi daripada bahan pangan lain yang dikenal sebagai sumber protein seperti telur, daging ayam maupun daging sapi. Kadar protein per 100 g ikan gabus adalah 20.0 g dan lebih tinggi dibandingkan telur sebesar 12.8 g, daging ayam sebesar 18.2 g serta daging sapi sebesar 18.8 g. Selain itu nilai cerna ikan sangat baik, yaitu mencapai lebih dari 90%.

Selama ini, pemanfaatan ikan gabus masih terbatas umumnya sebagai ikan konsumsi sehingga perlu upaya diversifikasi hasil olahan perikanan. Diversifikasi hasil olahan perikanan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah (added value) dari ikan segar dan juga mengatasi sifat ikan yang mudah busuk (perishable). Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk diversifikasi hasil olahan dan tepung ikan termasuk produk olahan setengah jadi(intermediate) yang dapat ditambahkan pada produk olahan lainnya seperti: biskuit.

Menurut Susanto dan Maslikah (2011), pada kasus gizi buruk defisiensi protein akan menurunkan kualitas hidup individu dengan efek penurunan sistem imun yaitu gangguan terhadap produksi antibodi di dalam tubuh yang mengakibatkan mudahnya mikroorganisme patogen atau infeksi masuk ke dalam tubuh. Selanjutnya menurut Caso et al. (2000). Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh. Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004). Ikan gabus merupakan salah satu sumber protein hewani. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati asam amino yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi (Muchtadi 2010). Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia (Moedjiharto 2007).

Biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) sehingga dapat dikategorikan sebagai biskuit fungsional. Biskuit berbasis tepung ikan sesuai diberikan pada balita karena kandungan zat gizi biskuit tersebut lebih baik kualitasnya, dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya. Biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus dapat menjadi pilihan sebagai makanan tambahan untuk balita karena biskuit mengandung protein tinggi, sangat praktis dalam penyajiannya dan dapat diterima anak. Biskuit dapat diterima anak dengan rasa dan bentuknya dibuat beraneka ragam, cukup mengenyangkan dengan kandungan gizi yang lengkap, serta sifat


(37)

biskuit mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif lama. Biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus dapat menjadi pangan potensial sumber protein, namun substitusi tepung ikan ke dalam biskuit dapat mempengaruhi kualitas organoleptik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan formula biskuit berbasis tepung ikan gabus terhadap penerimaan penelis.

Metode Penelitian Bahan dan alat

Bahan utama penelitian ini adalah ikan gabus segar dengan peralatan pembuat tepung ikan antara lain oven dan blender tepung serta pembuatan biskuit menggunakan alat antara lain loyang, cetakan, mixer, dan oven. Analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode Soxhlet, kadar air dengan metode gravimetri, kadar abu dengan metode pengabuan kering dan kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by different (hasil pengurangan dari 100% dengan komponen lainnya). Analisis albumin menggunakan spektrofotometer, analisis Zn dan Fe menggunakan AAS/spektrophotometer serapan atom.

Tahapan penelitian

Karakterisasi dan pembuatan tepung ikan gabus

Karakterisasi dan penentuan kadar protein serta komposisi asam amino ikan gabus segar dilakukan sebelum pembuatan tepung ikan. Selain itu, juga dilakukan analisis kadar air dan albumin pada ikan gabus segar dan tepung ikan.

Prosedur pembuatan tepung ikan dimulai dari tahap pembersihan ikan dan penghilangan kepala, ekor, isi perut, sisik, serta sirip. Selanjutnya ikan dibelah di bagian punggung dan dilakukan pencucian menggunakan air bersih sebanyak 3 kali ulangan. Dilakukan pengukusan (pasteurisasi) ikan selama 30 menit pada suhu 85–90oC. Selesai proses pengukusan ikan dilanjutkan pemisahkan daging ikan dari tulang dan kulit. Daging ikan yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 4 jam. Selanjutnya daging ikan yang telah kering dihaluskan menggunakan blender tepung dan dilakukan pengayakan agar diperoleh butiran tepung ikan yang seragam (ukuran ±60–80 mesh).

Formulasi biskuit

Formulasi biskuit fungsional berbasis tepung ikan gabus menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan empat taraf perlakuan, yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan (TI) dari berat total adonan biskuit. Pengujian penerimaan terhadap biskuit menggunakan uji organoleptik berupa uji hedonik.


(38)

Hasil

Karakterisasi dan pembuatan tepung ikan gabus

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan gabus mengandung protein sebesar 19.26% (bb) atau 79.9% (bk) dan mengandung albumin sebesar 45.29% (bb) atau 82.78% (bk) dari total protein. Selanjutnya ikan gabus diolah menjadi tepung maka diperoleh kadar protein sebesar 76.9% (bk) dan albumin sebesar 24.25% (bk) dari total protein. Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein ikan gabus. Komposisi asam amino ikan gabus disajikan pada Tabel 4.

Rendemen merupakan berat tepung ikan yang diperoleh dibandingkan dengan berat ikan gabus segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 kg daging ikan gabus segar diperoleh rendemen tepung ikan sebesar 800 g atau rendemennya sebesar 8%. Kandungan gizi tepung ikan gabus dalam 100 g bahan adalah air 13.61%, abu 5.96%, protein 76.9%, lemak 0.55%, karbohidrat 3.53%, Zn 3.09 mg dan Fe 4.43 mg.

Tabel 4 Komposisi asam amino ikan gabus

Jenis asam amino Konsentrasi (%)

Asam aspartat 1.9

Asam glutamate 2.9

Serin 0.8

Histidin 0.4

Glisin 1.2

Treonin 0.8

Arginin 1.3

Alanin 1.3

Tirosin 0.7

Metionin 0.6

Valin 0.8

Fenilalanin 0.8

Isoleusin 0.8

Leusin 1.1

Lisin 1.7

Formulasi biskuit

Formulasi biskuit tepung ikan gabus didasarkan pada kecukupan energi dan protein balita berusia 4–5 tahun, adapun angka kecukupan tersebut adalah 1 550 kkal energi dan 39 gram protein. Biskuit berbasis tepung ikan gabus merupakan makanan tambahan yang diharapkan dapat membantu memenuhi kecukupan energi dan protein. Formulasi biskuit menggunakan 4 taraf perlakuan, yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan terhadap total berat adonan dan jumlah tepung ikan ini akan mensubstitusi penggunaan tepung terigu. Formula biskuit berbasis tepung ikan disajikan pada Tabel 5.


(39)

Tabel 5 Formula biskuit berbasis tepung ikan

Bahan Komposisi

F0 F1 F2 F3

Terigu (g) 250 183.6 150.5 117.3

Tepung ikan (g) 0 66.3 99.5 132.7

Susu Skim (g) 25 25 25 25

Gula halus(g) 112.5 112.5 112.5 112.5

Maizena (g) 25 25 25 25

Cokelat bubuk (g) 12.5 12.5 12.5 12.5

Keju (g) 37.5 37.5 37.5 37.5

Mentega (g) 125 125 125 125

Margarin (g) 25 25 25 25

Telur (g) 50 50 50 50

Maltodekstrin (g) 1 1 1 1

Total 663.5 663.5 663.5 663.5

F0= 0%; F1= 10%; F2=15%; F3= 20% tepung ikan dari total berat adonan

Penerimaan biskuit dilakukan dengan uji organoleptik berupa uji hedonik oleh 30 orang panelis semi terlatih. Nilai modus dan persentase panelis disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai modus dan persentase panelis Karakteristik

Formula

F0 F1 F2 F3

Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %

Warna 4 73,34 4 51,67 4 58,34 4 55,00

Aroma 4 51,67 2 36,67 2 41,67 3 41,67

Rasa 4 46,67 2 48,34 2 40,00 2 36,67

Tekstur 4 43,34 4 35,00 3 38,33 3 36,67

Keseluruhan 4 55,00 3 38,34 3 40.00 2 38,33 F0= 0%; F1 = 10%; F2=15%; F3 = 20% tepung ikan dari total berat adonan

Angka di dalam kurung menyatakan persentase panelis.

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai modus warna biskuit yaitu 4 (suka) untuk semua formula tetapi dengan jumlah persentase panelis yang berbeda. Nilai modus aroma biskuit untuk formula F0 yaitu 4 (suka), untuk formula F1 dan F2 yaitu 2 (tidak suka) serta formula F3 (biasa). Nilai modus rasa biskuit untuk formula F0 yaitu 4 (suka), untuk formula F1, F2, dan F3 yaitu 2 (tidak suka). Nilai modus tekstur biskuit untuk formula F0 dan F1 yaitu 4 (suka), untuk formula F2 dan F3 yaitu 3 (biasa). Secara keseluruhan nilai modus biskuit untuk formula yaitu 4 (suka), untuk formula F1 dan F2 yaitu 3 (biasa) dan formula F3 yaitu 2 (tidak suka). Persentase penerimaan biskuit disajikan pada Tabel 7.


(40)

Tabel 7 Persentase penerimaan biskuit Karakteristik

Formula

F0 F1 F2 F3

Persentase (%)

Warna 100.0ª 95.0ª 93.3ª 96.7ª

Aroma 98.3ª 60.0ª 58.3ª 63.3ª

Tekstur 90.0ª 70.0b 73.3c 65.0 d

Rasa 96.7ª 45.0ª 58.3ª 56.7ª

Keseluruhan 100.0ª 68.3ª 63.3ª 56.7ª

F0= 0%; F1 = 10%; F2=15%; F3 = 20% tepung ikan dari total berat adonan Huruf dengan superscript sama dalam satu lajur menunjukkan tidak berbeda nyata

Pembahasan

Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein, yaitu: (1) daya cerna atau nilai cernanya dan (2) kandungan asam amino esensialnya. Protein yang mudah dicerna (dihidrolisis) oleh enzim-enzim pencernaan, serta mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi (Muchtadi 2010).

Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan gabus pada penelitian ini mengandung 15 jenis asam amino dengan tiga asam amino esensial pada konsentrasi tertinggi yaitu lisin sebesar 1.67%, arginin sebesar 1.34%, dan leusin sebesar 1.13%. Menurut Rosa dan Nunes (2004), asam amino arginin, lisin, dan leusin adalah asam amino esensial yang penting dari hewan perairan, oleh karena itu dikenal sebagai pangan tinggi protein. Selanjutnya menurut Selcuk et al. (2010), asam amino esensial untuk anak-anak adalah arginin dan histidin. Arginin sangat penting bagi anak-anak untuk meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan (Emmanuel et al. 2008). Lisin berfungsi sebagai bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi, mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal, bersama prolin dan vitamin C akan membentuk kolagen dan menurunkan kadar trigliserida darah yang berlebihan (Harli 2008). Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi pada ikan gabus adalah asam glutamat sebesar 2,94% dan asam aspartat sebesar 1,90%. Asam glutamat dan asam aspartat penting karena menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan (Oladapa et al. 1984).

Seperti telah disebutkan pada hasil penelitian ini, ikan gabus mengandung protein dan albumin tinggi. Hasil penelitian Okuzumi dan Fujii (2000), ikan dan biota perairan mengandung protein dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu 18-20%. Kelebihan yang dimiliki oleh protein biota perairan adalah proteinnya yang mudah dicerna oleh tubuh dan kelengkapan asam amino di dalamnya. Penelitian Santosa (2001); Nurilmala et al. (2009) menemukan bahwa ikan gabus mengandung kadar protein sebesar 25.5% (bb) dan albumin sebesar 24% (bb).

Protein daging ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya (Selcuk et al. 2010).


(41)

Hasil analisa kadar protein dan albumin tepung ikan gabus dipengaruhi oleh lokasi/habitat ikan gabus dan cara pengolahan tepung ikan.

Kualitas kimiawi tepung ikan gabus termasuk golongan mutu I, tetapi ditinjau dari kadar air tepung ikan termasuk mutu III (SNI 01-2715-1996/Rev.92). Kadar air tepung ikan gabus lebih tinggi daripada standar SNI, karena pada saat proses pengeringan terjadi pengerasan (case hardening) pada permukaan daging ikan yang akhirnya menghambat pengeluaran air dari dalam daging ikan.

Uji organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh warna, bau, rasa, dan rangsangan mulut (Laksmi 2012). Pada Tabel 7 memperlihatkan persentase penerimaan panelis terhadap warna dan aroma biskuit ikan tertinggi pada formula F3 berurutan yaitu sebesar 96.7% dan 63.3%. Persentase penerimaan terhadap tekstur dan rasa biskuit ikan tertinggi pada formula F2 berurutan yaitu sebesar 73.3% dan 58.3%. Persentase penerimaan tertinggi terhadap keseluruhan karakteristik uji organoleptik pada formula F1 yaitu sebesar 68.3%. Hasil sidik ragam persentase penerimaan panelis menunjukkan bahwa konsentrasi tepung ikan gabus berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tekstur biskuit, namun tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap aroma, rasa, warna dan keseluruhan biskuit. Konsentrasi tepung ikan pada pengolahan biskuit fungsional memberikan perbedaan nyata antar perlakuan untuk spesifikasi tekstur biskuit. Penentuan formula terpilih didasarkan pada hasil uji organoleptik yang menunjukkan bahwa substitusi 15% tepung ikan memberikan rasa dan tekstur yang paling disukai panelis. Menurut Mervina et al. (2012), tekstur merupakan salah satu atribut organoleptik yang mempengaruhi penerimaan panelis terhadap biskuit.

Simpulan

Ikan gabus pada penelitian ini mengandung protein sebesar 19.26% (bb) atau 79.9% (bk) dan mengandung albumin sebesar 45.29% (bb) atau 82.78% (bk) dari total protein. Tepung maka diperoleh kadar protein sebesar 76.9% (bk) dan albumin sebesar 24.25% (bk) dari total protein. Ikan gabus mengandung 15 jenis asam amino dengan tiga asam amino esensial pada konsentrasi tertinggi yaitu lisin sebesar 1.67%, arginin sebesar 1.34%, dan leusin sebesar 1.13%. Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi adalah asam glutamat sebesar 2.94% dan asam aspartat sebesar 1.90%.

Kandungan gizi tepung ikan gabus memenuhi standar tepung ikan (SNI 01-2715-1996/Rev.92) yaitu dalam 100 g bahan mengandung air 13.6%, abu 6.0%, protein 76.9%, lemak 0.5%, karbohidrat 3.5%, Zn 3.1 mg dan Fe 4.4 mg. Biskuit fungsional dengan substitusi 15% tepung ikan gabus memberikan rasa dan tekstur yang paling disukai panelis.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Astawan M. 2009. Ikan gabus dibutuhkan pascaoperasi [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://cybermed. cbn.net.id.

Caso G, Scalfi L, Marra M, Covino A, Muscaritoli M, Mc Nurian M, Garlick PJ, Contaldo F. 2000. Albumin synthesis is diminished in men consuming a predominantly vegetarian diet. J. Nutr. 130:528-533.

Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. 2004. Serum albumin level as a predictor of ischemic stroke outcome. Article Stroke 35:156-158.

Emmanuel I, Adeyeye, Amoke M, Kenni. 2008. The relationship in the amino acid of the whole body, flesh and exoskeleton of common west African fresh water male crab Sudananautes africanus. Pakistan J. Nutr. 7(6), 748-752.

Georgiev LG, Penchev, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in common carp (Cyprinus carpio) fish meat during freezing. Bulgarian J.

Veterinary Medicine 2(2): 131-136.

Harli M. 2008. Asam amino esensial [internet]. [diunduh 2011 April 15]. Tersedia pada: http://www.supamas.com.

Laksmi R. 2012. Daya Ikat Air, pH dan Sifat Organoleptik Chicken Nugget yang Disubstitusi Telur Rebus. Animal Agric. J.Vol 1 No. 1 pp:453-460

Mervina, Kusharto CM, Marliyati AM. 2012. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai sebagai Makanan Potensial untuk Anak Balita Gizi Kurang. J.Teknologi dan Industri

Pangan Vol 23 No.1 pp: 9-16

Moedjiharto TJ. 2007. Ikan sebagai bahan substitusi human serum albumin (HSA) dalam penyumbang biofarma Indonesia [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada:

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.

Nurilmala M, Nurjanah, Utama RH. 2009. Kemunduran mutu lele dumbo

(Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan

cara mati. J. Pengolahan Perikanan. 12(1):17-22.

Oladapa A, Akin MAS, Olusegun LO. 1984. Quality changes of Nigerian traditionally processed freshwater fish species. J. Food Science and Techn.

19(1984), 341-348

Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and

Cuttlefish. Japan (JP):Tokyo University of Fisheries.

Santosa AH. 2001. Ekstraksi albumin ikan gabus (Ophiocephalus striatus) [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.


(43)

Selcuk A, Ozden O, Erkan N. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. J.Medicin. Food 13(6), 1524-1531.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Tepung Ikan Bahan Baku Pakan SNI 01-2715-1996/Rev.1992. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional. Susanto H, Maslikah SI. 2011. Efek nutrisional tepung daun kelor (Moringa

oleifera) varietas NTT terhadap kadar albumin tikus Wistar kurang energi

protein. Publikasi Ilmiah Seminar Nasional MIFA 2011.

Rosa R, Nunes ML. 2004. Nutritional quality of red shrimp (Aristeus

antennatus), pink shrimp (Parapenaeus longirostris), and Norway lobster


(44)

4 TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA PROFIL DARAH ANAK

Pendahuluan

Kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh keberhasilan tumbuh kembang pada masa anak-anak. Anak-anak mengalami masa penting pada usia balita karena berkaitan dengan kesehatan dan intelektual anak. Pada masa ini anak memerlukan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan gizi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian pada bayi dan anak, serta dapat menurunkan mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, menurunkan daya kerja dan gangguan perkembangan mental anak. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persentase anak dengan konsumsi energi dan protein kurang dari 70% AKG adalah 33.4%, dari jumlah tersebut 24.8% berada pada kelompok umur 4–6 tahun. Sebagian besar kasus konsumsi energi protein yang berada di bawah kebutuhan minimal terjadi di daerah pedesaan dan cenderung lebih besar pada kelompok anak laki-laki (Riskesdas 2010).

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi kurang maupun gizi buruk yang saling berkaitan. Faktor penyebab langsung adalah asupan energi dan zat gizi yang tidak cukup serta adanya infeksi. Faktor penyebab tak langsung adalah pola asuh yang kurang tepat seperti pemberian ASI, MPASI, ada tidaknya makanan pantangan, jumlah anggota keluarga, ketersedian pangan keluarga, dan kesehatan lingkungan. Akar permasalahan tersebut adalah tingkat pendapatan yang rendah serta kemiskinan yang berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan orang tua (ACC/SCN-IFPRI 2000). Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai (Soekirman 2000).

Kekurangan energi protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan menghasilkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier 2006). Konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu dan pekerjaan orang tua. Menurut Martianto dan Ariani (2004), semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi dan kebiasaan untuk memperoleh dan memilih pangan juga semakin besar. Tingkat pendapatan yang semakin meningkat mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang rendah akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dalam keluarga, kemudian konsumsi pangan selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi kurang.


(45)

Menurut Khomsan (2004), bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut balita termasuk golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan zat gizi termasuk KEP. Terjadinya gizi kurang pada anak balita tidak selalu didahului dengan terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan sehingga upaya penanggulangannya memerlukan pendekatan, salah satunya adalah dengan memperbaiki aspek makanan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka sebelum melakukan kegiatan intervensi pemberian makanan tambahan, penulis melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein serta profil darah anak.

Metode Penelitian Tempat dan waktu penelitian

Tempat penelitian adalah di Desa Pilar Semplak, Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas Semplak bahwa di Desa Pilar Semplak ditemukan kasus-kasus balita gizi kurang yang mengarah pada gizi buruk. Waktu penelitian dimulai dari 4 September hingga 30 Nopember 2012.

Prosedur sampling

Subjek penelitian ini adalah anak berusia 4–5 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010). Screening/penapisan subjek penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) membuat daftar anak berusia 4–5 tahun berdasarkan data dari Posyandu Melati dan dilanjutkan kunjungan ke rumah ibu subjek untuk memberi penjelasan tentang penelitian dan pengisian

informed concent penelitian; (2) pemeriksaan klinis oleh dokter dan wawancara

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (3); dan dipilih 27 anak. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu karakteristik anak (nama, umur, dan jenis kelamin) dari data kartu menuju sehat (KMS) di Posyandu Melati. Data primer terdiri dari karakteristik sosial ekonomi keluarga dan subjek penelitian (besar keluarga, pendidikan, pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan, pengeluaran, dan konsumsi anak) serta profil darah anak (indikator status gizi mikro dan imunistas humoral). Data karakteristik sosial ekonomi diperoleh dari hasil wawancara dengan ibu/pengasuh anak oleh enumerator menggunakan kuesioner. Data profil darah diperoleh dari hasil analisis serum darah anak.

Data konsumsi pangan digali dengan metode recall 2 kali 24 jam yang dilakukan secara berturutan dengan tujuan untuk memperoleh data yang cukup representatif serta lebih mengambarkan kebiasaan makan anak. Data konsumsi pangan harian subjek dikonversi ke dalam satuan energi dan zat gizi dengan berpedoman pada kandungan zat gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2004). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh


(46)

dengan membandingkan data riil konsumsi dengan angka kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan AKG/Angka Kecukupan Gizi (Hardinsyah & Victor 2004). Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes RI (1996), dimana tingkat konsumsi energi dan zat gizi (khususnya protein) dibagi menjadi dua dengan cut off point 70% yaitu: (1) cukup, jika konsumsi ≥ 70% AKG dan (2) kurang, jika konsumsi <70% AKG.

Data status gizi anak ditentukan berdasarkan indeks antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB), oleh karena itu dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pengamatan profil darah anak bertujuan untuk mengetahui status gizi mikro, yaitu kadar hemoglobin (Hb), ferritin (Fs), seng (Zn), dan albumin serta status imunitas humoral, yaitu pengamatan IgG serum anak.

Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode Sianmethemoglobin, dan ferritin dengan metode Imunometric Assay/IRMA, kadar Zn dan Fe dengan

Atomic Absorption Spectrophotometer/AAS (Dawiesah 1989). Status anemia

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: (1) normal jika konsentrasi Hb ≥ 11g/dL; (2) anemia jika konsentrasi Hb < 11g/dL (WHO 1996). Status besi dilihat dari kadar ferritin (Fs) serum dikelompokan dua, yaitu: (1) normal jika konsentrasi Fs > 12 µg/L; (2) defisiensi jika konsentrasi Fs ≤ 12 µg/ L (Cook 1994). Defisiensi Zn jika konsentrasi Zn serum ≤ 10.7 µmol/ L (Aritonang 2007). Pengukuran albumin dengan metode BCG/Bromocresol Green dan albumin normal pada rentang 3.5–5.5 g/dL (Hasan & Titis 2008). Pengukuran status imunitas humoral, yaitu IgG menggunakan metode ELISA/Enzyme Linked

Immunosorbent assay dan IgG normal pada rentang 8–16 mg/mL (Tizard 1988).

Analisis statistik

Analisis karakteristik sosial ekonomi keluarga dan anak, status gizi anak, tingkat kecukupan energi, protein serta profil darah anak dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat atau analisis deskriptif menggambarkan sebaran variabel yang diteliti dalam kuesioner berdasarkan persen dan rerata. Uji Crosstab untuk menggambarkan deskripsi tingkat kecukupan energi dan protein terhadap profil darah anak.

Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan Chi-Square untuk menganalisis hubungan variabel karakteristik subjek dan keluarga dengan status gizi anak, hubungan tingkat kecukupan energi, protein dan profil darah anak. Analisis multivariat menggu nakan regresi linier berganda dengan metode

Stepwise yang bertujuan untuk mengetahui keeratan korelasi antar variabel.

Pengolahan dan analisis data masing-masing meenggunakan software

Microsoft Office Excell 2007 dan software SPSS (Statistic Program for Social

Science) for windows versi 16.0 tahun 2007.

Hasil Karakteristik anak dan keluarga

Penelitian ini semula direncanakan dilakukan pada anak usia 4 sampai 5 tahun (balita), tetapi pada saat kegiatan intervensi dimulai ditemukan anak yang telah berusia lebih dari 5 tahun sebanyak 12 orang. Hal ini terjadi karena


(47)

keterlambatan pengurusan izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Usia anak: 4 s/d < 5 tahun 7 77.8 8 44.4 15 55.6

≥ 5 tahun 2 22.2 10 55.5 12 44.4

Tinggal serumah: Orang tua 6 66.7 12 66.7 18 66.7 Keluarga lain 3 33.3 6 33.3 9 33.3 Besar keluarga: ≤ 4 orang 4 44.4 5 27.8 9 33.3 5 – 6 orang 5 55.6 13 72.2 18 66.7 Pendidikan ayah: SD 2 22.2 7 38.9 9 33.3 SLTP 2 22.2 5 27.8 7 25.9 SLTA 5 55.6 5 27.8 10 37.0 PT 0 0 1 5.6 1 3.7 Pendidikan ibu: SD 3 33.3 10 55.6 13 48.1 SLTP 3 33.3 3 16.7 6 22.2 SLTA 3 33.3 4 22.2 7 25.9 PT 0 0 1 5.6 1 3.7 Pekerjaan ayah: Pedagang/wirausaha 2 22.2 3 16.7 5 18.5 Pensiunan 1 11.1 1 5.6 2 7.4 Buruh non tani 3 33.3 10 55.6 13 48.1 Buruh tani 1 11.1 0 0 1 3.7 Jasa 0 0 2 11.1 2 7.4 Karyawan swasta 2 22.2 2 11.1 4 14.8 Pekerjaan ibu: Pedagang 0 0.0 2 11.1 2 7.4 Buruh non tani 0 0.0 2 11.1 2 7.4 Jasa 0 0.0 2 11.1 2 7.4 Ibu rumah tangga 8 88.9 12 66.7 20 74.1 Karyawan swasta 1 11.1 0 0 1 3.7 Pendapatan: < Rp. 1 juta 3 33.3 3 16.7 6 22.2 Rp. 1 juta - 2 juta 4 44.4 10 55.6 14 51.9 Rp. > 2 juta 2 22.2 5 27.8 7 25.9 Pengeluaran pangan: Rp.< 1 juta 1 11.1 3 16.7 4 14.8 Rp. 1 juta - 2 juta 6 66.7 9 50.0 15 55.6 Rp. > 2 juta 2 22.2 6 33.3 8 29.6 Pengeluaran nonpangan: Rp.< 1 juta 2 22.2 5 27.8 7 25.9 Rp. 1 juta - 2 juta 5 55.6 10 55.6 15 55.6 Rp. > 2 juta 2 22.2 3 16.7 5 18.5

Tabel 8 memperlihatkan bahwa subjek yang berusia 4–5 tahun sebanyak 55.6% dan berusia lebih dari 5 tahun sebanyak 44.4%. Anak perempuan yang menjadi subjek penelitian ini lebih banyak berjumlah 66.7%, sedangkan anak laki-laki berjumlah 33.3%. Sebagian besar anak tinggal bersama kedua orangtuanya sebanyak 66.7% dan anak lainnya sebanyak 33.3% tinggal bersama salah satu dari orangtuanya, kakek/nenek atau keluarga lainnya.

Berdasarksan BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga balita dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5 –6 orang) dan besar (≥ 7 orang). Berdasarkan besar keluarga subjek maka keluarga yang tergolong


(48)

kecil sebanyak 33.3% dan keluargka tergolong sedang sebanyak 66.7%. Sebagian besar pendidikan ayah SLTA sebanyak 37.0% dan pendidikan ibu yang tertinggi SD sebanyak 48.1%. Sebagian besar jenis pekerjaan ayah buruh nontani sebanyak 48.1% dan ibu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 74.1%. Rerata pendapatan/bulan orang tua subjek sebesar Rp. 1 665 926, pengeluaran pangan/bulan sebesar Rp. 1595 722 dan nonpangan/bulan sebesar Rp.1 487 697. Jika balita dikelompokkan berdasarkan perlakuan maka hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi keluarga antara perlakuan kontrol dan intervensi tidak berbeda nyata (p > 0.05). Hasil korelasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status gizi anak disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Korelasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status gizi anak

Variabel BB/U TB/U BB/TB

r p r p r p

Besar keluarga*) 0.40 0.04 0.23 0.24 0.19 0.34 Pendidikan ibu**) 3.58 0.31 2.52 0.87 9.12 0.03 Pekerjaan ayah**) 3.53 0.62 6.75 0.75 13.74 0.02 Pengeluaran pangan**) 3.00 0.22 9.70 0.04 0.39 0.82

*)

Korelasi Spearman **) Korelasi Chi-Square

Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi Spearman, besar keluarga berhubungan nyata (r=0.40, p=0.04) dengan status gizi (BB/U). Selanjutnya berdasarkan analisis Chi-Square menunjukkan bahwa kategori pendidikan ibu berhubungan nyata (r= 9.12, p= 0.03) dengan status gizi (BB/TB,), pekerjaan ayah berhubungan nyata (r=13.73, p= 0.02) dengan status gizi (BB/TB) dan pengeluaran pangan berhubungan nyata (r= 9.70, p= 0.04) dengan status gizi (TB/U). Hasil regresilinier berganda dengan metode Stepwise

menunjukkan bahwa karakteristik anak dan keluarga tidak berhubungan nyata dengan status gizi anak (BB/U, TB/U dan BB/TB).

Asupan energi dan zat gizi

Konsumsi makanan yang kurang dari kebutuhan akan mempengaruhi status gizi yang selanjutnya berdampak langsung pada penurunan status imun atau kekebalan tubuh seseorang. Kondisi ini akan memperburuk status kesehatan, sehingga anak mudah terserang beberapa penyakit yang bersumber dari lingkungan yang buruk, seperti penyakit infeksi (Kurnia et al. 2010). Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Variabel Gizi AKG Asupan Tingkat Kecukupan (% AKG) Energi (kka l) 1 550 1 322 ± 242 104 ± 19

Protein (g) 39 35.7 ± 10.5 111.9 ± 32.6

Besi (mg) 9.0 8.1 ± 2.5 89.6 ± 28.3


(49)

Tabel 10 memperlihatkan rerata asupan energi dan zat gizi pada subjek penelitian yaitu energi sebesar 1322 Kal, protein sebesar 35.7 g, besi sebesar 8.1 mg dan seng sebesar 0.5 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi maka diperoleh energi dan protein telah memenuhi AKG, tetapi tingkat kecukupan seng hanya 89.6 % dan besi 5.6 % dari AKG. Sebaran anak berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein disajikan pada Tabel 11 dan berdasarkan status gizi (Z skor BB/U, TB/U dan BB/TB) pada Tabel 12.

Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Kategori Tingkat Kecukupan Energi Protein

n % n %

Defisit berat (< 70%) 1 3.7 2 7.4

Defisit ringan (70 s/d 90%) 4 14.8 5 18.5

Cukup (> 90%) 22 81.4 18 66.7

Total 27 100.0 27 100.0

Umumnya tingkat konsumsi energi dan protein anak pada penelitian ini telah memenuhi AKG, tetapi masih ditemukan anak yang mengalami defisit energi dan protein dengan kategori ringan sampai berat, yaitu sebanyak 18.5 % untuk energi dan 25.9 % untuk protein (Tabel 11).

Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan status gizi (Z skor BB/U, TB/U dan BB/TB)

Status Gizi n % Rerata Z skor

BB/U: Kurang (Z skor < -2) 7 25.9 -2.5 ± 0.2 Normal (Z skor ≥ -2 s/d < 2) 20 74.1 -1.4 ± 0.4

Total 27 100.0 -1.7 ± 0.6

TB/U: Pendek (Z skor < -2) 4 14.8 -2.7 ± 0.6 Normal (Z skor ≥ -2 s/d < 2) 23 85.2 -0.8 ± 0.7

Total 27 100.0 -1.1 ± 0.9

BB/TB: Kurus (Z skor < -2) 4 14.8 -2.4 ± 0.1 Normal (Z skor ≥ -2 s/d < 2) 23 85.2 -0.8 ± 0.7

Total 27 100.0 -1.1 ± 0.8

Tabel 12 memperlihatkan sebagian besar anak pada penelitian ini dengan status gizi baik dan normal (BB/U, TB/U dan BB/TB) yaitu berkisar 74.1-85.2% dan status gizi kurang, pendek serta kurus berkisar antara 14.8-25.9%. Sebaran anak berdasarkan profil darah dengan indikator status gizi mikro dan imunitas humoral disajikan pada Tabel 13, berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi (TKE) dan protein (TKP) terhadap profil darah pada Tabel 14 dan 15.


(1)

Puskesmas Semplak atau menghubungi peneliti Dewi Kartika Sari (0815-1648365) dan tidak ada biaya yang dibebankan pada responden.

10. Jaminan kerahasiaan informasi

Semua data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini akan dijaga kerahasiannya dan hanya disajikan dalam publikasi jurnal dan laporan disertasi peneliti.

Formulir Persetujuan Berpartisipasi

EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

Dengan hormat, saya Dewi Kartika Sari dari Program Studi Ilmu Gizi Manusia Institut Pertanian Bogor sedang melakukan survei awal tentang anak gizi kurang yang berusia 4–5 tahun. Survei ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum anak di wilayah Bogor Barat (khususnya di Kelurahan Semplak) dan untuk mengidentifikasi sasaran yang akan mengikuti kegiatan intervensi yaitu pemberian biskuit fungsional ikan gabus (Ophiocephalus striatus) yang fortifikasi Zn dan Fe. Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan kegiatan, langkah-langkah kegiatan, kemungkinan manfaat dan resiko mengikuti kegiatan intervensi tersebut, maka saya: Nama Responden : ……… (Ibu) ……… (Ayah)

Nama Subjek : ………

Alamat : ………

Dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia diwawancara dan mengizinkan anak saya ikut serta sebagai contoh dalam kegiatan penelitian ini, dengan catatan semua data mengenai diri anak saya dirahasiakan, dan bila suatu ketika dalam masa intervensi ini anak saya dirugikan dalam bentuk apapun maka saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Bogor, ……… 2012

Mengetahui, Yang Membuat

Pernyatan

Peneliti, Kader Posyandu Responden,


(2)

Lampiran 4 Photo-photo kegiatan penelitian


(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 5 Riwayat hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan) pada tanggal 11 Maret 1968, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan abah H. Anwar Fauzie (Alm) dan mama Hj. Marliah Chairul. Pendidikan Sarjana masuk tahun 1996 pada Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru dan lulus tahun 1990. Penulis melanjutkan pendidikan Magister tahun 1997 pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya di Malang dan lulus tahun 1999. Selanjutnya penulis kembali dapat kesempatan menempuh pendidikan Magister tahun 2005 pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan di Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2008. Penulis melanjutnya pendidikan program Doktor tahun 2009 pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia di Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2014. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik-Indonesia (Dikti) melalui program BPPS,

Penulis bekerja sebagai Tenaga Edukatif/Dosen pada Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan, Universitas Lambung mangkurat sejak 1 Februari 1994 sampai sekarang.

Selama mengikuti pendidikan program Magister penulis berkesempatan memperoleh bantuan dana penelitian melalui program Hibah Pasca dan pada saat pendidikan Doktor memperoleh bantuan dana penelitian melalui program Hibah Doktor serta perpanjangan masa pendidikan dari Dikti (Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Selain itu, selama mengikuti program pendidikan penulis juga memperoleh bantuan dana penelitian dari Yayasan Damandiri dan Supersemar.

Penulis menikah dengan Ir. Ari Rofian Syarkawi pada 4 Desember 1994 dan dikaruniai dua orang putri, yaitu Mutia Dea Wijayanti dan Devi Damayanti.