ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA AKUNTABILITAS KINERJA
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
13
Instalasi Farmasi KabupatenKota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Data yang dilaporkan adalah data per tanggal 30 November 2012, diantara
33 Provinsi yang melapor sebanyak 26 Provinsi sedangkan 7 Provinsi tidak melaporkan data ketersediaan obat dan vaksin pada periode pelaporan akhir tahun 2012. Gambaran
ketersediaan obat dan vaksin masing – masing provinsi dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 1 Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012
Dari grafik diatas, dapat dilihat persentase ketersediaan obat di tiap provinsi bervariasi antara 65,50 s.d. 129,45. Dari 26 Provinsi yang melaporkan ketersediaan obat dan vaksin paling
rendah adalah Maluku 65,50 dan paling tinggi adalah Kalimantan Barat 129,45. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Provinsi Maluku 65,50 menunjukkan obat dan
vaksin tersedia untuk 11,79 bulan. Jika terjadi kekosongan karena keterlambatan pengadaan tahun berikutnya, kebutuhan obat dan vaksin dipenuhi dari buffer stock provinsi dan nasional.
Jika dibandingkan dari target awal renstra, realisasi indikator kinerja selalu memenuhi target, sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini:
20 40
60 80
100 120
140
M A
LU K
U G
O R
O N
T A
LO
K E
P U
LA U
A N
R IA
U N
A D
R IA
U LA
M P
U N
G JA
W A
T E
N G
A H
S U
LA W
E S
I S
E LA
T A
N
S U
LA W
E S
I U
T A
R A
JA M
B I
P A
P U
A
S U
LA W
E S
I T
E N
G A
H
B A
N G
K A
B E
LI T
U N
G
N U
S A
T E
N G
G A
R A
T IM
U R
N U
S A
T E
N G
G A
R A
B A
R A
T
S U
LA W
E S
I B
A R
A T
S U
M A
T E
R A
S E
LA T
A N
B E
N G
K U
LU
K A
LI M
A N
T A
N S
E LA
T A
N JA
W A
B A
R A
T
K A
LI M
A N
T A
N T
IM U
R
S U
M A
T E
R A
B A
R A
T
M A
LU K
U U
T A
R A
JO G
Y A
K A
R T
A JA
W A
T IM
U R
K A
LI M
A N
T A
N B
A R
A T
S U
M A
T E
R A
U T
A R
A D
K I
JA K
A R
T A
B A
N T
E N
K A
LI M
A N
T A
N T
E N
G A
H B
A LI
S U
LA W
E S
I T
E N
G G
A R
A P
A P
U A
B A
R A
T 65.5
65.69 73.97
82.02 88.3
91.38 93.62
95.42 97.27
97.84 98.54
99.07 99.1
100.54 101.19
102.15 103.4
103.4 103.42
104.25 105
106.53 114.04116.18
119.01 129.45
PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN
PERSENTASE KETERSEDIAAN
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
14
Grafik 2 Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2010-2012
dan Target Renstra
Dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan vaksin, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menyusun paket pengadaan obat dan vaksin termasuk perbekalan kesehatan. Pengadaan
tersebut meliputi pengadaanpenyediaan vaksin hajiumroh vaksin meningitis dan influenza, obat buffer stok bencanaKLB, filariasis, obat AIDS dan Penyakit Menular Seksual PMS, obat
malaria, obatvaksin flu burung, reagen skrining darah, obat TBParu, obat dan perbekalan kesehatan haji, obat dan perbekalan kesehatan emergensi, obat program kesehatan ibu dan
anak, obat gizi, vaksin reguler, obat Operasi Surya Baskara Jaya
Sail Morotai 2012
, dan obat Poliklinik Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
bertanggung jawab pada pelaksanaan pengadaan obat dan vaksin tersebut sampai dengan pendistribusiannya ke Dinas Kesehatan Provinsi.
Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut berkat upaya yang dilakukan, yaitu :
- Tersedianya alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah
- Tersedianya Dana Alokasi Khusus DAK Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
- Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota untuk peningkatan alokasi
anggaran obat. -
Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat melalui
e-logistic
- Bimbingan teknis pengelolaan obat
20 40
60 80
100
2010 2011
2012 2014
80 85
90 100
82 87
92.85
KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
15
Permasalahan:
Meskipun secara nasional capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin adalah sebesar 103,17, masih ditemukan beberapa permasalahan antara lain:
a. Belum optimalnya komitmen Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
KabupatenKota dalam mengalokasikan anggaran bagi: -
penyediaan obat dan vaksin -
dukungan sarana prasarana pengelolaan obat dan vaksin -
biaya distribusi obat dan vaksin untuk mendorong ketersediaan obat dan vaksin di KabupatenKota.
- biaya operasional instalasi farmasi
sehingga biaya untuk pengadaan obat dan vaksin masih mengandalkan dari DAK bidang kefarmasian.
b. Kurangnya Komitmen beberapa daerah untuk menyampaikan laporan ketersediaan obat
dan vaksin ke pusat c.
Mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas di Instalasi Farmasi KabupatenKota
Usul Pemecahan Masalah:
a. Meningkatkan komitmen Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota dalam hal penyediaan anggaran bidang kesehatan termasuk obat, vaksin, perbekalan
kesehatan dan sarana prasarana pengelolaan obat agar ditetapkan dalam bentuk nilai persentase dari APBN, APBD dan DAK Bidang Kefarmasian yang besarannya dapat menjamin
ketersediaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan. b. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan DAK Bidang Kefarmasian untuk KabupatenKota.
c. Mengembangkan strategi implementasi dalam rangka meningkatkan pengelolaan obat di KabupatenKota yaitu
one gate policy
, perencanaan obat terpadu dan
electronic logistic system
e-logistic
. d. Mengintensifkan advokasi dan sosialisasi kepada Pemda Provinsi dan KabupatenKota dalam
pengelolaan SDM sebagai penanggung jawab Instalasi Farmasi Upaya pemecahan masalah ini dilakukan secara bersama dan berkesinambungan.
Capaian kinerja dari indikator utama program kefarmasian dan alat kesehatan didukung oleh beberapa kegiatan dengan indikator pencapaian sebagai berikut:
1. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan 2. Persentase Instalasi Farmasi KabKota sesuai standar
3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan manfaat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
16
4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara
produksi yang baik 5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi
6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar
7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
8. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah 9. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri
10. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan
distribusi 11. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan
12. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan program kefarmasian di daerah dalam
rangka dekonsentrasi 13. Jumlah rancangan regulasi yang disusun
Pencapaian kinerja masing-masing Indikator diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Kondisi yang dicapai:
Target indikator “Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan”
70 terrealisasi sebesar 82.80 dengan capaian indikator sebesar 118.29. Tabel 4
Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2012
Penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan diambil dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Persentase penggunaan obat generik di Rumah Sakit masih rendah 70,61,
sedangkan penggunaan di Puskesmas sudah mencapai 95. Dari grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa capaian indikator dari target awal renstra,
realisasi penggunaan obat obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan selalu memenuhi target, bahkan sejak tahun 2011 capaiannya telah memenuhi target akhir renstra sebesar
80.
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan 70
82,80 118,29
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
17
Grafik 3 Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun
2010-2012 dan Target Renstra
Permasalahan:
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02Menkes068I2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK. 03.01MenkesI1592010 tentang Pengawasan dan Pembinaan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah belum
dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah karena jenis obat generik yang tersedia belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah terutama Rumah Sakit. b. Data penggunaan obat generik di Rumah Sakit belum dapat diakses secara optimal
karena belum terbentuknya sistem pelaporan secara berkala penggunaan obat generik dari RS Pemerintah ke Dinas Kesehatan Provinsi dan KabKota.
c. Kurangnya koordinasi antara petugas puskesmas dan instalasi farmasi kabupatenkota menyebabkan kekosongan obat di puskesmas tidak terinformasi ke instalasi farmasi
kabupatenkota, sehingga puskesmas menyediakan obat generik bernama dagang menggunakan dana APBD Jamkesda.
Usul Pemecahan Masalah:
a. Koordinasi dengan unit terkait yang bertanggung jawab dengan Rumah Sakit Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
b. Membangun sistem peresepan elektronik yang dapat diakses oleh pemegang kebijakan. c. Menertibkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat LPLPO dari puskesmas
ke Instalasi Farmasi KabupatenKota 20
40 60
80 100
2010 2011
2012 2014
60 65
70 80
64.45 82
82.80
PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
18
2. Persentase Instalasi Farmasi KabupatenKota sesuai standar
Kondisi yang dicapai :
Tabel dibawah ini menunjukkan realisasi Persentase Instalasi Farmasi KabKota sesuai standar sebesar 71,63 telah memenuhi target sebesar 70, dengan capaian kinerja
sebesar 102,33. Tabel 5
Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi KabKota Sesuai Standar Tahun 2012
Jumlah Instalasi Farmasi KabupatenKota sesuai standar diperoleh
dengan melakukan penilaian terhadap Instalasi Farmasi KabupatenKota yang
dilihat dari 3 tiga aspek, yaitu: Sumber daya manusia pengelola obat dengan bobot
20, sarana dan prasarana bobot 40 serta biaya operasional bobot 20. Instalasi
Farmasi KabupatenKota dikatakan memenuhi standar jika memiliki penilaian diatas 60. Data Instalasi Farmasi KabupatenKota yang
mencakup ketiga aspek tersebut diperoleh dari kegiatan bimbingan teknis ke instalasi farmasi kabupatenkota dan hasil laporan Dinas Kesehatan Provinsi.
Dari 497 Instalasi Farmasi KabupatenKota di seluruh Indonesia, yang memenuhi standar berjumlah 356 atau sebesar 71,63.
Pada tahun 2010, Instalasi Farmasi KabupatenKota sesuai standar baru mencapai 32,80 dari 60 jumlah yang ditargetkan. Pada Tahun 2011, realisasinya meningkat siginifikan dan
mencapai target yang telah ditetapkan dan tercapai juga di Tahun 2012. Gambaran capaian instalasi farmasi KabupatenKota sesuai standar dari Tahun 2010 sampai 2012 dibandingkan
dengan akhir renstra dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI 2012
CAPAIAN
Persentase Instalasi Farmasi KabKota sesuai standar
70 71.63
102.33
Gambar2. Instalasi Farmasi Kabupaten Toraja Utara
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
19
Grafik 4 Perbandingan Persentase Instalasi Farmasi KabKota Sesuai Standar Tahun 2010-2012
dan Target Renstra
Permasalahan:
a. Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana pengelolaan obat di Instalasi Farmasi KabupatenKota dan Puskesmas yang memadai karena masalah keterbatasan
anggaran. b. Penempatan penanggung jawab pengelola obat di beberapa daerah tidak sesuai dengan
kompetensi. c. Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi
sehingga
stakeholder
terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.
d. Rendahnya komitmen pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah,
serta kurangnya alokasi dana untuk biaya operasional Instalasi Farmasi KabKota.
Usul Pemecahan Masalah:
a. Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan.
b. Perlu diupayakan alokasi anggaran untuk pemenuhan sarana prasarana Instalasi Farmasi KabupatenKota baik dari APBN maupun dari sponsor dana hibah
c. Melakukan peningkatan kemampuan SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi KabupatenKota
d. Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada terkait pengelolaan obat. 20
40 60
80
2010 2011
2012 2014
60 65
70 80
32.80 71
71.63
INSTALASI FARMASI KABUPATENKOTA SESUAI STANDAR
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
20
3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat.
Kondisi yang dicapai:
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap keamanan, mutu dan manfaat alat
kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling alat kesehatan dan PKRT dimaksud diatas dilakukan di 32 Provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 1099 sampel.
Seluruh sampel ini dilakukan pengujian di beberapa laboratorium yang terakreditasi. Jumlah sampel yang telah diperoleh hasil uji adalah 876 sampel, terdiri dari 752 sampel yang
memenuhi syarat dan 124 sampel tidak memenuhi syarat. Sedangkan 223 sampel belum memperoleh hasil uji. Pengambilan sampel produk alat kesehatan dilakukan berdasarkan
Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel produk alat kesehatan dan
PKRT yang telah diuji dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi syarat pengujian dibandingkan dengan jumlah sampel alat kesehatan dan PKRT yang sudah diperoleh hasil ujinya.
Tabel 6 Capaian Indikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi
Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan
manfaat
85 85,84
100,98
Dari tabel diatas terlihat persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat dapat terealisasi dengan baik yaitu 85,84
dengan capaian 100,99 dari target yang ditetapkan sebesar 85. Perbandingan target dan realisasi indikator tersebut tahun 2010-2012 serta target renstra digambarkan pada
grafik dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
21
Grafik 5 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan
Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
Gambar 3. Launching e-regalkes system registrasi online alat kesehatan PKRT dan SSO Single
Sign On
Permasalahan:
Walaupun secara nasional target indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar telah tercapai 100,99, masih terdapat kendala dalam indikator tersebut, yaitu:
a. Keterbatasan laboratorium penguji alat kesehatan dan PKRT yang terakreditasi. b. Lamanya hasil uji yang dikeluarkan oleh laboratorium, sehingga tidak dapat segera
ditindaklanjuti. c. Belum optimalnya penggunaan sumber daya untuk
post market surveilance
terhadap produk alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan
manfaat. d. Belum ada pembagian peran yang jelas dalam melakukan sampling alat kesehatan dan
PKRT antara pusat dan daerah. 50
100
2010 2011
2012 2014
70 80
85 95
70 84.93
85.84
PRODUK ALKES DAN PKRT YANG BEREDAR MEMENUHI PERSYARATAN KEMANAN, MUTU DAN MANFAAT
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
22
Usul Pemecahan Masalah
Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut:
a. Pemetaan kemampuan laboratorium pengujian alat kesehatan. b. Perluasan kerjasama laboratorium uji yang terakreditasi.
c. Mendidik tenaga PPNS, melakukan pelatihan dalam pelaksanaan
post market
dan menyediakan sistem
e-monitoring post market surveilance
dalam rangka pengawasan alat kesehatan dan PKRT.
d. Perlu adanya pembagian prioritas sampling antara pusat dan daerah, pusat melakukan sampling investigasi sedangkan daerah melakukan sampling regular.
4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik
Kondisi yang dicapai:
Monitoring dan evaluasi sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah dilaksanakan di 34 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT, diperoleh hasil 22 sarana produksi alat kesehatan
dan PKRT telah memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik CPAKB. Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana produksi alat
kesehatan dan PKRT yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik CPAKB. Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana produksi alat
kesehatan dan PKRT yang melaksanakan CPAKB dibandingkan dengan jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang di monitor.
Dari hasil monitoring dan evaluasi diperoleh data 64,71 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat CPAKB, dengan demikian target yang ditetapkan untuk
tahun 2012 sebesar 50 telah tercapai sebesar 129,42. Tabel 7
Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi
persyaratan cara produksi yang baik
50 64,71
129,42
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
23
Grafik 6 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi
Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
Permasalahan:
Permasalahan dalam pencapaian indikator sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik:
a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik CPAKB pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT.
b. Keterbatasan kemampuan SDM dalam pelaksanaan audit sarana produksi alat kesehatan dan PKRT.
c. Penggabungan kegiatan monitoring sarana distribusi dengan sarana produksi menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena
penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap propinsi.
Usul Pemecahan Masalah:
Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat:
a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik CPAKB pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT.
b. Meningkatkan kemampuan SDM Pusat dan Daerah dalam CPAKB dan CPPKRTB. c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan
monitoring sarana distribusi alat kesehatan. 20
40 60
80
2010 2011
2012 2014
60 45
50 60
60 65.91
64.71
SARANA PRODUKSI ALKES DAN PKRT YANG MEMENUHI CARA PRODUKSI YANG BAIK
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
24
5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi
Kondisi yang dicapai:
Pada tahun 2012, indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi ditargetkan 60 dan terealisasi 64,44. Dengan demikian
pencapaian kinerjanya sebesar 107,40. Tabel 8
Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2012
Indikator tersebut dicapai melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi di 45 sarana distribusi alat kesehatan, terdapat 29 sarana distribusi yang memenuhi syarat Cara Distribusi
Alat Kesehatan yang Baik CDAKB .
Definisi Operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik
CDAKB. Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang melaksanakan CDAKB dibandingkan dengan jumlah sarana distribusi alat kesehatan
yang dimonitor. Jika dibandingkan dari tahun 2010, realisasi indikator sarana distribusi alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan distribusi mengalami peningkatan rata-rata 5,25. Kondisi tersebut tergambar dalam grafik berikut:
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan distribusi
60 64,44
107,40
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
25
Grafik 7 Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi
Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
Permasalahan :
Kendala yang dialami dalam pencapaian indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi:
a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik CDAKB pada Penyalur Alat Kesehatan PAK.
b. Tidak seimbangnya jumlah SDM yang tersedia baik dalam kuantitas maupun kualitas dengan jumlah PAK untuk melakukan monitoring sarana distribusi alat kesehatan beban
kerja terlalu berat. c. Penggabungan kegiatan monitoring sarana distribusi dengan sarana produksi
menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap provinsi.
Usul Pemecahan Masalah:
Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi syarat:
a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik CDAKB pada PAK.
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM baik dipenuhi sendiri atau melalui kerjasama dengan pihak ketiga
c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan.
20 40
60 80
2010 2011
2012 2014
50 55
60 70
50 58.95
64.44
SARANA DISTRIBUSI ALKES YANG MEMENUHI PERSYARATAN DISTRIBUSI
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
26
6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar adalah IFRS Pemerintah yang telah melaksanakan pelayanan informasi obat
dan konseling.
Kondisi yang dicapai:
Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar untuk triwulan I sebanyak 168 RS dengan indikator capaian 21,5, triwulan II
sebanyak 191 RS dengan capaian indikator 24,46, triwulan III sebanyak 206 RS dengan capaian indikator 26,4 dan triwulan IV sebanyak 276 RS dengan capaian indikator
35,33. [Perhitungan berdasarkan jumlah RS milik Pemerintah seluruh Indonesia sebanyak 781 RS SIRS tahun 2011].
Tabel dibawa h ini memperlihatkan bahwa “persentase instalasi farmasi rumah sakit yang
melaksanakan pelayanan kefar masian sesuai standar” dapat terealisasi dengan baik yaitu
35,33 atau mencapai 100,9 dari target yang ditetapkan sebesar 35. Tabel 9
Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pemerintah sejak tahun 2010 secara
bertahap mengalami peningkatan, karena t
untutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi yang
mengharuskan adanya
perubahan pelayanan dari paradigm lama
drug oriented
ke paradigma baru
patient oriented
dengan
filosofi Pharmaceutical Care
pelayanan kefarmasian.
Peningkatan capaian target tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
INDIKATOR KINERJA TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang
melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar
35 35.33
100.9
Gambar 4. Peningkatan Kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
27
Grafik 8 Perbandingan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
Permasalahan:
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di Rumah sakit pada prinsipnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
a. Kuantitas Sumber Daya Manusia SDM Jumlah apoteker di beberapa rumah sakit tidak sesuai dengan rasio jumlah apoteker
terhadap tempat tidur 1:30. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pelayanan farmasi klinik, karena apoteker lebih fokus terhadap pengelolaan sediaan farmasi di
rumah sakit, sehingga perlu dipikirkan untuk menempatkan tenaga apoteker sesuai dengan kebutuhan.
b. Kualitas beberapa SDM belum melaksanakan tugas sesuai kompetensinya Apoteker di rumah sakit belum dapat melaksanakan pelayanan farmasi klinik, karena
masih banyak belum diberi kesempatan untuk melaksanakan kompetensinya. Ketidaktahuan tenaga kesehatan lain dapat menghambat tugas apoteker dalam
melaksanakan pengetahuannya. c. Dukungan manajemen rumah sakit
Dukungan manajemen rumah sakit dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit sangat diperlukan agar tenaga kesehatan dirumah sakit dapat bekerja secara profesional.
Dukungan dalam pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan konseling, visite dan PIO yang merupakan amanat dari Keputusan Menteri Kesehatan untuk dapat dilaksanakan di
seluruh rumah sakit. 10
20 30
40 50
2010 2011
2012 2014
25 30
35 45
25.30 30.33
35.33
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PEMERINTAH YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
28
Usul Pemecahan Masalah:
Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah:
a. Penambahan Apoteker di rumah sakit sesuai dengan rasio jumlah tempat tidur dan rawat jalan.
b. Pemberian motivasi dan
Role Model
pelayanan kefarmasian di rumah sakit Apoteker yang belum melaksanakan pelayanan kefarmasian dapat dimotivasi dengan
memberikan support bahwa peran Apoteker sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Selain itu, bagi Apoteker yang berhasil memberikan pelayanan kefarmasian
sesuai standar dijadikan sebagai
role model
bagi apoteker lain agar dapat termotivasi. c. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit
Dengan advokasi kepada manajemen rumah sakit diharapkan pihak manajemen dapat mendukung pelaksanaan kefarmasian di rumah sakit sesuai standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit berupa tugas dan peran apoteker sesuai standar. Bagi rumah sakit yang berhasil, pengalaman Direktur
rumah sakit yang IFRSnya telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standard dan kebijakan pelayanan kefarmasian terkait pelayanan farmasi klinik dapat dijadikan role
model untuk rumah sakit lain.
7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
Kondisi yang dicapai:
Berdasarkan Profil Data Kesehatan Tahun 2011, Indonesia memiliki 9.321 Puskesmas yang terdiri
dari 3.019 Puskesmas Perawatan dan 6.302 Puskesmas Non Perawatan. Tahun 2012, jumlah
Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebanyak
755 Puskesmas 25,01.
Gambar 5. Ruang Farmasi Puskesmas Kabupaten Toraja Utara
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
29
Tabel 10 Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012
Dari data tersebut dapat terlihat target tahun 2012 telah tercapai, namun jika dilihat dari jumlah Puskesmas yang ada di Indonesia, pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan
belum optimal dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, setiap pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga
kefarmasian. Namun pada kenyataannya jumlah tenaga kefarmasian di Puskesmas masih sangat terbatas.
Pada Laporan Sebaran Jumlah Tenaga Kefarmasian di Puskesmas per Provinsi Badan PPSDM, 31 Desember 2011, jumlah Apoteker di Puskesmas sebanyak 1561 orang rata-rata
rasio 18,86 dan jumlah Tenaga Teknis Kefarmasian sebanyak 8326 orang rata-rata rasio 91. Data Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian ini mencakup PNS dan Tenaga
Honorer. Perbandingan realisasi target indikator tahun 2010 sampai dengan target renstra tergambar
pada grafik dibawah ini: Grafik 9
Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
10 20
30 40
2010 2011
2012 2014
10 15
25 40
9.40 15.15
25.01
PUSKESMAS PERAWATAN YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR
Target Realisasi
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai
standar
25 25,01
100,4
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
30
Permasalahan
Beberapa permasalahan yang dialami dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan adalah sebagai berikut:
a. Jumlah tenaga kefarmasian Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang terbatas kurang mencukupi Puskesmas Perawatan yang jumlahnya cukup banyak.
b. Puskesmas yang telah memiliki apoteker baru sebatas melakukan pengelolaan obat, belum melakukan pelayanan kefarmasian.
c. Kesulitan dalam mendapatkan data dari Provinsi karena belum terlaksananya system pelaporan yang rutin, sehingga sulit memperoleh data based yang akurat.
Usul Pemecahan Masalah
Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan:
a. Advokasi kepada pemangku kepentingan Ditjen Dikti Depdiknas, Perguruan Tinggi, APTFI, Organisasi Profesi dan Pemda terkait kebutuhan Apoteker secara kualitas
maupun kuantitas dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. b. Meningkatkan peran tenaga kefarmasian di Puskesmas melalui pelatihan mengenai cara
Pelayanan Kefarmasian yang Baik. c. Melakukan koordinasi secara berjenjang antara Pemerintah Pusat, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan KabupatenKota dan Puskesmas dalam hal pelaporan pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
7. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah Penggunaan obat dikatakan rasional WHO 1985 bila pasien menerima obat yang sesuai
dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional
jika memenuhi kritera Tepat Diagnosis, Indikasi, Jenis Obat, Dosis-Cara-Lama Pemberian, Informasi dan Penilaian Kondisi Pasien.
Kondisi yang dicapai:
Persentase Penggunaan Obat Rasional POR di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah tahun 2012 memiliki target sebesar 50 dengan realisasi pencapaian POR di
puskesmas sebesar 62,63 capaian 125,26.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
31
Tabel 11 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan
Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012
Penetapan persentase POR di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah dilakukan melalui pemantauan indicator peresepan untuk Penggunaan injeksi pada myalgia,
penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare non spesifik dan jumlah re rata resep.
Jika dibandingkan dari target awal rensta, realisasi Penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah telah tercapai, bahkan sejak tahun 2011 realisasinya
telah melebihi target akhir renstra. Kondisi tersebut tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 10
Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
10 20
30 40
50 60
70
2010 2011
2012 2014
30 40
50 60
42.00 66.12
62.63
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN DASAR PEMERINTAH
Target Realisasi
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan
kesehatan dasar pemerintah
50 62,63
125,26
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
32
Permasalahan:
Permasalahan dalam pelaksanaan penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah adalah sebagai berikut:
a. Belum optimalnya pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi sehingga identifikasi dan evaluasi permasalahan dalam pelaksanaan penggerakan POR belum merata.
b. Belum semua Dinas Kesehatan Provinsi Kabupaten Kota memiliki Tim Penggerak POR untuk memantau penggunaan obat rasional di wilayah masing-masing
c. Belum sepenuhnya pelayanan kefarmasian terlaksana dan juga tenaga kesehatan lain belum sepenuhnya mendapat informasi tentang penggunaan obat rasional.
d. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat secara swa medikasi pengobatan sendiri.
Usul Pemecahan Masalah:
Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah:
a. Dilaksanakan pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi melalui dana dekonsentrasi sehingga penggerakan POR dapat dilakukan secara optimal.
b. Meningkatkan advokasi pada Dinas Kesehatan Provinsi Kabupaten Kota agar membentuk Tim Penggerak POR Provinsi Kabupaten Kota.
c. Penempatan tenaga kefarmasian yang sesuai dengan kompetensinya dan perlunya pelatihan secara kontinu pada tenaga kesehatan lain dokter, perawat, apoteker, bidan
tentang penggunaan obat rasional. d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui metode Cara Belajar Insan Aktif CBIA
dalam peningkatan POR untuk swamedikasi di masyarakat serta meningkatkan advokasi dan jejaring kerja sama dengan organisasi masyarakat.
Gambar 6. Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
33
8. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri
Kondisi yang dicapai:
Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri berjumlah 15 jenis dari target yang telah ditetapkan sebesar 25, dengan demikian capaian
kinerja indikator tersebut mencapai 60. Tabel 12
Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional produksi di dalam negeri
25 15
60
Pencapaian 15 bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri telah disesuaikan dengan definisi operasional DO bahan baku obat dan obat tradisional yang
diproduksi di dalam negeri yaitu “bahan awal penyusun sediaan farmasi obat dan obat tradisional dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan, yang merupakan hasil
penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi”. Dari grafik dibawah ini, terlihat bahwa indikator
“ jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri
” dari awal tahun renstra belum memenuhi target kumulatif yang ditetapkan. Dengan demikian hingga tahun 2014, terdapat 30 bahan baku
obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri. Target ini diupayakan dapat dicapai hingga akhir renstra Tahun 2014.
Grafik 11 Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di Dalam Negeri
Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
5 15
25 45
4 15
10 20
30 40
50
2010 2011
2012 2014
BAHAN BAKU OBAT DAN OBAT TRADISIONAL PRODUKSI DI DALAM NEGERI
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
34
Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satuan kerja lintas sektor terkait seperti Industri Farmasi BUMN dan swasta, BPPT, LIPI, lembaga-lembaga
penelitian serta universitas dalam memenuhi kebutuhan pengembangan produksi obat dan obat tradisional serta melengkapi sarana dan prasarana kebutuhan bahan baku obat dan
obat tradisional produksi dalam negeri, melakukan perencanaan berbasis bukti.
Gambar 7. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Industri Obat di Indonesia
Permasalahan:
Dalam mencapai kinerja indikator “jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri” masih menghadapi berbagai permasalahan sebagai berikut:
a. Belum optimalnya koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi obat dan obat tradisional produksi dalam negeri
b. Belum optimalnya koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat BBO dan Bahan Baku Obat
Tradisional BBOT dalam Negeri c. Belum optimalnya sinergitas Akademisi, Bussiness dan Government ABG dalam
menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri.
Usul Pemecahan Masalah:
Dalam rangka mengatasi permasalahan diatas, maka perlu disusun strategi untuk mengatasi permasalahan yang timbul diantaranya :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
35
a. Mengoptimalkan koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi obat dan obat tradisional produksi dalam negeri
b. Mengoptimalkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat BBO dan Bahan Baku Obat
Tradisional BBOT dalam Negeri c. Mengoptimalkan aliansi strategis antara Akademisi, Bussiness dan Government ABG
dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri. 9. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan
distribusi
Kondisi yang dicapai
Tahun 2012, indikator jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi terealisasi sebesar 6 standar dari 6 standar yang
ditargetkan. Dengan demikian, pencapaian kinerjanya sebesar 100. Capaian indikator
kinerja diperoleh kumulatif sejak tahun 2011 sejumlah 4 standar dan pada tahun 2012 sejumlah 2 standar.
Tabel 13 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka
Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka
pembinaan produksi dan distribusi
6 6
100
Grafik 12 Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan
Produksi dan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
5 10
2010 2011
2012 2014
2 4
6 10
4 6
STANDAR PRODUK KEFARMASIAN YANG DISUSUN DALAM RANGKA PEMBINAAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
36
Permasalahan
a. Perbedaan kandungan setiap zat aktif dalam tanaman obat yang sama dari tiap daerah asal menyebabkan kesulitan dalam menetapkan kadar standar.
b. Penetapan monografi sebagai komponen standar terkait dengan pihak lain.
Usul Pemecahan Masalah
a. Koordinasi dengan semua pihak terkait dalam penyediaan tanaman obat dengan kandungan zat aktif yang memenuhi standar.
b. Meningkatkan koordinasi dalam menetapkan monografi. 10. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan
Kondisi yang dicapai:
Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan menunjukkan
kinerja kegiatan
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya
di Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dokumen anggaran merupakan salah satu fasilitasi
yang diberikan kepada satker di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dalam
menunjukkan kinerjanya,
sekaligus menjaga satker tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang perencanaan dan
keuangan Negara. Kinerja pada indikator ini dilihat dengan tingkat penyelesaian dokumen anggaran bagi tahun berjalan 2012, dibandingkan dengan jumlah dokumen
penganggaran dan diukur dalam satuan persentase. Tabel 14
Capaian Indikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2012
Pada tahun 2012, kinerja dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada indikator ini telah dapat melampaui target ditetapkan. Capaian kinerja indikator
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase dokumen anggaran
yang diselesaikan
90 92,68
102,9
Gambar 8. Penyusunan RKAKL Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
37
persentase dokumen anggaran yang diselesaikan sebesar 102,9 target 90, realisasi 92,68. Dengan demikian, hingga tahun ketiga pemberlakuan Renstra Kementerian
Kesehatan Periode 2010 – 2014, target untuk indikator ini senantiasa tercapai,
sebagaimana dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 13
Perbandingan Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
Permasalahan :
Pencapaian target kinerja pada indikator persentase dokumen anggaran yang diselesaikan tidak terlepas dari masalah yang dijumpai pada tahun 2012, yaitu tinggiya frekuensi usulan
anggaran, terutama pada revisi yang membutuhkan persetujuan Direktur Jenderal. Selain itu, masih adanya kelengkapan dokumen anggaran yang belum dipenuhi sehingga
menghambat realisasi penyelesaian dokumen anggaran. Perlu perbaikan agar masalah serupa tidak dijumpai pada tahun mendatang.
Usul Pemecahan Masalah:
Untuk mengatasi masalah yang dijumpai, maka dapat diusulkan antisipasi sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas SDM perencana di tiap satker Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan. b. Sosialisasi pedoman–pedoman di bidang perencanaan, penganggaran, dan keuangan
negara. 20
40 60
80 100
2010 2011
2012 2014
80 85
90 100
80 85
92.68
DOKUMEN ANGGARAN YANG DISELESAIKAN
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
38
11. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi
Kondisi yang dicapai:
Indikator dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi merupakan salah satu penerapan
pembagian kewenangan di bidang kesehatan terutama kefarmasian dan fasilitasi terhadap pembagian tersebut. Melalui dekonsentrasi, Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan diharapkan dapat terlaksana dengan baik hingga ke tingkat Provinsi, KabupatenKota, dan fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah. Oleh karenanya,
dukungan terhadap hal ini diberikan dalam bentuk penganggaran dan asistensi pelaporan bagi satker penerima dana dekonsentrasi.
Pada tahun 2012, capaian indikator ini telah mencapai 111,8 target 80, realisasi 89,44.
Tabel 15 Capaian Indikator Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian
di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program
Kefarmasian di daerah dalam
rangka dekonsentrasi
80 89,44
118,8
Capaian ini diukur dengan membandingkan alokasi dana dekonsentrasi yang dilaksana –
pertanggungjawabkan terhadap total alokasi dana dekonsentrasi tahun 2012. Berdasarkan nilai capaian, maka target indikator ini senantiasa tercapai hingga tahun ketiga
pemberlakuan Renstra Kementerian Kesehatan periode 2010 – 2014, terlihat pada tabel
dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
39
Grafik 14 Perbandingan Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di
daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
Permasalahan:
Capaian indikator dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi tidak terlepas dari masalah yang
dihadapi sebagai berikut : a. Belum optimalnya kinerja satker penerima dana dekonsentrasi dalam pelaporan
program pertanggungjawaban keuangan sesuai ketentuan. b. Kendala geografis dalam realisasi dana distribusi obat dan vaksin, dimana kesulitan
mencapai provinsi cukup besar sehingga kabkota tidak memanfaatkan dana tersebut secara optimal.
Usul Pemecahan Masalah:
Terhadap masalah – masalah yang dijumpai, dapat diusulkan antisipasi sebagai berikut:
a. Advokasi dan peningkatan pengetahuan tentang pelaporan program dan pertanggungjawaban keuangan bagi SDM satker penerima dana dekon.
b. Penerapan mekanisme
reward and punishment
bagi kewajiban pelaporan pertanggungjawaban.
c. Fasilitasi dan distribusi dalam bentuk DAK yang langsung kepada kabkota. 20
40 60
80 100
2010 2011
2012 2014
60 70
80 100
67.29 90.92
90.78
DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI DAERAH DALAM
RANGKA DEKONSENTRASI
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
40
12. Jumlah rancangan regulasi yang disusun
Kondisi yang dicapai:
Dalam penyusunan peraturan perundang- undangan bidang kefarmasian dan alat
kesehatan tahun 2012, ditargetkan sebanyak 13 rancangan regulasi tersusun dengan
realisasi 15 rancangan regulasi Capaian kinerja
115,18. Rancangan
regulasi tersebut terdiri atas rancangan Undang-
Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan. Tabel 16
Capaian Indikator Kinerja Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA TARGET
2012 REALISASI
2012 CAPAIAN
Jumlah rancangan regulasi
yang disusun
13 15
115,38
Dalam rangka mendukung pelaksanaan program kefarmasian dan alat kesehatan, telah disusun 15 rancangan regulasi bidang kefarmasian dan alat kesehatan, terdiri dari:
1. Rancangan Undang-Undang tentang Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Pangan Olahan
2. Rancangan Undang-Undang tentang Psikotropika 3. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penunjukan PT. Kimia Farma sebagai
Pelaksana Paten oleh Pemerintah 4. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Praktik Apoteker
Apotek 5. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit 6. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek 7. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas 8. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Klinik 9. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas
Gambar 9. Pembahasan DIM RUU Sediaan Farmasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
41
10. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Ekspor Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
11. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Iklan Alat Kesehatan 12. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rencana Kebutuhan Tahunan dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 13. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Instalasi Farmasi
14. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pemasukan Obat, Obat Tradisional dan makanan serta Alat Kesehatan melalui skema Khusus
Special Acces Scheme
15. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
“Jumlah rancangan regulasi yang disusun” merupakan indikator yang baru di tetapkan pada awal tahun 2011. Jika dibandingkan dengan target awal renstra, realisasinya selalu tercapai,
sebagaimana tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 15
Perbandingan Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2011-2012 dan Target Renstra
Permasalahan:
a. Belum adanya Mekanisme Tatalaksana dalam Penyusunan Peraturan Perundang- undangan di Lingkungan Kementerian Kesehatan sebagai acuan dalam menyusun
peraturan bidang kefarmasian dan alat kesehatan b. Adanya isu nasional yang menjadi prioritas untuk segera ditetapkan regulasinya,
sehingga kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya menjadi tertunda. 5
10 15
20
2011 2012
2014 10
13 20
12 15
RANCANGAN REGULASI YANG DISUSUN
Target Realisasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
42
c. Lamanya dan tidak terprediksinya waktu yang dibutuhkan pada pembahasan dan
penyusunan peraturan perundang-undangan Usul Pemecahan Masalah:
a. Mengusulkan kepada Kepala Biro Hukum dan Organisasi untuk segera menetapkan Tatalaksana Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian
Kesehatan. b. Dilakukan penjadwalan ulang kegiatan penyusunan peraturan perundang-undangan
bidang kefarmasian dan alat kesehatan. c. Melakukan koordinasi secara intensif dengan lintas program dan lintas sektor dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan.