Indra Wijaya Kusuma *) 2) Algifari Rudy Badrudin **)

Indra Wijaya Kusuma *) 2) Algifari Rudy Badrudin **)

ABSTRAK

Moyudan, Seyegan, dan Tempel termasuk ke dalam kelompok yang memberikan kontribusi rendah bagi

Tulisan ini menguraikan salah satu strategi yang dapat PDRB kabupaten dan juga memiliki pertumbuhan digunakan oleh pemerintah daerah dalam

ekonomi yang rendah.

memanfaatkan keterbatasan sumberdaya untuk memperoleh hasil pembangunan yang optimal. Strategi

Kata Kunci: GS Matrix, pertumbuhan, dan kontribusi. tersebut berkaitan dengan pengidentifikasian karakteristik lokasi (dalam hal ini kecamatan), kemudian

PENDAHULUAN

memasukkan kecamatan tersebut ke dalam suatu kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk

Pemberlakuan dua undang-undang tentang Otonomi menentukan strategi pembangunan yang cocok bagi

Da-erah per 1 Januari 2001, yaitu Undang-Undang masing-masing kelompok kecamatan. Pengelompokkan

Nomor 22 tentang Pemerintah Da-erah tahun 1999 dan kecamatan dilakukan dengan menggunakan model

Undang-Undang Nomor 25 tentang Perimbangan Growth-Share BCG Matrix. Setiap kecamatan

Keu-angan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah diidentifikasi pertumbuhan ekonomi (growth) dan

memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah, kontribusi PDRB kecamatan terhadap PDRB kabupaten.

instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untuk Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tidak satu

menangani pembangunan di daerah. Kedua undang- pun kecamatan di Kabupaten Sleman yang memiliki

undang tentang otonomi daerah tersebut muncul pertumbuhan tinggi dan kontribusi tinggi. Kecamatan

karena proses pem-ba-ngunan di Indonesia selama ini Cangkringan, Ngemplak, Pakem, Prambanan, dan Turi

telah mengakibatkan terjadinya kesen-jangan memiliki kontribusi yang tinggi bagi bagi PDRB

pembangunan antarwilayah -Indonesia Barat dan In- kabupaten, namun pertumbuhan ekonominya rendah.

donesia Timur. Kesenjangan tersebut terjadi karena Kecamatan Depok, Gamping, Malti, Ngaglik, dan

adanya ketidakmerataan dalam alokasi investasi Sleman memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, namun

antarwilayah (kebijakan pemerintah pusat) yang kontribusi bagi PDRB kabupaten rendah. Sedangkan

ternyata sangat berpengaruh dalam memicu dan kecamatan Berbah, Godean, Kalasan, Minggi,

memacu pertumbuhan regional (Rudy Badrudin, 1992,

* ) Drs. Algifari, M.Si. dan ** ) Drs. Rudy Badrudin, M.Si. adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.

Jam STIE YKPN - Algifari dan Rudy Badrudin hal. 2). Oleh karena itu, sekaranglah waktunya untuk

perguruan tinggi, lembaga pengembang masyarakat, mem-beri peran yang lebih besar kepada pemerintah,

dan berbagai pihak yang peduli dalam pem-bangunan instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untuk

yang berwawasan pada pemberdayaan masyarakat menangani pembangunan di daerah.

sangat diha-rapkan peranannya dalam sumbangan Menurut Mubyarto (1992, hal. 13), ada beberapa

pemikiran pada upaya peningkatan kesejahteraan isu ketidakadilan dalam pem-bangunan daerah di In-

masyarakat dengan menempatkan pembangunan pada donesia, yaitu:

pro-porsi sebenarnya. Aparat dituntut untuk

a. apakah adil, wilayah yang kaya sumberdaya alam mengembangkan kepemimpinan yang merakyat yang tetapi penduduknya tidak dapat menikmati kekayaan

mampu memahami aspirasi dan masalah yang dihadapi tersebut sehingga penduduknya tetap miskin.

ma-sya-rakatnya. Kepemimpinan yang seperti itu

b. apakah adil, penduduk Jakarta seakan bergelimang merupakan syarat untuk mengem-bangkan sumberdaya uang padahal uang tersebut me-rupakan hasil

manusia. Dalam kerangka makro, penyiapan pengusahaan sumberdaya alam di daerah di luar

sumberda-ya manusia sebagai pelaku ekonomi yang Jakarta yang pendu-duknya tetap miskin.

appropriate untuk Otonomi Daerah harus segera

c apakah adil, seandainya penduduk yang bertempat diwujudkan. Dalam kerangka mikro, penyiapan teknis tinggal di wilayah yang kaya sum-berdaya alam

aparat pe-lak-sana Otonomi Daerah diwujudkan melalui tetapi hanya menikmati sendiri kekayaan tersebut

pelatihan dan pemberian kesem-patan yang luas tanpa membaginya de-ngan penduduk wilayah lain

kepada pelaku ekonomi di daerah untuk ikut yang miskin.

bertanggung-jawab dalam penyelenggaraan Otonomi Beberapa isu tersebut menunjukkan bahwa kata

Daerah.

keadilan masih merupakan sesuatu yang sangat mahal Di samping aparat, masyarakat, sebagai pelaku di Indonesia dan isu-isu itulah yang sangat potensial

ekonomi di daerah, juga perlu disertakan sejak awal sebagai sumber kemunculan disintegrasi bangsa.

dalam persiapan, pelaksanaan, dan pemeliharaan Pemerataan pembangunan wilayah dengan pemerataan

karena masyarakatlah yang akan melaksanakan, alokasi investasi antarwilayah perlu memperhatikan

memanfatakan, menikmati, dan memelihara sehingga masalah dan potensi yang ada di wi-layah sehingga

program dapat berkelanjutan. Hasil dari program yang diharapkan akan terjadi spesialisasi dalam proses

berkaitan dengan Otonomi Daerah hendaknya dapat pembangunan dengan keunggulan komparatif yang

meningkatkan ke-trampilan, mutu kehidupan, dan dimiliki masing-masing wilayah. Demikian pula dengan

pendapatan masyarakat. Dengan demikian, pe-ngembangan wilayah melalui pembangunan di

pe-mantapan Otonomi Daerah perlu dilandasi daerah antara pusat pemerintahan daerah propinsi

peranserta masyarakat secara konstruktif dalam rangka dengan kota/kabupaten dan antara daerah kota/

mewujudkan pemerataan pembangunan beserta hasil- kabupaten dengan kecamatan, dan seterusnya harus

hasilnya.

pula memperhatikan masalah dan potensi yang ada. Ketidakmerataan pembangunan di Indonesia Otonomi Daerah yang telah diberlakukan per 1

berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, Januari 2001 yang lalu dapat menjadi tantangan dan

aspek, atau dimensi (Dumairy, 1996, 62). peluang bagi pelaku ekonomi di daerah karena adanya

Ketidakmerataan terjadi pada kegiatan pem-bangunan, pelaku ekonomi di daerah yang belum dan sudah siap

distribusi pendapatan, spasial atau antarwilayah, untuk menghadapi Otonomi Daerah tersebut. Di

sektoral, dan regional. Da-lam kehi-dupan sehari-hari samping itu, tantangan muncul karena adanya

dapat dijumpai hal-hal seperti adanya perumahan kelemahan pelaku ekonomi di daerah sedangkan

mewah di dae-rah pedesaan atau pinggiran kota dan pe-luang muncul karena adanya kekuatan pelaku

adanya wilayah kumuh di perkotaan. Ketidak-merataan ekonomi di daerah.

ini bukanlah sebagai akibat semata-mata pembangunan Menurut Gunawan Sumodiningrat (1999, 5),

yang dilaksanakan tetapi juga merupakan sesuatu yang untuk menyongsong Otonomi Dae-rah maka perlu

memang sudah direncanakan. Hal ini terkait dengan penyiapan sumberdaya manusia di daerah. Sumberdaya

cita-cita para perencana pembangunan di Indonesia ma-nu-sia di daerah yang antara lain aparat daerah,

yang menjadikan Indonesia sebagai negara in-dustri

Jam STIE YKPN - Algifari dan Rudy Badrudin yang oleh karenanya sektor indus-trilah yang dipilih

dominan, yakni 56,5% (naik 2,8%). Termasuk dalam sebagai sektor unggulan. Jadi ketidakmerataan di In-

sektor tersier adalah sektor perdagangan, hotel, dan donesia lebih dise-babkan karena strategi

restoran, sektor pe-ng-angkutan dan komunikasi, pembangunan dalam era Pembangunan Jangka Panjang

sektor keuangan, persewaan dan jasa per-usahaan,

I yang lebih ber-tumpu pada aspek pertumbuhan serta sektor jasa-ja-sa. Kontribusi sektor primer yang ekonomi yang tinggi.

terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai

dan penggalian hanya 18,08% pada tahun 1998 (turun ketidakmerataan pembangunan nam-paknya menjadi

2,77%). Sedangkan kontribusi sektor sekunder yang suatu kecenderungan yang terjadi di beberapa negara

terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sedang berkembang. Selain Indonesia, Pakistan juga

gas, serta air bersih dan sektor bangunan menurun mengalami hal yang sama. Hal itu terjadi ketika Presiden

0,17%, yaitu menjadi 25,42% pada tahun 1998. Ayub mulai me-megang tampuk pemerintahan pada

Untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi tahun 1958 dan memutuskan untuk mencapai laju

masyarakat, pemerintah daerah Kabupaten Sleman pertum-buhan ekonomi yang tinggi dan

mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan, yakni mengesampingkan pembagian pen-dapatan yang

kegiatan ekonomi yang berbasis pada masyarakat dan merata dan sistem organisasi ekonomi yang lebih

untuk pe-ning-katan kesejahteraan masyarakat. Agar demokratis (Mahbub ul Haq, 1983, 37-39).

usaha pengembangan tersebut dapat te-rea-lisasi Fenomena yang kontradiktif antara

diper-lu-kan dana investasi. Kabupaten Sleman pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berupaya menggali dana pem-bangunan secara opti- ketidak-merataan pembangunan yang terjadi di negara

mal dari berbagai sumber, baik dari sektor pemerintah sedang berkembang sejalan dengan teori yang

maupun dari sektor non pemerintah. Pengembangan dikemukakan Simon Kuznets dengan inverted U curve

kegiatan investasi di Kabupaten Sleman dika-tegorikan (Mudrajad Kuncoro, 1997, 105-106). Inverted U curve

dalam investasi fasilitas dan investasi non fasilitas. menyatakan bahwa pada tahap awal pembangunan

Kegiatan investasi selama ta-hun 2002 dapat dilihat akan di-tandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi

pada Tabel 1.

yang tinggi yang disertai tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi pula. Kondisi tersebut akan

Tabel 1

berlangsung sampai pada titik krisis tertentu, di mana

Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2002

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan.

Jenis investasi

Nilai investasi

. Indonesia secara lang-sung berpe-ngaruh pada

Krisis moneter berkepanjangan yang terjadi di

1. Investasi Fasilitas

US$146.000 struktur perekonomian dan pertumbuhan ekonomi

PMA .

Rp43.415.000.000 daerah-daerah di Indonesia, tak terkecuali Kabupaten

PMDN

Rp47.132.127.000 Sleman. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2. Investasi Non -

Fasilitas

Kabupaten Sleman tahun 1998 atas da-sar harga konstan tahun 1993 sebesar Rp1.496,863 milyar.

Sumber: BKPMD Kabupaten Sleman. Kondisi tersebut mengakibatkan laju pertumbuhan

ekonomi Sleman pada tahun 1998 turun sebesar 7,99%, Investasi yang dilakukan di berbagai wilayah padahal tahun sebelumnya (1997) mencapai 3,54%.

kabupaten Sleman dimaksudkan untuk Penurunan terjadi pada hampir semua sektor, kecuali

menyeimbangkan potensi-potensi yang terdapat di sektor listrik, gas, dan air bersih (Selintas Hasil

masing-masing kecamatan. Tulisan ini bertujuan Pem-bangunan Sleman 1999-2000, hal. 31).

menganalisis strategi mengembangkan wilayah Berdasarkan data PAD Hasil Pembangunan

kecamatan berdasarkan posisi masing-masing Sleman 1999-2000, pada tahun 1998 memper-lihatkan

kecamatan dalam matriks Boston Consulting Group bahwa kontribusi sektor tersier pada PDRB sangat

(BCG).

Jam STIE YKPN - Algifari dan Rudy Badrudin

ASPEK TEORITIS PEMBANGUNAN WILAYAH

negara, pembagiannya didasarkan pada satuan ad- ministratif.

Dalam pandangan ekonomi regional, pembangunan Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu suatu lingkup wilayah tanpa mengkaitkan dengan

proses yang ditunjukkan dengan tindakan pemerintah pembangunan wilayah lain adalah tidak mungkin terjadi,

dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya- demikian pula sebaliknya. Pembangunan regional dalam

sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola perencana-annya menggunakan konsep region

kemitraan antara peme-rintah daerah dengan sektor (wilayah). Cara yang paling banyak di-kenal dalam

swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru mendefinisikan suatu region adalah (Syafrizal, 1983, hal.

dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi 167):

(pertumbuhan eko-nomi) dalam wilayah tersebut.

a. Wilayah yang homogen (analisis yang bersifat Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi daerah makro), yaitu sebuah daerah yang memiliki sifat-

adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan- sifat yang sama, yaitu perbedaan-perbedaan yang

kebijakan pem-bangunan yang didasarkan pada ter-dapat di dalam sebuah region dipandang tidak

kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous penting. Misalnya, region peng-hasil padi, region

development) dengan menggunakan potensi (daerah) aliran sungai, region (lahan) kritis, dan

sumberdaya manu-sia, kelembagaan, dan sumberdaya sebagainya.

fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada

b. Wilayah yang memusat (analisis yang bersifat pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah makro) disebut juga dengan nodal, polirized region

tersebut dalam proses pembangunan untuk atau functional region, yaitu sebuah wilayah yang

menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang didasari oleh adanya aliran barang secara internal,

peningkatan kegiatan ekonomi. kontak, dan saling ter-gantungnya daerah-daerah

Setiap usaha pembangunan ekonomi daerah tertentu dengan suatu pusat kegiatan yang

mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dominan (biasanya sebuah kota besar/pelabuhan).

dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

c. Wilayah perencanaan (planning region) atau Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, wilayah administratif (adminitrative region), yaitu

pemerintah daerah beserta masyarakatnya harus secara wilayah yang keseragamannya didasari oleh

bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan kesamaan daerah administratif atau politis. Karena

daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta ketersediaan sarana admi-nistratifnya maka wilayah

masyarakatnya dan dengan menggunakan ini juga digunakan sebagai wilayah peren-canaan

sumberdaya-sumberdaya yang ada di daerah tersebut pembangunan.

harus mampu menaksir potensi sumberdaya- Menurut Lincolin Arsyad (1999, hal. 298), dalam

sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan praktik jika kita membahas perencanaan pembangunan

membangun perekonomian daerah. ekonomi daerah maka pengertian tentang region yang

Saat ini tidak ada suatu teori yang mampu untuk ketiga lah yang lebih banyak digunakan, karena:

menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara

a. Dalam melaksanakan kebijakan dan rencana komprehensif (Lincolin Arsyad, 1999, hal. 299). Namun pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan

demikian, ada beberapa teori yang secara parsial yang dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena itu,

dapat membantu kita untuk memahami arti penting akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi

pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya, initi beberapa daerah ekonomi berdasarkan satuan ad-

teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu ministratif yang ada, misalnya propinsi, kabupaten/

pembahasan yang berkisar tentang metode dalam kota, kecamatan, dan seterusnya.

menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-

b. Daerah yang batasannya ditentukan secara admin- teori yang membahas tentang faktor-faktor yang istratif lebih mudah dianalisis, karena biasanya

menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu

tertentu.

Jam STIE YKPN - Algifari dan Rudy Badrudin

PARADIGMA BARU TEORI PEMBANGUNAN

dirumuskan untuk kepentingan perencanaan

EKONOMI DAERAH

pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini merupakan sistesa dan perumusan kembali konsep-

Teori-teori pembangunan yang sudah ada belum konsep yang telah ada. Pendekatan ini memberikan mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan

dasar bagi kerangka pikir dan rencana tindakan yang pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan

akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan

daerah. Paradigma baru ditunjukkan pada tabel 1 berikut alternatif terhadap teori pembangunan daerah telah

ini:

Tabel 1 Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Komponen

Konsep Lama

Konsep Baru

Kesempatan Kerja

Semakin banyak perusahaan =

Perusahaan harus mengembang-

samakin banyak peluang kerja

kan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi penduduk daerah

Basis Pembangunan

Pengembangan sektor ekono mi

Pengembangan lembaga-lembaga ekonomi baru

Aset-Aset Lokasi

Keunggulan komparatif didasar-

Keunggulan kompetitif didasarkan

pada kualitas lingkungan Sumberdaya Pengetahuan

kan pada aset fisik

Ketersediaan angkatan kerja

Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi

Sumber: Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Ed. 4, BP STIE YKPN., Yogyakar ta, 1999, hal. 302.

Dasar pemikiran pewilayahan (regionalisasi) mempengaruhi daerah lain, demikian pula sebaliknya. sebenarnya merupakan sesuatu yang nyata, yaitu

Dalam perkembangan regional selan-jutnya, setiap kegiatan itu pasti terjadi dan mempunyai efek

pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas dalam sebuah ruang dan bukan dalam sebuah titik yang

hubungan antara pertumbuhan dae-rah perkotaan statis (Budiono Sri Handoko, 1984, hal. 1). Misalnya,

dengan pedesaan. Hubungan atau kontak yang terjadi sebidang lahan yang diusahakan untuk sawah, maka

antara daerah perkotaan de-ngan pedesaan berserta kegiatan produksi padi itu tidak terbatas pada lahan itu

hasil hubungannya yang berujud tertentu diartikan saja, tetapi ber-dasarkan pemikiran bahwa tata ruang

sebagai interaksi. (R. Bintarto., 1996, hal. 61). Interaksi (spasial) kegiatan produksi padi itu berkaitan dengan

antara desa-kota merupakan suatu proses sosial, letak tempat tinggal petani, berapa jauh si petani harus

proses eko-nomi, proses budaya, maupun proses berjalan menuju sawahnya, asal tempat petani

politik yang terjadi karena berbagai faktor atau unsur mendapatkan input yang di-perlukan, sasaran tempat

yang dalam kota, dalam desa, dan di antara desa dan petani menjual hasil produksinya, sasaran tempat petani

kota, seperti adanya kebutuhan (hubungan) timbal-balik akan membelanjakan pendapatannya, dan sebagainya.

antara desa-kota.

Dengan demikian, dalam pendekatan tata ruang, Secara garis besar hubungan timbal-balik antara pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan

desa-kota ditunjukkan dalam tabel 2 berikut ini:

Jam STIE YKPN - Algifari dan Rudy Badrudin

Tabel 2 Hubungan Timbal-Balik antara Desa-Kota

Desa

Kota

Produksi pangan Pasar bagi hasil produksi pa-ngan Konsumen input

Produsen input untuk industri pa-ngan Sumber tenaga kerja

Pusat layanan kota (sekolah, ru-mah sakit, bank dan sebagai-nya)

Pasar untuk hasil industri Sumber penemuan teknologi Sumber investasi dalam artian te-o-ritik

Pusat kegiatan industri

Sumber: Budiono Sri Handoko, Interaksi antara Desa dan Kota, PPE FE UGM, dan Biro Perencanaan Deptan. RI, 1985, hal. 1.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diinterpretasikan kegiatan sektor mana yang harus difokuskan untuk berbagai macam hubungan antara kegiatan-kegiatan

dikembangkan.

yang berada di desa dan kota, di antaranya ada yang Pemilihan kecamatan yang harus dikembangkan menyamakan hu-bungan antara desa dan kota dengan

didasarkan pada keunggulan yang dimiliki oleh hubungan antara pertanian dan industri. Hubungan

kecamatan tersebut. Keunggulan dapat diperoleh dari tim-bal balik itulah yang mengakibatkan munculnya

sumberdaya spesifik yang dimiliki. Jika suatu kecamatan fungsi kota, yaitu antara lain sebagai tempat

memiliki sumberdaya yang spesifik dan tidak dimiliki pengumpulan hasil pro-duksi dari daerah-daerah di

oleh kecamatan lain, baik jenis, mutu, maupun belakangnya atau desa-desa di sekitarnya (hinterland),

jumlahnya menunjukkan bahwa kecamatan tersebut sebagai tempat pengumpulan input yang diperlukan

memiliki keunggulan memproduksi sektor yang pedesaan (pupuk, bibit, obat-obatan dan sebagainya)

menggunakan input utama sumberdaya tersebut. dan se-buah pusat administrastif (Kadariah, 1989, hal.

Misalnya suatu kecamatan memiliki banyak sumber air, 67).

maka kecamatan tersebut memiliki keunggulan pada Kota tidak dapat tumbuh untuk “dirinya”

produk-produk di subsektor perikanan. sendiri, tetapi juga tumbuh untuk desa-desa di

Pemilihan terhadap sektor yang memiliki keunggulan seki-tarnya. Dalam pandangan ekonomi regional,

untuk dikembangkan oleh kecamatan, berarti kecamatan pembangunan perkotaan tanpa meng-kaitkan dengan

tersebut melakukan spesialisasi. Spesialisasi dalam pembangunan pedesaan adalah tidak mungkin terjadi,

kegiatan sektor sangat penting, mengingat sumberdaya demikian pula se-baliknya.

yang dimiliki oleh kecamatan sangat terbatas. Dengan melakukan spesialisasi diharapkan penggunaan

BCG MATRIX UNTUK STRATEGI PENGEM -

sumberdaya yang dimiliki kecamatan tidak mubajir.

BANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN SLEMAN

Salah satu cara untuk mengetahui suatu kecamatan memiliki keunggulan di antara kecamatan-kecamatan

Kecamatan-kecamatan di kabupaten memiliki yang lain adalah dengan menggunakan matriks karakteristik berbeda satu sama lain. Perbedaan

pertumbuhan-pangsa pasar (growth-share matrix – GS karakteristik ini disebabkan perbedaan sumberdaya

Matrix). GS Matrix memiliki empat kuadran yang yang dimiliki, baik sumberdaya alam, sumberdaya

dipisahkan oleh dua sumbu, yaitu sumbu vertikal dan manusia, ataupun sumberdaya modal. Sumberdaya

sumbu horisontal. Sumbu vertikal menunjukkan yang dimiliki oleh suatu kecamatan menentukan

kontribusi PDRB kecamatan terhadap PDRB kabupaten

Jam STIE YKPN - Algifari dan Rudy Badrudin dan sumbu horisontal menunjukkan laju pertumbuhan

pertumbuhan kecamatan diukur dari persentase kecamatan. Kontribusi suatu kecamatan diukur dari

perubahan nilai PDRB kecamatan tersebut dari tahun kontribusi persentase nilai PDRB kecamatan tersebut

ke tahun.

terhadap nilai PDRB kabupaten. Sedangkan laju