Program Pelepasan Tanah Surat Ijo

E. Program Pelepasan Tanah Surat Ijo

ditinjau dari sudut tata guna tanah dan kese- lamatan lingkungan hidup lebih tepat diperun-

Salah satu dampak atas adanya beberapa tukkan pemukiman atau kegiatan usaha pertanian,

tekanan dari warga penghuni semenjak awal era akan diberikan hak baru kepada rakyat yang

reformasi (1999), yakni timbulnya komitmen mendudukinya.” (Pasal 4)

pelepasan tanah surat ijo oleh Pemerintah Kota “Tanah-tanah perkampungan bekas Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak Barat Surabaya kepada warga penghuni, misalnya yang

yang telah menjadi perkampungan atau diduduki dilakukan oleh Walikota Bambang D.H. pada 2007 rakyat, akan diprioritaskan kepada rakyat yang

sempat melakukan konsultasi kepada Kepala BPN mendudukinya setelah dipenuhinya persyaratan-

RI kala itu, Joyo Winoto. Hasilnya, yakni perlunya persyaratan yang menyangkut kepentingan bekas

ditetapkan beberapa syarat tentang tanah yang pemegang hak tanah.” (Pasal 5)

boleh dilepaskan, seperti hanya tanah yang Berdasarkan uraian di atas, dinyatakan bahwa

digunakan sebagai hunian, maksimal luasnya 200 konflik tanah surat ijo bukan sekadar akibat per-

m², dan letaknya berada di jalan yang lebar bedaan persepsi terhadap keberadaan tanah surat

maksimal lima meter (Jawa Pos 11 Februari 2012). ijo, sebagaimana dikemukakan oleh para peneliti

Namun, komitmen tersebut belum terlaksana sebelumnya (Binsar Simbolon dkk., 2008), melain-

akibat masih menunggu hasil Putusan Pengadilan kan sebuah dinamika sosial yang terjadi akibat

Negeri Surabaya pada 2007 atas gugatan warga. motivasi/kepentingan kelompok yang memiliki

Pada tahun 2011, Realisasi atas janji itu, sudah tujuan rasional. Nampaknya, konflik tidak akan

mulai disusun naskah akademik pelepasan tanah berakhir sebelum warga penghuni bisa mencapai

surat ijo oleh tim khusus pelepasan yang dibentuk tujuan mendapatkan status hak milik atas tanah

oleh Walikota Surabaya (Jawa Pos 12 Februari 2011), huniannya. Di lain pihak Pemerintah Kota Surabaya

setelah Pemkot Surabaya memenangkan perkara juga tidak akan bisa nyaman karena kinerjanya

berdasarkan Kasasi MA Nomor 471K/Pdt/2011 terus terganggu selama konflik belum berakhir. Bisa

tanggal 8 September 2011. Sesuai dengan arahan dinyatakan bahwa mempertahankan keberadaan

sistem tanah surat ijo ibarat memelihara api dalam 8 Pemilikan tanah hunian menimbulkan prestise sekam.

seseorang di dalam masyarakat (Jawa). Seseorang Perbedaan persepsi tidak selalu senantiasa

dianggap ada/sukses sebagai manusia seutuhnya berlanjut pada tingkat konflik/sengketa, perbedaan manakala yang bersangkutan sudah memiliki tanah hunian secara legal atau berstatus HM.

Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 walikota kepada Tim, upaya pelepasan hendaknya

Harga NJOP tanah di kota Surabaya bisa dilakukan secara ekstra hati-hati di dalam meru-

dibilang sangat tinggi, harga minimal NJOP tanah muskan Raperda (rancangan peraturan daerah)

di klasifikasi jalan terendah, yakni klasifikasi V yang pelepasan tanah surat ijo. Ada yang bekas tanah

lebarnya di bawah 5 meter (Perda Kota Surabaya eigendom, ada bekas tanah hak opstal, ada bekas

No. 2 Tahun 2013) sebesar satu juta rupiah per meter tanah hak erfpacht atas nama gemeente maupun

persegi, maka harga NJOP terendah satu bidang swasta (Ali Achmad Chomsah 2004), agar di kelak

tanah surat ijo (yang biasanya seluas sekitar 200 kemudian hari tidak timbul konflik/sengketa baru.

m²) sebesar dua ratus juta rupiah. Bilamana Beberapa anggota legislatif menyarankan agar

diwajibkan membayar kompensasi sebesar harga secepatnya dilakukan pelepasan, misalnya anggota

NJOP, maka sebagian besar warga penghuni masih DPRD Kota Surabaya yang tergabung dalam komisi

keberatan, karena tanah surat ijo yang berada di

C DPRD Kota Surabaya, memperjuangkan pele- kelas jalan yang lebih tinggi atau lebih lebar, nilai pasan tanah surat ijo dengan persyaratan yang

NJOP-nya tentu lebih tinggi. Pada kenyataannya, tidak memberatkan warga penghuni, termasuk

sebagian besar warga penghuni tanah surat ijo Menteri ATR sempat menyentil Pemkot (jpnn.com

terdiri atas warga kebanyakan, kelas menengah ke

19 September 2014). Hingga tahun 2014 baru dicapai bawah. Berdasarkan faktor kondisi seperti itu, pro- Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2014 tentang

gram pelepasan berdasarkan perda di atas akan Pelepasan Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya.

mengalami hambatan, bahkan jalan buntu. Hingga Beberapa point persyaratan pelepasan yang sudah

kini, belum/tidak ada seorang pun warga penghuni dirumuskan antara lain:

tanah surat ijo yang mengajukan permohonan

a) Luas tanah maksimal 250 m² sertif ikasi (Jawa Pos, 18 Agustus 2015).

b) Sudah dihuni selama minimal 20 tahun Anggapan sebagian besar warga penghuni,

c) Surat IPT masih berlaku dan aktif membayar makna program pelepasan tanah surat ijo itu yakni retribusi

pembebasan total tanpa embel-embel kompensasi,

d) Bila memiliki dua bidang tanah, hanya satu jikapun ada, besarannya tidak senilai harga NJOP yang boleh diambil

tanah dan hanya sekadar biaya administrasi penyer-

e) Tanah yang boleh dilepas hanya untuk tif ikatan tanah, atau dengan istilah di kalangan perumahan/hunian

pejuang surat ijo sebagai “dana partisipasi pem-

f ) Warga wajib membayar kompensasi kerugian bangunan” yang nilai besarannya di bawah NJOP negara sebesar nilai NJOP tanah kepada Pemkot

tanah (Wawancara dengan Supadi HS 15 Maret Surabaya

Di dalam persyaratan terakhir itu (point “f”) Menurut Bagir Manan (1992, 14) ada tiga masih terjadi perdebatan/ketidaksepakatan antara

landasan yang perlu dipenuhi sebagai syarat demi pihak pemerintah kota dengan warga penghuni,

kualitas suatu peraturan, yakni landasan filosofis, warga penghuni menghendaki besaran kompensasi

yuridis, dan sosiologis. Sedang menurut Jimly di bawah harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) atau

Asshiddiqie (2006, 170-174) ditambah dua syarat bila perlu gratis, sebab kebanyakan warga telah

lagi yakni landasan politis dan administratif. menghuni tanah sudah lebih dari 20 tahun, yang

Berdasarkan pendapat dua pakar hukum itu, Perda bermakna bahwa yang bersangkutan beritikad baik

No. 16 Tahun 2014, bisa dinyatakan sebagai pera- pada tanah dan tidak dipermasalahkan oleh

turan yang kurang/tidak berkualitas, karena tidak masyarakat hukum adat dan desa/kelurahan (Pasal

terpenuhinya salah satu persyaratan yang ada, yakni

24 Ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997). landasan sosiologis, landasan yang berkaitan

Sukaryanto: Konflik Tanah Surat Ijo di Surabaya, ...: 165-178

dengan kenyataan empiris yang ada/hidup dalam S. Hutagalung, 2005, 376). Di dalam kerangka itu masyarakat; seperti kondisi sosial ekonomi, kecen-

secara mutlak diperlukan campur tangan Negara, derungan aspirasi, kebutuhan, cita-cita, harapan

artinya, negara harus turun tangan menjadi prakar- masyarakat selaku warga yang tinggal di atas tanah

sa sekaligus mediator/arbitrator yang cerdas dan surat ijo. Namun, diakui maupun tidak diakui,

arif dalam proses penyelesaian konflik melalui Perda No. 16/2014 merupakan satu bentuk nyata

mekanisme APS/ADR. Negara bisa menawarkan komitmen Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya

kepada para pihak, apakah arbitrer diperankan oleh memenuhi rasa keadilan warganya, minimal

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN atau bisa sebagai langkah awal yang positif dalam menuju

juga dipilih lembaga yang professional/independen, tercapainya resolusi konflik tanah surat ijo.

misalnya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau pun lainnya (Arbitrase Center di http:/

/www.baniarbitration.org/ina/procedures.php). Pemberlakuan Perda di atas menunjukkan

F. Resolusi Alternatif

Dasar pemberlakuan status HPL (Boedi Har- adanya semangat pemerintah daerah untuk

sono 1968) adalah Pasal 33 Ayat 3, yang menyiratkan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat

makna bahwa negara “menitipkan” kewenangan sebagaimana tertera dalam Pembukaan dan Pasal

mengelola tanah negara untuk sebesar-besarnya

33 UUD 1945. Oleh karena itu perlu ditindaklanjuti kemakmuran rakyat (Maria S.W. Soemardjono langkah resolutif berikutnya, alangkah baiknya

2007; Urip Santoso 2012). Jadi, posisi Pemkot semua persoalan ditempatkan pada porsinya,

Surabaya terhadap tanah berstatus HPL lebih sesuai papan dan empan-nya. akan lebih legal/

merupakan semacam hak administratif daripada konstitusional manakala kewenangan yang telah

memanfaatkan untuk memperoleh profit, jelaslah dilimpahkan/didelegasikan pemerintah daerah itu

tanah surat ijo bukan tanah milik pemerintah diserahkan kembali kepada pihak yang dulu telah

daerah (Hukumonline.com 2015; Republika, 15 memberikan limpahan wewenang, yakni negara.

Januari 2015). Pemegang HPL memang berwenang Di dalam kerangka itu, pihak yang berkompeten/

memanfaatkan tanah negara, namun tujuan berkapasitas dan sebagai pemberi status hak atas

utamanya yakni untuk memenuhi rasa keadilan/ tanah adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/

kesejahteraan, terutama pihak ketiga yang berada BPN, melalui institusinya yakni Kantor Pertanahan

di sekitar atau di atas tanah tersebut (Soemardijono di tingkat Kabupaten/Kota dan/atau Kantor

2005; Elita Rahmi 2010, 349-359). Wilayah BPN di tingkat Provinsi. 9 Sebenarnya konflik tanah surat ijo tidak perlu

Ada mekanisme alternatif non ligitasi untuk terjadi, atau pun tidak berlama-lama. Kedua belah menuju tercapainya resolusi konflik yang bisa

pihak tidak perlu bersitegang beradu otot/argumen mewujudkan win-win solution, yakni mekanisme

memperebutkan status hak atas tanah negara, atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alter-

pun saling mengklaim sebagai pihak yang paling native Dispute Resolution (ADR) yang bisa dicoba

berhak, karena secara yuridis kedua belah pihak ditempuh (Maria S.W. Sumardjono 2002, 189; Arie

bukan pemilik tanah. Pemkot sebagai pihak yang penerima limpahan kewenangan mengelola, se-

9 Untuk pemberian status hak milik atas tanah dang warga penghuni sebagai pengguna. Sejatinya, non pertanian di bawah 3.000 m² merupakan

kedua belah pihak (kalau boleh) “bukan apa-apa kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

dan bukan siapa-siapa” terhadap tanah surat ijo. Sedang urusan pemberian status hak milik tanah non

Apalagi terhadap tanah negara yang masih asli pertanian di atas 3.000 m² hingga 10.000 m² ditangani

oleh Kanwil BPN Provinsi.

berstatus eigendom.

Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 Dalam konteks di atas, semestinya Pemkot tidak

pengelola barang milik negara. Menurut UU No. 1 bisa semena-mena terhadap “barang titipan” nega-

Tahun 2004 Pasal 45 Ayat 2 dinyatakan “pemin- ra, baik hanya sebatas mengklaim (Jawa: ndhaku)

dahtanganan barang milik negara/daerah bisa tanah HPL sebagai barang milik daerah maupun

dilakukan melalui dijual, dipertukarkan, dihibah- bertindak melepas/memindahtangankan. Pemkot

kan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah tidak bisa serta merta sekehendak hati secara

setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD” (Juga otonom melepaskan tanah surat ijo seolah sebagai

termaktub pada Pasal 54 Peraturan Pemerintah No. pemilik, hingga menimbulkan situasi “negara

27 Tahun 2014). Bila nilai barang milik negara itu dalam negara” (Ratna Djuita dan Indriayati 2011).

bernilai lebih dari seratus milyar rupiah, harus Secara etika dan moral, penyelesaian konflik tanah

mendapat persetujuan DPR (Pasal 55 PP No. 27 surat ijo dalam bentuk pelepasan/pemindah-

Tahun 2014). Berkaitan dengan program pelepasan tanganan harus dikembalikan kepada pemberi

tanah surat ijo yang luasnya mencapai 1.496,37 wewenang, yakni negara. Tentunya melalui lem-

hektare, yang tentunya bernilai trilyunan rupiah, baga yang berkompeten, Kementerian Agraria dan

jauh di atas seratus milyar rupiah, semestinya Tata Ruang dan/BPN.

memerlukan persetujuan DPR, setelah melalui Pemberlakuan Perda No. 16 Tahun 2014 tentang

usulan Menteri Keuangan selaku bendahara umum Pelepasan Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya

negara (Pasal 1 Ayat 2 PP No. 27 Tahun 2014). (dan Peraturan Walikota No. 51 Tahun 2015),

Dalam perspektif seperti di atas, pemberlakuan terkesan Pemkot Surabaya telah memposisikan

Perda No. 16 Tahun 2014 itu bisa menimbulkan diri sebagai pemilik tanah surat ijo, pada hal bukan

konotasi sebagai kekhilafan pemerintah daerah pemilik, hanya sebatas pemegang HPL, yakni selaku

setempat dalam memaknai status HPL ataupun pihak yang dipercaya secara administratif untuk

sudah paham tentang status HPL, pemberlakuan mengelola tanah negara. Pemberlakuan Perda

Perda tersebut mungkin bisa dimaknai sebagai pelepasan seolah menunjukkan betapa biasnya

bentuk kealpaan terhadap status/posisi negara pemahaman asal-usul status HPL. Atau, belum/

selaku pemberi limpahan wewenang, dan mungkin tidak disadarinya bahwa status HPL bukanlah HAT

terlupakan juga bahwa negara merupakan bentuk yang tidak bisa disetarakan dengan status HAT yang

organisasi rakyat/bangsa Indonesia, yang menda- tersurat dalam UUPA. Dengan kata lain, kurang/

patkan mandat menguasai tanah dari rakyat (Lihat tidak disadarinya bahwa status HPL atas tanah

Pasal 2 dan Pasal 4 UUPA). negara itu berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang peruntukannya jelas-jelas untuk mencapai

G. Penutup

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Juga, belum Tanah surat ijo yang merupakan permukiman disadari (baca: ikhlas) bahwa status HPL bisa

di atas tanah negara hasil konversi tanah hak Barat diubah atau pun ditingkatkan statusnya menjadi

yang telah menimbulkan konflik antara warga tanah yang berstatus HAT yang legal-konstitusional,

pemukim versus Pemerintah Kota Surabaya meru- dalam arti hak atas tanah yang diatur secara

pakan fenomena unik yang sangat menarik untuk eksplisit dalam UUPA, dan demi terwujudnya

dicermati/dikaji lebih jauh. Keberadaan sistem kepastian hukum mengenai hak atas tanah untuk

tanah surat ijo itu sebagai varian pemanfaatan tanah seluruh rakyat (Ahmad Nasih Luthfi dkk. 2010, 14).

HPL di Indonesia, namun esensinya tetap sebagai Tanah HPL dapat dimaknai bahwa tanah surat

sistem sewa tanah yang lazim pada era kolonial. ijo di Surabaya sebagai barang milik negara,

Pemanfaatan tanah berstatus HPL hasil konversi sementara itu Pemerintah Kota Surabaya sebagai

tanah hak barat seperti di atas perlu ditinjau

Sukaryanto: Konflik Tanah Surat Ijo di Surabaya, ...: 165-178

kembali keberadaannya, terutama yang diplot Cassel, Philip (ed.), 1993, The Giddens Reader, untuk permukiman rakyat, karena kurang/tidak

Stanford University Press, California. sesuai dengan semangat mewujudkan keadilan/

Chomsah, H, Ali Achmad, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 1, Prestasi Pus-

kesejahteraan rakyat pada era kemerdekaan. Arti-

taka, Jakarta.

nya, status HPL yang dilimpahkan kepada peme- Collins, Randall 1974, Conflict Sociology, Academic rintah daerah harus dibedakan dengan status HPL

Press, New York.

yang diajukan/diperoleh pihak badan usaha milik Djuita, Ratna dan Indriayati, 2011, “Eksistensi dan negara/daerah/swasta yang jelas-jelas didasari visi/

Konflik Penguasaan Tanah Masyarakat Hu- misi/tujuan komersial murni.

kum Adat”, dalam Jurnal Pertanahan, Meng- Konflik tanah surat ijo selayaknya menjadi skala

gagas RUU Pertanahan, Vol. 1 No. 1 Novem- prioritas utama penanganan, seyogyanya disele-

ber 2011, Pusat Penelitian dan Pengembangan saikan sesegera mungkin di bawah payung hukum

BPN RI, Jakarta.

UUPA dan UUD 1945, sebelum konflik berkembang Gautama, Sudargo, 1990, Tafsiran Undang Undang semakin kompleks, menggurita, dan rumit. Di

Pokok Agraria, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

dalam kerangka mencapai resolusi itu, setidaknya Giddens, Anthony 1984, The Constitution of Soci- diperlukan koordinasi tiga kementerian, yakni

ety, Outline of the Theory of Structuration, Pol- Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria

ity Press, Cambridge.

dan Tata Ruang/BPN, dan Kementerian Keuangan Harsono, Boedi, 1968, Undang-Undang Pokok Republik Indonesia.

Agraria, Sedjarah Penjusunan Isi dan Pelaksa- Upaya penyelesaian konflik tanah surat ijo

naannja, Djambatan, Djakarta. melalui jalur ligitasi yang cenderung menghasilkan

Hukumonline.com 18 Juni 2015 “Ahli: Tanah HPL keputusan menang-kalah (winner-losser) telah

Bukan Aset Daerah” dalam situs http:// terbukti belum/tidak bisa menyelesaikan masalah

www.hukumonline.com/berita/baca/ konflik, oleh karena itu perlu dicoba penyelesaian

lt558289b221708/ahli—tanah-hpl-bukan-aset- daerah.

melalui mekanisme non-ligitasi, misalnya APS/ Hutagalung, Arie S, 2005, Tebaran Pemikiran Sepu- ADR atau pun jalur politik/kebijakan. tar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pem- Perlu digarisbawahi, bahwa program pelepasan/

berdayaan Hukum Indonesia, Jakarta. pemindahtanganan tanah surat ijo ke tangan warga

Jawa Pos, 12 Februari 2011 “Pelepasan Surat Ijo Berbasis penghuni dapat menjadi sebuah momentum/ajang

Kawasan, Pilihan Rasional Hindari Spekulan”. pembuktian secara nyata upaya negara dalam

Jawa Pos, 11 Februari 2012 “Tanah Surat Ijo Bisa mewujudkan keadilan/kesejahteraan rakyat sesuai

Jadi Hak Milik, Dewan Usulkan dalam Raper- amanat konstitusi.

da Barang Milik Daerah”. Jawa Pos 30 Juni 2014 “Rencana Pelepasan Tanah Surat Ijo di Surabaya, Warga Masih Berke-

beratan Nilai Kompensasi”. Anastasia, Njo, 2006, “Penilaian atas Agunan Kredit

Daftar Pustaka

Jawa Pos, 18 Agustus 2015 “Pelepasan Surat Ijo tanpa Berstatus Surat Hijau” dalam Journal of Man-

Diskon, Warga Tak Mampu Bayar Pelepasan” JPNN.com 2014, “ Menteri Fery Desak Wali Kota

agement and Entrepreneurship Vol. 8, No. 2 (2006), 116-122, Faculty of Economy, Depart-

Surabaya Sertifikatkan Surat Ijo” dalam http:/ ment of Management, Petra Christian Univer-

/www.jpnn.com/read/2014/11/19/270735/ Menteri-Fery-Desak-Wali-Kota-Surabaya-

sity, Surabaya. Blau, Peter 1964, Exchange and Power in Social Life,

Sertif ikatkan-Surat-Ijo- tanggal 19 November Wiley, New York.

Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 ____, 2015 “Menteri Agraria Dukung Pelepasan

Rahmi, Elita, 2010, “Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Lahan Surat Ijo” dalam http://

Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan In- www2.jawapos.com/baca/artikel/18481/

donesia” dalam Jurnal Dinamika Hukum Vol. menteri-agraria-dukung-pelepasan-lahan-

10, No. 3 September 2010, Fakultas Hukum surat-ijo, Tanggal 6 Juni 2015.

Unsoed, Purwokerto.

Kartodirdjo, Sartono 1984, Ratu Adil, Sinar Republika, 15 Januari 2015 “Yusril Sebut Gubernur Harapan, Jakarta.

Jateng Salah Persepsi”

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 tentang Rivai, Muhammad, 2015, “Biografi dan Pemikiran Pokok-pokok Kebijaksanaan dalam Rangka

Robert Erza Park” dalam http://ensiklo.com/ Pemberian Hak Baru atas Tanah Asal Konversi

2014/09/biografi-dan-pemikiran-robert-erza- Hak-hak Barat.

park, Diakses pada 28 Oktober 2015. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang

Santoso, Urip, 2012, “Eksistensi Hak Pengelolaan Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat ke

dalam Hukum Tanah Nasional” dalam Jurnal Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) tentang

Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Juni Pertanahan.

2012, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta. Kuntowijoyo 2008, Penjelasan Sejarah (Historical

Sekarnadji, Agus, dkk, 2005, “Perlindungan Hukum Explanation), Tiara Wacana, Yogyakarta.

bagi Pemegang Surat Hijau di Kota Surabaya”. Luthfi, Ahmad Nasih dkk, 2010, Kronik Agraria In-

Laporan Penelitian, LPPM Unair, Surabaya. donesia, Memperluas Imajinasi Lintas Zaman,

Simbolon, Binsar dkk. 2008, “Surat Hijau di Kota Sektor, dan Aktor, STPN dan Institut Sejarah

Surabaya, Provinsi Jawa Timur Laporan Sosial Indonesia, Yogyakarta.

Penelitian, Sekolah Tinggi Pertanahan Melberg, Hans O, 1993, Three Argument about Ra-

Nasional/STPN, Yogyakarta. tional Choice Theory in Sociology, http://

Soemardijono, 2006, Analisis Mengenai Hak home.sol.no/hansom/papers/930520.htm.

Pengelolaan (HPL), Lembaga Pengkajian Parlindungan, A.P, 1991, Landreform di Indonesia,

Pertanahan, Jakarta.

Suatu Studi Perbandingan, Penerbit Mandar Sumardjono, Maria S.W, 2002, Kebijakan Maju, Bandung.

Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi. Patria, Nezar dan Andi Arief, 1999, Antonio Gram-

Edisi Revisi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. sci, Negara, dan Hegemoni, Pustaka Pelajar,

____, 2007, “Hak Pengelolaan: Perkembangan, Yogyakarta.

Regulasi, dan Implementasi” dalam Jurnal Pemkot. Surabaya 1969, Buku Himpunan Peraturan-

Mimbar Hukum, Edisi Khusus, September peraturan Daerah Kotamadya Surabaya,

2007, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta. Pemerintah Kotamadya Surabaya.

Soetojo, M. 1961, Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II

Pelaksanaan Land Reform. Untuk Dinas Tidak Surabaya No. 22 Tahun 1977 tentang Pema-

Diperdagangkan. Staf Penguasa Perang kaian dan Retribusi Tanah yang Dikelola oleh

Tertinggi, Jakarta.

Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Spencer, Herbert, 1959, Principles of Sociology dalam Surabaya.

f i l e : / / / C I / I N T E R N E T / N E TS C A P E / Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

SPENCER.H, dikutip dari Robert Bierstedt,

27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang The Making of Society, pp. 253-273, Modern Milik Negara/Daerah.

Library, New York.

PMPMHMT, 2003, Pemegang Surat Ijo telah Menjadi Steele, R.M, 1980, Origins and Occupational Mobil- Korban Pembodohan, Penindasan, dan

ity of Livetime Migrants to Surabaya East Java. Pemerasan Pemerintah Kota Surabaya (Suatu

Vol. 1, A Thesis Submitted for the Degree of Kajian Hukum Agraria, Sekretariat

Doctor of Philosophy of The Australian Na- PMPMHMT, Surabaya.

tional University.

Sukaryanto: Konflik Tanah Surat Ijo di Surabaya, ...: 165-178

Suarapublicnews.net, 2014, “Adies Kadir Libas Priyo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Budi Santoso di Dapil 1 Surabaya-Sidoarjo”

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. dalam Suarapubliknews.net di situs http://

Verslag Der Stadsgemeente Soerabaja Over 1940, suarapubliknews.net/peristiwa-6/item/1827-

Deel 1, Algemeen Verslag, Soerabaja, 1 Juni 1941. adies-kadir-libas-priyo-budi-santoso-di-dapil-

Weber, Max, Basic Concepts of Sociology. Dikutip 1-surabaya-sidoarjo. Tanggal 26 April 2014.

dari f ile internet: ///C!/INTERNET/ Surya Online 20 Januari 2016 “Warga Tanah Surat

NETSCAPE/BASIC_CONCEPTS.html, Di akses Ijo Mengaku Keberatan Membayar

pada 20 Januari 2001.

Kompensasi Sesuai NJOP”. Wolff, Kurt. Trans, 1950, The Sociology of George Tauchid, Mochammad, 1952, Masalah Agraria,

Simmel, pp. 402-408, Free Press, New York. Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemak-

Dalam situs file///CI/INTERNET/NETSCAPE/ muran Rakjat Indonesia, Jilid I dan II, Penerbit

STRANGER.

Tjakrawala, Djakarta. Lampiran 1: Contoh SPPT PBB Rumah Hunian di Atas Tanah Surat Ijo

Sumber: Dokumen pribadi warga Bratanggede Kelurahan Ngagelrejo Kecamatan Wonokromo, Surabaya

Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 Lampiran 2: Contoh Bukti Pembayaran Retribusi Tanah Surat Ijo

Sumber: Dokumen pribadi warga Bratanggede Kelurahan Ngagelrejo Kecamatan Wonokromo, Surabaya.