242 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah
242 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah
jenuh karena air hujan; (3) Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan di atas normal); (4) Keadaan topografi: lereng yang curam; (5) Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrosta- tika, susut air cepat, banjir, aliran bawah tanah pada sungai lama; (6) Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak belukar di tanah kritis. Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam dan dapat menimbulkan terjadinya tanah longsor antara lain: (1) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal; (2) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng; (3) Kegagalan struktur dinding penahan tanah; (4) Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan menyebabkan tanah menjadi lembek; (5) Budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng; (6) Sistem perta- nian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman; (7) Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga Rencana Untuk Tata Ruang (RUTR) tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri; (8) Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing; (9) Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang bertambah dipi- cu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat karena material urugan atau mate- rial longsoran lama pada tebing; (10) Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran.
Berdasarkan karakteristik longsoran, ada delapan jenis longsor yaitu Rotational Slide (long- soran rotasi), Translational Slide (longsoran translasi), Rock Block Slide (longsoran blok), Rock- fall (runtuhan batu), Debrisflow (aliran debris), Debris Avalanche (debris bahan rombakan), Earth Flow (aliran tanah) dan Flowslide (aliran longsoran) (Westen 2011, 130).
C. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari batas administrasi dusun yang diperoleh melalui survei di Kantor Desa se-kecamatan Gedangsari serta sampel kejadian longsor di Kecamatan Gedangsari yang diperoleh melalui observasi di lokasi kejadian longsor. Sedangkan data sekunder meliputi tingkat kerentanan gerakan tanah dan distribusinya di kecamatan Gedangsari yang diperoleh dari Peta Kerentanan Gerakan Tanah kecamatan Gedangsari Tahun 2013 Disperindagkop ESDM kabupaten Gunungkidul dengan skala 1: 25.000; bidang tanah terdaftar dan Titik Dasar Teknik beserta distribusinya di kecamatan Gedangsari yang diperoleh dari Peta Pendaftaran Tanah dan Peta Dasar Teknik Kantor Pertanahan kabupaten Gunungkidul; kondisi fisik wilayah dan kependudukan Kecamatan Gedangsari, meliputi jenis tanah, jenis batuan/kondisi geologi, kemi- ringan lereng, kondisi morfologi, curah hujan, peng- gunaan tanah, jumlah penduduk, kepadatan pendu- duk, jumlah kepala keluarga, jumlah rumah tangga miskin, fasilitas sosial ekonomi, fasilitas kesehatan dan kesiapsiagaan masyarakat. Data-data tersebut diperoleh dari laporan desa se-kecamatan Gedang- sari dan dokumen kecamatan Gedangsari dalam Angka Tahun 2013, Laporan Akhir Penyusunan Peta Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah dan Peta Tingkat Risiko Gerakan Tanah di kecamatan Ge- dangsari Tahun 2013 Disperindagkop ESDM kabu- paten Gunungkidul.
2. Alur Penelitian
Kegiatan penelitian secara garis besar dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
Tahap persiapan meliputi studi pustaka terkait dengan bencana tanah longsor, informasi perta- nahan dan wilayah penelitian; mempersiapkan peta administrasi penelitian; menginventarisasi
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
data dan peta yang dibutuhkan; mengumpulkan mempunyai indikator dan diberi bobot sesuai data; membuat peta tematik bencana yang terdiri
dengan besarnya pengaruh terhadap risiko terja- dari peta ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas
dinya bencana tanah longsor. Besarnya bobot dan peta risiko bencana tanah longsor; standarisasi
dari rentang 0 sampai dengan 3. Masing-masing peta tematik pertanahan, yaitu Peta Pendaftaran
indikator dispesifikasikan menjadi 3, dan diberi- Tanah dan Peta Dasar Teknik. Peta Pendaftaran
kan skor dari 1 sampai dengan 3. Nilai akhir dari tanah di wilayah Kecamatan Gedangsari selanjutnya
pembobotan ini adalah hasil kali antara bobot disebut Peta Bidang Tanah Terdaftar.
dan skor pada masing-masing indikator. Tabel Tahap pelaksanaan meliputi overlay peta tematik
pembobotan variabel penentu peta risiko bencana bencana tanah longsor dan peta tematik pertanahan
tanah longsor disajikan pada Lampiran 2. beserta analisis peta hasilnya. Overlay peta tersebut
Penilaian risiko bencana tanah longsor dihi- terdiri dari Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor
tung dengan mengalikan nilai ancaman dengan nilai dengan Peta Bidang Tanah Terdaftar; Peta Kerentanan
kerentanan setelah dibagi dengan nilai kapasitas. Bencana Tanah Longsor dengan Peta Bidang Tanah
Untuk menentukan klasif ikasi risiko bencana Terdaftar; Peta Kapasitas Masyarakat Terhadap
tanah longsor ditentukan dengan metode equal Bencana Tanah Longsor dengan Peta Bidang Tanah
interval yaitu membagi data ke dalam kelompok Terdaftar; Peta Risiko Bencana Tanah Longsor dengan
dengan rentang nilai yang sama antar kelasnya Peta Bidang Tanah Terdaftar; Peta Ancaman Bencana
(Prahasta 2002, 111). Setelah skor akhir pembobotan Tanah Longsor dengan Peta Dasar Teknik; Peta
diperoleh, kemudian dibuat peta ancaman, peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor dengan Peta
kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko dengan Dasar Teknik; Peta Kapasitas Bencana Tanah Longsor
memanfaatkan software ArcGIS. Selanjutnya, dengan Peta Dasar Teknik; Peta Risiko Bencana Tanah
dilakukan overlay dengan Peta Pendaftaran Tanah Longsor dengan Peta Dasar Teknik.
dan Peta Dasar Teknik. Tahap selanjutnya adalah Tahap penyelesaian meliputi penyajian infor-
analisis peta hasil overlay dan analisis tabel hasil masi pertanahan berbasis bencana tanah longsor,
pengolahan data untuk menyajikan informasi per- pemanfaatan informasi pertanahan berbasis
tanahan berbasis bencana tanah longsor di Keca- bencana tanah longsor di bidang pertanahan serta
matan Gedangsari. Informasi pertanahan berbasis kesimpulan dan saran.
bencana tanah longsor dimanfaatkan untuk mendukung peran Badan Pertanahan Nasional.
3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan teknik
D. Pembuatan Peta Tematik Benacana
pembobotan dan overlay. Setelah dilakukan over-
Tanah Longsor
lay, tahap selanjutnya adalah analisis hasil pene-
1. Peta Ancaman
litian. Teknik pembobotan dilakukan dalam rangka Ancaman adalah suatu fenomena alam atau pembuatan peta tematik bencana tanah longsor di
buatan yang mempunyai potensi mengancam Kecamatan Gedangsari yang meliputi peta
kehidupan manusia, kerugian harta benda dan ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta
kerusakan lingkungan. Unsur ancaman dinilai risiko bencana tanah longsor. Pembobotan diberi-
dengan indikator Peta Kerentanan Gerakan Tanah kan sesuai dengan unsur penentu peta risiko yaitu
yang dikeluarkan oleh Disperindagkop ESDM ancaman, kerentanan dan kapasitas.
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013. Hal ini Unsur kerentanan dan kapasitas mempunyai
berdasarkan pedoman Nasional Pengkajian Risiko beberapa variabel. Masing-masing variabel tersebut
Bencana Tahun 2012, bahwa pembuatan peta risiko
244 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 bencana disarankan memanfaatkan peta ancaman
ancaman juga melakukan transformasi koordinat yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian/
dari UTM ke TM-3. Peta dasar yang digunakan Lembaga terkait. Untuk jenis bencana longsor
adalah Peta Administrasi Kecamatan Gedangsari. menggunakan peta ancaman yang dikeluarkan oleh
Hasil konversi Peta Kerentanan Gerakan Tanah oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
Kecamatan Gedangsari disajikan dalam Peta (ESDM) (Kurniawan dkk. 2012, 31). Zona keren-
Ancaman Bencana Tanah Longsor pada Gambar 1. tanan gerakan tanah pada Peta Kerentanan Gerakan Tanah dijadikan menjadi 3 kelas ancaman yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pada penilaian unsur ancaman, indikator ancaman diberi bobot 3 kemudian dusun dengan tingkat ancaman rendah diberi skor 1, skor
2 pada dusun dengan tingkat ancaman sedang dan skor 3 pada pada dusun dengan tingkat ancaman tinggi. Nilai ancaman setiap dusun adalah bobot indikator dikalikan dengan skor masing-masing dusun.
Kerentanan gerakan tanah Kecamatan Gedangsari dibagi menjadi empat zona yaitu zona kerentanan
Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Tanah gerakan tanah sangat rendah, rendah, menengah
Longsor Kecamatan Gedangsari dan tinggi. Untuk menentukan kelas ancaman, nilai
Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Keca- dari keempat zona kerentanan gerakan tanah
matan Gedangsari menunjukkan bahwa daerah tersebut dijadikan menjadi 3 kelas ancaman sesuai
yang termasuk dalam tingkat ancaman tinggi kriteria berikut :
meliputi sebagian besar wilayah Desa Serut, Tabel 2. Konversi Zona Kerentanan Gerakan
Sampang, Watugajah, Tegalrejo, Mertelu, dan Har- Tanah ke Kelas Ancaman
gomulyo, serta bagian utara wilayah Desa Ngalang. Daerah dengan tingkat ancaman sedang meliputi sebagian kecil wilayah Desa Serut, Sampang, Watugajah, Tegalrejo, Mertelu dan Hargomulyo, serta sebagaian besar wilayah Desa Ngalang. Sementara daerah dengan tingkat ancaman rendah hanya di bagian selatan wilayah Desa Ngalang.
Berdasarkan Laporan Akhir Penyusunan Peta Sumber: BNPB (2012, 33) Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah di Kecamatan
Pembuatan Peta Ancaman Bencana Tanah Gedangsari Disperindagkop ESDM Kabupaten Longsor Kecamatan Gedangsari, selain dengan
Gunungkidul Tahun 2013, daerah dengan tingkat mengkonversi zona kerentanan menjadi kelas
ancaman tinggi secara umum berada pada kondisi
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
kelerengan yang curam, yaitu berada di bagian oleh tuf, batupasir tufaan, napal tufaan, batu- tengah sampai bagian utara wilayah Kecamatan
gamping, dan konglomerat dan tanah hasil Gedangsari. Batuan penyusun zona ini pada
pelapukan relatif tebal. Gerakan tanah jarang terjadi, umumnya adalah anggota Formasi Kebobutak yang
kalaupun ada berupa nendatan dengan dimensi yang terdiri dari batupasir, serpih, tuf, aglomerat dan
kecil. Kebanyakan terjadi di lembah sungai, karena andesit basaltic; Formasi Semilir yang tersusun oleh
pengaruh aliran sungai dan tebing pada jalan. breksi tuf yang berselang-seling dengan breksi batuapung, tuf dasit dan tuf andesit, serta batu-
2. Peta Kerentanan
lempung tufan dan Formasi Nglanggran tersusun Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu oleh breksi volkanik, aglomerat, breksi aliran lava,
komunitas atau masyarakat yang mengarah atau dan tuf. Tanah hasil pelapukan batuan pada
menyebabkan ketidakmampuan dalam mengha- umumnya tebal dengan kekar atau retakan-retakan
dapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan dapat yang cukup banyak. Dengan curah hujan cukup
ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial tinggi maka pelapukan dan ubahan batuan tersebut
kependudukan dan ekonomi (Nurjanah dkk. 2012, sangat intensif dan menghasilkan tanah yang tebal.
17). Tingkat kerentanan dalam penelitian ini, terdiri Struktur geologi berupa kekar-kekar juga banyak
dari komponen f isik, komponen kependudukan terdapat pada batuan ini. Selain itu, aktivitas
dan komponen ekonomi. Variabel kerentanan fisik manusia berupa pemotongan lereng untuk mem-
terdiri dari kepadatan permukiman dan jarak rata- bangun jalan dan pemukiman penduduk menye-
rata dusun ke kantor desa. Variabel kerentanan babkan lereng menjadi tidak stabil. Akibatnya,
kependudukan terdiri dari kepadatan penduduk, masuknya air dapat menghilangkan daya ikat
dan rasio jenis kelamin. Kemudian variabel keren- partikel penyusun lereng, akhirnya massa tanah
tanan ekonomi meliputi persentase rumah tangga tersebut dapat bergerak sebagai nendatan ataupun
miskin dan persentase lahan produktif. Variabel- luncuran tanah dan bahan rombakan serta jatuhan
variabel kerentanan tersebut kemudian diwujud- material batuan. Gerakan tanah yang lama juga
kan dalam bentuk Peta Kerentanan. berpotensi untuk aktif kembali bergerak apabila
Berdasarkan pengolahan data kerentanan dari ada pemicu seperti curah hujan yang tinggi, gempa,
komponen fisik, Dusun Piji dan Mertelu Wetan maupun aktivitas manusia.
memiliki kelas kerentanan fisik terendah karena Daerah dengan tingkat ancaman sedang secara
persentase permukiman kurang dari 20% dan jarak umum mempunyai kemiringan lereng yang sedang
ke kantor desa kurang dari 1500 meter. Sementara dengan ketinggian yang cukup tinggi. Zona ini
persentase permukiman lebih dari 46% dan jarak terdapat di sekitar zona kerentanan tinggi, umum-
ke kantor desa yang cukup jauh membuat Dusun nya pada lereng bagian atas lembah. Litologi
Karang, Tengklik, Trembono, Mongkrong, penyusun di daerah ini berupa anggota Formasi
Kayoman, Dawung dan Karangpadang memiliki Kebobutak, Semilir, Nglanggran dan Sambipitu yang
kelas kerentanan fisik tertinggi. telah mengalami proses eksogenik sehingga mem-
Hasil pengolahan data kerentanan dari kom- bentuk tanah yang relatif tebal. Potensi gerakan
ponen kependudukan, menunjukkan 82.09% tanah pada daerah ini cukup besar apabila ada
dusun di Kecamatan Gedangsari memiliki kepa- pemicu seperti curah hujan yang tinggi maupun
datan penduduk kurang dari 9 Jiwa/Ha dan rasio perubahan penggunaan tanah.
jenis kelamin 68% - 112%. Kelas kerentanan kom- Daerah dengan tingkat ancaman rendah pada
ponen kependudukan tertinggi dimiliki Dusun umumnya mempunyai kelerengan yang landai dan Gedangan dengan kepadatan penduduk 28 Jiwa/
batuan penyusunnya relatif stabil meskipun tersusun
246 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 Ha. Sementara rasio jenis kelamin tertinggi berada
Gedangsari disajikan dalam Peta Kerentanan di Dusun Tamansari, Sidomulyo, Trembono dan
Bencana Tanah Longsor Kecamatan Gedangsari Karangasem.
pada Gambar 2 . Berdasarkan peta tersebut, wilayah Hasil pembobotan data kerentanan dari kom-
dengan tingkat kerentanan tinggi berjumlah 13 ponen ekonomi perdusun di Kecamatan Gedang-
dusun, tingkat kerentanan sedang 33 dusun dan sari menggambarkan seluruh dusun di Kecamatan
tingkat kerentaan rendah 21 dusun. Kantor Desa Gedangsari memiliki persentase lahan produktif
Hargomulyo, Kantor Desa Ngalang dan Kantor lebih dari 20% dengan persentase tertinggi sebesar
Camat termasuk dalam wilayah dengan tingkat 89.91% di Dusun Bulu. Dusun Pondok memiliki
kerentanan tinggi.
kelas kerentanan ekonomi terendah karena persentase rumah tangga miskin hanya 22.89% dan merupakan dusun dengan persentase rumah tangga miskin paling sedikit di Kecamatan Gedangsari. Semen- tara 23.88% dusun di Kecamatan Gedangsari memiliki kelas kerentanan ekonomi tertinggi dengan persentase lahan pro- duktif dan persentase rumah tangga miskin lebih dari 60%.
Kelas kerentanan didapatkan dari penjumlahan kelas keren- tanan komponen f isik, kepen- dudukan dan ekonomi. Berda- sarkan pengolahan data tersebut, kelas kerentanan terendah adalah 4.70 di Dusun
Gambar 2. Peta Kerentanan Bencana Tanah Rejosari dan Nglaran, kelas kerentanan tertinggi
Longsor Kecamatan Gedangsari
6.70 di Dusun Gedangan dan Trembono. Selanjutnya, dibuat tiga rentang skor untuk menen-
3. Peta Kapasitas
tukan kriteria kerentanan tinggi, sedang dan ren- Kapasitas menurut UN-ISDR 2004 dalam C. v. dah dengan hasil sebagai berikut :
Westen (2011) adalah kombinasi dari seluruh Tabel 3. Rentang Skor Kelas Kerentanan
kekuatan dan sumberdaya masyarakat atau perdusun di Kecamatan Gedangsari
organisasi untuk dapat mengurangi tingkat risiko
bencana atau dampak suatu bencana. Tingkat
No. Kiteria Kerentanan
Rentang Skor
6.04 - 6.70 kapasitas dalam penelitian ini ditentukan dari
1 Tinggi
5.37 - 6.03 komponen kesiapsiagaan, fasilitas sosial ekonomi
2 Sedang
4.70 - 5.36 dan fasilitas kesehatan. Variabel kesiapsiagaan meliputi jalur evakuasi, tempat pengungsian, Early
3 Rendah
Sumber: Pengolahan Data Sekunder Tahun Warning System dan organisasi tanggap bencana. 2016
Variabel fasilitas sosial ekonomi terdiri dari jumlah Tingkat Kerentanan perdusun di Kecamatan
pasar, jumlah sekolah dan persentase wilayah
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
terlayani jalan. Kemudian variabel fasilitas rentang skor untuk menentukan kriteria kapasitas kesehatan meliputi jumlah rumah sakit, jumlah
tinggi, sedang dan rendah dengan hasil sebagai balai kesehatan, jumlah puskesmas, jumlah
berikut:
posyandu, jumlah apotik, jumlah tenaga medis dan Tabel 4. Rentang Skor Kelas Kapasitas perdusun
jumlah tenaga paramedis. Variabel-variabel di Kecamatan Gedangsari kapasitas diwujudkan dalam Peta Kapasitas.
Berdasarkan pengolahan data kapasitas dari Rentang Skor
No.
Kiteria Kerentanan
5.69 - komponen kesiapsiagaan di Kecamatan Gedang- 6.46
1 Tinggi
4.90 - sari, Dusun Ngalang, Mertelu Kulon, Baturturu dan 5.67
2 Sedang
4.10 - Serut memiliki kelas kesiapsiagaan tertinggi karena 4.89 telah memiliki jalur evakuasi dan setidaknya
3 Rendah
Sumber : Pengolahan Data Sekunder Tahun tergabung dalam dua organisasi kebencanaan.
Organisasi kebencanaan dimanfaatkan untuk Tingkat Kapasitas perdusun di Kecamatan memberikan pendidikan kebencanaan kepada
Gedangsari disajikan dalam Peta Kapasitas masyarakat berkaitan dengan upaya mengurangi
Masyarakat Terhadap Bencana Tanah Longsor dan melindungi masyarakat dari dampak bencana.
Kecamatan Gedangsari pada Gambar 3. Berdasar- Hasil pengolahan data kapasitas dari komponen
kan peta tersebut, wilayah dengan tingkat kapasitas fasilitas sosial ekonomi di Kecamatan Gedangsari
tinggi hanya meliputi Dusun Ngalang dan menunjukkan bahwa Dusun Magirejo, Sambeng,
Gedangan. Dusun Ngalang merupakan pusat Desa Gandu, Soka, Guyangan Kidul, Gupit dan Ketelo
Ngalang, sedang Desa Gedangan adalah pusat Desa memiliki kelas kapasitas fasilitas sosial ekonomi
Hargomulyo yang merupakan ibukota Kecamatan terendah. Hal tersebut disebabkan karena belum
Gedangsari. Tingkat kapasitas sedang meliputi memiliki pasar dan sekolah, ditambah wilayah
sebagian kecil Desa Serut, Sampang, Mertelu, dusun yang terlayani jalan masih kurang dari 0.38%.
Hargomulyo dan Ngalang. Kemudian Tingkat Kelas kapasitas fasilitas sosial ekonomi tertinggi
kapasitas rendah meliputi seluruh wilayah Desa dimiliki Dusun Ngalang dan Gedangan karena
Tegalrejo dan Watugajah, serta sebagian besar memiliki pasar dan sekolah setidaknya dua unit
wilayah Desa Serut, Sampang, Mertelu, Hargo- serta wilayah yang terlayani jalan lebih dari 0.77%.
mulyo dan Ngalang.
Hasil pembobotan data kapasitas dari kom- Peta Kapasitas Masyarakat Terhadap Bencana ponen fasilitas kesehatan perdusun di Kecamatan
Tanah Longsor Kecamatan Gedangsari mem- Gedangsari menunjukkan bahwa Dusun Mertelu
perlihatkan bahwa kombinasi seluruh sumberdaya memiliki kelas kapasitas fasilitas kesehatan tertinggi
dan potensi yang dimiliki masyarakat di Kecamatan karena memiliki posyandu balita, posyandu lansia
Gedangsari untuk mencegah, mengurangi, me- dan setidaknya memiliki dua tenaga paramedis.
nanggapi dan segera pulih dari dampak bencana Sementara kelas terendah berada di 34 dusun yang
secara umum masih tergolong tingkat rendah. hanya memiliki fasilitas kesehatan berupa posyan-
Sejumlah 52 dusun memiliki kapasitas rendah, 13 du balita.
dusun memiliki kapasitas sedang dan hanya 2 Kelas kapasitas didapatkan dari penjumlahan
dusun yang memiliki kapasitas tinggi. kelas kesiapsiagaan, fasilitas sosial ekomoni dan
fasilitas kesehatan. Berdasarkan pengolahan data kelas kapasitas, kelas kapasitas terendah adalah
4.10 dan tertinggi 6.46. Selanjutnya, dibuat tiga
248 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016
Gambar 3. Peta Kapasitas Masyarakat Terhadap Bencana Tanah Longsor Kecamatan Gedangsari
4. Peta Risiko
Penghitungan kelas risiko dilaksanakan setelah Risiko Bencana (Disaster Risk) adalah interaksi
diperoleh kelas ancaman yaitu dengan mengalikan antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman
kelas ancaman dengan kelas kerentanan setelah bahaya yang ada. Semakin tinggi bahaya,
dibagi dengan kelas kapasitas. Hasil penghitungan kerentanan dan ketidakmampuan, akan semakin
kelas risiko perdusun di Kecamatan Gedangsari besar pula risiko bencana yang dihadapi (Nurjanah
menunjukkan bahwa kelas kapasitas terendah dkk. 2012, 18). Peta Risiko menggambarkan tingkat
adalah 3.17 di Dusun Plosodoyong dan tertinggi 13.46 risiko bencana tanah longsor pada masing-masing
di Dusun Karangpadang. Selanjutnya, dibuat tiga dusun. Penghitungan kelas risiko pada penelitian
rentang skor untuk menentukan kriteria risiko ini, diawali dengan menghitung kelas ancaman
tinggi, sedang dan rendah dengan hasil sebagai pada masing-masing dusun berdasarkan Peta
berikut:
Ancaman dan Peta Administrasi Kecamatan Gedangsari. Penghitungan kelas ancaman,
Tabel 5. Rentang Kelas Risiko perdusun di Kecamatan Gedangsari
dilaksanakan dengan menghitung luas wilayah dengan tingkat ancaman tinggi, sedang dan rendah
No.
Kiteria Kerentanan Rentang Skor
pada masing-masing dusun kemudian dipersen-
10.04 - 13.46 tasekan terhadap luas wilayah dusun. Selanjutnya
1 Tinggi
6.61 - 10.03 menghitung skor ancaman, dimana untuk tingkat
2 Sedang
3.17 - 6.60 ancaman tinggi diberi skor 3, sedang diberi skor 2
3 Rendah
Sumber : Pengolahan Data Tahun 2016 dan rendah diberi skor 1. Kelas ancaman diperoleh
dengan mengalikan skor tersebut dengan bobot Tingkat Risiko perdusun di Kecamatan ancaman 3.
Gedangsari disajikan dalam Peta Risiko Bencana
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
Tanah Longsor pada Gambar 4. Sebanyak 41 dusun
E. Posisi Keruangan Bidang Tanah
memiliki tingkar risiko tinggi dan menyebar di
Terdaftar dan TDT pada Berbagai
seluruh desa yang meliputi sebagian besar dusun
Tingkat Risiko Bencana Tanah Longsor
di Desa Hargomulyo, Tegalrejo, Mertelu, Watu- Peta tematik bencana tanah longsor di Keca- gajah dan Sampang, serta sebagian kecil dusun di
matan Gedangsari dipadukan dengan Peta Bidang Desa Ngalang. Tingkat risiko sedang meliputi
Tanah Terdaftar dan Peta Dasar Teknik untuk sebagian kecil dusun di Desa Hargomulyo, Tegal-
menyediakan informasi pertanahan berbasis rejo, Mertelu, Watugajah, Sampang dan Ngalang.
bencana tanah longsor di Kecamatan Gedangsari. Sedangkan tingkat risiko rendah hanya meliputi 9
dusun yang semuanya berada di Desa Ngalang
1. Hasil Overlay Peta Tematik Bencana
bagian selatan.
Tanah Longsor dengan Peta Bidang
Bentuk kesiapsiagaan menghadapi risiko
Tanah Terdaftar
bencana diantaranya adalah menyediakan tempat Hasil overlay Peta Ancaman dengan Peta Bidang pengungsian apabila diperlukan ketika terjadi
Tanah Terdaftar di Kecamatan Gedangsari bencana. Pemilihan Kantor Desa sebagai tempat
menunjukkan bahwa seluruh bidang tanah pengungsian di wilayah penelitian adalah tindakan
terdaftar di Desa Mertelu berada pada tingkat yang tepat karena dusun-dusun yang ditempati
ancaman tinggi. Hampir seluruh bidang tanah kantor desa tidak berada pada tingkat risiko tinggi.
terdaftar di Desa Tegalrejo, Watugajah, Serut, Selain faktor keamanan, kantor desa pada umum-
Sampang dan Hargomulyo juga berada pada tingkat nya berdekatan dengan fasilitas kesehatan seperti
ancaman tinggi. Hanya sebagian kecil bidang tanah puskesmas yang memudahkan penanganan per-
terdaftar yang berada pada tingkat ancaman rendah tolongan pertama pada korban bencana.
yaitu di bagian utara Desa Tegalrejo dan Watu- gajah, bagian tengah Desa Sampang dan Hargomulyo serta bagian barat Desa Serut. Bidang tanah ter- daftar di Desa Ngalang dapat dikatakan sebagai aset pertanahan yang pal- ing aman di Kecamatan Gedangsari karena seba- gian besar berada pada tingkat ancaman rendah sampai sedang, hanya sebagian kecil yang berada pada tingkat ancaman tinggi, yaitu di bagian utara Desa Ngalang.
Sebaran bidang tanah terdaftar pada berbagai
Gambar 4. Peta Risiko Bencana Tanah Longsor tingkat ancaman bencana perlu diidentifikasi untuk Kecamatan Gedangsari
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana
250 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 tanah longsor. Hal ini berkaitan dengan kegiatan
didikan kebencanaan kepada masyarakat. Selain administrasi pertanahan. Bidang tanah terdaftar
itu, diperlukan penambahan fasilitas sosial ekononi dibuktikan dengan Sertipikat Hak Atas Tanah,
seperti pasar, sekolah dan jalan penghubung serta apabila tanah tersebut tertimpa bencana maka
penambahan fasilitas kesehatan berupa posyandu akan lebih mudah diidentifikasi dibanding bidang
lansia, tenaga medis, tenaga paramedis, pem- tanah yang belum terdaftar karena telah tercatat
bangunan rumah sakit/balai pengobatan/puskes- di Kantor Pertanahan serta terjamin letak dan
mas dan apotik.
luasnya. Data dan informasi pada kegiatan Hasil overlay Peta Risiko dengan Peta Bidang administrasi pertanahan dapat mendukung upaya
Tanah Terdaftar di Kecamatan Gedangsari meng- penanganan bencana selanjutnya, seperti
gambarkan sebanyak 3.002 bidang tanah terdaftar identif ikasi pemilik tanah, dan penghitungan
terletak pada 41 dusun dengan tingkar risiko tinggi kerugian.
yang meliputi sebagian besar dusun di Desa Hasil Overlay Peta Kerentanan dengan Peta
Hargomulyo, Tegalrejo, Mertelu, Watugajah dan Bidang Tanah Terdaftar di Kecamatan Gedangsari
Sampang, serta sebagian kecil dusun di Desa menggambarkan sebagian besar tanah terdaftar di
Ngalang. Bidang tanah terdaftar pada tingkat risiko Desa Ngalang dan Tegalrejo berada pada tingkat
sedang pada sebagian kecil dusun di Desa Hargo- kerentanan rendah. Sebagian besar tanah terdaftar
mulyo, Tegalrejo, Mertelu, Watugajah, Sampang di Desa Hargomulyo, Mertelu dan Sampang berada
dan Ngalang berjumlah 1.171 bidang. Sementara pada tingkat kerentanan sedang. Sementara di
tanah terdaftar pada tingkat risiko rendah terletak Desa Watugajah dan Serut, tanah terdaftar terdis-
pada 9 dusun di Desa Ngalang bagian selatan tribusi merata pada tingkat kerentanan sedang sam-
dengan jumlah 722 bidang. pai tinggi. Tanah terdaftar pada tingkat kerentanan
Peran Kementerian ATR/BPN dalam mengu- tinggi kemungkinan besar akan memiliki risiko
rangi tingkat risiko bencana tanah longsor dapat bencana lebih tinggi dibanding pada kerentanan
dilaksanakan melalui legalisasi aset dengan rupiah rendah dan sedang.
murni seperti Prona dan Sertipikasi Tanah Petani. Hasil Overlay Peta Kapasitas dengan Peta Bidang
Wilayah dengan tingkat risiko bencana tanah long- Tanah Terdaftar di Kecamatan Gedangsari
sor tinggi yang disebabkan kerentanan ekonomi memperlihatkan bahwa bidang tanah terdaftar
berupa tingginya persentase rumah tangga miskin berada pada 77.61% dusun dengan tingkat kapasitas
dan luasnya lahan produktif dapat ditunjuk sebagai rendah, 19.40% dusun dengan tingkat kapasitas
lokasi sertipikasi tanah petani bekerjasama dengan sedang dan 2.99% dusun dengan tingkat kapasitas
Dinas Pertanian. Kantor Pertanahan melaksanakan tinggi.
pendaftaran tanah, selanjutnya sertipikat dapat Pada wilayah dusun dengan tingkat kapasitas
diberdayakan bekerjasama dengan Dinas Perta- rendah, tanah terdaftar berjumlah 3.708 bidang
nian. Tanah pertanian yang telah bersertipikat dapat dengan luas 5.710.588 m² atau baru 10.67% luas
dimanfaatkan sebagai sumber-sumber ekonomi wilayah yang terdaftar. Wilayah tersebut meliputi
masyarakat untuk penguatan modal usaha perta- seluruh dusun di Desa Tegalrejo dan Watugajah,
nian sehingga berkontribusi nyata dalam upaya serta sebagian besar dusun di Desa Serut, Sampang,
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan diha- Mertelu, Hargomulyo dan Ngalang. Peningkatan
rapkan dapat menurunkan tingkat kerentanan. kapasitas masyarakat di dusun-dusun tersebut dapat dilaksanakan dengan mengoptimalkan peran organisasi kebencanaan untuk memberikan pen-
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
Gambar 5. Peta Bidang Tanah Terdaftar Pada Tingkat Risiko Kecamatan Gedangsari
2. Hasil Overlay Peta Tematik Bencana
bertujuan agar dokumen terawat dan dapat
Tanah Longsor dengan Peta Bidang
digunakan sewaktu-waktu dibutuhkan. Data
pengukuran dan pemetaan TDT meliputi buku Hasil Overlay Peta Ancaman dengan Peta Dasar
Tanah Terdaftar
tugu, Peta Dasar Teknik, data dan hasil hitungan Teknikdi Kecamatan Gedangsari menunjukkan
serta peta rencana.
distribusi TDT Orde 3 pada tingkat ancaman tinggi Hasil overlay Peta Kerentanan dengan Peta Dasar terdiri dari TDT 13.02.302 di Dusun Piji, TDT
Teknik di Kecamatan Gedangsari menunjukkan 13.02.301 di Dusun Jetis dan TDT 13.02.300 di Dusun
bahwa TDT 13.02.301 adalah satu-satunya TDT Karanganyar. Sedangkan pada tingkat ancaman
Orde 3 yang terletak di wilayah dusun dengan rendah terdiri dari TDT 13.02.299 di Dusun Ngalang
tingkat kerentanan sedang. Sedangkan empat dan TDT 13.02.298 di Dusun Wareng.
lainnya terletak di wilayah dusun dengan tingkat Distribusi TDT Orde 4 pada tingkat ancaman
kerentanan rendah. Tidak ada TDT Orde 3 yang tinggi terdiri dari 22 TDT di Dusun Sidomulyo dan
berada di wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi.
3 TDT di Dusun Karanganyar Desa Ngalang. Pada Distribusi TDT Orde 4 merata pada wilayah tingkat ancaman sedang terdiri dari 2 TDT di Dusun
penelitian dengan tingkat kerentanan rendah, Kenteng dan 37 TDT di Dusun Karanganyar. Pada
sedang dan tinggi. TDT Orde 4 pada wilayah tingkat ancaman rendah terdiri dari 7 TDT di Dusun
penelitian dengan tingkat kerentanan rendah Karanganyar, 20 TDT di Dusun, 12 TDT di Dusun
berada di Dusun Karanganyar dan Nglaran. TDT Nglaran, dan 5 TDT di Dusun Kenteng.
Orde 4 pada wilayah penelitian dengan tingkat Penyimpanan data pengukuran dan pemetaan
kerentanan sedang berada di Dusun Sidomulyo dan TDT sangat penting dilaksanakan terutama pada
Kenteng, kemudian pada wilayah penelitian dengan wilayah dengan tingkat ancaman tinggi. Hal ini
tingkat kerentanan tinggi berada di Dusun Ngalang.
252 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016
Hasil overlay Peta Kapasitas dengan Peta Dasar Pemeliharaan TDT serta penyimpanan data Teknik di Kecamatan menunjukkan distribusi TDT
pengukuran dan pemetaan sangat bermanfaat Orde 3 dan Orde 4 merata di wilayah dengan tingkat
apabila akan dilaksanakan pengukuran dan kapasitas rendah hingga tinggi. Pada wilayah
pemetaan TDT baru. Data-data tersebut akan ber- dengan tingkat kapasitas tinggi, meskipun dapat
manfaat baik pada tahap pemasangan, pengu- memperkecil tingkat risiko bencana, tetap diper-
kuran, pengolahan data maupun pemetaan TDT lukan upaya pemeliharaan untuk menjaga kebe-
baru. Informasi jumlah dan sebaran TDT pada radaan aset pertanahan yang berupa TDT tersebut.
berbagai tingkat risiko dapat membantu penentuan Pengetahuan pentingnya pemeliharaan TDT perlu
lokasi TDT baru pada kondisi tanah yang relatif disampaikan kepada masyarakat khususnya
stabil dan tidak berada pada tanah dengan pemeliharaan secara f isik. Upaya pemeliharaan
kemiringan yang curam. Peta Sebaran Titik Dasar untuk menjaga kondisi fisik tugu dapat dilaksa-
Teknik pada Tingkat Risiko Bencana Tanah Longsor nakan dengan pengecatan, memperbaiki keru-
di Kecamatan Gedangsari disajikan pada Gambar sakan dan menjaga dari kemungkinan tergesernya
titik. Hasil overlay Peta Risiko dengan Peta Dasar Teknik di Ke- camatan Gedangsari menggambarkan bahwa TDT Orde 3 tersebar di wilayah dengan tingkat risiko rendah dan sedang. Sementara TDT Orde
4 tersebar di wilayah dengan tingkat risiko rendah dan tinggi. Pada tingkat risiko rendah, TDT Orde 3 tersebar di Desa Nga- lang yang terdiri dari TDT 13.02.300, TDT 13.02.299 dan TDT 13.02.298.
Gambar 6. Peta Bidang Tanah Terdaftar Pada Sementara pada tingkat sedang, TDT 13.02.302 di Tingkat Risiko Kecamatan Gedangsari
Desa Mertelu dan TDT 13.02.301 di Desa Hargo- mulyo. Distribusi TDT Orde 4 pada tingkat risiko
F. Manfaat Informasi Pertanahan Berbasis
tinggi berjumlah 22 TDT di Dusun Sidomulyo dan
Bencana
1 TDT di Dusun Mongkrong Desa Sampang. Sisanya, sejumlah 87 TDT tersebar di Desa Ngalang pada
Informasi Pertanahan Berbasis Bencana Tanah tingkat risiko rendah yang terdiri dari 47 TDT di
Longsor dapat dimanfaatkan untuk mendukung Dusun Karanganyar, 7 TDT di Dusun Kenteng, 20
pelaksanaan kegiatan manajemen bencana. TDT di Dusun Ngalang, 12 TDT di Dusun Nglaran.
Manajemen bencana merupakan upaya sistematis
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
dan komprehensif yang bertujuan untuk memper- Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan siapkan diri menghadapi bencana, menekan
Tanah yang diatur pada Peraturan Kepala Badan kerugian dan korban yang dapat timbul serta
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 meningkatkan kesadaran semua pihak dalam
Tahun 2011 mengharuskan penggunaan dan masyarakat atau organisasi tentang bencana sehing-
pemanfaatan tanah memenuhi azas keberlanjutan.
ga terlibat dalam proses penanganan bencana. Diantara butir ketentuan tersebut menyatakan Secara garis besar, manajemen bencana terdiri dari
bahwa daerah rawan bencana, seperti rawan long- tiga tahap yaitu tahap pra-bencana, ketika terjadi
sor dan rawan banjir tidak boleh dipergunakan bencana dan pasca-bencana. Tahap pra-bencana
untuk kegiatan budidaya.
meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi Dengan tersedianya informasi pertanahan terdapat potensi bencana, dilaksanakan kegiatan
berbasis bencana tanah longsor, kegiatan petim- pencegahan, mitigasi serta kesiapsiagaan. Pada saat
bangan teknis khususnya di Kecamatan Gedangsari terjadi bencana dilaksanakan tanggap darurat dan
diharapkan lebih dapat memenuhi azas keberlan- pasca-bencana dilakukan upaya rehabilitasi dan
jutan. Meskipun tidak bisa melarang pembangunan rekonstruksi.
tempat tinggal dan segala jenis kegiatan budidaya Manajemen bencana dapat dilaksanakan me-
pada wilayah-wilayah dengan tingkat ancaman lalui pembangunan wilayah berbasis pengurangan
tinggi setidaknya pemberian arahan penggunaan risiko bencana yang melibatkan berbagai disiplin
pada pertimbangan teknis pertanahan dapat dan kelompok kelembagaan yang berbeda. Kemen-
mengendalikan aktivitas manusia yang dapat terian ATR/BPN dapat berperan serta dengan
mempertinggi risiko bencana tanah longsor, seperti melaksanakan pembangunan wilayah di bidang
kegiatan pemotongan lereng untuk permukiman, pertanahan yang sejalan dengan upaya pengurangan
kegiatan pertanian dan jalan. risiko bencana. Pembangunan tersebut dapat
b) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan
memanfaatkan informasi pertanahan berbasis
di bidang pengadaan tanah;
bencana dalam upaya pelaksanaan fungsi Badan Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Pertanahan Nasional sebagaimana diatur dalam
kepentingan umum antara lain adalah pengadaan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang
tanah untuk pembangunan fasilitas keselamatan Badan Pertanahan Nasional. Informasi pertanahan
umum. Dalam rangka upaya mitigasi bencana, Badan berbasis bencana tanah longsor dapat dimanfaatkan
Pertanahan Nasional dapat berperan dalam penye- antara lain untuk melaksanakan fungsi berikut:
diaan tanah untuk relokasi yang dekat dengan lokasi
a) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan
bencana. Tanah tersebut akan dimanfaatkan untuk
di bidang pengaturan, penataan dan
evakuasi korban dan harta benda masyarakat ketika
terjadi bencana. Selain itu juga untuk menempatkan Dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut,
pengendalian kebijakan pertanahan;
alat-alat penanganan korban bencana seperti alat- informasi pertanahan berbasis bencana tanah
alat berat dan mobil untuk evakuasi korban. longsor dapat digunakan oleh Kantor Pertanahan
Dalam rangka menyediakan tanah relokasi yang Kabupaten Gunungkidul sebagai bahan pertim-
dekat dengan lokasi bencana, informasi pertanahan bangan dalam penyusunan risalah dan peta pada
berbasis bencana tanah logsor berperan penting kegiatan petimbangan teknis pertanahan dalam
sebagai bahan pertimbangan pengambilan penerbitan izin lokasi, penetapan lokasi dan izin
keputusan. Informasi tersebut dapat digunakan perubahan penggunaan tanah pada Subseksi
sebagai bahan koordinasi bersama instansi lain Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu.
seperti BPBD, Disperindagkop ESDM, Pemerintah
254 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 Desa dan pihak lain yang terlibat. Setidaknya Kantor
Longsor di Kecamatan Gedangsari yang meliputi Pertanahan dapat memberi informasi status tanah
Peta Ancaman, Peta Kerentanan, Peta Kapasitas yang ditetapkan sebagai tempat relokasi, apakah
dan Peta Risiko Bencana Tanah Longsor dilak- sudah terdaftar atau belum. Jika tanah yang
sanakan dengan memetakan data ancaman, direncanakan sudah terdaftar, dapat diidentifikasi
data kerentanan dan data kapasitas sebanyak pemilik, luas dan jenis hak tanahnya. Selanjutnya
67 dusun di Kecamatan Gedangsari melalui dapat dimanfaatkan pada proses pembebasan
pembobotan indikator di setiap komponen tanah, pemberian ganti rugi sampai pada pem-
penyusunnya.
berian hak baru tanah tersebut. Penyediaan tanah
2) Penyediaan informasi pertanahan berbasis untuk relokasi korban bencana penting dilaksa-
bencana tanah longsor di Kecamatan Gedang- nakan pada tahap pra-bencana, mengingat proses
sari dilaksanakan dengan overlay Peta Tematik pengadaan tanah tidak mudah dan memerlukan
Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Gedang- proses yang panjang. Jangan sampai ketika tengah
sari dengan Peta Bidang Tanah Terdaftar dan terjadi bencana, penanganan korban terhambat
Peta Dasar Teknik di Kecamatan Gedangsari karena tidak ada tempat relokasi.
sehingga menghasilkan peta-peta yang memuat
c) Pelaksanaan pemeliharaan data dan
informasi baru yaitu :
a. Peta Sebaran Tanah Terdaftar pada Tingkat Dalam rangka pengelolaan data dan informasi
informasi di bidang pertanahan;
Ancaman, Kerentanan, Kapasitas dan Risiko pertanahan, Badan Pertanahan Nasional harus
Bencana Tanah Longsor di Kecamatan memelihara aset untuk kepentingan pemeliharaan
Gedangsari;
data. Titik Dasar Teknik merupakan salah satu aset
b. Peta Sebaran Titik Dasar Teknik pada pertanahan yang terpapar di Kecamatan Gedang-
Tingkat Ancaman, Kerentanan, Kapasitas sari. Dengan mengetahui sebaran Titik Dasar
dan Risiko Bencana Tanah Longsor di Teknik pada tingkatan ancaman, kerentanan, kapa-
Kecamatan Gedangsari; sitas dan risiko bencana tanah longsor, Kantor
2. Saran
Pertanahan Kabupaten Gunungkidul dapat menen- tukan upaya pemeliharaan untuk menjaga aset
1) Kantor Pertanahan sebaiknya memiliki peta tersebut dari kemungkinan tergeser atau hilang.
tematik bencana yang terdiri dari peta Selain itu juga bertujuan untuk menjamin keter-
ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas dan sediaan data pengukuran dan pemetaan TDT yang
peta risiko, baik diperoleh dari instansi lain meliputi buku tugu, Peta Dasar Teknik, data dan hasil
seperti BPBD dan Disperindagkop ESDM hitungan serta peta rencana apabila sewaktu-waktu
ataupun membuat sendiri. Peta tersebut ber- diperlukan. Hal tersebut bertujuan agar kegiatan
guna untuk menyediakan informasi pertanahan seperti rekonstruksi batas tidak terhambat sehingga
berbasis bencana sebagai bahan pertimbangan dapat menyajikan informasi pertanahan yang aktual.
pengambilan kebijakan pertanahan dan bentuk partisipasi Kementerian ATR/BPN dalam upaya
G. Penutup
pengurangan risiko bencana. Kontribusi infor-
masi tersebut bagi pelaksanaan fungsi Badan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis serta
1. Kesimpulan
Pertanahan Nasional antara lain : pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
a. sebagai bahan koordinasi dalam rangka diambil kesimpulan sebagai berikut:
pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas keselamatan umum berupa penye-
1) Pembuatan Peta Tematik Bencana Tanah
Aprin Sulistyani, dkk.,: Penyajian Informasi Spasial Pertanahan ...: 239-255
255
diaan tanah relokasi yang aman dan dekat Aditya, T 2014, “Peluang dan Tantangan Overlay dengan lokasi bencana;
Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui
b. sebagai bahan perencanaan kegiatan Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013”, Seminar dan Workshop ISI 2014, Pekanbaru.
pemeliharaan TDT di lokasi bencana dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul 2015,
sekitarnya. Gunungkidul dalam Angka 2015., Badan Pusat
2) Penyediaan informasi pertanahan berbasis Statistik, Kabupaten Gunungkidul.
bencana tanah longsor di Kecamatan Gedang- Hasan, I 2009, Analisis Data Penelitian Dengan sari dalam penelitian ini masih terdapat bebe-
Statistik, Bumi Aksara, Jakarta. rapa keterbatasan, antara lain :
Kurniawan, L dkk. 2012, Pedoman Nasional Peng-
a. Informasi pertanahan yang disediakan kajian Risiko Bencana untuk Rencana Penang- sebatas bidang tanah terdaftar dan TDT,
gulangan Bencana, Badan Nasional Penang- diharapkan ke depannya dapat dilengkapi
gulangan Bencana, Jakarta. dengan informasi pertanahan yang lain
Nurjanah, dkk. 2012, Manajemen Bencana. Alfa- seperti nilai tanah. Selain itu, informasi yang
beta, Bandung. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
disajikan baru menggambarkan distribusi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 ten- bidang-bidang tanah terdaftar. Pada
tang Pedoman Pertimbangan Teknis Perta- penelitian selanjutnya diharapkan dapat
nahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Pene- dilengkapi dengan bidang-bidang tanah
tapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan yang belum terdaftar sehingga informasinya
Tanah.
menjadi lebih lengkap. Prahasta, E 2002, Konsep - konsep Dasar Informasi
b. Penyajian informasi pertanahan berbasis Geograf is, Informatika, Bandung. bencana tanah longsor masih dalam bentuk
Prahasta, E 2002, Tutorial ArcGIS Desktop Untuk Bidang peta dan tabel, diharapkan ke depannya
Geodesi & Geomatika, Informatika, Bandung. dapat disajikan dalam suatu aplikasi sistem
Raco, JR 2010, Metode Penelitian Kualitatif “Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya”. Grasindo,
informasi pertanahan berbasis bencana
Jakarta.
tanah longsor agar lebih mempermudah Ramli, S, Pedoman Praktis Manajemen Bencana
pengguna dalam mengakses informasi. (Disaster Management), Dian Rakyat, Jakarta. Retnowati, RE 2014, “Pemetaan Risiko Bencana
H. Daftar Pustaka
Tanah Longsor dan Prediksi Kerugian Petani (Studi di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Dinas Kabupaten Kulon Progo)”, Skripsi, Sekolah Perindustrian Perdagangan Koperasi Energi Tinggi Pertanahan Nasional. Dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sudibyakto 2011, Manajemen Bencana Di Indonesia Gunungkidul 2013, Laporan Akhir Penyusunan Ke Mana?, Gadjah Mada University Press, Peta Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Dan
Yogyakarta.
Peta Tingkat Risiko Gerakan Tanah Di Sugiyono 2008, Memahami Penelitian Kualitatif,
Kecamatan Gedangsari.
Alfabeta, Bandung.
——, 2015, “40,9 Juta Jiwa Penduduk Indonesia Sugiyono 2011, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed
Terpapar Ancaman Longsor”, Gema BNPB, Vol. Methods), Alfabeta, Bandung.
6, No. 1, Mei 2015. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2015, Penanggulangan Bencana. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Westen, CV 2011, Multi Hazard Risk Assess- Risiko Bencana 2015 – 2030 , Jakarta. ment. University of Twente, Enschede.
Review Buku
HUTAN KEMASYARAKATAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KONFLIK TENURIAL KEHUTANAN Randy Pradityo*
Judul : Bersiasat dengan Hutan Negara: Studi tentang Strategi Transisi Kaum Datuk Im- bang Langit Mempertahankan Wilayahnya
Penulis : Mora Dingin Penerbit: Epistema Institute (2014) Tebal : xvi+104
Buku yang ditulis oleh Mora Dingin ini diangkat
pekerja maupun lemba-
dari tesisnya, yang sebelumnya berjudul “Solusi Konflik
ga yang bergerak dalam
Kehutanan dan Rasionalitas Masyarakat Hukum Adat
bidang advokasi hak-hak
(Studi Kasus Hutan Kemasyarakatan sebagai Solusi
tenurial masyarakat hu-
Konflik Kehutanan antara Pemerintah dengan Kaum kum adat, selain karena memang penulis aktif dan Datuk Imbang Langit)”. Dikarenakan buku ini
bekerja pada Lembaga NGO Perkumpulan Qbar, diangkat dari sebuah tesis, maka sistematika
sebuah lembaga yang bergerak pada bidang yang penulisannya sedikit banyak menyerupai tesis pada
sama.
umumnya. Buku ini terdiri dari sembilan bab, dimulai dari Pendahuluan, Gambaran Umum Daerah
Asal Muasal Konflik Tenurial Kehutanan:
Penelitian, Relasi Sumber Daya Hutan, Konflik
Masyarakat Hukum Adat (Kaum Datuk
Penguasaan Kawasan Hutan, Masyarakat Adat
Imbang Langit Vs Negara (Dinas
Mengajukan Hutan Kemasyarakatan, Alasan Peme-
Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat)
rintah Memilih Hutan Kemasyarakatan, Pandangan Awal Mulanya, penulis menceritakan sebuah Para Pihak Terhadap Status Kepemilikan Tanah,
kawasan hutan yang terletak di daerah kampung Implikasi Teoritis dan Penutup.
Air Maruok, Nagari Kinali merupakan hak ulayat Secara keseluruhan, buku karangan Mora Dingin
dibawah penguasaan Kaum Datuk Imbang Langit. ini menggambarkan tentang konflik kehutanan yang
Klaim kepemilikan masyarakat adat didasarkan atas terjadi antara masyarakat hukum adat dengan
hukum adat yang berlaku di daerah tersebut. Dari pemerintah serta bagaimana rasionalitas yang
penuturan Datuk Imbang Langit, kawasan hutan dibangun oleh masyarakat hukum adat dan peme-
yang ada di daerah tersebut merupakan warisan dari rintah dalam penyelesaian konflik kehutanan dengan
nenek moyang mereka terdahulu, para leluhur skema pengelolaan hutan yang telah ditetapkan oleh
mereka sejak dulunya sudah tinggal dan membangun pemerintah sendiri, yakni melalui hutan kema-
pemukiman di dalam kawasan hutan tersebut. syarakatan. Buku ini merupakan salah satu buku yang
Klaim kepemilikan tersebut bukan tanpa menarik dan perlu dijadikan buku pegangan bagi
landasan atau pijakan yang kuat, Kaum Datuk Im- bang Langit mengacu kepada sistem adat babingkah tanah, yang merupakan sistem kepemilikan tanah
* Peneliti Pusat Studi Pembaharuan Hukum yang ada di Nagari Kinali yang menentukan bahwa Indonesia (PSPH). Sebelumnya, pernah berkiprah di Per-
himpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) setiap ninik mamak atau mamak kaum yang ada wilayah Jawa Tengah. E-mail: randy_pradityo@yahoo.com
di Nagari Kinali mempunyai tanah ulayat. Berda-
Randy Praditya: Hutan Kemasyarakatan sebagai Alternatif ...: 256-260
sarkan ketentuan dalam sistem adat babingkah kepemilikan pemerintah terhadap kawasan hutan tanah, Datuk Imbang Langit mempunyai tanah
sebagai hutan negara didukung dengan rumusan Pasal ulayat yang tepat berada di daerah Kampung Air
33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang menya- Maruok yaitu persis di kawasan hutan yang ada di
takan bahwa bumi, air serta kekayaan alam lainnya kaki gunung Pasaman, Tanah ulayat peruntukkan
dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar- kepada kaum dalam rangka dikelola untuk men-
besarnya untuk kemakmuran rakyat. cukupi kebutuhan hidup.
Dari perbedaan klaim kepemilikan kawasan hutan Sama halnya seperti masyarakat Minangkabau di
antara Kaum Datuk Imbang Langit dan Dinas Sumatera Barat, masyarakat Kampung Air Maruok,
Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat yang dijelaskan Nagari Kinali mengklaim kawasan hutan lindung
sebelumnya, menunjukkan bahwa fakta dilapangan sebagai tanah ulayat yang tidak bisa dipisahkan dari
ada penafsiran yang salah dalam melihat status keberadaan masyarakat yang sudah ada di daerah
kawasan hutan. Negara, sebagai organisasi peme- tersebut jauh sebelum adanya negara Indonesia ini.
rintahan tertinggi, pada hakikatnya hanya memegang Dulu, masyarakat sudah melakukan pembukaan lahan
penguasaan terhadap sumber daya alam termasuk serta menggarap kawasan hutan, hingga sekarang,
sumber daya hutan, bukan merupakan hak kepemi- masyarakat masih tetap menggarap tanah tersebut,
likan. Karena itu, negara memberikan kewenangan karena mereka merasa memilikinya sebagai ulayat.
kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus Sementara menurut negara, dalam hal ini Dinas
segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, seperti Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat, penetapan
menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah sta- kawasan hutan sesuai dengan kebijakan hukum positif
tus kawasan hutan, menetapkan dan mengatur Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
hubungan hukum antara orang dengan hutan atau
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-undang kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur kehutanan merumuskan adanya pembagian kepe-
tentang perbuatan hukum kehutanan. Selain itu, milikan hutan sesuai dengan statusnya, yakni hutan
pemerintah juga mempunyai kewenangan untuk negara dan hutan hak. Sesuai dengan peraturan yang
memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk ada, yang kemudian ditetapkan oleh Pemerintah c.q.
melakukan kegiatan di bidang kehutanan. dinas kehutanan Kabupaten Pasaman, kawasan tersebut
Namun hak penguasaan yang dimiliki oleh negara merupakan kawasan hutan lindung atau hutan negara.
tersebut, seolah-olah menjadi hak kepemilikan. Hak Hal ini dipertegas kembali dengan diterbitkan kebijakan
Menguasai Negara (HMN) dalam Undang-Undang terbaru melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Kehutanan menjadi sumber permasalahan utama No. 35/Menhut-II/2013. Keputusan ini menetapkan
dimana secara sepihak negara melakukan klaim sekaligus menegaskan kembali bahwa hutan di kawasan
kepemilikan atas hak pada tanah-tanah yang dikuasai tersebut tetap termasuk hutan lindung.
oleh masyarakat hukum adat atau komunitas lokal Dari berbagai kebijakan atau peraturan yang
secara komunal atau berkelompok. Oleh karena diterbitkan serta diperkuat dengan opini dari peme-
masyarakat hukum adat bersifat komunal, masyarakat rintah bahwa negara mempunyai hak untuk mengu-
hukum adat merupakan subjek hukum yang khas asai, mengurus dan mengatur sumber daya alam yang
karena bersifat kesatuan atau kelompok yang men- ada, termasuk menetapkan kawasan hutan sebagai
jadikan nilai-nilai adat dan kesamaan hak tradisional hutan lindung. Oleh karena itu, kawasan hutan lindung
termasuk atas wilayah tertentu sebagai syarat kebe- tersebut tetap terjaga kelestariannya dalam menjaga
radaannya (Yance Arizona (eds) 2014, 55). fungsi air, perlindungan satwa, persediaan satwa, dan
Penulis yang aktif bergerak dalam bidang advokasi lain sebagainya. Selain itu, klaim penguasaan sekaligus
hak tenurial masyarakat adat menemukan fakta di
258 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 lapangan bahwa penyebab konflik tak bisa dilepaskan
memberdayakan masyarakat. Sebelum pember- dari ketidakpastian hukum terhadap status tanah-
lakuan Undang-Undang Kehutanan pada Tahun 1999, tanah yang dimiliki secara komunal oleh masyarakat
Menteri Kehutanan telah terlebih dahulu menerbitkan hukum adat terutama yang berada di kawasan hutan.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 622 Tahun Disinilah sebenarnya kunci persoalan yang menye-
1995, memberikan definisi hutan kemasyarakatan babkan munculnya konflik di sektor kehutanan antara
sebagai sebuah sistem pengelolaan hutan berdasarkan masyarakat hukum adat dengan pemerintah, khusus-
fungsinya dengan mengikutsertakan masyarakat. nya dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten
Setelah undang-undang kehutanan diberlakukan, Pasaman Barat dengan Kaum Datuk Imbang Langit,
Menteri Kehutanan menerbitkan aturan turunan Kampung Air Maruok, Nagari Kinali.
melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31 tahun 2001, hutan kemasyarakatan dirumuskan
Hutan Kemasyarakatan sebagai Solusi atas
sebagai hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan
Konflik Kehutanan
yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Penulis berpandangan, penyelesaian konflik tenur-
setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya. ial tersebut semestinya dapat lebih mudah diselesaikan
Bahkan, kebijakan pemerintah semakin diperkuat dalam konteks pengakuan terhadap hak masyarakat
dengan penerbitan Peraturan Menteri Kehutanan adat, dikarenakan keberadaan hak ulayat di Sumatera
Nomor 37/Menhut-II/2007, yang merincikan secara Barat dipandang lebih penting dibandingkan dengan
detail terkait hutan kemasyarakatan hingga kriteria daerah lain. di Sumatera Barat terdapat Perda Nomor
kawasan yang dapat ditetapkan sebagai hutan kema-
2 tahun 2007 yang menentukan bahwa semua Nagari syarakatan. Adapun kriteria suatu kawasan hutan merupakan kesatuan masyarakat yang menyeleng-
ditetapkan sebagai hutan kemasyarakatan ialah garakan administrasi pemerintahan setingkat desa di
diharuskan hutan tersebut merupakan hutan produksi Sumatera Barat adalah kesatuan masyarakat hukum
atau hutan lindung, yang tidak dibebani hak atau izin adat. Selain itu terdapat pula Perda Nomor 16 tahun 2008
lain diatasnya dan menjadi sumber mata pencaharian tentang tanah ulayat dan pemanfaatannya. Namun
masyarakat setempat.
kebijakan daerah atau kebijakan yang dirumuskan Pemberdayaan terhadap masyarakat adat, salah oleh pemerintah sendiri justru tidak mampu menolong
satunya dapat berupa pendidikan atau pemberdayaan masyarakat yang sedang berkonflik dengan pemerintah.
hukum. 1 Pemberdayaan hukum yang melibatkan dan Belakangan ini pemerintah telah melakukan
mengikutsertakan peranan masyarakat adat tersebut berbagai upaya untuk mengubah pembangunan
memiliki tujuan dan keterkaitan erat dengan akses kehutanan dari pola pengelolaan hutan berbasis
terhadap keadilan yang ingin dicapai (Adriaan Bedner negara menjadi pola pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Salah satunya melalui program commu- 1 Pemberdayaan hukum sekaligus pemberdayaan nity forestry atau social forestry atau perhutanan sosial, masyarakat dapat dijumpai di berbagai daerah, yang tentu
saja melibatkan masyarakat dan Non-Government Or- perhutanan sosial meliputi kegiatan hutan kemasya-
ganization (NGO) seperti Lembaga Bantuan Hukum rakatan, hutan desa dan hutan tanaman rakyat.
(LBH). Di jawa tengah, tepatnya di Grobogan dan Blora, Perhutanan sosial, khususnya hutan kemasya-
LBH Semarang memfasilitasi diadakannya pendidikan rakatan telah diatur ke dalam hukum positif Indone- hukum kritis dan paralegal untuk para petani yang berkonflik dengan Perhutani. Lebih jelasnya lihat Siti
sia. Rumusan pengaturan terdapat pada penjelasan Rakhma Mary Herwati (eds), Catatan Akhir Tahun 2015 Pasal 5 Undang-Undang Kehutanan, yang menjelaskan
LBH Semarang: Membunyikan Lonceng Kematian bahwa hutan kemasyarakatan merupakan hutan
(Pelumpuhan Hak Atas Pangan 34.119 Orang di Jawa Tengah) (Semarang: YLBHI-LBH Semarang dan KIARA,
negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
2015), hlm. 40.
Randy Praditya: Hutan Kemasyarakatan sebagai Alternatif ...: 256-260
(eds) 2011, 18). Akses keadilan dalam ruang lingkup Skema hutan kemasyarakatan diambil berdasarkan masyarakat adat diantaranya berupa akses terhadap
sebuah pilihan yang telah dipertimbangkan secara pengelolaan dan pemanfaatan hutan, bahkan penga-
rasional dan berorientasi kepada nilai. Tindakan kuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat.
diambil berdasarkan permasalahan atau konflik yang Seperti yang dikatakan oleh S. Golub, bahwa kegiatan-
terjadi di lapangan yang menyangkut dengan kawasan kegiatan pemberdayaan hukum berfokus pada pe-
hutan. Skema ini juga merupakan solusi yang menga- ningkatan kapasitas individu untuk menggunakan sis-
rah kepada penyelesaian yang kolaboratif, dimana tem hukum dalam rangka meningkatkan kontrol yang
penyelesaian tersebut mengarah kepada bentuk dilakukan oleh warga masyarakat yang kurang berun-
kompromi. Artinya hutan kemasyarakatan ini menco- tung atas hidup mereka sendiri (S. Golub 2003, 3).
ba untuk mengakomodir kepentingan para pihak Berdasarkan penjelasan diatas, sebagai alternatif
terhadap kawasan hutan. Seperti dijelaskan sebe- sekaligus jalan tengah untuk menyelesaikan konflik
lumnya, masayarakat punya kepentingan akses atau tenurial tersebut, maka ditempuh skema hutan kema-
pengelolaan kawasan hutan, sementara pemerintah syarakatan tersebut. Melalui hutan kemasyarakatan,
punya kepentingan untuk memastikan perlindungan dapat memberikan peluang serta akses kepada Kaum
dan kelestarian kawasan hutan. Dengan cara meng- Datuk Imbang Langit untuk memanfaatkan dan
akomodir kepentingan para pihak melalui kolaboratif mengelola kawasan hutan sebagai penopang pereko-
atau pengelolaan bersama antar para pihak, menja- nomian mereka, sekaligus menjawab ketidakpastian
dikan hutan kemasyarakatan ini sebagai bentuk penye- tenurial atas kawasan hutan. Pada sisi yang lain, Dinas
lesaian konflik di sektor kehutanan. Kehutanan memperoleh keuntungan dengan berakhirnya konflik yang berkepanjangan. Selain itu,
Penutup
dapat mengontrol Kaum Datuk Imbang Langit dalam Hak penguasaan yang dimiliki oleh negara, seolah- mengelola kawasan hutan sesuai dengan aturan yang
olah menjadi hak kepemilikan sekaligus. Hak berlaku, sehingga kelestarian hutan terjaga dari
Menguasai Negara (HMN) dalam Undang-undang maraknya ladang berpindah, penebangan secara liar,
Kehutanan menjadi sumber permasalahan utama illegal logging, dan lain sebagainya.
dimana secara sepihak negara melakukan klaim kepe- Namun, sesungguhnya permasalahan atau konflik
milikan atas hak pada tanah-tanah yang dikuasai oleh yang timbul antara pemerintah dan masyarakat
masyarakat hukum adat atau komunitas lokal secara hukum adat tidak sepenuhnya selesai, skema hutan
komunal. Sehingga dalam praktiknya berujung kepada kemasyarakatan sebagi solusi atas permasalahan
konflik dengan masyarakat yang berada didalam dan tersebut, hanyalah penyelesaian dalam waktu jangka
pinggiran kawasan hutan.
pendek saja. Karena permasalahan di awal bukan Sebagai alternatif, sekaligus jalan tengah untuk hanya masalah akses pengelolaan dan pemanfaatan
menyelesaikan konflik tenurial ditempuh skema hu- hutan, atau pengawasan hutan saja. Namun lebih dari
tan kemasyarakatan, melalui hutan kemasyarakatan, sekedar itu, hal ini berkaitan dengan klaim kepemi-
dapat memberikan peluang serta akses kepada Kaum likan terhadap kawasan hutan yang merupakan
Datuk Imbang Langit untuk memanfaatkan dan permasalahan yang sebenarnya, awal permasa-
mengelola kawasan hutan sebagai penopang lahannya ketika pemerintah mengklaim kepemilikan
perekonomian mereka, sekaligus menjawab ketidak- kawasan hutan tersebut, yang sebelumnya sudah sejak
pastian tenurial atas kawasan hutan. Pada sisi yang lama diklaim oleh masyarakat hukum adat. Maka
lain, Dinas Kehutanan memperoleh keuntungan dari itu, masyarakat hukum adat butuh pengakuan
dengan berakhirnya konflik yang berkepanjangan. terhadap hak ulayatnya.
Selain itu, dapat mengontrol Kaum Datuk Imbang
260 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 Langit dalam mengelola kawasan hutan sesuai dengan
Bedner, Adriaan, Ward Berenschot, Eddie Riyadi aturan yang berlaku.
Laggut-Terre dan Dewi Novirianti (Editor), Namun, sesungguhnya konflik yang timbul antara
2011, Akses Terhadap Keadilan: Perjuangan Masyarakat Miskin dan Kurang Beruntung
pemerintah dan masyarakat hukum adat tidak sepe- Untuk Menuntut Hak di Indonesia, HuMa,
nuhnya selesai. Skema hutan kemasyarakatan sebagi VanVollenhoven Institute, KITLV-Jakarta, solusi atas permasalahan tersebut hanyalah penye-
Epistema Institute. Jakarta. lesaian sementara saja. Karena klaim kepemilikan
Dingin, Mora, 2014, Bersiasat dengan Hutan terhadap kawasan hutan yang merupakan permasa-
Negara, Epistema Institute, Jakarta lahan yang sebenarnya masih ditangguhkan.
Golub, S, 2003, Beyond The Rule Of Law Orthodoxy: The Legal Empowerment Alternative. Working
Daftar Pustaka
Paper No. 41, Carnegie Endowment for Inter- Arizona, Yance, Endra Wijaya dan Tanius Sebastian,
national Peace Rule of Law Series, 2014. Pancasila dalam Putusan Mahkamah
Herwati, Siti Rakhma Mary dan Eti Oktaviani (Ed), Konstitusi: Kajian Terhadap Putusan Mah-
2015, Catatan Akhir Tahun 2015 LBH Semarang: kamah Konstitusi dalam Perkara yang
Membunyikan Lonceng Kematian (Pelumpuhan Berkaitan dengan Perlindungan Hak Kelompok
Hak Atas Pangan 34.119 Orang di Jawa Tengah). Marjinal, Epistema Institute dan Yayasan TIFA,
Semarang: YLBHI-LBH Semarang dan KIARA. Jakarta.
Volume Volume 3 3 No. No. 1 Mei 1 Mei 201 201 7 7
Jurnal Agraria dan Pertanahan
papers for
call