Tanah negara bekas hak Barat
3) Tanah negara bekas hak Barat
dianggap tidak ada lagi karena dikonversi atau UUPA sebagai undang-undang yang mengatur
hapus dan berubah status menjadi tanah negara mengenai tanah pun sudah menetapkan bahwa
bekas hak barat. Berdasarkan ketentuan hukum, tanah-tanah yang mana masih berlaku hak barat
ada prioritas yang wajib diperhatikan: pertama, mulai tanggal 24 September 1980 berlaku menjadi
kepentingan umum; kedua, kepentingan bekas tanah negara, hal ini lebih dikenal dengan Konversi
pemegang hak, dan; ketiga mereka yang penduduki Hak Atas tanah. Konversi ini memberikan kepas-
atau memanfaatkan tanah dengan etiket baik dan tian hukum kepada pemilik tanah yang menempati
tidak mempunyai hubungan hukum dengan bekas secara turun-temurun dengan adanya penyesuain
pemegang hak. Dengan memberikan kompensasi hak, yaitu berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan,
terhadap benda di atas tanah negara bekas hak Hak Guna Usaha dan Hak Pakai.
barat tersebut (Djatmiko:2009). Artinya siapapun Selain itu ada pula Peraturan Menteri Agraria
bisa menerima hak yang berasal dari tanah negara Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan
tersebut, dengan memberikan kompensasi, Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, Kepu-
sekaligus juga bisa melepaskannya kembali kalau tusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang
sewaktu-waktu dinyatakan berakhir atau diminta
Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016 kembali oleh negara, dengan menerima ganti kom-
atas, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan pensasi tanpa bisa mengelaknya.
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Terjadinya hak milik atas tanah dengan cara ini
Kemudian setelah tanah tersebut dikuasai oleh berangkat dari ketentuan Pasal 55 ayat (1) UUPA.
Negara, selanjutnya ditata kembali penggunaannya, Dimana ditentukan bahwa hak-hak asing (hak
penguasaan dan pemilikannya dengan memper- barat) atas tanah, setelah diberlakukannya UUPA
hatikan: (1) Masalah tata guna tanahnya; (2) Sum- maka berlaku ketentuan konversi yang terdapat
ber daya alam dan lingkungan hidup; (3) Keadaan pada Bagian Kedua UUPA. Dalam ketentuan kon-
kebun dan penduduknya; (4) Rencana pem- versi UUPA ditentukan bahwa hak barat atas tanah
bangunan di daerah; (5) Kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh orang asing, atau warga negara
bekas pemegang hak dan penggrap tanah/penghuni indonesia yang juga memiliki kewarganegaraan
bangunan.
asing, atau badan hukum yang bukan merupakan Atas dasar pertimbangan di atas, maka diberikan subjek hak milik, maka tanah tersebut menjadi
prioritas untuk pemberian hak baru atas tanah HGB, atau HGU, untuk jangka waktu 20 tahun.
tersebut kepada: pertama, Kepada bekas pemegang Dengan demikian, karena UUPA mulai berlaku
hak yang memenuhi syarat dan mengusahakan sejak tanggal 24 September 1960, maka hak barat
atau menggarap sendiri tanah/bangunan, (Pasal 2 atas tanah yang dimiliki oleh orang asing, atau
Kepres No. 32 Tahun 1979); kedua, Rakyat yang telah warga negara Indonesia yang juga memiliki kewar-
menduduki tanah-tanah Hak Guna Usaha asal ganegaraan asing, atau badan hukum yang bukan
konversi hak Barat tersebut, dengan didasari per- merupakan subjek hak milik, kemudian menjadi
timbangan bahwa tanah tersebut lebih tepat di- HGB atau HGU, berakhir pada tanggal 24 Septem-
peruntukkan untuk pemukiman atau kegiatan ber 1980. Dalam rentang waktu 20 tahun itu, tidak
usaha pertanian; (bangunan (Pasal 4 Kepres No. jarang terjadi pengalihan penguasaan atas tanah
32 Tahun 1979); ketiga, Rakyat yang telah men- hak barat tersebut. Baik itu yang dikuasai oleh
duduki dan membuat perkampungan di atas tanah perorangan warga negara Indonesia, Badan Hu-
tersebut (bangunan (Pasal 5 Kepres No. 32 Tahun kum, ataupun instansi pemerintah. Namun karena
status hak atas tanah tersebut berakhir pada tanggal Kemudian, pihak yang diberikan prioritas atas
24 September 1980, maka pada tanggal 8 Agustus pemberian hak baru tersebut, diwajibkan untuk 1979 dikeluarkanlah Keputusan Presiden Republik
mengajukan permohonan hak atas tanah sesuai Indonesia Nomor 32 Tahun 1979. Kemudian,
dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri dengan dasar alasan yang sama pula, ditambah
Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-Ketentuan dengan perlunya peraturan yang lebih rinci untuk
Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah. melaksanakan Keputusan Presiden No. 32 Tahun
Dengan dasar itulah pihak yang diberikan prioritas 1979 tersebut, sehingga pada tanggal 22 Agustus
pemberian hak baru tersebut mendaftarkan tanah 1979 dikeluarkanlah Peraturan Menteri Dalam
tersebut sebagai hak milik, sehingga lahirlah hak Negeri Nomor 3 Tahun 1979 Tentang Ketentuan-
milik atas tanah.
Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.
4) Tanah kelebihan maksimum dan tanah
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun absentee 1979, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3
Pasal 7 UUPA mengamanatkan bahwa untuk Tahun 1979, maka hak atas tanah yang berasal dari
tidak merugikan kepentingan umum maka pemi- konversi hak barat sebagaimana yang diuraikan di
likan dan penguasaan tanah yang melampaui batas
Dian Aries M.: Problematika Pengaturan Tanah Negara Bekas Hak ...: 151-164
tidak diperkenankan. Selanjutnya di dalam Pasal yang akan dibagi-bagikan itu tidak hanya terbatas
17 bahwa untuk mencapai tujuan yang dimaksud pada tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari dalam Pasal 2 Ayat (3) UUPA diatur Iuas maksimum
batas maksimum, melainkan meliputi juga tanah- dan atau minimum tanah yang dapat dipunyai
tanah yang diambil oleh Pemerintah karena pemi- dengan sesuatu hak oleh seseorang sehingga dapat
liknya bertempat tinggal di luar daerah, tanah-tanah memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup
Swapraja dan bekas Swapraja yang telah beralih layak bagi diri sendiri dan keluarganya. Tanah-
kepada negara dan tanah-tanah lain yang dikuasai tanah yang merupakan kelebihan dari batas mak-
langsung oleh negara. Tanah-tanah yang diambil simum tidak akan disita tetapi akan diambil oleh
oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibagi-bagikan Pemerintah dengan ganti kerugian dan selanjutnya
kepada para petani yang membutuhkan itu tidak tanah tersebut akan dibagikan kepada rakyat yang
disita, melainkan diambil dengan disertai pembe- membutuhkannya. Luas maksimum dan minimum
rian ganti kerugian. (Penjelasan angka 1-3 Peraturan dimaksud ditetapkan dalam UU 56/1960.
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 224 Tahun Pasal 3 UU 56/1960, mewajibkan pemilik tanah
1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan pertanian yang melebihi batas maksimum untuk
Pemberian Ganti Kerugian). melapor dalam waktu 3 bulan, Selanjutnya Pasal 4
Berdasarkan Pasal 8 PP 224 Tahun 1961, tanah- UU 56/1960 mengatur bahwa orang atau orang-
tanah yang dibagi-bagikan itu akan diberikan orang sekeluarga yang memiliki tanah pertanian
dengan hak milik. Oleh karena luas tanah yang yang jumlah luasnya melebihi luas maksimum
akan dibagikan lebih sedikit jika dibandingkan dilarang untuk memindahkan hak miliknya atas
dengan rakyat yang membutuhkan maka di dalam seluruh atau sebagian tanah tersebut. Pasal 10 Ayat
pembagian ini perlu diadakan prioritet dan harus (3) dan Ayat (4) tetap efektif dalam menata dan
juga memenuhi syarat-syarat tertentu. Kata prioritet mengembangkan kerangka hukum, politik dan
tersebar di beberapa pasal seperti Pasal 9, Pasal 10, kebijakan pertanahan kedepan (Reforma Agraria),
Pasal 14 PP No 224 Tahun 1961. Urut-urutan petani khususnya untuk mencegah terjadinya kembali
yang paling membutuhkan dan paling perlu untuk konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah,
didahulukan. Prioritet pertama adalah para pengga- dengan perkataan lain, untuk mencegah timbulnya
rap tanah yang telah mempunyai hubungan yang tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum baru.
paling erat dengan tanah yang digarapnya, sehingga UU No 56 Tahun 1960, pada prinsipnya
atas dasar prinsip “tanah untuk tani yang meng- mengatur hal-hal sebagai berikut: (a) penetapan
garap”. Jika masih sisa diberikan pada prioretet beri- batas maksimum yang dapat dimiliki oleh keluarga;
kutnya begitu seterusnya. Lebih lengkap urutan- (b) penetapan batas minimun yang dapat dimiliki
urutan petani yang paling membutuhkan dan pa- oleh keluarga; (c)larangan pemindahtanganan
ling perlu untuk didahulukan berdasarkan Pasal 8 tanah-tanah pertanian yang melebihi batas maksi-
yaitu: (a) Penggarap yang mengerjakan tanah yang mum; (d) pengembalian tanah-tanah gadai kepada
bersangkutan; (b) Buruh tani tetap pada bekas pemiliknya; (e) pemberian sanksi bagi pelanggar
pemilik, yang mengerjakan tanah yang bersang- ketentuan.
kutan; (c) Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah Salah satu tujuan dari pada Landreform adalah
yang bersangkutan; (d) Penggarap yang belum mengadakan pembagian yang adil dan merata atas
sampai 3 tahun mengerjakan tanah yang bersang- sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah,
kutan; (e) Penggarap yang mengerjakan tanah hak sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai
pemilik; (f) Penggarap tanah-tanah yang oleh Peme- pembagian hasil yang adil dan merata. tanah-tanah
rintah diberi peruntukan lain berdasarkan; (g) Pasal
Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016
4 ayat 2 dan 3; (h) Penggarap yang tanah garapan- dimana hubungan tersebut memperoleh perlin- nya kurang dari 0,5 hektar; (i) Pemilik yang luas
dungan hukum. Tujuan dari hak tanah adalah tanahnya kurang dari 0,5 hektar; (j) Petani atau
untuk memberikan kepastian hukum terhadap buruh tani lainnya.
hubungan hukum tersebut, sehingga pemegang hak dapat menjalankan kewenangan/isi hak tanahnya
dengan baik. Negara mengatur hubungan-hu- Tanah timbul adalah daratan yang terbentuk
5) Tanah timbul dan tanah reklamasi
bungan hukum antara manusia dengan tanah, secara alami maupun buatan karena proses
sehingga manusia selaku pemegang hak atas tanah pengendapan di sungai, danau, pantai dan atau
mendapat perlindungan dalam mengelola dan pulau timbul, serta penguasaan tanahnya dikuasai
memanfaatkan tanahnya.
negara (penjelasan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Tanah bukan hanya komoditi melainkan adanya Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang
dimensi hukum yang mengatur hubungan hukum Penatagunaan Tanah).
antara pemegang hak atas tanah dengan tanahnya. Pengaturan tanah timbul dan tanah reklamasi
Bagaimana Pengaturan tanah negara bekas hak dipertegas dalam Surat Edaran Menteri Negara
yang telah habis jangka waktunya, siapakah pemilik Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
dan kewenangan atas tanah tersebut dan apakah 410-1293 tentang Penertiban Status Tanah Timbul
dapat dialihkan. Menurut Sustiyadi, pada hake- dan Tanah Reklamasi. Setidaknya ada 2 (dua) poin
katnya hubungan subyek hukum dengan tanahnya penting yang di aturan, yaitu: pertama, tanah-tanah
ada 2 (dua) bentuk, yakni : (a) hubungan subyek yang hilang secara alami, maka tanah-tanah
hak dengan hak atas tanah dan (b) hubungan sub- tersebut dinyatakan hilang dan haknya hapus
yek dengan pemilikan dan penguasaan tanah dengan sendirinya, dinyatakan sebagai tanah yang
(Sustiyadi, BPN, 1997, 15-17). langsung dikuasai oleh negara. Selanjutnya
Hubungan subyek hak dengan hak atas tanah pemegang haknya tidak dapat minta ganti rugi dan
berakhir sesuai ketentuan Pasal 17 PP 40 Tahun tidak berhak menuntut apabila di kemudian hari
1996, benarkah hubungan subyek dengan pemi- di atas bekas tanah tersebut dilakukan reklamasi/
likan dan penguasaan tanah berakhirnya hak tidak penimbunan dan/atau pengeringan; kedua tanah-
serta merta tanah jatuh kepada negara tetapi pihak tanah reklamasi dinyatakan sebagai tanah yang
bekas pemegang hak mempunyai hak perdata atas dikuasai oleh negara, pihak yang melakukan
tanah tersebut, yang melekat menjadi Hak Perdata reklamasi dapat diberikan prioritas pertama untuk
adalah segala sesuatu yang ada diatas bekas Hak mengajukan permohonan hak atas tanah reklamasi
Guna Usaha tersebut (tanaman dan Bangunan). tersebut.
Perdebatan tentang keberadaan hak-hak keper- Selanjutnya kepada para pemohon hak atas
dataan atas tanah dapat di lihat pada PP 40 Tahun tanah-tanah timbul dan reklamsi mengacu
1996 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Pengaturan tentang hak-hak keperdataan terhadap HGU, HGB dan Hak Pakai lebih rinci dan