Di bidang Ekonomi. (Iqtisadiyyah)

c. Di bidang Ekonomi. (Iqtisadiyyah)

Ajaran Islam di bidang ekonomi bertujuan meningkatkan pengeluaran yang dimanfa’atkan oleh masyarakat, melipat gandakan pengeluaran itu, untuk menjamin kecukupan keperluan-keperluan vital masyarakat, dan memungkinkan mereka untuk memanfa’atkan keperluan-keperluan mereka dengan sempurna, tanpa pembaziran. Usaha itu dilakukan dengan tujuan untuk merapatkan jurang perbezaan yang terdapat di kalangan masyarakat, dan mewujudkan keadilan, kesenangan dan ketenangan untuk setiap anggota masyarakat.

Untuk mencapai tujuan itu Islam menetapkan sembilan ketentuan iaitu:

1) Tangan manusia yang menguasai kekayaan itu merupakan tangan sementara Alam raya ini seluruhnya adalah mutlak kepunyaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran diterangkan:

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi

(Surah Ali ‘Imran: ayat 189)

“Apakah kamu tidak mengetahui, bahawa Allah menundukkan bagi kamu, apa saja yang

ada di bumi...” (Surah Al-Hajj: ayat 65 )

“Dan dia menundukkan untuk kamu apa saja yang ada di langit.”

(Surah Al-Jathiyah: ayat 13)

“Dan nafkahnya sebahagian dari hartamu, yang Allah menjadikan kamu menguasainya

(Surah Al-Hadid: ayat 7)

2) Hak milik ada tiga macam: (1) Milik individu, yang diatur dalam Syari’ah dan dipelihara dalam sistem

perekonomian. Segala hasil yang diperolehi dengan jalan yang sah, berkat usaha seseorang sebagai individu, itu menjadi haknya. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

“Barangsiapa memperolehi sesuatu yang belum pernah dijangkau oleh orang lain, maka dialah yang berhak terhadap hasil yang diperolehinya itu.” (Hadith Riwayat Abu Daud)

“Barangsiapa menanam sebidang tanah yang kosong, maka tanah itu menjadi haknya.” (Hadith Riwayat Abu Daud, Ahmad dan Tirmidzi)

Untuk menguatkan bahawa hak milik individu itu diakui dan dihormati dalam Islam, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

“Segala hak milik orang Islam itu haram, tidak boleh diganggu oleh orang lain, termasuk darahnya, hartanya dan kehormatannya.”

“Barangsiapa yang mati kerana berjuang untuk membela hartanya, maka dihukumkan mati syahid.” (Hadith Riwayat Abu Daud dan lbnu Majah)

(2) Milik masyarakat: maksudnya harta benda, yang menurut agama diperbolehkan untuk dimanfa’atkan oleh masyarakat umum. Misalnya padang rumput, belukar, kayu bakar yang dapat dicari sendiri di hutan, barang-barang tambang, sumber-sumber minyak tanah, jalan-jalan dan mata air. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

“Manusia mempunyai hak yang sama terhadap tiga macam benda, iaitu air, rumput dan api.” (Hadith Riwayat Ahmad dan Abu Daud)

(3) Milik Negara: iaitu benda-benda yang perlu untuk kesejahteraan masyarakat, dan dini’mati bersama oleh rakyat dan pemerintah untuk kesejahteraan umum, misalnya industri kapal laut, kapal terbang, senjata dan sebagainya.

3) Islam menjamin tersedianya lapangan kerja untuk setiap individu di kalangan masyarakat. Pekerjaan itu akan menjamin adanya tempat tinggal, dan biaya hidup yang perlukan oleh sesorang untuk keperluannya seharian bersama- sama dengan keluarganya, isteri dan anak-anaknya. Pekerjaan itu juga memberi jaminan kesihatan untuk mereka, serta jaminan sosial dan pendidikan. Banyak

Hadith Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam., yang merupakan penjelasan tentang masalah ini. Di antaranya;

“Barangsiapa mempekerjakan seorang yang tidak ada baginya tempat tinggal, maka hendaklah ia berikan tempat tinggal, atau yang tidak ada baginya isteri, maka hendaklah

ia berikan isteri, atau yang tidak ada baginya pelayan, maka hendaklah ia berikan pelayan, atau tidak ada baginya binatang kendaraan, maka hendaklah ia berikan padanya

binatang kendaraan.” (Hadith riwayat Ahmad dan Abu Daud)

4) Islam menjamin hak pekerja untuk memperoleh upah yang sesuai dengan tenaganya, dengan syarat tidak kurang dari perbelanjaan hidup yang minima untuk kehidupan yang sederhana. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam berpesan:

“Ada tiga golongan, yang kelak di Hari Kiamat, aku akan menjadi lawan mereka. Dan barangsiapa yang aku menjadi lawannya, maka aku akan menuntut dia di pengadilan.

Mereka itu ialah orang yang memberikan sesuatu dengan menyebut namaku kemudian Ia berkhianat; dan orang yang menjual seorang yang merdeka, bukan budak, lalu ia memakan harga hasil penjualannya itu; dan orang yang mempekerjakan seorang upahan, lalu menuntut supaya orang itu mengerjakan tugasnya dengan baik, tetapi kemudian Ia

tidak membayar upah itu dengan sempurna.” (Hadith Riwayat Ibnu Majah dan Abu Hurairah)

“Barangsiapa yang mempekerjakan seorang buruh upahan, maka hendaklah ia memberi tahukan lebih dahulu berapa upahnya” (Hadith Riwayat Ibnu Majah)

“Berikanlah upah kepada pekeja itu sebelum keringataya kering.”

(Hadith Riwayat Ibnu Majah)

Dan terhadap budak belian, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

“Mereka itu adalah saudara-saudara kamu. Allah menjadikan mereka berada dalam tanggungan kamu. Maka barangsiapa yang saudaranya berada dalam tanggungannya, maka hendaklah ia memberi makan kepada saudaranya itu sama dengan makanannya sendiri, dan hendaklah ia memberi pakaian kepada saudaranya itu sama dengan pakaiannya sendiri.” (Hadith Riwayat Ibnu Majah)

5) Zakat dengan segala macamnya itu merupakan hak minima orang-orang miskin yang terdapat dalam harta orang-orang kaya. Zakat itu diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, yang diterangkan dalam Ayat:

“Sesungguhnya zakat itu diberikan kepada orang-orang yang fakir, yang miskin, ‘amil, mu’allaf, budak yang ingin merdeka, orang-orang yang berhutang, untuk biaya menegakkan agama Allah, dan untuk orang yang berada di perjalanan dan putus hubungan dengan kampung halamannya....” (Surah At-Taubah: ayat 60)

6) Jika suasana memerlukan, Pemerintah berhak meminta rakyat, supaya membayar jizyah (cukai) dengan adil. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam telah berpesan:

“Sesungguhnya dalam harta rakyat itu ada hak Negara selain zakat.” Dalam menafsirkan Hadith ini, Imam As-Syatibi berkata:

“Apabila kita telah menetapkan, bahawa seorang Pemerintah Kepala Negara yang dipatuhi oleh rakyat, pada suatu ketika dia perlu memperbanyak tentera untuk mengawasi daerah perbatasan, dan untuk membela Negara yang wilayahnya cukup luas.... lalu kebetulan Perbendaharaan Negara sedang kosong, sedang keperluan tentera nampak meningkat untuk menjamin keperluan hidup mereka... maka Pemerintah Kepala

Negara berhak untuk membebankan kepada orang-orang kaya, seberapa yang dianggapnya cukup untuk memenuhi keperluan tentera pada waktu itu, Demikianlah jika Pemerintah Kepala Negara itu seorang yang adil.”

7) Islam mengharamkan segala macam perbuatan yang mengakibatkan kerugian harta kepada masyarakat. Hal ini mencakupi riba, manipulasi, penipuan dan sebagainya. Oleh sebab itu, Islam melarang perkara-perkara menjadi punca ke arah itu, di antaranya; menjual barang-barang yang haram, menjual dengan cara menipu pembeli, dengan menunjukkan contoh yang baik kemudian memberikan barang yang tidak baik, atau mempermainkan harga, manipulasi, menipu dengan mengurangi timbangan, riba dan sebagainya. Untuk itu, Islam menetapkan Peraturan Umum yang dipetik dan sabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam:

“Tidak boleh mengerjakan pekejaan yang membahayakan diri sendiri, dan tidak boleh mengejakan pekejaan yang membahayakan orang lain.” (Hadith Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)

8) Islam mendorong supaya kaum Muslimin suka menderma dalam usaha- usaha yang baik, dan mewajibkan terciptanya solidaritas di kalangan masyarakat. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam berpesan;

“Orang Islam adalah saudara orang Islam yang lain; ia tidak boleh menganiaya saudaranya, dan juga tidak boleh membiarkan saudaranya itu ditimpa bencana.

Barangsiapa yang mengurus keperluan saudaranya, maka Allah akan mencukupkan apa yang diperlukannya. Barangsiapa yang melepaskan sesuatu kesusahan dari orang Islam,

maka Allah akan melepaskan dia dari kesusahannya kelak di Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang menutup keburukan saudaranya, maka Allah akan menutup

keburukannya kelak di Hari Kiamat.” (Hadith Riwayat Buhkari dan Muslim)

9) Islam menetapkan bahawa Pemerintah Negara bertanggungjawab dalam perlaksanaan prinsip-prinsip Ekonomi ini. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam berpesan:

“Kamu semua adalah gembala, dan kamu akan dipertanggungjawabkan terhadap apa yang digembalakan.” (Hadith Riwayat Bukhari dan Muslim)