Kerangka Pemikiran

B. Kerangka Pemikiran

Polipropilena (PP) bila mengalami reaksi radikal akan melepaskan atom hidrogen yang terikat pada karbon tersier sehingga terbentuk karbon tersier yang radikal dan bersifat non polar sebagai pusat reaksi.

pusat reaksi

H gugus non polar

H 2 H 2 PP

C C • C PP

PP

C reaksi radikal

Selulosa memiliki gugus polar yang berbentuk gugus hidroksil pada karbon ke 2, 3, 6 dan dua gugus >C-O pada ikatan glikosidik yang berikatan antar monomernya. Reaksi radikal akan menghasilkan suatu gugus reaktif yang bersifat polar pada oksigen yang terikat karbon ke 5 sebagai pusat reaksi. Perlakuan alkalisasi terhadap serat akan membersihkan serat dari pengotornya (kandungan lain selain selulosa) sehingga meningkatkan terbentuknya ikatan antara selulosa dengan senyawa lain.

pusat reaksi gugus polar

reaksi radikal

Perbedaan kepolaran antara gugus reaktif dari PP dan selulosa menyebabkan keduanya tidak dapat disatukan sehingga diperlukan senyawa penggandeng antara gugus non polar dari PP dan gugus polar dari selulosa. Senyawa penggandeng tersebut harus memiliki gugus polar dan non polar dalam satu molekul sehingga disebut senyawa penggandeng multifungsional. Asam akrilat (AA) merupakan salah satu senyawa penggandeng multifungsional karena memiliki gugus vinil yang non polar dan gugus karboksilat yang bersifat polar.

pusat reaksi gugus non polar

OO

CH reaksi radikal

2 C C OH

H CH • • C C • H 2

pusat reaksi

gugus polar

Gugus vinil dari AA yang bersifat non polar akan berikatan dengan gugus non polar dari PP yaitu pada karbon tersiernya sedangkan gugus karbonil dari AA yang bersifat polar akan berikatan selulosa pada atom oksigen yang terikat atom karbon nomor 5 yang juga bersifat polar melalui reaksi esterifikasi.

Biokomposit dibuat dengan penambahan agen penyambung silang untuk meningkatkan ikatan sambung silang sehingga jaringan yang terbentuk menjadi lebih besar dan biokomposit menjadi lebih padat. Agen penyambung silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah divinil bensena (DVB) yang memiliki dua gugus vinil bersifat reaktif non polar.

pusat reaksi gugus non polar

CH 2 CH

CH 2

CH reaksi radikal

• CH

CH 2

CH • 2

Biokomposit yang terbentuk adalah PP/DVB/AA/selulosa dimana ikatan liniernya yang paling sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :

CH 3 PP – DVB – AA – sel PP

C PP

CH 2 O

OH OH

CH 2 OH

HO 3

4 sel

Skema kemungkinan yang terjadi pada pembentukan ikatan dalam biokomposit yang terjadi sebagai berikut :

AA AA non polar

non polar gugus

LPP

polar

gugus polar non polar

gugus

gugus

selulosa gugus

non polar

non polar

gugus non polar non polar

AA selulosa

polar

polar

Pembentukan biokomposit dilakukan secara reaktif dengan inisiator bensoil peroksida (BPO) dalam metode larutan dengan menggunakan bantuan pelarut xilena pada titik didihnya yang dapat melarutkan LPP hingga 100%. Metode ini memberikan luas permukaan pada LPP untuk bertumbukan secara maksimal dengan bahan lain. Pelarut harus dibebaskan setelah pembuatan biokomposit.

Struktur LPP maupun selulosa akan berubah dalam pembentukan biokomposit, oleh karena itu dilakukan uji viskositas untuk menentukan apakah biokomposit tersebut masih berada dalam koridor termoplastik. Terjadinya ikatan antara LPP dengan bahan penguat selulosa akan meningkatkan sifat mekanik dari biokomposit, maka dilakukan uji kuat tarik. Perubahan struktur kimia dari LPP, selulosa dan biokomposit diamati dengan mempergunakan infra merah, sedangkan perubahan profil degradasi panas biokomposit menggunakan DTA.

Biodegradasi biokomposit terjadi akibat aktivitas bakteri selulolitik yang dapat menghasilkan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa yang terdapat pada serat kenaf sehingga biokomposit dapat terurai menjadi molekul-molekul kecil. Biodegradasi menyebabkan selulosa yang terkandung dalam biokomposit menjadi berkurang sehingga terjadi lubang atau celah pada biokomposit yang mengakibatkan rantai polipropilena menjadi rapuh dan putus menjadi polimer yang lebih kecil.

Ilustrasi biodegradasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

bakteri selulolitik terdegradasi

~ sel–sel–sel ~ ~ sel ~; ~ se l~; ~ sel ~

sempurna

selulosa terdegradasi

bakteri selulolitik

tidak terdegradasi

~ PP–PP–PP ~

reaksi reaktif

~ sel–sel–sel ~ ~ sel • ~; ~ sel • ~; ~ sel • ~

reaksi reaktif

~ PP–PP–PP ~ ~ PP • ~; ~ PP • ~; ~ PP • ~

~ PP • ~; ~ PP • ~; ~ PP • ~ + ~ sel • ~; ~ sel • ~; ~ sel • ~

~ PP–sel–PP–sel–PP–sel ~

bakteri selulolitik

~ PP–sel– PP–sel–PP–sel ~

~ PP • ~; ~ PP • ~; ~ PP • ~

PP dengan berat molekul

lebih kecil

Perubahan yang terjadi setelah proses biodegradasi dapat diketahui dengan melakukan penimbangan sebelum dan sesudah uji biodegradasi dan melakukan pengamatan morfologi permukaannya menggunakan fotomikrografi.

Biokomposit dengan komposisi optimum terhadap sifat mekanik dan kemampuan biodegradasi dapat ditingkatkan kemampuannya dengan membentuk suatu biokomposit cerdas yang memiliki kemampuan hambat nyala disamping kemampuan biodegradasi dan sifat mekanik yang baik.

x C H y +O 2 material panas nyala (bahan bakar)

panas

DAP NH 3 + asam fosfat

asam fosfat + CaCO 3 2 +H CO 2 O

Dalam suatu sistem penghambat nyala :

DAP + CaCO 3 3 NH + CO 2 +H 2 O + jelaga nyala terhambat

Terjadinya nyala pada umumnya disebabkan adanya segitiga nyala yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas sehingga untuk menghambat nyala diperlukan senyawa yang dapat mengurangi setidaknya salah satu dari komponen segitiga nyala. Senyawa penghambat nyala yang ditambahkan adalah diamonium fosfat

(DAP) dan nano CaCO 3 (nCC) yang dapat meminimalkan dua komponen pendukung nyala yaitu O 2 dan panas. Senyawa DAP dapat terurai menjadi NH 3 dan asam fosfat yang bila beraksi dengan nCC akan menghasilkan CO 2 , dan H 2 O. Gas-gas yang terbentuk yaitu NH 3 , CO 2 , dan H 2 O dapat mengurangi konsentrasi O 2 yang mendukung pembakaran serta memberikan efek pendingin. Senyawa penghambat nyala tersebut juga meningkatkan pembentukan jelaga yang dapat mengurangi interaksi antara biokomposit dengan O 2 . Senyawa CaCO 3 dalam ukuran partikel nano dapat terdistribusi lebih merata sehingga terbentuk suatu sistem penghambat nyala yang baik.

Biokomposit dengan senyawa penghambat nyala dianalisis gugus fungsinya dengan menggunakan FT-IR, profil degradasi panas dengan DTA, dan kritalinitasnya dengan menggunakan XRD yang dapat menunjukkan karakter bahan-bahan penyusunnya. Pembakaran yang terhambat dapat ditunjukkan dengan waktu respon pembentukan nyala yang lambat dan kecepatan pembakaran yang rendah.