Uji Nyala
D. Uji Nyala
Sintesis biokomposit dengan senyawa penghambat nyala menghasilkan dua jenis biokomposit, yaitu biokomposit LPP/DVB/AA/SK/CCpa/DAP (Formula IIIA) dan biokomposit LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP (Formula IIIB). Biokomposit yang terbentuk selanjutnya diuji kemampuan hambat nyalanya yang meliputi waktu respon pembentukan nyala dan kecepatan pembakaran.
2. Waktu Respon Pembentukan Nyala Waktu respon pembentukan nyala merupakan rentang waktu yang diperlukan oleh biokomposit saat dikenai sumber nyala sampai terbentuknya nyala. Uji nyala untuk menentukan waktu respon pembentukan nyala dilakukan pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK pada rasio LPP/SK = 8/2 (L3) sebagai pembanding, biokomposit LPP/DVB/AA/SK/CCpa/DAP (Formula IIIA) sebanyak 5 jenis (CCpa/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6) dan biokomposit LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP (Formula III B) sebanyak 5 jenis (nCC/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6). Data waktu respon pembentukan nyala biokomposit pembanding dan biokomposit dengan penambahan senyawa penghambat nyala disajikan pada pada Gambar 26.
R Formula IIIA tu ak
1 Formula IIIB
Gambar 26. Diagram waktu respon pembentukan nyala dari biokomposit LPP/DVB/AA/SK pada rasio LPP/SK 8/2 (L3) sebagai pembanding, LPP/DVB/AA/SK/CCpa (Formula IIIA) yang terdiri dari CCpa/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6 (w/w), dan LPP/DVB/AA/SK/nCC (Formula IIIB) yang terdiri dari nCC/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6 (w/w)
Gambar 26 menunjukkan waktu respon pembentukan nyala biokomposit LPP/DVB/AA/SK/CCpa/DAP (Formula
III A) maupun biokomposit LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP (Formula III B) lebih lambat dibanding biokomposit tanpa senyawa penghambat nyala (LPP/DVB/AA/SK pada rasio LPP/SK = 8/2). Lambatnya waktu respon tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi penghambatan nyala pada awal pembakaran. Penghambatan nyala yang terjadi
disebabkan adanya senyawa penghambat nyala CaCO 3 maupun DAP. Penelitian yang dilakukan oleh LeVan and Winindy (1990) melaporkan bahwa senyawa DAP pada suhu pembakaran dapat menghasilkan asam fosfat dan melepaskan gas
NH 3 yang dapat mengurangi konsentrasi O 2 di lingkungan yang dapat mendukung terjadinya nyala. Senyawa CaCO 3 yang ditambahkan akan lebih meningkatkan efektifitas DAP sebagai senyawa penghambat nyala. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Xu et. al. (2006) yang melaporkan bahwa senyawa
penghambat nyala SnO 2 /CaCO 3 dapat meningkatkan kemampuan hambat nyala yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan senyawa penghambat nyala SnO 2 saja. Penelitian tersebut melaporkan bahwa CaCO 3 dapat meningkatkan pembentukan jelaga yang dapat menghambat pembakaran. Gambar 26 menunjukkan bahwa kemampuan hambat nyala akan meningkat hingga rasio
CaCO 3 /DAP optimum dan setelah melewati komposisi optimum maka kemampuan hambat nyala akan kembali menurun. Patra et. al. (2005) melaporkan bahwa asam fosfat dapat bereaksi dengan CaCO 3 membentuk CO 2 dan H 2 O yang dapat menghambat nyala. Gambar 26 menunjukkan bahwa nCC memberikan peningkatan kemampuan penghambat nyala yang lebih baik daripada CCpa. Penggunaan partikel nano yang memberikan hasil yang lebih baik sesuai dengan laporan Lagashetty and Venkataraman (2005) bahwa pembuatan komposit dengan menggunakan nanopartikel suatu senyawa akan lebih meningkatkan sifat komposit sesuai dengan tujuan penambahan senyawa tersebut. Biokomposit mencapai komposisi optimum terhadap kemampuan hambat nyala berdasarkan waktu respon pembentukan nyala pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP pada rasio nCC/DAP = 2/4 yang memperlambat waktu respon pembentukan nyala sebesar 107% dibandingkan biokomposit tanpa senyawa penghambat nyala (L3).
3. Kecepatan Pembakaran
Pengujian untuk menentukan kecepatan pembakaran dilakukan pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK pada rasio LPP/SK = 8/2 (L3) sebagai pembanding, biokomposit LPP/DVB/AA/SK/CCpa/DAP (Formula IIIA) sebanyak 5 jenis (CCpa/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6) dan biokomposit LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP (Formula III B) sebanyak 5 jenis (nCC/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6). Data kecepatan bakar biokomposit pembanding dan biokomposit dengan penambahan senyawa penghambat nyala disajikan pada Gambar 27.
Formula IIIA ec K 0,2
Formula IIIB
Gambar 27. Diagram kecepatan pembakaran dari biokomposit LPP/DVB/AA/SK pada
sebagai pembanding, LPP/DVB/AA/SK/CCpa (Formula IIIA) yang terdiri dari CCpa/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6 (w/w), dan LPP/DVB/AA/SK/nCC (Formula IIIB) yang terdiri dari nCC/DAP = 2/2; 2/3; 2/4; 2/5; dan 2/6 (w/w)
rasio
LPP/SK
(L3)
Gambar 27 menunjukkan bahwa Diagram kecepatan pembakaran biokomposit mengalami penurunan dengan adanya penambahan senyawa penghambat nyala CaCO 3 dan DAP. Kecepatan pembakaran yang lebih rendah pada biokomposit dengan senyawa penghambat nyala menunjukkan bahwa biokomposit memiliki kemampuan hambat nyala yang lebih baik daripada biokomposit awalnya. Umumnya kemampuan hambat nyala polimer dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan-bahan yang terurai baik untuk menghasilkan gas yang dapat mengurangi kelangsungan nyala dan mendinginkan sistem, serta menimbulkan pembentukan jelaga sehingga menghambat interaksi polimer dengan sumber nyala (Sopyan, 2001). Penelitian ini menambahkan dua
jenis senyawa penghambat nyala yaitu DAP dan CaCO 3 yang masing-masing saling mendukung dalam membentuk suatu sistem hambat nyala. Sistem penghambatan nyala yang terjadi dengan adanya CaCO 3 dan DAP adalah mengurangi konsentrasi O 2 yang mendukung pembakaran dengan menghasilkan gas NH 3 , CO 2 , dan H 2 O. Sistem penghambatan nyala tersebut didukung oleh Patra et. al. (2005) yang melaporkan bahwa gas NH 3 dan CO 2 akan mengurangi konsentrasi O 2 di sekitar biokomposit sehingga salah satu dari penyebab terjadinya pembakaran dapat diminimalisasi dan akibatnya pembakaran jenis senyawa penghambat nyala yaitu DAP dan CaCO 3 yang masing-masing saling mendukung dalam membentuk suatu sistem hambat nyala. Sistem penghambatan nyala yang terjadi dengan adanya CaCO 3 dan DAP adalah mengurangi konsentrasi O 2 yang mendukung pembakaran dengan menghasilkan gas NH 3 , CO 2 , dan H 2 O. Sistem penghambatan nyala tersebut didukung oleh Patra et. al. (2005) yang melaporkan bahwa gas NH 3 dan CO 2 akan mengurangi konsentrasi O 2 di sekitar biokomposit sehingga salah satu dari penyebab terjadinya pembakaran dapat diminimalisasi dan akibatnya pembakaran
senyawa CaCO 3 , sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu et. al. (2006) yang melaporkan bahwa CaCO 3 dapat meningkatkan pembentukan jelaga selama pembakaran. Terbentuknya jelaga akan menutup bahan yang terbakar sehingga mengurangi interaksi bahan dengan O 2 yang mendukung pembakaran. Gambar 27 menunjukkan bahwa penggunaan nCC akan lebih meningkatkan kemampuan hambat nyala biokomposit dibanding CCpa karena nCC dapat lebih terdistribusi secara merata dalam biokomposit atau nCC memiliki
luas permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan reaksi CaCO 3 dengan DAP. Kemungkinan reaksi antara nCC dan DAP yang lebih besar dibanding CCpa dan DAP menyebabkan gas penghambat nyala (NH 3 , CO 2 , dan H 2 O) dan jelaga yang terbentuk menjadi lebih besar sehingga sistem penghambatan nyala menjadi lebih efektif. Penggunaan nCC yang lebih baik dibanding CCpa dalam memberikan kemampuan hambat nyala tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marton (2004) bahwa sistem hambat nyala lebih efektif bila dikerjakan dalam suatu nanokomposit. Biokomposit LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP diketahui memiliki kecepatan pembakaran terendah pada rasio nCC/DAP = 2/4 yang menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 52% dibanding biokomposit tanpa senyawa penghambat nyala.
Komposisi optimum biokomposit terhadap kemampuan hambat nyala ditentukan berdasarkan waktu respon pembentukan nyala dan kecepatan pembakaran, yaitu biokomposit dengan perlambatan waktu respon pembentukan nyala dan penurunan kecepatan pembakaran tertinggi. Berdasarkan pengujian nyala yang telah dilakukan diperoleh komposisi optimum pada biokomposit
LPP/DVB/AA/SK/nCC/DAP pada rasio nCC/DAP = 2/4 (L 10B) yang mampu memperlambat waktu respon pembentukan nyala 107% dan menurunkan kecepatan pembakaran 52% dibanding biokomposit tanpa senyawa penghambat nyala.