STUDI TENTANG INTERPRETASI SERAT KAL ANG DALAM PEMB ANGUNAN KEM BALI KE RATON KASUNANAN SURAKA RTA TAHU N 1987

DALAM PEMB ANGUNAN KEM BALI KE RATON KASUNANAN SURAKA RTA TAHU N 1987

SKRIPSI Oleh : ERNI BUDIHASTUTI K 4402507 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEB ELAS MARET SURAKA RTA 2010

STUDI TENTANG INTERPRETAS I SERAT KALANG DALAM PEMBANGUNA N KEMBALI KERATON KASUNANAN SURAKARTA TAHUN 1987

Oleh: ERNI BUDIHAST UT I K. 4402507

Skripsi

Ditulis dan diajukan unt uk mem enuhi sebagian persyaratan m endapat kan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGUR UAN DAN ILMU PENDID IKAN UNIV ERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

HALAMAN PERSETUJU AN

Skripsi ini telah disetujui unt uk dipertahankan di hadapan Tim Penguji skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a.

Persetujuan Pembim bing

Pembimbing I Pem bim bing II

Drs. Herm anu Joebagio, M.Pd Drs. Djono, M. Pd NIP. 19560303 198603 1 001

NIP. 19630702 199003 1 005

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilm u Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a dan diterima untuk m em enuhi persyarat an mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Rabu Tanggal : 27 Januari 2010

Tim Penguji Skripsi : Tanda T angan Nam a T erang Ketua

: Dra. Sri Wahyuni, M.Pd ……………

Sekretaris : Drs.Akhm ad Arif M, M.Pd ……………

Anggot a I : Drs. Herm anu Joebagio, M.Pd ……………

Anggot a II : Drs. Djono, M.Pd ……………

Disahkan oleh, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilm u Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. H. M . Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP: 19600727 198702 1 001

ABSTRAK

Erni Budihastuti. K. 4402507. STUDI TENTANG INTERPRETASI SERAT KALANG DALAM PEMBANGUNAN KEMBALI KERATON KASUNANAN SURAKARTA TAHUN 1987. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Januari 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Sebab-sebab Keraton Kasunanan Surakarta mengalami kebakaran pada tahun 1985, 2) Apakah dalam proses pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta mendasarkan pada Serat Kalang, 3) bagaimanakah hasil dari pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta tahun 1987.

Penelitian ini menggunakan metode histories, yang terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu Heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber yang autentik atau sumber yang ditulis dari tangan pertama tentang permasalahan yang akan diungkapkan. Sumber primer yang digunakan adalah Serat Kalang dan Surat kabar. Sedangkan sumber sekuner adalah sumber yang ditulis oleh orang yang tidak terlibat langsung dengan peristiwa yang dikisahkannya. Sumber sekunder yang dipergunakan berupa buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah wawancara dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis histories, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dan kekuatan di dalam menginterpret asikan fakta sejarah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1) Kebakaran yang dialami Keraton Kasunanan Surakarta pada tahun 1987 disebabkan oleh hubungan arus pendek listrik. Sementara menurut pendapat yang lain ada yang menghubungkan musibah yang dialami Keraton Kasunanan Surakarta dengan ramalan kuno yang menyebutkan tentang umur Keraton Kasunanan Surakarta hanya akan bertahan selama 200 tahun, terhitung sejak didirikan Sinuhun Pakoe Boewono II pada hari rabu, 17 suro tahun Je 1670 atau Februari 1745. Sinuhun Pakoe Boewono XII sendiri cenderung berpendapat hubungan arus pendek sebagai penyebab musibah. Loncatan bunga api akibat hubungan arus pendek memang mudah terbakar setelah kemudian memakan bangunan keraton yang umumnya terdiri dari bahan kayu jati tua dan kering. Jauh sebelumnya ia memang sudah mencemaskan instalasi dan jaringan kabel listrik di keraton yang sudah rapuh karena hampir tak pernah diganti. (2) Pembangunan kembali keraton Kasunanan Surakarta pada tahun 1987 mendasarkan pada Serat Kalang. Persoalan utama renovasi adalah membangun kembali keraton sesuai bentuk aslinya. Ini bukan hal yang mudah, karena arsitektur keraton bukan hanya bersifat fisik teknis, melainkan juga sarat masalah spiritual tentang lambang-lambang kekuatan dari setiap bagian bentuk dan pembagian ruangan yang bermuara pada satu tujuan besar, yakni keselamatan raja dan kerajaan. Padahal, hampir setiap bagian bangunan keratin kasunanan Surakarta tidak pernah didokumentasikan secara detil dalam bentuk gambar atau cetak biru dari berbagai sudut pandang serta penampang. Sementara kalaupun ada naskah- naskah tua yang ditemukan kebanyakan hanya menjelaskan tentang jenis dhapur atau bentuk bangunannya. (3) Hasil dari pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta tidak berbeda jauh dengan Keraton Kasunanan sebelum mengalami musibah kebakaran tahun 1985. Proses pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun. Keraton Kasunanan Surakarta adalah salah satu warisan budaya dari nenek moyang yang harus dilestarikan.

ABSTRACT

Erni Budihastuti. K. 4402507. ST UDY ABOUT SERAT KALANG INT ERPRETATION IN RESTRUCT URING SURAKART A KASUNANAN PALACE ON YEAR 1987. Minithesis. Surakarta. Faculty of T eacher Training and Education Science. Sebelas Maret University. January 2010.

The aim of this research is to know: 1) the reasons of Surakart a Palace fire on 1985, 2) whether in restructuring of Kasunanan Surakart a Palace based on Serat Kalang, 3) How restructuring result of Kasunanan Surakarta Palace on 1987.

This research used histories method which included four activities such as heuristic, critic, int erpretation and historiography. It used prim ary and secondary data source. Primary source is authentic source that related with part icular event like Serat Kalang and newspaper. Secondary source is source from somebody else with no directly relation with the event like related handbook. Data sampling through int erview and literature review. T his research used analytical historical method, that em phasizing power of histories int erpretation, to analyze data.

Result of the research shows that: 1) Surakarta Kasunanan Palace on 1987 caused by a short current . But someone told that it related to ancient forecast mentioning if Kasunanan Surakart a Palace age not more than 200 years, from its founding by Sinuhun Pakoe Boewono II on Wednesday, 17 Suro on year Je 1670

or February 1745.However, Sinuhun Pakoe Boewono XII told that fire caused by

a short current . T he flam mable firework was burn palace that built from dry and old teak. He also worried with bad electric installation and net work which never changed before. 2) Restructuring Surakart a Kasunanan Palace on 1987 was based on Serat Kalang. But restructuring Surakarta Kasunanan Palace like before will be

major problem . T his is not simple work because its architecture just not technical matter, but spiritual m atter, power symbol, and room division that affect king and palace safet y must considered. No detail docum ent ation for nearly all of palace corner as actual figure or blueprint. Codex just explained palace exhibit, not m ore.

3) No significant different between restructuring result of Surakarta Kasunanan Palace with before performance when firing accident on 1985. 2 years is needed to restructuring Kasunanan Surakart a Palace. Kasunanan Surakart a Palace is one of cultural heritages which must preserve.

MO TTO

Bangunan tua dapat menjadi awal cerita sejarah, akan peradaban sebuah masyarakat yang tercerm in dalam kepeduliannya unt uk memperdayakan dem i generasi yang apresiatif dan tahu akan akar bangsanya.

K.M. Tanjung

Gum regeting ati ora bisa mbedah Khutaning Pesthi, bhudi dayane manungsa durung bisa ngungkuli garising kang Maha Kuasa.

(Kehendak hati tidak bisa mengungkap Kodrat, upaya manusia tidak dapat melebihi Kuasa T uhan). Pakoe Boewono XII

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan kepada v

I bu dan Bapak v Kakak dan Adik Tersayang

v Calon Suamiku v Teman-teman baikku v Almamater

KATA PENGANTAR

Assalam u’alaikum Wr. Wb Untaian syukur senantiasa penulis panjatkan teruntuk Illahi Robbi yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah lim pah kepada Nabi Muham mad SAW , keluarga, sahabat sert a umatnya yang setia hingga akhir zam an.

Penulisan skripsi ini bertujuan unt uk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a.

Banyak ham batan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bant uan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang ada dapat teratasi. Unt uk itu, atas segala bentuk bant uannya, disam paikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah berkenan m engizinkan penulis unt uk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan pula m engizinkan penulis untuk m eyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberi petunjuk dan pengetahuan kepada penulis.

4. Drs. Hermanu Joebagio, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah m emberikan bim bingan, petunjuk, pengarahan dan saran kepada penulis.

5. Drs. Djono, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan pet unjuk, pengarahan dan saran kepada penulis.

6. Segenap staf pengajar Program Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakart a yang telah mem berikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi penulis.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahan kepada penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga m endapat balasan yang lebih baik dari Allah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini belum sem purna. Akan tetapi dari ketidak sempurnaan ini kiranya dapat diam bil hikmah

dan pelajaran yang berharga sehingga tidak terulang kesalahan untuk kedua kalinya. Semoga berm anfaat Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, Januari 2010

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Daft ar cat tembok ............................................................................. 119 Tabel 2 : Daft ar cat kayu.................................................................................. 119

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Bel akan g Masalah

Keraton Kasunanan Surakarta m erupakan kelanjutan dari kerajaan Mataram yang didirikan oleh Sutawijaya yang bergelar Panem bahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama pada akhir abad XVI. Kerajaan Mataram pada tahun 1755 M dibelah menjadi dua berdasarkan perjanjian Giyanti antara Sunan Pakoe Boewono III dan Pangeran Mangkubumi yaitu Surakart a Hadiningrat yang di kenal dengan nama Keraton Kasunanan Surakarta dan Ngayogyakart a Hadiningrat yang di kenal dengan nama Keraton Yogyakart a.

Sem ent ara itu pada tahun 1757 M terjadi perjanjian Salatiga antara Sunan Pakoe Boewono III dan Raden Mas Said yang membelah kerajaan Surakart a menjadi dua, selanjutnya Raden Mas Said bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Perpindahan Keraton dari Kartasura ke Surakart a di sebabkan oleh adanya pem berontakan cina, Kerat on Kartosuro diserbu pem berontak dan Pakoe Boewono II m elarikan diri ke Ponorogo yaitu ke Pesantren Tegalsari m em inta perlindungan kepada Kiai Kasan Besari.

Pakoe Boewono II m elakukan perundingan dengan kompeni untuk kem bali m emegang tampuk pim pinan Mataram , selanjutnya Pakoe Boewono II memindah kerajaan dari Kart asura ke Surakarta yaitu di desa Sala.

Pakoe Boewono II melakukan pem bangunan kerat on dilanjutkan secara terus m enerus oleh pewarisnya yaitu PB III, PB IV, PB V, PB VI, PB VII, PB

VIII, PB IX, dan PB X. Susushunan Pakoe Boewono X mem erintah selama 46 tahun dan merupakan masa keem asan atau kejayaan Keraton Kasunanan Surakart a Hadingrat. Bangunan-ban gunan yang didirikan Pakoe Boewono X yaitu :

a. Bangsal Sewayana di Sitihinggil Lor pada tahun 1843 Jawa atau 1913 Masehi

b. Membuat bangunan tambahan pada Bangsal Smarakata dan Mercukunda pada 1919 M asehi b. Membuat bangunan tambahan pada Bangsal Smarakata dan Mercukunda pada 1919 M asehi

pada tahun 1925 M asehi, dan sekolah Pamardi Putri pada tahun 1929 M asehi

d. Membangun Sasana Dayinta pada tahun Jimawal 1845 Jawa

e. Memperbaharui Sasana Handrawina pada tahun Alib 1851 atau 1919 Masehi.

f. Membangun Pagelaran Sasana Sumewa pada tahun 1843 Jawa atau 1913 Masehi

g. Membangun Masjid Pudyasana pada tahun 1912 Masehi

h. Membangun Gapura Gladag pada tahun Je 1860 atau 1930 Masehi

i. Membangun Keraton (Keraton Kilen) pada tanggal 22 Jumadil akhir atau 1925 Masehi. Sumber lain, menurut KGPH Poeger dibangun sekitar tahun 1904 M asehi pada jam an Pakoe Boewono X

j. Membuat miniature Gunung yaitu Argopura, pada tahun 1911 pada jaman Pakoe Boewono X k. Mendirikan tugu peringatan didepan pagelaran pada tahun 1939 Masehi, bersamaan dengan di bangunnya pint u gerbang Kerat on Kilen. Pada tahun 1985 Kerat on Kasunanan Surakart a m engalam i musibah kebakaran. Kebakaran itu menghanguskan bangunan utam a, yaitu Pendopo Sasono Sewoko tempat atau ruang raja bert ahta, gedung Sasono Handrowino ruang pesta makan kerajaan sert a Sasono Parasdyo tem pat para tamu menghadap raja.

Akibat terbakarnya bangunan int i Keraton Kasunanan Surakart a itu secara fisik telah memusnahkan bangunan peninggalan sejarah bangsa Indonesia yang telah berusia lebih dari 200 tahun. Dari segi budaya, m aka kebakaran Keraton itu melenyapkan wadah akt ivitas seni budaya keraton yang sejak dulu menjadi sum ber pengem bangan nilai-nilai budaya Nasional yang adiluhung. Itu merupakan kehilangan besar karena nilai-nilai budaya nasional khas daerah Jawa Tengah tersebut serta kaitannya dengan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia pada umumnya. Karena Kerat on Surakarta sebagai cagar budaya, m aka pem erintah orde baru di bawah pimpinan Jendral Suharto m enghendaki pem bangunan kem bali Keraton Kasunanan Surakart a.

Memperhatikan berbagai aspek dari keberadaan. Keraton sebagai pusat kegiatan seni budaya nasional, sumber kegiatan adat dan tradisi dengan nilai-nilai luhur di dalamnya sebagai warisan nenek moyang sudah selayaknya wajib dilestarikan.

Pembangunan kem bali Keraton Kasunanan Surakart a harus berpijak pada Serat Kalang yang isinya menguraikan tentang kerangka bangunan, prinsip- prinsip ukurannya, hingga bahan yang seharusnya digunakan untuk rumah rakyat hingga rum ah raja. Nilai-nilai yang berhubungan dengan m asalah tata ruang pada khususnya dan Kerat on Kasunanan Surakarta pada um um nya sebagai karya arsitekt ur tradisional Jawa yang selayaknya wajib dilestarikan pula baik secara fisik m aupun spiritualnya yang erat hubungannya dengan pandangan hidup orang Jawa.

K.R.M.H Yosodipuro dalam bukunya : “Kebudayaan Jawi Keraton Surakart a“. Mengatakan, bahwa Keraton Surakarta m erupakan sumber kebudayaan Jawa, yang berarti bahwa Keraton Surakarta m erupakan pelindung lahir / bathin bagi penghuni dan kerabatnya di dalam melaksanakan tugas–tugas / wahyu Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (Ratu). Kebudayaan yang bersum ber dari keraton tersebut term asuk tata wewangunan (tata bangunan) dan sebagainya.

Suatu bangunan atau yang disebut dengan arsitekt ur, secara um um didasarkan pada latar belakang sejarah dan penelitian-penelitian/konsepsi mwerupakan pelaku utam a, sehingga dapat dikat akan bahwa “Ruang“ merupakan fakt or utama dari suatu bangunan. Hal tersebut sepert i diungkapkan dalam buku “Space Protogonist Of Architecture” yaitu bahwa sejarah arsitekt ur pada dasarnya adalah sejarah konsepsi ruang dan bahwa ruang harus menjadi pelaku utama arsitekt ur betapapun adalah alam iah. Juga dikat akan mengenai bangunan sebagai suatu karya yang tidak bisa lepas dari lingkungan fisik dan kehidupan yang saling m em berikan m akna, yaitu bahwa : arsitekt ur adalah lingkungan, panggung belangsun gnya kehidupan.

Kebakaran yang terjadi pada tanggal 13 Januari 1985 yang menghanguskan bangunan utama, yaitu Pendopo Sasono Sewoko, ndalem Ageng Kebakaran yang terjadi pada tanggal 13 Januari 1985 yang menghanguskan bangunan utama, yaitu Pendopo Sasono Sewoko, ndalem Ageng

Selain peran pem erintah dalam proses pembangunan kembali Kraton Kasunanan Surakarta yang terbakar tersebut pembangunan kem bali kraton Kasunanan Surakart a yang terbakar itu memperoleh partisipasi sangat besar dari masyarakat yang dengan sukarela memberi sumbangan dana yang jumlahnya cukup besar.

Dalam pelaksanaannya pem bangunan kem bali bangunan inti keraton Kasunanan Surakarta tersebut diharap secara gotong royong dari unsur teknisi anggota ABRI, karyawan Depart em en Pekerja Um um/cipt a Karya, PN pem bangunan perumahan, unsur dari kerat on Kasunan Surakart a, pem erintah Daerah, kalangan senim an ukir/pahat dari jepara dan Serenan dan lain-lain berdasarkan Serat Kalang.

Serat kalang adalah ilmu tentang ruang, yaitu kitab berhuruf jawa yang isinya menguraikan tent ang kerangka bangunan, prinsip-prinsip ukurannnya, hingga bahan yang seharusnya digunakan unt uk rum ah rakyat hingga rum ah raja. Kitab ini ditulis oleh pihak Dalem Kepat ihan Solo, pada tahun 1882 pada zaman pem erintahan Susuh unan Pakoe Boewono IX (1861- 1893)

Dalam Serat kalang bisa diketahui bahwa dalam hal mem bangun rumah, orang jawa tidak bisa lepas unt uk memperhat ikan masalah-masalah yang berkaitan dengan religi. Pandangan-pandangan orang jawa tent ang hari-hari yang baik untuk m endirikan rumah, arah yang baik unt uk menghadapnya sebuah rum ah sert a bahan- bahan kayu yang baik untuk mendirikan rum ah, adalah menjadi ciri-ciri sikap hidup orang jawa yang selalu menghubungkan antara hal-hal yang riil dengan religi.

Keraton Kasunanan Surakart a Hadiningrat sebagai pusat seni budaya dan pem erintahan, dalam pem bangunannya juga tidak lepas dari pandangan atau sikap hidup orang Jawa terhadap hal-hal yang bersifat batiniah/rohaniah, dikatakan sebagai keraton karena bangunan tersebut m erupakan tempat kediam an ratu. Adapun m engenai pem bangunannya, bangunan keraton yang selanjutnya dikat akan sebagai sumber kebudayaan Jawa tersebut ialah disert ai langkah- Keraton Kasunanan Surakart a Hadiningrat sebagai pusat seni budaya dan pem erintahan, dalam pem bangunannya juga tidak lepas dari pandangan atau sikap hidup orang Jawa terhadap hal-hal yang bersifat batiniah/rohaniah, dikatakan sebagai keraton karena bangunan tersebut m erupakan tempat kediam an ratu. Adapun m engenai pem bangunannya, bangunan keraton yang selanjutnya dikat akan sebagai sumber kebudayaan Jawa tersebut ialah disert ai langkah-

Bent uk-bent uk bangunan keraton Kasunanan Surakarta adalah merupakan penggambaran yang nyata dari ciri bentuk bangunan rumah tradisional Jawa, bent uk seni bangunan rumah tradisional Jawa yang ada berdasarkan bent uk- bent uk bangunan yang terdapat di dalam Kerat on sebagai titik pusatnya. Maka tidaklah m engherankan bila Keraton dikatakan sebagai pusat seni dan budaya Jawa.

Dalam penelitian ini akan diam ati sejauh mana pem bangunan kem bali Keraton Kasunanan Surakarta menggunakan aturan-aturan yang termaktub dalam Serat Kalang.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik m engam bil judul “Studi tentang Interpretasi Serat Kalang Dalam Pem bangunan Kem bali Kerat on Kasunanan Surakart a T ahun 1987”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas m aka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Mengapa Keraton Kasunanan Surakarta mengalami kebakaran pada tahun 1985?

2. Apakah dalam pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta mendasarkan pada Serat Kalang?

3. Bagaimanakah hasil dari pembangunan kembali keraton Kasunanan Surakarta yang dibangun pada tahun 1987?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan dari rumusan masalah di atas, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sebab-sebab mengapa Keraton Kasunanan Surakarta mengalami kebakaran pada tahun 1985.

2. Untuk mengetahui apakah dalam pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakart a m endasarkan pada Serat Kalang.

3. Untuk mengetahui bagaimanakah hasil dari pembangunan kembali keraton Kasunanan Surakart a yang dibangun pada tahun 1987.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai Studi tentang interpretasi Serat Kalang dalam pembangunan kembali kerat on Kasunanan Surakart a tahun 1987.

2. Memperluas wawasan bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Manfaat Prakti s

1. Memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilm u Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a.

2. Menambah koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya mengenai studi tentang Interpret asi Serat Kalang dalam pem bangunan kem bali keraton Kasunanan Surakart a tahun 1987.

BAB II LANDASAN TEO RI

A. Kajian Teori

1. Kalang

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang berkem bang di kalangan masyarakat luas, dikenal dengan perencanaan dan pelaksanaan pem bangunan. Yang sudah sangat dikenal sejak lam a adalah pelaksanaan pem bangunan, meskipun tidak dengan prosedur serta m ekanism e kerja sepert i sekarang. Di dalam pelaksanaan pem bangunan yang sekarang berlaku dan di m asa yang lalu belum adalah mekanisme administrasi dan pengawasan teknik oleh pihak ke tiga atau pihak lain. Perkembangan saat sekarang m em erlukan hal itu, karena berkembangnya pengert ian kode etik teknik, yang mem erlukan keterlibatan pihak pengawasan teknik yang lain dengan pelaksananya, dengan pelaksana pem bangunan juga dengan pihak lain, yang bekerja secara komersial atau m engambil keunt ungan m aterial. Pada masa yang lalu, pekerjaan pelaksanaan pem bangunan dilakukan dengan cara gotong royong, yang tidak memungut keuntungan m aterial, tetapi sem ata-mata suatu kewajiban sosial sebagai anggota masyarakat, yang bersikap saling tolong m enolong. Sedang pada kegiatan perencanaan dan perancangan terutama yang dikenal di Jawa, bukan berarti tidak ada, tetapi tidak seperti apa yang dikenal sekarang, berupa dokum en gam bar dan uraian teknik yang dapat dibaca dan dipelajari m aksud dan maknanya. Waktu yang lampau kegiatan perencanaan dan perancangan dilakukan oleh seseorang yang dianggap ahli oleh lingkungan masyarakat tersebut, yang diserahi tanggung jawab untuk m engem bangkan pemikiranya unt uk mencipt akan bangunan rumah tinggal. Rumah tinggal yang dicipt akan lebih banyak tergant ung pada pem uka ahli tersebut, dari pada pihak calon pem akainya. Sehingga kesamaan atau perubahan yang terjadi, sangat tergantung pada perubahan yang diinginkan oleh pem uka ahli tersebut. Suatu masalah timbul, dari mana m ereka, pem uka ahli teknik itu belajar tent ang keahlian tersebut ? Mereka yang biasa di Jawa disebut "Kal ang", yang artinya tukang kayu ahli bangunan rumah, adalah para tenaga kerja yang dilatih

dan dididik oleh para guru adat, yang kebanyakan dari lingkungan kerat on, sebagai pengabdi kerat on atau "Abdi dalem Keraton". Mereka belajar dari guru adat dengan cara latihan, sedang guru adat mengetahui hal-hal tersebut dari membaca ajaran-ajaran yang bersifat simbolik, yang dibuat oleh para pujangga keraton. Bent uk ajaran itu pada um um nya diterjemahkan dari puisi atau "tembang", yang m aksudnya melambangkan m isi atau pesan luhur yang dikehendaki oleh para raja atau pujangga pada wakt u itu. Lam bang itu diperlukan pada waktu itu, karena raja atau para pujangga tidak ingin semua kehendaknya diket ahui dengan mudah, yang m aknanya hendaknya diket ahui dengan cara berfikir dan m enggunakan nalar lebih dahulu. Mem ang adakalanya bahwa makna itu akan berubah tidak sepert i apa yang semula diinginkan, tetapi perubahan itu bukannya tidak mungkin, sebab justru perubahan itu akan menggambarkan perbedaan kadar berfikir yang bersangkutan dengan cara berfikir masyarakat Keraton. Hal ini dapat dilihat dengan nyata pada kerum itan dan keaneka ragaman corak yang terlihat pada bangunan rum ah tinggal di dalam lingkungan kerat on, yang tidak terdapat pada bangunan rum ah tinggal biasa. (Arya Ronald, 1990 : 291-293)

manusia Jawa yang dikembangkan dengan suatu pengarahan yang tertib, maka hasil karya budaya yang datang berikutnya, akan tidak banyak berbeda dengan karya budaya sebelum nya, atau dengan perkataan lain adalah tetap terus sepanjang m asa. T entu untuk m engatakan atau m enyatakan tetap, perlu ditinjau lebih jauh lagi apakah itu berlaku secara keseluruhan, atau masih ada sebagian yang mengalami perubahan. Pada satu sisi, yang perlu ditinjau adalah segi pandangan hidup, kebutuhan hidup dan kepent ingan hidup m anusia Jawa, yang dianggap sangat m endasar bagi tindak lanjut membuat bangunan rumah tinggal. Sedang pada sisi yang lain, adalah proses perencanaan perancangan dan pelaksanaan pembangunan rumah Jawa , yang dianggap m enjadi dasar bagi perwujudan fisik bangunan rum ah tinggal Jawa. Dari sudut pandangan hidup, kebutuhan hidup dan kepentingan hidup manusia Jawa, dapat diketahui bahwa ada perubahan tetapi tidak terlalu m endasar, baik dalam hal kepercayaan, daya pemikiran dan penalaran, etika sosial maupun

Dilihat dari perkem bangan

pengalam an pengalam an

Pada um umnya orang Jawa m enyebut seseorang yang ahli atau yang mempunyai pekerjaan khusus di bidang bangunan, baik ahli dalam m erancangkan maupun ahli dalam m endirikan bangunan itu disebutnya dengan istilah "Kalan g". Jabatan kalang ini pada jaman dulu diberi pangkat dengan nama bupati Kal ang Kaba di dalam tulisannya R.M. Sutom o, ada em pat golongan Kal ang Kaba, yaitu:

(1). Kalang Blandong yang disebut juga Kalang Kamplong (2). Kalang Obong (3). Kalang Adeg (4). Kalang Breg

Keempat golongan Kalang Kaba ini masing-masing m empunyai tugasnya sendiri- sendiri (Spesialisasi). Walaupun demikian sem ua itu bekerja atau mempunyai keahlian yang ada hubungannya dengan soal bangunan. Kalang Blandong misalnya ahli dalam m enebang pohon atau memotong kayu, Kalang Obong mempunyai pekerjaan khusus yang ada hubungannya di bidang pem bersihan hutan tem pat bahan bangunan itu diambil, Kalang Adeg yang ahli dalam hal mendirikan bangunan dan Kalang Breg yang mempunyai tugas unt uk merobohkan bangunan yang lam a.

Dengan dem ikian apabila kita membicarakan tentang tenaga perancang membuat bangunan itu yang dim aksud adalah Kal ang. Dalam pengertian orang Jawa, Kalang adalah seorang yang ahli dalam soal bangunan Jawa. Sebab golongan-golongan Kalang tadi semuanya m em punyai pengetahuan tentang segala macam persoalan yang ada hubunganya dengan bangunan Jawa, baik mengenai bent uk bangunan m aupun mengenai pengadaan bahannya. (Gatut Murniatmo, 1987: 125)

Kalang sebagai ahli bangunan Jawa ini harus dibedakan pengertiannya Kalang sebagai ahli bangunan Jawa ini harus dibedakan pengertiannya

Jabatan kalang bukan diperoleh dari pendidikan kejuruan tetapi mereka peroleh dari pengalam an. Sepert i telah disebutkan di dalam uraian di atas bahwa mereka yang dianggap ahli bangunan Jawa yakni m ulai dari pengadaan bahan sam pai merencanakan bangunan adalah Kalang. Jabatan Kal ang ini diperoleh bukan melalui pendidikan kejuruan, tetapi m ereka peroleh dari pengalam an. Dengan demikian anak seorang Kal ang karena sering m em bant u orang tuanya melakukan pekerjaan ini. Melalui jangka waktu yang cukup lama, akhirnya iapun akan bisa m elakukan pekerjaan sepert i orang tuanya itu, sebagai Kalang.

Akan tetapi dalam praktek pembuatan rumah atau bangunan, Kal ang dibantu oleh beberapa orang yang juga dianggap mam pu unt uk melakukan pekerjaan yang telah dirancangkan Kalang. Mereka inilah yang digolongkan sebagai tenaga ahli bangunan, dan sebenarnya berkedudukan tidak lebih sebagai pelaksana dalam m endirikan bangunan. Tenaga-t enaga ahli ini ant ara lain sepert i ahli dalam bidang sam bung m enyam bung kerangka bangunan, ahli membuat saka dengan ukuran yang pas, ahli dalam hal pem asangan reng sekaligus ahli memasang atapnya dan lain sebagainya.

Jadi dalam membangun bangunan dan rum ah ini dibutuhkan tenaga ahli dalam bidangnya. Hasil dari pekerjaan mereka ini bisa kita lihat pada bent uk- bent uk bangunan kuno yang tetap berdiri kokoh sampai sekarang ini. Misalnya bangunan-bangunan kuno di kot a Gede, bangunan bangsal yang ada di Keraton Yogyakarta dan lain sebagainya.

Para tenaga ahli dalam pengert ian tradisional adalah m ereka yang terlibat Para tenaga ahli dalam pengert ian tradisional adalah m ereka yang terlibat

Salah satu sumber menyatakan bahwa yang di maksud dengan Kalang adalah nama dari sebuah suku (volksstam) di Jawa, yang dahulu hidupnya berpindah-pindah di hutan (W art o,2001:100).

W ong Kalang dahulu mempunyai profesi yang sama sepert i orang Kalang yang sekarang tinggal di Keraton Surakarta dan Yogyakart a, yaitu sebagai penebang kayu dan tukang kayu, dan mereka itu bukan keturunan bangsawan.Cerita itu m enunjukkan bahwa orang Kalang sudah ada sejak lama dan mereka mempunyai posisi khusus dalam masyarakat Jawa (Wart o,2001:101).

2. Keraton

a. Pengertian Keraton Menurut Purwadarm int o (1976: 489) dalam Kam us Besar Bahasa Indonesia, kerat on diartikan sebagai : (1) Istana Raja; (2) Kerajaan. Kata Kerat on berasal dari kata dasar (Jawa : Lingga) “Ratu” di tambah awalan “Ka” dan akhiran “an” menjadi “ka-ra-tu-an”. Kemudian dipercepat pengucapannya menjadi karaton yang berarti tem pat tinggal atau kediam an resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri W inarti, 2004 : 26)

Berdasarkan istilah tersebut Sri Winart i menterjemahkan Keraton menjadi 2 m acam pengertian yaitu :

1. Keraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini keraton sama dengan Istana (palace)

2. Keraton berarti Negara (nagari), yaitu daerah atau wilayah tertentu yang diperintah oleh ratu. Dalam pengertian ini kerat on sam a dengan kerajaan (kingdom )

Berdasarkan pandangan orang Jawa Keraton berasal dari “karatyan” atau “karatun” yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri yang merupakan tem pat raja bermukim (W.D. Miranti, 2003: 13)

Darsiti Soerat man (1989: 1) istilah keraton m enunjuk pada tempat kediaman ratu/raja, keraton m enunjuk pada tem pat kediam an ratu/raja, keratin mem punyai beberapa m akna: (1) berart i negara/kerajaan; (2) berart i pekarangan raja m eliputi wilayah di dalam Cepuri (t em bok yang mengelilingi halaman) Baluwart i; (3) pekarangan raja m eliputi wilayah di dalam Cepuri ditambah alun-alun.

Pengertian keraton menurut KGPH Puger ada 7 (Sapt a W edha) yaitu:(1) Kerat on berart i Kerajaan (2)Kerat on berarti kekuasaan Raja yang mengandung

2 aspek kewarganegaraan (Staatsrechtelijk) dan Magisch-Religius(3)Keraton berarti penjelmaan “Wahyu nubuah” yang m enjadi pepunden dalam kejawen(4) Keraton berarti istana,Kedhaton, dhatulaya (rum ah)(5) Bentuk bangunan kerat on yang unik dan khas m engandung makna sim bolik yang tinggi, yaitu m enggam barkan tunt unan perjalanan hidup/ jiwa menuju kearah kesempurnaan (6)Keraton sebagai lem baga sejarah kebudayaan menjadi sum ber dan pemancar kebudayaan (7) Keraton sebagai badan yang mempunyai barang- barang hak milik atau wilayah kekuasaan sebagai sebuah dinasti.

Bangunan yang dinamakan Keraton m erupakan kediaman rat u/ Raja dan sekaligus menjadi “Pepundhen” bagi kerabat Kerat on.Keraton didirikan berdasarkan” pangolahing budi” yaitu “pakarti lahiriyah” bersam aan dengan pakarti “Badaniyah”.Pakarti lahiriyah m engandung tuntutan bahwa manusia hidup dalam tingkah laku sert a ucapannya selalu tidak menyimpang dari budi pekerti luhur.Pekert i batiniah ialah dengan cara semedi, konsentrasi, bert apa dan sebagainya dengan m aksud mendekatkan diri pada T uhan (Yosodipuro, 1994:2).

Keraton merupakan bangunan yang unik, berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus. Keraton adalah m onopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya, misalnya kadipaten tiddak diperkenankan duduk di dhampar (singgasana raja), jadi keraton merupakan tempat kedudukan khusus untuk raja (Darsiti Soeratm an (1989 : l)

K.M T anjung (2005:16) juga mengatakan bahwa istilah keraton K.M T anjung (2005:16) juga mengatakan bahwa istilah keraton

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keraton adalah pekarangan raja yang m eliputi wilayah di dalam Cepuri (tembok yang mengelilingi keraton), Baluwart i, dan alun-alun, yang dihuni oleh raja atau ratu bersama keluarganya, dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para bangsawan tinggal dan bekerja.

b. Fungsi Keraton Dahulu kerat on Surakarta m erupakan sebuah negara (nagari) yang mem iliki susunan asli, berpemerintahan sendiri (otonomi), m em iliki daerah atau wilayah tertent u dan rakyat (kawula alit) tertent u. Keraton Surakarta telah ada jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia, yaitu sebagai negara yang m empunyai pem erint ahan sendiri (berdaulat) yang dikepalai oleh seorang raja dengan sistem pem erint ahan yang bersifat turun temurun. Sebelum Indonesia m erdeka Keraton Surakart a mem iliki pemerint ahan sendiri sering dikenal dengan istilah "swapraja" (atau Pemerintahan sendiri), atau di dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah "Vorstanlande" (daerah kekuasaan raja). Dengan demikian Keraton Surakarta merupakan peninggalan kenegaraan asli Indonesia.

Pada tahun 1746 keraton Surakarta didirikan oleh Paku Buwana II untuk dijadikan penggant i keraton Kart asura yang telah hancur karena serangan musuh, sem ula adalah pusat kerajaan Mataram . Setelah mendiami keraton selama 3 tahun Paku Buwana wafat (1749) dan penggantinya mem erintah sebagai raja Mataram sam pai tahun 1755. Dengan dem ikian, selam a sem bilan tahun keraton Surakart a berkedudukan sebagai pusat kerajaan Mataram (Darsiti Soeratm an, 1989 : 1)

Sebelum terbent uk Negara Kesatuan Republik Indonesia keraton Surakart a m erupakan sebuah lem baga masyarakat yang berdasarkan ikatan kekeluargaan atau kekerabatan dari trah Mataram yang memiliki hubungan Sebelum terbent uk Negara Kesatuan Republik Indonesia keraton Surakart a m erupakan sebuah lem baga masyarakat yang berdasarkan ikatan kekeluargaan atau kekerabatan dari trah Mataram yang memiliki hubungan

Setelah Indonesia m erdeka tanggal 17 Agustus 1945, maka lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ikut mem pengaruhi keberadaan kerat on Surakarta. Mulai tanggal 5 Juni 1947, distrik Surakart a term asuk kerat on Surakarta menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia. Sejak itu kerat on dengan segala aparaturnya sudah tidak lagi m em iliki kekuasaan politik, berbeda dengan yang dahulu bahwa keraton merupakan sebuah negara (Jawa : nagari) yang bernama Nagari Surakarta Hadiningrat, yang berfungsi layaknya sebuah negara.

Adapun Fungsi keraton menurut Sri W inarti (2004 : 28) adalah sebagai berikut :

1. Sebagai wahyu Ratu.

2. Sumber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan leluhur Ratu Jawa.

3. Sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah.

4. Sebagai bentuk negara asli Indonesia yang merniliki tata susunan asli kultur Jawa, yang diperintah oleh raja Jawa secara turun temurun dan menjadi pusat pem erint ahan.

5. Sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau keluarganya.

3. Kebudayaan

a. Pengertian Kebudayaan Dalam kehidupan m anusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia m encipt akan sesuatu yang disebut kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah sesuatu yang rumit untuk dirum uskan secara definitif.

Menurut Koentjaraningrat (1986: 181) “Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekert a Budhayah yaitu bent uk jam ak dari Budhi yang berart i “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan itu dapat diartikan sebagai hal yang

bersangkutan dengan akal Arti kebudayaan menurut Selo Sumarjan dan Soelem a Soem ardi (1974: 113) adalah hasil karya rasa, cipt a masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi, kebudayaan kebendaan, dan kebudayaan jasmaniah (m aterial culture) yang diperlukan m anusia untuk m enguasai alam . Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kem asyarakatan yang perlu untuk m engatur masalah-m asalah kem asyarakatan dalam arti luas. Di dalam nya termasuk misalnya agam a, ideologi, kebatinan, kesenian, dan sem ua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai anggot a masyarakat. Selanjutnya cipta merupakan kem ampuan m ental, kem ampuan berfikir dari orang-orang yang hidup dalam berm asyarakat antara lain menghasilkan filsafat sert a ilmu pengetahuan, baik yang berwjud teori m urni, maupun yang disusun urt uk diamalkan dalam kehidupan berm asyarakat.

Kebudayaan diartikan sebagai warisan m asyarakat baik yang berupa material m aupun spiritual yang menent ukan hari ini dan hari depan melalui pendukungnya sejak dulu. Kebudayaan m erupakan cara yang ditempuh masyarakat untuk menghadapi tantangan alam dan jaman menjaga kelangsungan hidupnya. Sejak abad ke-9 pengertian kebudayaan merupakan istilah untuk m enunjukkan segala hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan pengungkapan bentuk. Dalam hubungan dengan alam, kebudayaan menunjukkan segala pengharapan manusia dari hasil alam dan dirinya sendiri. Kebudayaan m eliputi perlengkapan hidup, peralatan, bahasa, negara, hukum , ilmu pengetahuan, agama, (Ensiklopedi Indonesia, edisi khusus. 3 : 1705).

Menurut E.B. Taylor dalam Harsojo (1999:92) kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilm u pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum , dan adat istiadat, kemam puan lain sert a kebiasaan yang didapat oleh m anusia sebagai anggota m asyarakat.

Dari beberapa pengert ian di atas maka dapat disim pulkan bahwa kebudayaan m erupakan keseluruhan tingkah laku dan kebiasaan manusia dalam masyarakat. Begitu eratnya hubungan antara masyarakat dengan Dari beberapa pengert ian di atas maka dapat disim pulkan bahwa kebudayaan m erupakan keseluruhan tingkah laku dan kebiasaan manusia dalam masyarakat. Begitu eratnya hubungan antara masyarakat dengan

Berdasarkan definisi tersebut terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu ; (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norm a-norm a, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Kebudayaan ide inilah yang disebut adat kelakuan, m aksudnya adalah kebudayaan ideal itu juga berfungsi sebagai tata kelakuan dan perbuatan m anusia di dalam m asyarakat. (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, akt ivit as tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. W ujud kebudayaan ini disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-akt ivit as manusia yang berinteraksi, berhubungan sert a bergaul satu sama lainnya yang terus-m enerus m enurut pola tertent u yang berdasarkan pada adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat konkrit, terjadi di sekeliling kita dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diobservasi atau diteliti. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya m anusia. W ujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik, akt ivitas, perbuatan dan karya manusia di dalam masyarakat. Sifatnya paling konkrit dan merupakan benda- benda yang dapat diraba m aupun dilihat dan diam bil gam barnya atau difoto.

b. Kebudayaan Jawa Bersama pulau yang lain, pulau Jawa term asuk yang sering disebut kepulauan Sunda Besar yang m erupakan sebagian dari kepulauan Indonesia

(Frans Magnis-Suseno SJ, 1988 : 9). Kebudayaan

keanekaragaman tersendiri. Kebudayaannya tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional. Pembagian kebudayaan itu sendiri terbagi m enjadi tiga golongan, yaitu pert ama adalah kebudayaan Bagelan. Orang Jawa memiliki pandangan bahwa kebudayaan Bagelan adalah kebudayaan Banyum as yang daerahnya m eliputi bagian barat daerah kebudayaan Jawa. Kecuali logat Banyum as yang sangat berbeda, juga masih ada sisa-sisa dari bentuk-bentuk organisasi sosial kuno.

Jawa

m empunyai

Yang kedua adalah kebudayaan Negarigung yaitu daerah istana-istana Jawa. Peradaban ini m empunyai suatu sejarah kesusastraan, memiliki kesenian yang m aju (beberapa tarian dan seni tari kraton), serta ditandai oleh suatu kehidupan keagamaan yang sangat sinkretik, campuran dari unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam. Hal ini terutama terjadi di kot a kraton Solo dan Yogya yang merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di kraton.

Yang ket iga aalah kebudayaan Pesisir yaitu suatu kebudayaan yang terdapat di kot a-kota pant ai utara Pulau Jawa. Kebudayaan ini meliputi daerah dari lndram ayu-Cirebon di sebelah barat , sampai ke kota Gresik di sebelah timur. Penduduk daerah pesisir ini pada umumnya m em eluk agam a Islam puritan yang juga mem pengaruhi kehidupan sosial budaya m ereka. Orang Jawa mem bedakan antara sub-daerah Barat yang pusatnya di Cirebon, dan suatu sub- daerah T im ur yang berpusat di Demak (Koent jaraningrat, 1984:25-26).

Pulau Jawa adalah bagian dari suatu form asi geologi tua berupa deretan pegunungan yang menyambung dengan deretan pegunungan Himalaya dan Pegunungan di Asia T enggara, dimana arahnya m enikung ke arah tenggara kernudian kearah timur m elalui tepi daratan Sunda yang m erupakan landasan kepulauan Indonesia ( Koentjaraningrat . 1984 : 3).

Suku bangsa Jawa yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia tentu saja mempunyai riwayat atau sejarah yang tak berbeda. Pada jaman Es sebelum mencair, Semenanjung Malaka, Kalim ant an, Sumatera, dan Jawa m asih menjadi satu daratan yang disebut Daratan Sunda, yang tidak terpisahkan dari Suku bangsa Jawa yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia tentu saja mempunyai riwayat atau sejarah yang tak berbeda. Pada jaman Es sebelum mencair, Semenanjung Malaka, Kalim ant an, Sumatera, dan Jawa m asih menjadi satu daratan yang disebut Daratan Sunda, yang tidak terpisahkan dari

T iga ribu tahun sebelum m asehi, gelombang pert am a imigran Melayu Yang berasal dari Cina Selatan m ulai m embanjiri Asia Tenggara, disusul oleh beberapa gelom bang lagi selama dua ribu tahun berikut. Orang Jawa dianggap keturunan dari orang Melayu gelombang berikut itu. Orang Melayu itu hidup dari pert anian, mereka sudah mengenal persawahan. Dengan demikian bentuk organisasi desa mereka sudah relatif tinggi. Garis-garis besar organisasi sosial itu direkonstruksikan dan bert ahan sam pai sekarang.

Dalam wilayah kebudayaan Jawa dibedakan antara penduduk pesisir utara dimana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan, dan pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan kebudayaan Jawa yang khas, yaitu kebudayaan pesisir dan daerah-daerah Jawa pedalam an, sering disebut juga "kejawen", yang mem punyai pusat budaya dalam kota kerajaan. Kebudayaan pesisir merupakan kerajaan-kerajaan pant ai yang didasarkan atas perdagangan, yang berkem bang di sekeliling kota pelabuhan. Mereka memiliki suatu armada perdagangan yang besar, terdiri dari kapal-kapal layar bercadik.

Orang Jawa mem bedakan dua golongan kelas sosial, yaitu (1) wong cilik ( orang kecil ) yang terdiri dari petani dan mereka yang berpenghasilan kecil, (2) kaum priyayi dim ana m ereka term asuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Kaum priyayi ini sering disebut kaum ningrat atau ndoro. Disamping lapisan sosial-ekonom i ini masih dibedakan dua kelompok atas dasar keagamaan. Keduanya secara nom inal term asuk agama Islam , tetapi golongan pertama dalam cara hidupnya lebih ditent ukan oleh tradisi Jawa pra Islam , sedang golongan ke dua m emaham i diri sebagai orang Islam dan Orang Jawa mem bedakan dua golongan kelas sosial, yaitu (1) wong cilik ( orang kecil ) yang terdiri dari petani dan mereka yang berpenghasilan kecil, (2) kaum priyayi dim ana m ereka term asuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Kaum priyayi ini sering disebut kaum ningrat atau ndoro. Disamping lapisan sosial-ekonom i ini masih dibedakan dua kelompok atas dasar keagamaan. Keduanya secara nom inal term asuk agama Islam , tetapi golongan pertama dalam cara hidupnya lebih ditent ukan oleh tradisi Jawa pra Islam , sedang golongan ke dua m emaham i diri sebagai orang Islam dan

c. Kebudayaan Islam Kebudayaan Islam adalah cara berfikir dan merasa taqwa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial ( Sidi Gazalba: 1988 : 26 ). Cara berfikir dan merasa itu terwujud dalam bent uk laku, perbuatan dan tindakan lelompok manusia dalam sosial, ekonom i, politik, ilmu pengetahuan dan teknik, kesenian dan falsafah. Dalam tiap segi kehidupan selalu ditemukan pola : asas atau prinsipnya berasal dari Al-Qur'an dan Hadits, sedangkan cara pelaksanaan atas prinsip itu atau norm a-norm anya berasal dari hidup Islam , disebut kebudayaan Islam .

Kebudayaan adalah cara hidup yang isinya cara berlaku dan berbuat dalam tiap fase kehidupan. Dalam Islam cara itu adalah taqwa. Maka kebudayaan Islam adalah kebudayaan T aqwa. Secara terperinci dirum uskan : cara berfikir ( budi dan rasa ) taqwa, yang m enyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan m anusia yang m embebnt uk kesatuan sosial, dalam suatu ruang dan wakiu ( Sidi Gazalba. 1992 : 97 ).