ANALISIS SENYAWA ANTIBAKTERI PADA BEBERAPA JENIS KARANG GORGONIAN DAN IDENTIFIKASI BERDASARKAN KARAKTER SPIKULA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

ANALISIS SENYAWA ANTIBAKTERI PADA BEBERAPA JENIS KARANG

GORGONIAN DAN IDENTIFIKASI BERDASARKAN KARAKTER SPIKULA

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

Eni Rohkayati NIM. M0405027 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam lautan terdapat berbagai sumber plasma nutfah yang bermanfaat. Dimulai dari produsen primer berupa fitoplankton dan tumbuhan laut, keanekaragaman hewan dari protozoa, invertebrata dan vertebrata. Keberadaan komunitas bentos, pelagik, dan nekton, kesemuanya menyusun keragaman sumber daya laut (McConnaughey dan Zottoli, 1983; Sumich, 1999). Octocoral sangat melimpah pada daerah terumbu karang. Salah satu koral yang melimpah adalah koral gorgonian (Grajales et al., 2007). Gorgonian memiliki kemelimpahan dan peran ekologis sangat penting. Gorgonian dapat dijumpai pada perairan dangkal hingga laut dalam. Gorgonian merupakan anggota taksa octocoral yang jarang dipelajari baik taksonominya maupun subjek lainnya (McFadden et al., 2006).

Laut sebagai sistem yang terbuka memungkinkan terjadinya pertukaran aneka materi dan energi dengan lingkungan disekitarnya. Selain materi dan energi, terjadi juga pertukaran bakteri. Beberapa jenis bakteri darat dan air tawar dapat bertahan hidup dalam larutan garam, dengan konsentrasi sama atau lebih tinggi dari laut untuk beberapa saat (Sidharta, 2000). Patogenesis merupakan mekanisme invasi patogen ke inang sampai menghasilkan suatu simptom (gejala penyakit). Patogen sendiri adalah material maupun organisme yang mampu menyebabkan penyakit. Sebagian besar patogen berupa bakteri (terutama bakteri gram-negatif) dan virus (Purwoko, 2007).

Adanya berbagai patogenesis yang ditimbulkan oleh bakteri menimbulkan pemikiran tentang pentingnya antibakteri guna menghambat dan atau mematikan bakteri patogen yang telah menginvasi sel inang. Antibakteri dapat diperoleh dari hasil ekstraksi dan isolasi senyawa suatu organisme. Organisme hidup beradaptasi dalam mempertahankan eksistensi terhadap perubahan lingkungan hidupnya. Salah satu mekanisme adaptasi yang dilakukan adalah membentuk suatu senyawa yang merupakan hasil metabolisme sekunder. Senyawa hasil metabolisme sekunder dikenal memiliki berbagai aktifitas biologis diantaranya sebagai antibakteri atau antimicrobial. Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan memberikan informasi bahwa karang gorgonian dapat menghasilkan senyawa metabolisme sekunder yang berfungsi sebagai antibakteri (Fuganti and Serra, 2000; Kelman et al., 2006). Metabolit sekunder tersebut berupa senyawa-senyawa dari golongan terpenoid, alkaloid, fenolik dan steroid (Pawlik and Fenical, 1992; Gutie´rrez et al. 2006; Iwamaru et al., 2007).

Pada karang gorgonian, spikula merupakan dasar utama dalam menentukan spesies Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Sanchez et al., 2003). Selain itu analisis senyawa kimia dari organisme juga memberikan kontribusi kemudahan dalam sistematika (Gerhart, 1983). Adapun analisis senyawa yang berfungsi sebagi antibakteri memberikan gambaran kemampuan pertahanan diri dari karang gorgonin

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah jenis senyawa dari ekstrak metanol dan etil asetat karang gorgonian yang dapat berfungsi sebagai antibakteri?

2. Bagaimana identifikasi spesies dari taksa gorgonian dilihat dari karakter spikula?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui senyawa dari ekstrak metanol dan etil asetat karang gorgonian yang dapat berfungsi sebagai antibakteri.

2. Mengetahui karakter spikula dari karang gorgonian untuk identifikasi tingkat genus dan spesies.

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memperoleh jenis senyawa antibakteri dari ekstrak metanol dan etil asetat karang gorgonian yang dapat berfungsi sebagai antibakteri.

2. Mengetahui spesies dari karakter spikula karang gorgonian yang dianalisis.

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Karang Gorgonian

Gorgonian memiliki kemelimpahan dan peran ekologis yang penting. Hewan ini dapat dijumpai pada perairan dangkal hingga laut dalam. Gorgonian merupakan anggota taksa octocoral yang jarak dipelajari baik taksonomi maupun subyek lainnya (McFadden et al ., 2006). Octocoral melimpah pada daerah terumbu karang, di laut Karibia (Atlantik barat) didapatkan lebih dari 60 spesies dalam satu lokasi. Salah satu koral yang melimpah adalah koral gorgonian (Grajales et al., 2007).

Gorgonian merupakan koral yang mempunyai kerangka berbentuk tanduk dengan spikula calcarea dan polip kecil berasosiasi dengan sea fans, sea whips, sea feathers dan koral merah. Gorgonian mempunyai rangka aksial dalam yang kuat, fleksibel tersusun atas material keras yang disebut gorgonin. Gorgonin merupakan material proteinaceous yang hampir menyerupai tanduk atau dikenal dengan istilah scleroproteinous (Antonius, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001).

Rangka tubuh fleksibel yang mendukung pergerakan. Rangka dilapisi oleh sebuah lapisan tersusun atas jaringan dimana polip tertanam di dalamnya. Jaringan ini terdiri atas banyak tubula yang berhubungan dengan spikula calcarea. Gorgonian umumnya berbentuk seperti pohon dengan banyak cabang pendukung. Adapula gorgonian yang berbentuk seperti kulit berlapis dan (single-stemmed) polip tunggal. Gorgonian Rangka tubuh fleksibel yang mendukung pergerakan. Rangka dilapisi oleh sebuah lapisan tersusun atas jaringan dimana polip tertanam di dalamnya. Jaringan ini terdiri atas banyak tubula yang berhubungan dengan spikula calcarea. Gorgonian umumnya berbentuk seperti pohon dengan banyak cabang pendukung. Adapula gorgonian yang berbentuk seperti kulit berlapis dan (single-stemmed) polip tunggal. Gorgonian

Hewan ini bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual dengan cara broadcaster, yaitu dengan cara mengeluarkan telur dan sperma dalam jumlah besar ke perairan sehingga terjadi fertilisasi eksternal dan larvanya berenang bebas sebelum menempel di dasar perairan untuk tumbuh menjadi gorgonian dewasa. Pemijahan dapat terjadi dengan adanya penyesuaian antara pencahayaan dan suhu air. Reproduksi aseksual meliputi runner-formation, coloni fragmentation, fission atau budding (Fabricius and Alderslade, 2001).

B. Spikula dan Identifikasi

Spikula disebut juga sklerit merupakan komponen penyusun kerangka aksial karang gorgonian. (Antonius, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001). Berbagai bentuk spikula tersebar luas pada octocoral. Pemberian nama genus dan familia banyak berdasarkan pada karakter spikula yang ada (Brill and Backhuys, 1983). Tiap kelompok gorgonian memiliki spikula yang menjadi penciri khas. Bentuk-bentuk dasar spikula itu diantaranya double head, spindle, club, scaphoid dan rod. Penentuan bentuk spikula tersebut menganut pada ketentuan taksonomi yang ada (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Sanchez et al., 2003).

Pada banyak penelitian tentang taksonomi, spikula merupakan dasar penentuan spesies disamping kemotaksonomi dan genetik (Lewis and Wallis, 1991; Sanchez et al., 2003). Penggolongan dalam grup atau sub-ordo banyak didasarkan pada karakter spikula. Gorgonian merupakan anggota Alcyonacea yang terdiri atas grup scleraxonia, sub-ordo holaxonia dan calcaxonia. Kelompok tertentu memiliki penciri khas tertentu. Seperti familia Ellisellidae (calcaxonia) memiliki ciri khas bentuk double head atau double cone. Adapun familia Melithaeidae (scleraxonia) memiliki bentuk nodus yang tampak jelas dan struktur spikula scaphoid (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001; Sanchez et al., 2003)

C. Gorgonian dan Aktivitas Senyawa Metabolit Sekundernya

Cnidaria mempunyai fungsi ekologis sebagai antipredator dan antifouling. Koral mengeluarkan metabolisme sekundernya ke lingkungan pada kondisi krusial dalam interaksi kompetitif di lingkungan yang terbatas (Marti et al., 2005). Kim et al. (2000) dan Kelman et al. (2006) mengungkapkan bahwa koral mengandung senyawa yang dapat berfungsi sebagai antimikrobial.

Gambar 1. Pseudopterogorgia bipinnata (Verrill). (Sanchez et al., 2007)

Gorgonian dikenal menghasilkan karotenoid seperti peridinin, astaxantin, turunan 7,8-didehidro dan 7,8,7’,8’-tetradehidro, karotenoid asam lemak, glikosida dan karotenoprotein. Selain adanya karotenoid juga ditemukan sejumlah terpenoid dan sterol. Terpenoid yang ditemukan berbentuk seskuiterpen seperti (+)- β-Bisabolena, (+)-α- Kurkumena, (+)- β-Kurkumena, (+)-β-Kurkumena, (-)-Germakrena, (-)-δ-Kardinena, (+)- α-Muurolena, (+)-β-Gorgonena dan sebagainya. Adapun sterol yang dijumpai adalah kolesterol, kolestenon, 22-Dehidrokolesterol, Dihidrobrasikasterol, Brasikasterol, Stigmasterol, Sitosterol, Kalinasterol, 24-Metilenasterol, Gorgostanol, Gorgosterol, Dimetilgorgosterol dan Fukosterol (Scheuer, 1995).

Gambar 2. Pseudopterogorgia elisabethae mengandung pseudopterosin sebagai anti-allergenic and anti- inflammatory (Fenical, 2006).

Pawlik dan Fenical (1992) menyampaikan bahwa Pseudopterogorgia rigida menghasilkan dua komponen terpenoid, quinone dan curcuhydroquinone. Erythropodium

hidrokarbon sesquiterpen. Senyawa yang dihasilkan mempunyai aktivitas untuk pertahanan diri dari serangan predator. Fenical (2006) melaporkan bahwa Pseudopterogorgia elisabethae , mengandung pseudopterosin yang potensial digunakan sebagai anti-allergenic dan anti-inflammatory. Gutie´rrez et al. (2006) menyatakan bahwa ekstrak metanol dari Muricea austera diperoleh 8 komponen senyawa yang terdiri dari 3 senyawa derivat tyramin, 2 senyawa steroid yang mengandung gugus glikosida dan tiga senyawa sesquiterpen. Senyawa yang dihasilkan diujikan terhadap Plasmodium falciparum dan bentuk interseluler Trypanosoma cruzi. Hasil pengujian menunjukkan adanya aktifitas antiprotozoal dan antiplasmodial. Eunicea sussicea dalam laporan Iwamaru et al. (2007) menghasilkan eupalmarin asetat yang memiliki aktivitas antikanker karena kestabilan senyawa dan kemampuan sitotoksik yang lebih tinggi. Fuganti dan Serra (2000) menyebutkan bahwa curcuphenol, curcuquinone dan curcuhydroquinone yang diisolasi dari gorgonian Pseudopterogorgia rigida menunjukkan kemampuan sebagai antibakteri melawan Staphylococcus aureus dan Vibrio anguillarum.

(S)-(+)-Curcuphenol

(S)-(-)-Curcuquinone

(S)-(+)-curcuhydroquinone

Gambar 3. Struktur senyawa hasil isolasi Pseudoterogorgia rigida yang memiliki aktifitas

antibakteri pada Staphylococcus aureus dan Vibrio anguillarum (Fuganti dan Serra, 2000).

D. Bioprospek Gorgonian

Setiap spesies menghasilkan kandungan yang khas. Ada keterkaitan antara berbagai Setiap spesies menghasilkan kandungan yang khas. Ada keterkaitan antara berbagai

Gorgonian merupakan merupakan sesil (hewan yang tumbuh dan hidup menempel). Kondisi ini sangat memungkinkan adanya predator, kompetitor dan terpapar ultraviolet. Gorgonian meningkatkan produksi substansi kimianya, yang efektif melawan predator dan mencegah pertumbuhan hewan sekitarnya maupun hewan penempel. Substansi tersebut yang dinamakan metabolisme sekunder. Banyak dari produk alam yang berasal dari gorgonian dimanfaatkan dalam pengujian farmakologi (Fabricius and Alderslade, 2001).

E. Bakteri

1. Morfologi Bakteri

Sekitar 80% bakteri laut yang diketahui berbentuk batang dan Gram negatif (Zobell, 1946 dalam Sidharta, 2000). Pemeriksaan secara acak terhadap berbagai koloni dan pengamatan mikroskopis langsung menunjukkan 95% bakteri laut bersifat gram- negatif. Pleomorfisme umum terjadi pada bakteri laut ketimbang mikrobia sungai, danau, dan tanah. Sekitar seperlima bakteri batang dari laut berbentuk kumparan (Helicoid), sehingga sering diklasifikasikan sebagai Vibrio atau Spirillum. Bakteri laut bergerak Sekitar 80% bakteri laut yang diketahui berbentuk batang dan Gram negatif (Zobell, 1946 dalam Sidharta, 2000). Pemeriksaan secara acak terhadap berbagai koloni dan pengamatan mikroskopis langsung menunjukkan 95% bakteri laut bersifat gram- negatif. Pleomorfisme umum terjadi pada bakteri laut ketimbang mikrobia sungai, danau, dan tanah. Sekitar seperlima bakteri batang dari laut berbentuk kumparan (Helicoid), sehingga sering diklasifikasikan sebagai Vibrio atau Spirillum. Bakteri laut bergerak

2. Jenis Bakteri-bakteri Patogen

Bacillus subtilis merupakan bakteri mesofilik, bacillus aerobic, memiliki bentuk spora ellipsoidal hingga silindris. Bakteri ini merupakan anggota gram-positif (Purwoko, 2007). Pada peptidoglikan bakteri ini mengandung berbagai variasi peptida (Lamanna, 1973). Hidup pada pH 6.0 dalam acetyl-methylcarbinol, gelatin terhidrolisis. Menghidrolisis pati dan mereduksi nitrat menjadi nitrit (Burrows et al., 1968). Bacillus subtilis mampu menginfeksi dan terkadang memproduksi septicemia pada hewan immature. Pengamatan di bawah mikroskop didapatkan bakteri berbentuk gulungan kusut rantai panjang. Bakteri tersebut ditemukan bersamaan dengan air segar yang turun saat hujan (Burrows et al., 1968).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus dan gram-positif. Koloni bakteri umumnya berwarna kuning kemilau pada beberapa media (Salyers dan Whitt, 1944). Staphylococcus aureus memiliki diameter sel 0.8-1.0 µm dan terkadang terlihat sebagai sel tunggal, berpasangan atau dalam kelompok. Pada media trypticase soy agar atau

blood agar berdiameter antara 1-3 mm, terlihat kuning, jingga atau putih. Memiliki toleransi terhadap garam, tumbuh baik pada media yang mengandung sodium chloride 10% (Benson, 2002). Hampir semua strain bakteri ini merupakan coagulase-positif. Menghasilkan alfa toksin yang menyebabkan terjadinya zona bening luas (beta-tipe), hemolisis dalam blood agar, sedang pada kelinci mengakibatkan nekrosis lokal dan blood agar berdiameter antara 1-3 mm, terlihat kuning, jingga atau putih. Memiliki toleransi terhadap garam, tumbuh baik pada media yang mengandung sodium chloride 10% (Benson, 2002). Hampir semua strain bakteri ini merupakan coagulase-positif. Menghasilkan alfa toksin yang menyebabkan terjadinya zona bening luas (beta-tipe), hemolisis dalam blood agar, sedang pada kelinci mengakibatkan nekrosis lokal dan

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri berbentuk batang dan memiliki flagela polar. Bakteri ini termasuk anggota gram-negatif aerobik. Memiliki sifat resistan terhadap antibiotik dan desinfektan. Pseudomonas aeruginosa menghasilkan ekskret ekstraselular berwarna hijau-biru yang dapat berdifusi ke media. Pada kondisi inang lemah, bakteri ini mampu menginfeksi saluran urinaria, peradangan, dan luka. Bakteri ini mengakibatkan septicemia, absses, pneumonia dan meningitis. Bakteri ini banyak ditemukan di tanah dan lingkungan yang tidak sehat. Antibiotik dari kelompok

carboxypenicillin , seperti carbenicillin dan ticarcillin memiliki kemampuan melawan infeksi bakteri ini. Adapun Aminoglycosides berjenis Gentamicin dapat mencegah sintesis protein bakteri ini dan bersifat bakterisidal (Tortora et al., 1994).

Vibrio harveyii merupakan bakteri gram-negatif berbentuk batang-koma (Curve- rod ) dengan satu flagela polar. Bakteri ini dapat bertahan di lingkungan laut dan darat serta berkoloni dalam saluran pencernaan, khususnya usus halus (Purwoko, 2007). Vibrio harveyii

ini banyak dijumpai dalam darah kura-kura yang terserang tumor dan berasosiasi dengan bakteri gram-positif. Vibrio harveyii merupkan patogen yang signifikan pada crustacea, kuda laut dan finfish (Work et al., 2003). Bakteri ini memiliki autoinducer Nacylated homoserine lactone (OHL) yang merupakan derivat dari N-(3- hydroxybutanol)-L-homoserine lactone (Hydroxy-BHL). Autoinducer yang dimiliki disintesis dengan katalisis 45.6 kDa protein AinS (Smith et al., 2006).

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri gram-negatif, anaerobik fakultatif, batang motil, lurus, kemo-organotrofik diantara metabolisme oksidatif dan fermentasi, sitokrom-oksidase, katalase-positif, mereduksi nitrit menjadi nitrat tanpa membentuk gas

dan resistan terhadap vibriostatik. Tumbuh secara optimal selama 24 jam pada suhu 28 o C dalam mediun TSA, tetapi keseluruhan strain Aeromonas dalapt hidup pada suhu 42 o C

setelah 24 – 48 jam (Statner et a.l, 1988; Taylor et al., 1999; Huys et al., 2002). Menghasilkan pigmen terlarut dalam medium TSA. Memiliki protein (19-kDa) yang dapat berfungsi sebagai Arginin-hydrolase, lysine decarboxylase-, indole- and Voges ± Proskauer-positif. Dapat hidup dalam subtrat yang mengandung karbon dan sumber energi seperti: acetate, N-acetyl-d-glucosamine, cis-aconitate. Keseluruhan strain resistan terhadap ampicillin dan penicillin, clendamycin, erythromycin, Spectinomycin, sulfachloropyridazine, sulfadimethoxine, tiamulin, tilmicosin, tylosin tetapi sensitif terhadap kanamycin, apramycin, ceftiofur, enrofloxacin, gentamycin dan neomycin. Selain itu juga mempunyai resistensi terhadap nalidixic acid, streptomycin dan tetracycline. Memiliki aktifitas β-hemolytic sangat kuat terhadap darah domba. Memproduksi cytotoxin (Hird et al., 1983; Zemelman et al., 1983; Loewy et al., 1993; Huys et al., 2002; Maueal et al., 2002; Aydin et al., 2004). Cytotoxin enterotoksin Aeromonas hydrophila memiliki beberapa aktifitas biologis, diantaranya menimbulkan efek peradangan pada inang dan mengakibatkan apoptosis pada makrofag murine, cytotoxicity , enterotoxycity dan kematian pada mencit. Aeromonas hydrophila merupakan signifikan patogen pada manusia yang diisolasi dari perairan darat, lautan dan berbagai jenis makanan. Secara umum bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit pada saluran pencernaan maupun non-saluran pencernaan. Bakteri ini memiliki kesatuan faktor setelah 24 – 48 jam (Statner et a.l, 1988; Taylor et al., 1999; Huys et al., 2002). Menghasilkan pigmen terlarut dalam medium TSA. Memiliki protein (19-kDa) yang dapat berfungsi sebagai Arginin-hydrolase, lysine decarboxylase-, indole- and Voges ± Proskauer-positif. Dapat hidup dalam subtrat yang mengandung karbon dan sumber energi seperti: acetate, N-acetyl-d-glucosamine, cis-aconitate. Keseluruhan strain resistan terhadap ampicillin dan penicillin, clendamycin, erythromycin, Spectinomycin, sulfachloropyridazine, sulfadimethoxine, tiamulin, tilmicosin, tylosin tetapi sensitif terhadap kanamycin, apramycin, ceftiofur, enrofloxacin, gentamycin dan neomycin. Selain itu juga mempunyai resistensi terhadap nalidixic acid, streptomycin dan tetracycline. Memiliki aktifitas β-hemolytic sangat kuat terhadap darah domba. Memproduksi cytotoxin (Hird et al., 1983; Zemelman et al., 1983; Loewy et al., 1993; Huys et al., 2002; Maueal et al., 2002; Aydin et al., 2004). Cytotoxin enterotoksin Aeromonas hydrophila memiliki beberapa aktifitas biologis, diantaranya menimbulkan efek peradangan pada inang dan mengakibatkan apoptosis pada makrofag murine, cytotoxicity , enterotoxycity dan kematian pada mencit. Aeromonas hydrophila merupakan signifikan patogen pada manusia yang diisolasi dari perairan darat, lautan dan berbagai jenis makanan. Secara umum bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit pada saluran pencernaan maupun non-saluran pencernaan. Bakteri ini memiliki kesatuan faktor

F. Kromatografi sebagai Metode Analisis

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Pemisahan dengan teknik ini dijalankan dengan mengadakan manipulasi atas dasar perbedaan sifat-sifat fisik dari zat-zat warna yang menyusun campuran. Sifat-sifat fisik tersebut khususnya ialah: (1) adanya tendensi molekul dari suatu zat utuk larut dalam suatu cairan, (2) adanya tendesi molekul dari suatu zat untuk dapat teradsorbsi pada butir-butir zat padat yang halus dengan permukaan yang luas, (3) adanya tendesi molekul dari suatu zat untuk masuk ke fase uap atau menguap (Fulton, 1996; Adnan, 1997).

Dalam kromatografi polaritas mempunyai arti penting. Polarits diartikan sebagai adanya pemisahan kutub muatan positif dan negatif dari suatu molekul sebagai akibat terbentuknya konfigurasi dari atom-atom yang menyusunnya. Tingkat pemisahan dari muatan-muatan tersebut menentukan derajat polaritasnya, begitu juga daya tariknya. Polaritas digunakan sebagai petunjuk sifat zat pelarut, adsorben, dan senyawa-senyawa yang dipisahkan (Adnan, 1997).

Proses kromatografi dibedakan dua jenis, partisi dan adsorbsi. Pemilihan proses kromatografi ditentukan oleh 3 faktor; 1) mudah tidaknya jenis kromatografi tersebut dipakai untuk eksperimen, 2) tujuan pemisahan dan 3) bentuk senyawa yang dipisahkan.

Kromatografi adsorbsi umumnya lebih mudah dipakai dikarenakan polaritas adsorbennya tetap (Adnan, 1997).

G. Kerangka Pemikiran

Karakter spikula merupakan dasar penentuan karang gorgonian. Pengamatan terhadap spikula dapat digunakan untuk menentukan taksa. Analisis terhadap senyawa metabolit sekunder dapat digunakan sebagai cara untuk mengetahui senyawa yang berfungsi sebagai pertahanan diri. Senyawa kimia yang diperoleh merupakan metabolit sekunder gorgonian. Metabolit sekunder mempunyai peran sangat penting bagi organisme terkait eksistensi dalam lingkungan. Metabolit sekunder berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari predator dan bentuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan tertentu. Senyawa metabolit sekunder salah satunya berperan sebagai antibakteri. Pengkajian terhadap karakteristik spikula memberikan informasi tentang hubungan kekerabatan dan analisis senyawa antibakteri memberikan gambaran tentang kemampuan pertahanan diri gorgonian.

Karang Gorgonian

Spikula Uji antibakteri ekstrak

Identifikasi Analisis golongan senyawa yang berpotensi antibakteri

Gambar 4. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

H. Hipotesis

Dari kegiatan penelitian yang akan dilakukan hipotesis awal adalah sebagai berikut:

1. Senyawa yang diperoleh dan berfungsi sebagai antibakteri termasuk dalam kelompok terpenoid dan alkaloid.

2. Karakter spikula dari masing-masing spesies berbeda dan dasar untuk kegiatan identifikasi.

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli–Oktober 2008 dan Maret-Juni 2009. Kegiatan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Mikroskop, kegiatan ekstraksi dilakukan di Laboratorium Organik, kegiatan pengujian antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Oseanografi-LIPI Ancol Timur Jakarta Utara dan kegiatan analisis senyawa dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik IPB

B. Alat dan Bahan

1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Identifikasi sampel: Botol sampel, gelas benda dan gelas penutup, mikroskop kamera lucida (Leica) dan kamera digital (Olympus).

b. Ekstraksi: Penampan, blender, plastik sampel, erlemeyer 250 ml (Iwaki pyrex ), magnetic stirrer (Rexim), spinbar (Scienceware), labu alas bulat (Schot duran), rotary evaporator (Buchi), vakum (Gast), water cooler (Eyela, Japan), corong pisah, gelas ukur 25 ml (YZ) dan 100 ml (Iwaki pyrex), spatula, botol sampel, dan neraca analitik (Sartorius).

c. Pengujian Antibakteri: Cawan petri (16 buah), autoklaf (Tomy Sx 500), inkubator (Sanyo), spinbar, gelas ukur 1400 ml (Iwaki Pyrex), erlemeyer 100 c. Pengujian Antibakteri: Cawan petri (16 buah), autoklaf (Tomy Sx 500), inkubator (Sanyo), spinbar, gelas ukur 1400 ml (Iwaki Pyrex), erlemeyer 100

d. Analisis senyawa ekstrak gorgonian: Botol jam (4 buah), mikropipet 100-1000 µl dan 1-20 µl (PipetPAL, 1 buah), tip 20 µl dan 1 ml, UV-light box, kamera digital, syringe, chamber, tabung reaksi (Iwaki pyrex), sentrifuse, oven, pipet tetes.

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Identifikasi sampel: Spikula gorgonian dan klorok.

b. Ekstraksi: Sampel karang gorgonian dalam bentuk serbuk, metanol pro- analysis (Merck), etil asetat pro-analysis (Merck), kertas saring, alumunium foil, dan kertas label.

c. Pengujian Antibakteri: Medium Muller hinton agar (Oxoid England), Biakan bakteri Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Vibrio harveyii, Aeromonas hydrophila , chloramphenicol, metanol dan etil asetat.

d. Analisis senyawa ekstrak gorgonian: ekstrak metanol dan etil asetat gorgonian, metanol pro-analysis (Merck), etil asetat (Merck), kloroform

(Merck), n-heksana (Merck), Silica Gel 60 F 254 (Merck 0.20 mm), reagen wagner, dragendorf, reagen mayer, H 2 SO 4 2M, H 2 SO 4 pekat, eter, asam asetat anhidrat.

C. Cara Kerja

a. Identifikasi sampel · Identifikasi karang gorgonian dengan metode bleaching (Perendaman

dengan klorok). · Spikula yang diperoleh diamati dibawah mikroskop dan dibuat sediaan

preparat permanen · Spikula diukur dengan mikrometer · Hasil yang diperoleh didokumentasikan dalam bentuk gambar.

b. Ekstraksi · Sampel dikeringanginkan dan disimpan pada suhu rendah (±18 o C)

sebelum dihaluskan. · Sampel kering dihaluskan(Iwamaru et al., 2007). Selanjutnya kegiatan

yang dilakukan menurut diagram kerja pada Gambar 5..

Sampel Berbentuk Serbuk

Metanol (Maserasi 1x24 jam) (Pawlik and Fenical, 1992; Gutie´rrez et al., 2006)

Filtrasi (Iwamaru et al., 2007).

Filtrat I Residu

Evaporasi (rotary evaporator)

Etil asetat (Maserasi 1x24 jam) (Iwamaru et al., 2007) (modifikasi Pawlik and Fenical, 1992;

Gutie´rrez et al., 2006; Iwamaru, 2007)

Ekstrak I

(Ekstrak Metanol)

Filtrasi

Filtrat II

Residu

Evaporasi (rotary evaporator)

(Iwamaru et al., 2007)

Ekstrak II

(Ekstrak etil asetat)

Gambar 5. Diagram alir cara kerja kegiatan ekstraksi pada karang gorgonian Gambar 5. Diagram alir cara kerja kegiatan ekstraksi pada karang gorgonian

Media Tumbuh Bakteri Biakan Bakteri Muller hinton, 34gr/L

(D 0.5-0.8)

Petri disk (20 µl/15ml)

Ekstrak I + Metanol (20 µg/ml)

Ekstrak II + Etil asetat (20 µg/ml)

Clear zone (Diameter paper disk)

Metanol

Etil asetat Chloramphenicol

Gambar 6. Diagram alir cara kerja uji antibakteri ekstrak kasar gorgogian

d. Analisis senyawa ekstrak gorgonian: · Membuat reagen wagner: 20 g KI dan 25 g I 2 dilarutkan dalam 10 mL

akuades. Larutan diencerkan hingga 200 mL, kemudian disaring dan disimpan dalam botol coklat.

· Membuat reagen mayer: 1.36 g HgCl 2 dilarutkan dalam 25 mL akuades. 5

g KI dilarutkan dalam 10 mL akuades. Kedua larutan dicampur, kemudian diencerkan hingga 100 mL dan disimpan.

mL asam asetat glasial dan 40 mL akuades. 8 g KI dilarutkan dalam 20 mL akuades. Kedua larutan tersebut dicampurkan

· Fitokimia untuk alkaloid: 10 mg ekstrak kasar ditambahkan kloroform dan NH 3 , kemudian divortek. Dilakukan penambahan H 2 SO 4 2M sebanyak 2 tetes, lalu divortek kembali. Lapisan asam yang terbentuk diambil dan dibagi menjadi 3 bagian. Masing-masing bagian ditetesi dengan reagen wagner, meyer, dan dragendorf. Dilakukan pengamatan perubahan warna yang terjadi dan terbentuknya endapan (untuk reagen wagner dan dragendorf). Hasil yang diperoleh didokumentasikan.

· Fitokimia untuk steroid terpenoid: 10 mg sampel ditambahkan eter 2 mL. Selanjutnya ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H 2 SO 4 2M. Perubahan warna yang terjadi diamati dan didokumentasikan. Adanya cincin hijau menandai adanya steroid. Perubahan warna menjadi lembayung dan ungu menandai adanya terpenoid.

· Fitokimia untuk flavonoid: 10 mg sampel dilarutkan pada metanol, kemudian divortek, dipanaskan. Larutan diambil beberapa tetes kemudian ditambahkan asam sulfat pekat. Perubahan warna yang terjadi diamati dan didokumentasikan. Perubahan warna dari kuning, jingga hingga merah menandai adanya dalam ekstrak.

· KLT analitik ekstrak metanol dilakukan pada plat silika gel F 254 . Plat sepanjang 10 cm, masing-masing digaris dengan pensil berjarak 1 cm dari ujung. Ekstrak metanol 0.02 g dilarutkan dalam 1 ml metanol. Ekstrak ditotolkan pada plat disalah satu sisi yang bergaris. Plat yang telah berisi · KLT analitik ekstrak metanol dilakukan pada plat silika gel F 254 . Plat sepanjang 10 cm, masing-masing digaris dengan pensil berjarak 1 cm dari ujung. Ekstrak metanol 0.02 g dilarutkan dalam 1 ml metanol. Ekstrak ditotolkan pada plat disalah satu sisi yang bergaris. Plat yang telah berisi

· KLT analitik ekstrak etil asetat dilakukan pada plat silika gel F 254 . Plat sepanjang 10 cm, masing-masing digaris dengan pensil berjarak 1 cm dari ujung. Ekstrak etil asetat 0.02 g dilarutkan dalam 1 mL etil asetat. Ekstrak ditotolkan pada plat disalah satu sisi yang bergaris. Plat yang telah berisi totolan dikembangkan dengan eluen etil asetat:n-heksana (95:5). Setelah pengembangan mencapai garis batas pada ujung yang lain, pengembangan dihentikan. Plat dikeringkan dan secepatnya diamati dibawah UV dengan panjang gelombang 254 nm. Spot yang ada ditandai dan dihitung Rf-nya.

· KLT Preparatif pada ekstrak metanol dari Annella sp.1, Annella sp.2, Annella sp.3 dan Paraplexaura sp. dikembangkan dengan eluen metanol:chlorofom:akuades (9:2:1). Eluen yang digunakan dijenuhkan terlebih dahulu. Plat KLT preparatif diaktifkan dengan cara dioven pada

suhu 60 o

C selama 45 menit. Plat KLT digaris pada kedua ujung berjarak masing-masing 1 cm dari tepi. Ekstrak seberat 0.2-0.5 g dilarutkan dalam metanol (usahakan larutan pekat). Ekstrak ditotolkan pada salah satu garis dengan syringe. Plat dikembangkan dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan hingga mencapai garis pada ujung yang satunya.

Setelah proses pengembangan selesai, plat dikeringkan dan diamati dibawah UV dengan panjang gelombang 254 nm. Spot yang terlihat ditandai dan dilakukan pengerokan silika. Silika yang diperoleh dilarutkan dalam metanol. Larutan disentrifuse dengan kecepatan 800 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditempatkan pada botol sampel untuk dikeringkan dengan vakum. Hasil yang diperoleh ditimbang dengan neraca analitik

· KLT preparatif pada ekstrak etil asetat dari Annella sp.1 dan Annella sp.3 dikembangkan dengan eluen etil asetat:n-heksana (95:5). Eluen yang digunakan dijenuhkan terlebih dahulu. Plat KLT preparatif diaktifkan dengan cara dioven pada suhu 60 o

C selama 45 menit. Plat KLT digaris pada kedua ujung berjarak masing-masing 1 cm dari tepi. Ekstrak seberat 0.2-0.5 g dilarutkan dalam metanol (usahakan larutan pekat). Ekstrak ditotolkan pada salah satu garis dengan syringe. Plat dikembangkan dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan hingga mencapai garis pada ujung yang satunya. Setelah proses pengembangan selesai, plat dikeringkan dan diamati dibawah UV dengan panjang gelombang 254 nm. Spot yang yang terlihat ditandai dan dilakukan pengerokan silika. Silika yang diperoleh dilarutkan dalam etil asetat. Larutan disentrifuse dengan kecepatan 800 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditempatkan pada botol sampel untuk dikeringkan dengan vakum. Hasil yang diperoleh ditimbang dengan neraca analitik.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data primer penelitian berupa ukuran spikula, bentuk spikula, ukuran zona bening, dan jenis senyawa. Data ukuran dan bentuk spikula diperoleh dari kegiatan identifikasi sampel. Data ukuran zona bening diperoleh dari kegiatan uji antibakteri. Data jenis senyawa diperoleh dari kegiatan fitokimia. Data dikumpulkan secara kolektif. Data didokumentasikan sebagai hasil penelitian.

Data sekunder diperoleh dari hasil telaah pustaka yang berisi hasil penelitian yang berhubungan. Data sekunder merupakan pendukung dan pembanding terhadap hasil yang diperoleh.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif meliputi ukuran spikula, zona penghambatan dan Rf. Data kualitatif berupa jenis sampel, bentuk-bentuk spikula dan senyawa kimia dari masing-masing sampel. Hasil dianalisis secara deskritif dengan pendekatan ilmiah.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Sampel

Identifikasi merupakan proses menentukan suatu spesies dalam taksa tertentu. Karakter spikula merupakan kunci yang utama dalam identifikasi secara konvensional. Hasil identifikasi terhadap sampel diperoleh nama sampel dalam tingkat genus. Hasil disampaikan dalam Tabel 1 ini: Tabel 1. Hasil identifikasi Gorgonian

No. Nama Sampel

Familia

Bentuk Spikula

Ciri Spesifik

1. Annella sp.1

Subergorgiidae

Rod dengan anastomose, Korteks berbentuk

Rod,

Smooth

Needle, spindle

Needle, Spindle with blunt spine, Spindle with complex tubercles, dan Double disk

2. Annella sp.2

Subergorgiidae

Rod dengan anastomose, Korteks berbentuk Rod, Needle, Double disk, ballon

clubs dan Double head, Double cone, cylindris Ballons club, Cylindris

Tabel 1. Hasil identifikasi Gorgonian (lanjutan) 3. Annella sp.3

Subergorgiidae

Rod dengan anastomose, Polip berbentuk Rod, Needle, Spindle with needle yang panjang blunt spine, Crown spine, dan ramping Double disk, Double head, Double cone, Cylindris

4. Annella sp.4

Subergorgiidae

Rod dengan anastomose, Double disk Rod, Rod with terminal penyusun

korteks

Ballons memiliki dua bentuk club, Double disk, double ulir yaitu halus dan disk with lumbar, Cylindris, kasar Spiny ball

whorl,

Needle,

5. Verucella sp.

Ellisellidae

Double head, cylindris

Double heads dengan batas yang jelas

6. Anthogorgia sp. Acanthogorgiidae Spindle

complex Memiliki bentuk bent tubercles, Bent Spindle, spindle Spindle, Scaphoid

with

Tabel1. Hasil identifikasi Gorgonian (lanjutan) 7. Viminella sp.

Ellisellidae

Double head, Double cone, Perbedaan terlihat

pada bentuk morfologi 8. Wrigthella sp

Cylindris

Melitheaidae

Rod, Branched spindle, Memiliki bentuk Hockeystick spindle, Wart unilaterally

foliate club, Ballons club, Double speroid

yang disk, Unilaterally foliate menyusun kaliks spheroid, Scaphoid with transverse crest

Rod, Needle, Leaf spindle, Leaf spindle, Six- sp.

9. Paraplexaura

Plexauridae

Branched spindle, Ballons radiate, Spheroid club,

Wart club,

Six-

radiate, Spheroid

10. Melithaea sp.1

Melitheaidae

Rod, Rod with median Korteks berbentuk whorl, Needle, Spindle, Ballon clubs Bent

spindle, Branched

spindle,

club, Double disk, Scaphoid with

Ballons

11. Melithea sp.2

Melitheaidae

Rod, Rod with median Korteks berbentuk

whorl,

Needle,

Leafy double heads

spindle, Ballons club, Wart club,

Double

head,

Scaphoid with transverse crest

Antonius (2000) menyampaikan bahwa spikula merupakan kerangka penyusun karang gorgonian. Rangka tanduk pada karang gorgonian disebut dengan gorgonin. Sklerit (spikula) merupakan karakter yang sangat penting untuk taksonomi dan klasifikasi dari octocoral saat ini. Tipe spikula merupakan sumber informasi untuk penelitian filogenetik dan pengelompokan dalam taksa (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Sanchez et al., 2003). Proses identifikasi dilakukan dengan cara pengamatan spikula yang dibawah mikroskop.

Spikula merupakan kunci identifikasi octocoral karena masing-masing jenis memiliki bentuk dan struktur khas (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Antonius, 2000; Sanchez et al., 2003). Hasil identifikasi terhadap sampel yang ada, struktur dan bentuk dari spikula berupa needle, spindle, clubs, double head, double disk, double cone, scaphoid dan spiny ball (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991).

Teknik untuk memperoleh bentuk spikula dan susunannya sangatlah sederhana, namun membutuhkan kecermatan pada proses pengamatan di bawah mikroskop. Jaringan Teknik untuk memperoleh bentuk spikula dan susunannya sangatlah sederhana, namun membutuhkan kecermatan pada proses pengamatan di bawah mikroskop. Jaringan

Daya resolusi dan pencahayaan berpengaruh dalam pengamatan spikula dibawah mikroskop. Daya resolusi berpengaruh terhadap akurasi dari bentuk dan detail spikula sehingga dapat digunakan sebagai pembeda antar genus dan spesies. Pencahayaan berpengaruh terhadap kejelasan obyek yang diamati. Kegiatan yang juga berpengaruh terhadap proses pengamatan adalah saat mounting atau penempelan dengan perekat. Adanya gelembung udara saat penempelan obyek pada gelas benda akan menghalanngi saat pengamatan. Selain itu terdapat pula alat yang sangat diperlukan pada saat pengamatan di bawah mikroskop yaitu adanya mikrometer yang berfungsi sebagai alat ukur untuk menentukan besarnya spikula yang diamati.

Adapun deskripsi masing-masing sampel berdasarkan karakter spikula yang diperoleh sebagai berikut:

1. Annella sp1 Gray 1858 Polip: monomorfik, retraktil dan tersebar diseluruh sisi cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna kekuningan, kecil dan halus

Sklerit: Tidak berwarna. Rod dengan anastomose; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial dengan ujung mengecil, merupakan bagian medula yang beranastomose (Gambar 7A). Rod ; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, mengecil pada kedua ujung merupakan bagian medula yang dijumpai tunggal (Gambar 8A). Smooth Needle; sklerit yang panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial yang halus, dengan ketidakhadiran tonjolan kecil. Needle; sklerit yang panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial dengan kehadiran tonjolan kecil, penyusun polip (Gambar 8B). Spindle with blunt spine; monoaksial sklerit berlekuk atau lurus yang mengecil pada kedua ujung dengan duri yang tumpul pada permukaan sklerit, merupakan penyusun korteks; Spindle with complex tubercles, ; monoaksial sklerit berlekuk atau lurus yang mengecil pada kedua ujung dengan tonjolan yang komplek, penyusun korteks (Gambar 8C-atas). Double disk; derivat dari putaran, dengan tonjolan pada kedua ulir yang bergabung pada roda atau piringan, merupakan penciri khas pada Annella (Gambar 8C-bawah). Medula berukuran 0.1-0.12 mm, polip 0.03-0.07 mm dan korteks 0.03-0.07 mm (gambar 7-8) (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001). Warna sesudah pengeringan: coklat Distribusi: Raja Ampat Papua, Ambon, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001). Catatan: cabang tersusun retikularis membentuk jala kecil. sklerit korteks dan polip lebih panjang dan lebih ramping dibanding Annella sp2. Berikut ini Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 merupakan specimen Annella sp.1.

Gambar 7. Re-drawing sklerit berupa medula beranastomose (A) dari Annella sp.1 (menggunakan mikroskop kamera lucida)

Gambar 8. Re-drawing sklerit dari Annella sp.1 terdiri atas Medula tunggal (A), Polip (B) dan Korteks (C) (menggunakan mikroskop kamera lucida).

Gambar 9. Specimen kering dari Annella sp.1 (kiri) dan spikula dibawah mikroskop cahaya (tidak berskala).

2. Annella sp2 Gray 1858 Polip: monomorfik, retraktil dan tersebar diseluruh sisi cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna kuning kecoklatan Sklerit: Tidak berwarna. Rod dengan anastomose; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial dengan ujung mengecil, merupakan bagian medula yang beranastomose (Gambar 10A). Rod ; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, mengecil pada kedua ujung merupakan bagian medula tunggal (Gambar 11A). Needle; sklerit panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial dengan kehadiran tonjolan kecil, penyusun polip (Gambar 11B). Double disk; derivat dari putaran, dengan tonjolan pada kedua ulir yang bergabung pada roda atau piringan, merupakan penciri khas pada Annella. Double head; umumnya bagian terminal dibangun oleh sklerit yang sempit simetris, bagian tengah atau pinggang halus, dan tandan bagian ujung penuh tersusun melalui proses yang tidak radial. Double cone; jarum pendek dengan pinggang. Ballons club; tongkat halus, memiliki kepala seperti bola atau 2. Annella sp2 Gray 1858 Polip: monomorfik, retraktil dan tersebar diseluruh sisi cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna kuning kecoklatan Sklerit: Tidak berwarna. Rod dengan anastomose; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial dengan ujung mengecil, merupakan bagian medula yang beranastomose (Gambar 10A). Rod ; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, mengecil pada kedua ujung merupakan bagian medula tunggal (Gambar 11A). Needle; sklerit panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial dengan kehadiran tonjolan kecil, penyusun polip (Gambar 11B). Double disk; derivat dari putaran, dengan tonjolan pada kedua ulir yang bergabung pada roda atau piringan, merupakan penciri khas pada Annella. Double head; umumnya bagian terminal dibangun oleh sklerit yang sempit simetris, bagian tengah atau pinggang halus, dan tandan bagian ujung penuh tersusun melalui proses yang tidak radial. Double cone; jarum pendek dengan pinggang. Ballons club; tongkat halus, memiliki kepala seperti bola atau

Gambar 10. Re-drawing sklerit berupa medula beranastomose (A) dari Annella sp.2 (menggunakan mikroskop kamera lucida).

Gambar 11. Re-drawing sklerit dari Annella sp.2 (menggunakan mikroskop kamera lucida). A. Medula tunggal, B. Polip dan C. Korteks

Gambar 12. Spesimen kering dari Annella sp.2 (kiri) dan spikula (kanan) dibawah mikroskop cahaya

3. Annella sp3 Gray 1858 Polip: monomorfik, retraktil dan tersebar diseluruh sisi cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna kuning kecoklatan dan halus Sklerit: Tidak berwarna. Rod dengan anastomose; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial dengan ujung mengecil, merupakan bagian medula yang beranastomose membentuk jaringan. Rod; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, mengecil pada kedua ujung merupakan bagian medula yang dijumpai tunggal (Gambar 13A). Needle; sklerit panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial dengan kehadiran tonjolan kecil, penyusun polip. Spindle with blunt spine ; sklerit lurus atau berlekuk mengecil pada kedua ujung, terdapat tonjolan yang tumpul. Crown spine; jarum berbentuk siklik, bagian distal termodifikasi menjadi panjang, hampir menyerupai jarum yang halus (Gambar 13B). Double disk; derivat dari putaran, dengan tonjolan pada kedua ulir yang bergabung pada roda atau piringan, merupakan penciri khas pada Annella. Double head; umumnya bagian terminal dibangun oleh sklerit yang sempit simetris, bagian tengah atau pinggang halus, dan tandan bagian ujung penuh tersusun melalui proses yang tidak radial. Double cone; jarum pendek dengan pinggang, menyerupai bentuk conus dari pakis pada kedua sisi (Gambar 13C-atas). Ballons club; tongkat halus, memiliki kepala seperti bola atau buah apel, kadang tersusun oleh kutil kecil atau 2-3 ulir jarum pada bagian tengah pegangan, merupakan bagian yang menyusun polip. Cylindris; sklerit dengan bagian ujung tumpul, berbentuk seperti gulungan (Gambar 13C-bawah). Medula berukuran 0.1-0.3 mm, polip

0.1-0.15 mm dan korteks 0.03-0.1 mm (Gambar 13) (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001). Warna sesudah pengeringan: kehitaman. Distribusi: Raja Ampat Papua, Ambon, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001). Catatan: polip ramping, tonjolan-tonjolan pada sklerit berukuran besar. Perbedaan terlihat pada bentuk korteks. Berikut ini Gambar 13 dan Gambar 14 merupakan gambar spesimen Annella sp.3.

Gambar 13. Re-drawing sklerit dari Annella sp.3 terdiri Medula beranastomose (A), Polip (B), dan Korteks

Gambar 14. Spesimen kering Annella sp.3 (kiri) dan spikula (kanan) dibawah mikroskop electron (tanpa skala)

4. Annella sp4 Gray 1858 Polip: monomorfik, retraktil dan tersebar diseluruh sisi cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna coklat muda Sklerit: Tidak berwarna. Rod dengan anastomose; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial dengan ujung mengecil, merupakan bagian medula yang beranastomose. Rod; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, mengecil pada kedua ujung merupakan bagian medula yang dijumpai tunggal. Rod with terminal whorl; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, dengan ujung mengecil dan terdapat ulir (Gambar 15A). Needle; sklerit panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial dengan kehadiran tonjolan kecil, penyusun polip. Ballons club ; tongkat halus, memiliki kepala seperti bola atau buah apel, kadang tersusun oleh kutil kecil, atau 2-3 ulir jarum pada bagian tengah pegangan, penyusun polip (Gambar 15B). Double disk; derivat dari putaran, dengan tonjolan pada kedua ulir yang bergabung 4. Annella sp4 Gray 1858 Polip: monomorfik, retraktil dan tersebar diseluruh sisi cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna coklat muda Sklerit: Tidak berwarna. Rod dengan anastomose; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial dengan ujung mengecil, merupakan bagian medula yang beranastomose. Rod; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, mengecil pada kedua ujung merupakan bagian medula yang dijumpai tunggal. Rod with terminal whorl; sklerit lurus atau berlekuk monoaksial, dengan ujung mengecil dan terdapat ulir (Gambar 15A). Needle; sklerit panjang, kurus, menyerupai sklerit monoaksial dengan kehadiran tonjolan kecil, penyusun polip. Ballons club ; tongkat halus, memiliki kepala seperti bola atau buah apel, kadang tersusun oleh kutil kecil, atau 2-3 ulir jarum pada bagian tengah pegangan, penyusun polip (Gambar 15B). Double disk; derivat dari putaran, dengan tonjolan pada kedua ulir yang bergabung

Gambar 15. Re-drawing sklerit Annella sp.4 terdiri atas mesula (A), polip B) dan korteks (C) menggunakan mikroskop kamera lucida

Gambar 16. Spesimen kering Annella sp.4 (kiri) dan spikula (kanan) dibawah mikroskop elektron (tanpa skala)

5. Verucella sp Milne Edwards & Haime 1857 Polip: monomorfik, sangat kontraktil tapi tidak retraktil. Kontraksi polip umumnya berbentuk gundukan pada permukaan cabang (Fabricius and Alderslade, 2001). Aksis: berwarna putih Sklerit: Berwarna jingga. Double head; umumnya bagian terminal dibangun oleh sklerit yang sempit simetris, bagian tengah atau pinggang halus, dan tandan bagian ujung penuh tersusun melalui proses yang tidak radial (Gambar 17A-bawah). Cylindris; bagian ujung tumpul, berbentuk seperti gulungan (Gambar 17A-atas). Pada pengamatan dibawah mikroskop sklerit bias tampak secara horizontal maupun vertical. Spikula permukaan berukuran 0.05-0.07 mm (Brill and Backhuys, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001). Warna sesudah pengeringan: jingga Distribusi: tersebar luas pada perairan dangkal pada Samudra Hindia dan Pasifik (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001).

Catatan: cabang berukuran kecil dengan tonjolan halus pada permukaan. Batas antara double heads terlihat jelas. Berikut ini Gambar 17 dan Gambar 18 merupakan spesimen Verrucella sp. -

Gambar 17. Re-drawing sklerit Verucella sp terdiri atas permukaan menggunakan mikroskop kamera lucida

Gambar 18. Spesimen kering Verucella sp (kiri) dan spikula (kanan) dibawah mikroskop electron (tanpa skala)