ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami bagaimana psychological well- being pada wanita yang melahirkan anak hasil perkosaan, maka data akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi per-responden. Interpretasi akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara. Kutipan dalam setiap bagian analisa akan diberikan kode-kode tertentu karena satu kutipan saja diinterpretasikan beberapa kali dan untuk mempermudah diperolehnya pembahasan yang jelas dan utuh. Contoh kode yang digunakan adalah R.1W.1b.88-89h.2, maksud kode ini adalah kutipan pada responden 1, wawancara 1, baris 88 sampai 89, verbatim halaman 2. IV.A. RESPONDEN I Tabel 2. Deskripsi Data Responden I No. Identitas Responden I 1. Nama samaran Mawar 2. Usia 26 tahun 3. Agama Kristen Protestan 4. Pendidikan terakhir SMA 5. Pekerjaan Wirausaha 6. Domisili Medan 7. Urutan keluarga 4 dari 4 bersaudara 8. Kasus perkosaan oleh Ayah kandung 9. Peristiwa perkosaan September 2006 10 Anak hasil perkosaan Perempuan Universitas Sumatera Utara IV.A.1. Observasi Umum Responden I IV.A.1.i. Observasi Lingkungan Rumah Responden I Pengambilan data pertama sampai ke lima dilakukan di rumah responden. Untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai tempat pengambilan data, peneliti akan menggambarkan bagaimana kondisi lingkungan rumah responden tersebut. Rumah responden berbentuk sebuah rumah besar bertingkat dengan desain minimalis dengan ukuran 12x30 meter. Rumah ini dibatasi dengan pagar berwarna coklat dan cat tembok berwarna krem di luar. Di sebelah kiri terdapat rumah kecil bercat putih yang sudah kusam, sedangkan di sebelah kanan terdapat rumah besar bercat hijau muda dan berdinding keramik tanpa ada pagar. Ketika peneliti masuk ke rumah responden, tempat yang pertama dijumpai adalah halaman teras. Teras ini berukuran tidak terlalu besar, diisi dengan dua kursi teras berwarna coklat dan satu buah meja. Pintu rumah responden memiliki tinggi sekitar dua meter berwarna coklat dan di atas pintu terdapat papan kecil bertuliskan “Syalom”, seperti kebanyakan rumah umat Kristiani lainnya. Setelah itu, peneliti memasuki ruang tamu responden. Pertama kali masuk ruang tamu, langsung terlihat salib berukuran besar berwarna coklat di dinding ruang tamu. Ruang tamu responden termasuk sederhana hanya terdapat sofa coklat, dan sebuah bingkai foto besar yang didalamnya ada foto keluarga besar responden tanpa foto ayahnya, sebuah salib, dan sebuah tulisan dari kayu bertuliskan “Tuhan Berkati Rumah Ini”. Setelah masuk ke ruang tamu responden, ruangan selanjutnya yang dapat ditemui adalah ruang keluarga. Ruang keluarga berukuran besar karena diisi Universitas Sumatera Utara dengan dua set sofa besar berwarna coklat dan krem, di setiap sofa juga diisi bantal-bantal kursi yang tersusun rapi. Dalam ruangan keluarga juga terdapat dua kipas angin besar yang bergantung di dinding, sejumlah foto keluarga responden yang lagi-lagi tidak tercantum foto ayah di dalam foto keluarga tersebut. Di lantai atas terdapat kamar tidur abang responden Rudi yang sekarang ditempati oleh responden dan anaknya. Kamar tidur ini bercat merah jambu, warna yang menunjukkan sisi feminim seorang wanita. Terdapat sebuah tempat tidur springbed, lemari pakaian tiga pintu, sebuah rak buku, jam dinding berwarna pink, cermin, kipas angin, foto responden dan anaknya di dinding dan kalender. Tempat tidur subjek diisi dengan beberapa boneka seperti boneka beruang, sapi, dan bebek. Boneka-boneka itu selain digunakan sebagai teman tidur anak responden, juga dijadikan sebagai teman bermain. Rak buku sendiri berisi Alkitab, beberapa buku-buku rohani Kristen, dan dua buah album foto responden dan anaknya. Kondisi kamar tidur responden cukup sejuk dimana ada tiga buah jendela yang menjadi ventilasi udara bebas masuk. Setelah dari lantai dua, peneliti memasuki ruangan belakang rumah. Sebelum memasuki dapur, peneliti masuk ke ruang makan. Ruang makan dan dapur berwarna hijau muda menciptakan suasana segar di dalam ruangan. Di sudut dapur sebelah kanan terdapat dua buah kamar mandi. Satu kamar mandi khusus digunakan untuk tempat mandi, sedangkan satu kamar mandi lagi lebih sering digunakan untuk mencuci pakaian. Di luar sebelah kanan dapur terdapat halaman kecil yang langsung menghadap matahari. Halaman itu berisi dua tiang Universitas Sumatera Utara jemuran yang biasa digunakan responden dan keluarga untuk menjemur pakaian- pakaian yang sudah dicuci. Setelah memasuki ruangan dapur, peneliti menemukan sebuah kamar tidur. Jadi ruang dapur dan kamar tidur tersebut berbentuk leter L. Kamar terlihat gelap seperti tidak ada penghuni. Pintu kamar tersebut dikunci sangat rapat dengan sebuah gembok hitam besar dan dirantai, sehingga peneliti tidak dapat melihat isi kamar secara langsung. Kamar tidur yang bercat luar berwarna coklat ini ternyata dulu adalah kamar responden, tempat yang menjadi saksi bisu tunggal peristiwa perkosaan itu terjadi. Kamar tidur ini ditutup sejak ayah responden masuk penjara. Kamar yang sudah terkunci selama empat tahun ini menciptakan sedikit nuansa menyeramkan bagi peneliti. IV.A.1.ii. Observasi Responden I Selama Wawancara 1. Wawancara pertama Wawancara pertama dilakukan di ruang tamu. Peneliti datang pada sore hari sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Saat itu yang berada di rumah adalah responden sendiri sedangkan anak responden sedang dibawa oleh tante responden keluar jalan-jalan sore dan ibu responden masih berada di grosir. Kondisi ruang tamu saat itu cukup nyaman untuk melakukan wawancara, kipas angin pun turut serta menemani peneliti dan responden selama wawancara berlangsung. Posisi duduk peneliti dengan responden saling berhadapan, agar memudahkan peneliti dan responden saling berinteraksi dan tatap muka.. Saat wawancara berlangsung, responden mengenakan kaus ketat berwarna orange tua Universitas Sumatera Utara dan celana coklat pendek sepaha. Basa basi dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Setelah berbasa-basi sebentar, responden menanyakan kembali maksud dari wawancara tersebut. Jauh sebelum wawancara pertama berlangsung, peneliti beberapa kali mengunjungi responden untuk membangun rapport. Selama membangun rapport, peneliti telah menjelaskan maksud dari penelitian yang akan dilakukan. Peneliti juga telah memberitahukan bahwa data-data yang diberikan tidak akan dipublikasikan kepada siapapun, cukup peneliti saja yang mengetahui. Peneliti juga sudah memberikan lembar pernyataan kesediaan responden dalam penelitian. Wawancara dibuka dengan pertanyaan-pertanyaan tentang data diri subjek secara lengkap diselingi canda tawa responden dan peneliti. Baru sekitar lima belas menit wawancara berlangsung, anak responden bernama Icha baru sampai di rumah bersama tante responden. Responden pun memanggil anaknya untuk sebentar duduk di pangkuannya, perkenalan pun terjadi antara peneliti dengan anak responden. Perkenalan hangat ini berlangsung singkat sekitar lima menit saja karena tante responden mengajak anak responden untuk mandi sore. Wawancara dilanjutkan oleh peneliti dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan seputar kronologis peristiwa perkosaan yang dialami responden tahun 2007 lalu. Awalnya peneliti sempat gugup ketika menanyakan hal tersebut, sebab peneliti menyadari bagaimana sedihnya perasaan mengulas sebuah peristiwa traumatis, peristiwa yang benar-benar ingin dilupakan namun harus diingat lagi Universitas Sumatera Utara oleh responden. Namun, responden tidak keberatan jika ditanyakan kembali peristiwa tersebut sebab sebelumnya sudah dilakukan persetujuan wawancara. Selama responden menceritakan kronologis perkosaan, perasaan responden campur aduk. Responden bercerita dengan suara rendah, nada bicara sedih, menghela nafas, kepala menunduk, seolah-seolah responden kembali terbayang dengan peristiwa naas yang dialaminya dulu. Responden juga sempat menangis ketika menceritakan pelaku perkosaan adalah ayah kandungnya sendiri. Sebelum wawancara, peneliti telah menyiapkan tisu di dalam tas sebagai persediaan bila responden menangis. Selama wawancara berlangsung, responden menceritakan dengan lambat, lama diam, butuh waktu untuk berbicara, dan sering mengeluarkan gumaman “hmmmm” sehingga peneliti harus bersabar. Responden juga menggunakan gerakan tangan seperti menunjuk ketika menceritakan jarak antara kamar tidur orangtua responden dengan kamar tidur responden, memegang kepala ketika responden mencoba mengingat peristiwa perkosaan, mengelus-elus dada ketika responden merasa lega keluarga memberikan semangat kepada responden, dan mengepalkan tangan ketika menceritakan pelaku perkosaan adalah ayahnya. Peneliti pun mengakhiri wawancara yang telah berlangsung hampir tiga jam. Peneliti bersalaman dengan responden sebagai tanda wawancara pada hari itu telah selesai. Peneliti mengatakan bahwa ia akan melakukan wawancara lagi dan responden pun menjawab bersedia. Peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaan waktu untuk wawancara. Universitas Sumatera Utara 2. Wawancara kedua Wawancara kedua dilakukan sore hari di ruang tamu responden. Peneliti menjumpai responden sedang duduk santai di teras rumah sambil memegang handphone. Responden memakai daster berwarna coklat, rambut dikuncir dengan ikat rambut berwarna biru, dan tidak lupa kacamata coklat yang setia menemani matanya. Saat itu responden absen dari grosir sebab sepupu responden berkunjung ke rumah, ia yang menggantikan responden membantu ibu responden di grosir. Dalam ruang tamu, posisi duduk peneliti dengan responden bersebelahan, namun kali ini responden duduk dengan sedikit berbaring di sofa berwarna coklat. Peneliti mengijinkan responden memilih bebas posisi duduknya senyaman mungkin. Kemudian peneliti menanyakan keberadaan tante dan anak responden, lalu responden menunjuk ke arah kamar tante responden, tempat dimana tante dan anak responden sedang menikmati tidur siang. Tanpa basa basi, responden menanyakan tentang topik wawancara hari itu kepada peneliti. Suasana selama wawancara berlangsung tidak setegang wawancara pertama yang lalu karena suasana kali ini diiringi dengan tawa canda peneliti dan responden. Responden termasuk orang yang sangat terbuka, ia mau menceritakan pengalamannya dengan lugas. Hal tersebut menguntungkan bagi peneliti, sebab peneliti tidak perlu susah payah untuk menggali lebih dalam tentang kehidupan responden. Sesekali responden menunjuk foto-foto keluarga yang berada di ruang keluarga untuk menjelaskan bahwa tidak ada benda apapun yang menunjukkan ayah responden, begitu juga dengan posisi kamar responden yang dulu menjadi tempat perkosaan itu terjadi. Universitas Sumatera Utara Ketika berbicara tentang tujuan hidup, wawancara berhenti sejenak karena ibu responden dan sepupunya baru pulang dari pasar. Responden segera membukakan pintu pagar berwarna coklat itu. Ibu dan sepupu responden masuk dari pintu ruang tamu, peneliti pun menyalam mereka. Kemudian responden ijin sebentar kepada peneliti untuk pergi ke dapur mempersiapkan makan malam dan memandikan anaknya yang sudah bangun dari tidur siang. Melihat kesibukan responden, peneliti sempat menyarankan agar wawancara dihentikan namun responden tetap mempertahankan wawancara dilanjutkan setelah selesai bekerja. Setelah empat puluh menit wawancara berhenti, responden kembali ke ruang tamu untuk melanjutkan wawancara yang sempat terputus. Berbicara tentang tujuan hidup, responden terlihat senang, ia menjawab tersenyum, menaikkan alis, dan sesekali memandangi langit-langit rumah. Apalagi ketika responden mengutarakan ingin punya pendamping hidup suatu saat nanti, pipi memerah, dan tersenyum simpul, mewakili ekspresi responden yang tampak malu-malu kucing. Namun responden menolak untuk menceritakan panjang lebar, ia meminta untuk menjelaskannya di lain waktu. Peneliti pun mengakhiri wawancara yang telah berlangsung hampir tiga jam. Sama seperti wawancara pertama, peneliti bersalaman dengan responden sebagai tanda wawancara pada hari itu telah selesai. Peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaan waktu untuk wawancara dan ditutup dengan tawa responden. Universitas Sumatera Utara 3. Wawancara ketiga Wawancara ketiga dilakukan sore hari di kamar tidur responden. Peneliti datang pada sore hari, sejam lebih lama dibanding wawancara kedua. Responden terlihat lebih segar karena baru selesai mandi. Responden memakai kaus ketat berwarna putih, celana pendek ketat sepaha, poni yang dijepit ke belakang dan tidak lupa dengan kacamata coklat yang dikenakan responden. Wawancara dilakukan di kamar tidur karena responden mau mengerjakan pekerjaan rumah yakni melipat dan menggosok pakaian. Peneliti duduk di sudut dekat responden menyetrika pakaiannya. Wawancara kali ini sebagian besar fokus pada tujuan hidup responden. Selama wawancara berlangsung, responden lebih banyak tertawa dan tersenyum malu- malu ketika menceritakan tentang hubungannya dengan seorang pria yang sedang dekat dengannya. Sekali-sekali tangan responden berhenti memegang pakaian dan setrika ketika menceritakan sosok pria itu, dengan semangat yang berapi-api seraya menggerakkan tangan responden untuk menjelaskan hubungan mereka.. Sebenarnya peneliti merasa segan karena telah mengganggu rutinitas responden, namun responden tetap menikmati wawancara tersebut. Wawancara yang berlangsung selama dua jam ini pun berakhir, peneliti bersalaman dengan responden sebagai tanda wawancara pada hari itu telah selesai. Peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaan waktu untuk wawancara dan ditutup dengan tawa responden. Universitas Sumatera Utara 4. Wawancara keempat Wawancara keempat dilakukan sore hari di ruang tamu seperti kesepakatan sebelumnya dengan responden melalui telepon. Peneliti menjumpai responden sedang duduk santai bersama tante dan anaknya di ruang keluarga sambil menonton televisi. Saat itu grosir milik responden tutup cepat karena ibu responden sedang ada kegiatan di luar rumah. Responden memakai daster berwarna biru laut, rambut digerai, dan tidak lupa kacamata coklat yang selalu dipakainya. Sebelum wawancara berlangsung, responden menyuguhi segelas kopi kepada peneliti. Wawancara kali ini mengulas kembali mengenai pertanyaan- pertanyaan yang sudah pernah diajukan pada wawancara sebelumnya. Suasana wawancara sedikit agak berisik dikarenakan anak dan tante responden sedang menonton televisi. Responden pun mengingatkan tantenya untuk mengecilkan volume suara. Ekspresi wajah responden terlihat bahagia ketika menceritakan kehidupannya sekarang dan harapannya di masa depan. Apalagi ketika peneliti menyinggung tentang pernikahan, langsung responden tersenyum, matanya berbinar, dan terus mengucapkan kata “amin”. Di balik semua peristiwa, responden selalu mengucap syukur atas apa yang dialaminya hingga saat ini. Beberapa kali responden mengucapkan kata-kata “puji Tuhan” selama wawancara keempat berlangsung. Terlebih kehadiran anak responden membuat hidup responden menjadi lebih bermakna. Lewat ketekunan Universitas Sumatera Utara di dalam doa, responden selalu meminta kepada Tuhan agar ia selalu diberi hati untuk mengasihi anaknya. Responden mengatakan demikian seraya melipat tangan dan menutup mata layaknya orang berdoa. Wawancara pun berakhir, peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaan waktu untuk wawancara. Peneliti menutup wawancara dengan ucapan “Tuhan memberkati responden dan anaknya”. 5. Wawancara kelima Wawancara kelima sekaligus menjadi wawancara terakhir dilakukan di rumah responden, tepatnya di kamar tidur responden. Berbeda dengan wawancara-wawancara sebelumnya, wawancara kali ini dilakukan pada siang hari. Responden memakai kaus ketat berwarna pink, rambut diikat satu, dan tidak menggunakan kacamata. Peneliti menjumpai responden sedang menggendong anaknya yang sedang terlelap tidur. Kondisi rumah responden saat itu sepi, hanya ada responden dan anaknya sedangkan tante responden pergi ke grosir menemani ibu responden berjualan. Responden pun mengajak peneliti untuk melakukan wawancara di kamar sekalian menemani anaknya tidur siang. Sesampainya di kamar tidur, responden meletakkan anaknya di tempat tidur. Posisi duduk antara responden dan peneliti saling berhadapan dan berada di atas kasur. Responden mengipas-ngipas anaknya dan sekali-sekali mengelus tubuh anaknya yang sedang nyenyak. Dalam wawancara kali ini, peneliti mengulas kembali mengenai permasalahan yang dihadapi keluarga responden sebelum peristiwa perkosaan itu Universitas Sumatera Utara terjadi. Responden awalnya berat untuk menjelaskan dan sempat terdiam selama dua menit, namun akhirnya ia buka suara. Responden menceritakan dengan nada suara pelan, raut wajah kecewa dan sesekali menggerakkan tangan untuk memberi ketegasan mengenai perselingkuhan yang dilakukan ayahnya. Peneliti sangat terkejut mendengar perkataan yang keluar dari bibir responden. Responden juga menggunakan bahasa tubuh selama wawancara berlangsung. Ketika peneliti menanyakan kembali tentang peristiwa perkosaan itu, responden menggeleng-gelengkan kepalanya tanda menolak untuk menjelaskan, responden tidak ingin membahas perkosaan tersebut. Responden juga menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri ketika berkata responden tidak akan mau membenci lingkungan sekitarnya. Responden juga mengelus- ngelus dadanya ketika ia bercerita bahwa semua yang dialaminya adalah ujian hidup dari Tuhan. Wawancara singkat yang hanya berlangsung selama satu jam ini pun berakhir, peneliti bersalaman dengan responden sebagai tanda wawancara pada hari itu telah selesai. Peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaan waktu untuk wawancara. IV.A.2. Riwayat Responden I Responden 1 bernama Mawar bukan nama sebenarnya seorang wanita berdarah Batak bertubuh agak gemuk, berkulit putih, berambut ikal pirang sepinggang, tinggi badan sekitar 160 cm, dan berkacamata. Mawar adalah anak bungsu dari empat bersaudara, memiliki dua kakak yang telah menikah dan Universitas Sumatera Utara seorang abang. Kakak pertama Yuni berdomisili di Batam, kakak kedua Desi berdomisili di Medan, dan abangnya Rudi yang berdomisili di Bandung. Sejak kecil kedekatan Mawar dan saudara-saudaranya dengan ayah kurang intim karena karakter ayahnya yang otoriter, disiplin, dan keras. Dibalik sosok ayahnya yang begitu disegani, Mawar harus menerima sebuah kenyataan pahit, siapa sangka ayahnya tega melakukan perkosaan terhadap dirinya. Sebelum peristiwa tragis itu, keluarga Mawar sedang mengalami masalah. Seorang wanita muda mengaku sebagai isteri kedua yang dinikahi secara adat oleh ayah Mawar bahkan perkawinan mereka membuahkan seorang anak. Ayah Mawar menolak mentah-mentah pernyataan wanita itu, hal ini semakin menguatkan keyakinan keluarga bahwa wanita itu hanya bualan semata. Kehidupan keluarga Mawar berubah semenjak peristiwa pengakuan wanita tersebut, ibunya jatuh sakit sedangkan ayahnya jadi sering ke kedai tuak, mabuk, dan suka pulang larut malam. Setiap hari Mawar harus memperhatikan kondisi orangtuanya. Jarak yang jauh membuat kakak, abang, dan sanak keluarga tidak bisa memberikan perhatian penuh kepada orangtua Mawar. Dalam mengurus ibunya dan pekerjaan rumah yang lain, Mawar dibantu oleh adik kandung ibunya yang belum berkeluarga dan bersedia tinggal di rumah. Tepatnya tanggal 12 September 2006, hanya ada Mawar dan ibunya yang berada di rumah. Saat itu kondisi tengah malam, ayah Mawar pulang dari kedai tuak dalam kondisi mabuk berat. Tiba-tiba beliau masuk ke dalam kamar Mawar dan mendapati Mawar sedang tidur terlelap. Ayah Mawar memulai aksi kejam Universitas Sumatera Utara dengan membelai-belai kaki, Mawar segera tersadar dengan sigap ayahnya langsung menindih tubuh dan membekap mulut Mawar. Tubuh besar ayah membuat tubuh Mawar terpaku, ia hanya bisa merintih menahan kesakitan. Malam itu menjadi awal kehancuran di hidup Mawar. Perkosaan itu terjadi berulang kali dilakukan di kamar Mawar saat kondisi rumah lagi sepi. Mawar menyimpulkan kalau ayahnya sengaja melakukan perkosaaan itu setelah berulang terjadi. Begitu besar rasa cinta Mawar kepada ibunya yang sakit terbaring lemah di tempat tidur, ia pun terpaksa melayani nafsu bejat sang ayah. Mawar sebenarnya ingin menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada orang terdekatnya namun karena ayahnya mengancam ibunya akan dibunuh maka ia pun mengurungkan niatnya. Mawar merasakan sakit fisik dan psikis akibat perkosaan itu. Segi fisik, Mawar mengalami kesakitan di daerah intim. Segi psikis, perkosaan itu menggoreskan catatan traumatis. Trauma perkosaan membuat kondisi emosional Mawar menjadi labil. Mawar yang dulu dikenal sosok ceria perlahan-lahan berubah menjadi sosok pendiam, sering menangis, dan suka mengurung diri. Perasaan bersalah, marah, takut, dan malu menghantui hari-hari Mawar. Bantal, kasur, dinding selalu menjadi sasaran empuk Mawar menumpahkan segala kekecewaan, kemarahan, dan kebencian lewat air matanya. Tidak pernah terpikir oleh Mawar bahwa perkosaan itu membuahkan kehamilan. Dua bulan tidak haid disertai mual-mual membuat Mawar berinisiatif ke klinik. Perasaan Mawar semakin hancur mengetahui dia positif hamil, tidak Universitas Sumatera Utara sanggup lagi menanggung beban sendirian akhirnya ia buka mulut. Desi adalah orang pertama yang mengetahui tentang perkosaan yang dialami adiknya. Desi sangat terkejut mendengar penderitaan yang dialami adiknya, mereka kemudian berinisiatif mencari solusi dengan menjelaskan kepada saudaranya yang lain. Abang Mawar, Rudi mulai angkat bicara tentang kebenaran perkosaan tersebut. Baru dimulai pembicaraan, ayah Mawar langsung marah karena merasa difitnah. Tidak terima dengan semuanya, ayah Mawar bergegas melarikan diri namun berhasil dicegah dan segera diproses ke pihak kepolisian. Ibu Mawar sempat jatuh pingsan dan setelah sadar ibunya meminta maaf. Sekalipun perasaannya sangat hancur, ibu Mawar menyadari peristiwa itu terjadi karena kesalahannya yang tidak dapat melayani suaminya dalam kondisi sakit. Walaupun ayahnya sudah dipenjara, perkosaan itu masih membekas dalam hati Mawar. Mawar pun mencoba-coba menghapus rasa trauma dimulai dari inisiatif pindah kamar dan menyimpan segala foto yang bergambar ayahnya. Kamar tidur Mawar adalah satu-satunya saksi bisu perkosaan yang dapat membangkitkan kembali ingatannya tentang peristiwa naas tersebut. Kamar Mawar begitu menakutkan, membangkitkan amarah, tidur tidak tenang, dan sering mimpi buruk setiap kali memasuki kamar. Sama halnya dengan kamar, foto-foto ayahnya juga dapat membangkitkan ingatan Mawar tentang perkosaan itu. Perkosaan dan kehamilan Mawar akhirnya tersebar di lingkungan sekitar. Sebagian besar tetangga sangat menolak kondisi Mawar bahkan mereka ingin mengusirnya, namun hal ini dapat dicegah oleh kepala lingkungan. Keluarga ayah Universitas Sumatera Utara Mawar bahkan menuduh Mawar sebagai biang timbulnya perkosaan tersebut. Kedua belah pihak yaitu tetangga dan keluarga ayah Mawar juga sangat menolak keras kehadiran janin Mawar, mereka meminta agar Mawar menggugurkan kandungannya. Keluarga menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Mawar mengenai kehamilannya, apakah dipertahankan atau digugurkan. Berat bagi Mawar untuk tetap mempertahankan kandungannya namun bila memandang dari sudut pandang agama, medis, dan hati nuraninya, semakin meyakinkan hati Mawar untuk mempertahankan kehamilannya. Keputusan untuk mempertahankan kehamilan adalah keputusan terberat di hidup Mawar, ia harus siap menanggung segala konsekuensi yang muncul baik dari dalam diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Pada tanggal 8 Oktober 2007, Mawar melahirkan seorang bayi perempuan mungil. Kelahiran bayi mungil bernama Icha itu menjadi anugerah di tengah- tengah keluarga Mawar. Bagi Mawar, Icha adalah malaikat kecil dari Tuhan yang akan menguatkannya dalam menjalani hari-hari ke depan. Susah payah selama mengandung, melahirkan, terlebih rasa cinta yang dalam kepada anaknya membuat Mawar untuk tetap membesarkan Icha sendirian. Membesarkan anak sendirian tanpa kehadiran suami merupakan hal yang sangat berat, ditambah lagi rasa traumatis perkosaan belum terhapus membuat Mawar siap atau tidak siap harus mampu melalui segala tantangan. Mawar harus mampu mengontrol emosi yang kadang muncul dalam mengurus buah hatinya. Universitas Sumatera Utara Belum lagi berbagai sindiran, julukan sebagai “pembawa aib dan anak haram” menjadi pil pahit yang diterima oleh Mawar dan anaknya dari lingkungan sekitar. Sejak peristiwa perkosaan itu, Mawar semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketekunan Mawar dalam doa, saat teduh, ibadah, pelayanan, dan tetesan air matanya berbuah manis. Rasa benci dengan ayahnya perlahan-lahan luntur. Sekalipun Mawar sudah memaafkan, sampai sekarang ia masih belum siap berjumpa dengan ayahnya. Mawar juga tidak menyimpan dendam dengan lingkungan yang membenci dia dan anaknya, sebisa mungkin Mawar dan keluarga tetap berbuat baik untuk menjaga silaturahmi dengan mereka. Setelah status Mawar berubah menjadi ibu, tanggung jawabnya bertambah. Ia tidak hanya bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, tapi juga dengan anaknya. Ibu dan tante Mawar membantu mengajarkan berbagai hal dalam mengurus anak. Pihak gereja dan sanak saudara juga menunjukkan kasih sayang berupa kunjungan, nasehat, doa, dan perlengkapan anak. Icha tumbuh menjadi gadis cilik yang cantik, aktif, dan mudah bergaul. Sekarang usia Icha sudah memasuki empat tahun. Tubuh subur, pipi bulat, rambut ikal, kulit putih ditambah kepolosan Icha membuatnya tampak normal layaknya anak-anak biasa tanpa mengetahui seluk beluk siapa dia. Sampai saat ini, Mawar masih belum siap mengenalkan Icha dengan ayah kandungnya yang tidak lain adalah kakeknya sendiri. Mawar akan menjelaskan siapa ayah kandung anaknya setelah beranjak dewasa. Mawar memiliki impian Universitas Sumatera Utara suatu saat nanti ia akan memiliki sebuah keluarga kecil yang bahagia dimana ada dirinya, suami, dan anak-anaknya. IV.A.3. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being pada Responden I IV.A.3.i. Penerimaan Diri Peristiwa perkosaan yang dialami responden telah menggoreskan catatan traumatis tersendiri dalam kehidupannya. Jauh dari bayangan responden bahwa ia akan menjadi korban perkosaan ayah kandungnya. Hal ini membuat pandangan responden terhadap dirinya sendiri menjadi berubah. Ia memandang dirinya sebagai sosok hina dan menjijikkan setelah perawan hilang di tangan ayahnya sendiri. “..mau kek mana coba? Mana ada perempuan yang mau jadi korban perkosaan, dan itu terjadi padaku...ya hancurlah hidup, mandang jelek- jelek aja, kakak rasa hina kalipun diriku ini, dinistai bapak, perawan hilang di tangan bapak sendiri. Ihh, pokoknya kemaren itu jijik kalilah mandang diri sendiri..” R.1W.2b.958-967h.21-22 Penderitaan hidup responden tidak hanya sampai disitu saja, perkosaan berulang yang dilakukan ayahnya tidak disangka ternyata membuahkan kehamilan. Responden begitu terkejut ketika mengetahui dirinya positif hamil, beban hidupnya semakin bertambah. Ia hanya dapat menangis melihat hidupnya yang semakin hancur. “..wah, syok kalilah, nangis-nangislah udah ga tau gimana lagi hancurnya hidup. Masa iya hamil dari bapak sendiri?..” R.1W.1b.582-585h.13 Sebenarnya berat bagi responden untuk menerima kehamilannya, pasalnya kehadiran janin yang dikandungnya sama sekali tidak pernah ia kehendaki. Namun karena faktor agama yang mengatakan anak sebagai pemberian Tuhan, manusia tidak punya hak untuk membunuh sesamanya, dan Universitas Sumatera Utara melarang keras aborsi dilakukan mendominasi alasan responden untuk tetap mempertahankan kehamilannya. “..hati kecil kakak bilang dipertahankan aja, karena apapun ceritanya itu pemberian Tuhan, yah walaupun janin itu ada di perut kakak dengan cara yang salah. Ga mau aja nambah dosa lagi kalau sempat diaborsi. Makin murkalah Tuhan kalo sempat kakak gugurkan. Iyakan? Apa coba hak kakak untuk membunuh janin ini?..” R.1W.1b.680-689h.15 Sembilan bulan mengandung dan susah payah berjuang melahirkan, akhirnya seorang bayi perempuan lahir di tengah-tengah keluarga responden pada tanggal 8 Oktober 2007. Kebahagiaan responden atas kelahiran anaknya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, ditambah lagi ia mendapat peran baru sebagai seorang ibu. “..senanglah dek, mana ada ibu yang gak senang setelah sembilan bulan mengandung, susah payah melahirkan, masa gak senang kalau anaknya lahir ke dunia? Pokoknya kakak senanglah, sampe hati kakak bertanya- tanya, kok bisa? kok bisa? kok bisa aku jadi ibu?..” R.1W.2b.1056- 1063h.23-24 Walaupun kebahagiaan mulai muncul setelah anaknya telah lahir, tetap saja rasa traumatis masih menghantui responden apalagi ketika melihat wajah anaknya membangkitkan kembali ingatan dengan ayahnya. Namun, cinta kasih yang besar pada anaknya mampu mengalahkan rasa benci responden terhadap bayang ayahnya. Ketika responden terbayang dengan ayahnya, ia segera berdoa di dalam hati meminta kepada Tuhan agar tidak membenci anaknya. “..kembali terbayang dengan wajah bapak, langsung berdoa dalam hati, kakak bilang Tuhan, bantu aku untuk tidak membenci anakku, terus-terus itu yang kakak bilang..” R.1W.4b.3199-3203h.69 “..tapi itulah dek, cinta kakak sebagai seorang ibu lebih besar dari benci, sekalipun kakak bisa terngiang kembali kalo melihat Icha yang sedikit mirip dengan bapak..” R.1W.4b.3191-3195h.69 Universitas Sumatera Utara Selain rasa traumatis, proses jatuh bangun yang dialami responden hingga sekarang ini ia mampu tegak berdiri menghadapi semuanya tidak terlepas dari ketekunan berdoa kepada Tuhan. Responden percaya hanya Tuhan yang sanggup membantunya melewati segala rintangan dalam hidupnya. Setiap hari responden membawa pergumulan hidupnya di dalam doa. “..kakak bangkit tak lepas dari kasih Tuhan, banyak bergumul dalam doa setiap hari, membawa semua beban di hadapan Tuhan, meminta kekuatan agar mampu melewati semua..” R.1W.4b.2669-2674h.58 “..sekarang Puji Tuhan, sudah mantap dan pede dengan kondisi kakak saat ini..” R.1W.4b.2693-2695h.58-59 Berpikir positif juga menjadi kunci responden untuk bisa bangkit menjalani hidupnya. Sekalipun peristiwa perkosaan itu sudah menjadi takdir hidup, responden tidak langsung jatuh dan merasa hidupnya sia-sia. Responden bangkit dengan berpikir positif terhadap dirinya sendiri. Responden yakin bahwa ia adalah manusia yang masih berguna yang berhak menjalani hidup ke depan lebih baik dan baginya hidup terlalu berharga untuk disia-siakan. “..berpikir positif aja tentang diri sendiri, yakin, percaya kalo kakak adalah orang yang masih berguna, yah, sekalipun peristiwa perkosaan itu menimpaku, jangan langsung down dan merasa hidup sia-sia, ga berguna. Kalo ga mandang positif, mana mungkin kakak bisa berada sekarang disini dek, di depan mata kamu. Hidup itu terlalu berharga untuk disia-siakan..” R.1W.4b.2517-2527h.55 Berusaha untuk tidak mengingat-ingat peristiwa traumatis yang dialami juga dilakukan oleh responden untuk bangkit dari masa lalunya. Responden tidak hanya sekedar melupakan peristiwa perkosaan itu melainkan menjadikan peristiwa itu sebagai suatu pelajaran hidup. Bagi responden masih banyak hal yang lebih baik sedang menantinya di depan mata, makanya ia fokus untuk menata masa depannya. Universitas Sumatera Utara “..pokoknya jangan diingatlah yang kemaren, jadikan aja sebagai proses belajar, sekalipun itu trauma, janganlah diingat-ingat lagi, dilupakan saja dan bangkit menjadi lebih baik lagi. Memandang ke depan aja, masih banyak hal-hal baik yang sedang menanti kita..” R.1W.3b.2226- 2233h.49 Ada kebanggaan tersendiri dalam hati responden melihat dirinya sendiri. Jika responden melihat informasi yang sering diliat di media, banyak wanita yang memiliki nasib sama dengannya menjadi gila atau memilih mengakhiri hidup karena tidak sanggup menerima kenyataan hidup. Namun berbeda dengan responden, berkat perjuangan keras responden akhirnya ia bisa mempertahankan hidupnya hingga saat ini. “..bangga dengan diri kakak sendiri, bisa berjuang dan bertahan sampai sekarang ini. Cobalah kita lihat di TV banyak senasib sama kakak, banyak ngelakuin hal-hal buruk, yah kalo ga gila, mati, ya kan?..” R.1W.3b.2359-2365h.51 Banyak perubahan yang responden rasakan setelah empat tahun hidup bersama anaknya. Misalnya saja suasana hati responden yang sedang sedih mampu diubah menjadi tawa sukacita jika ia melihat tingkah laku anaknya. Ditambah lagi saat ini anak responden sedang dalam masa aktifnya membuat ia semakin menikmati perannya sebagai seorang ibu muda. Responden mengakui beban hidup yang dirasakannya menjadi hilang sejak kehadiran anaknya. “ada yang ngibur kakak kalo sedih, ada teman bermain, apalagi Icha lagi lugu-lugunya, lasak-lasaknya, pokoknya senenglah dek. Lihat Icha ketawa kikiki gitu apa gak makin senang kakak, hilang juga jadinya beban masalah. Disitulah kakak rasakan, enak juga jadi seorang ibu..” R.1W.2b.1113-1120h.25 Setiap orangtua pasti ingin membahagiakan buah hatinya, begitu juga dengan responden. Sebisa mungkin responden menjadi orangtua yang baik memperjuangkan masa depan anaknya dan mencintai anaknya seumur hidupnya. Universitas Sumatera Utara Responden juga menyadari bahwa kebahagiaan anaknya kurang sempurna tanpa sosok seorang ayah. Setelah seorang sahabat pria bernama Jordan mau menerima kondisi responden dengan anaknya, memberikan peluang lebih besar kepada anaknya untuk mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. “..sebisa mungkin akan menjadi mamak yang baik buat dia, berjuang untuk Icha dan masa depannya, mencintai Icha sepanjang hayatku. Kakak juga mau Icha merasakan kasih sayang seorang ayah, makanya pas abang Jordan itu terima kondisi kakak dan Icha, senang kali. Wah, akhirnya anakku punya bapak juga..” R.1W.3b.2285-2288h.50 Sampai saat ini, responden sudah mampu menerima dirinya dengan ikhlas. Responden bersedia menyandang status sebagai wanita korban perkosaan ayah kandungnya sendiri dan seorang ibu dari anak hasil perkosaan tersebut. “..kakak adalah seorang ibu dari Icha, dan harus bertanggung jawab sepenuhnya dengan dia,, dan kakak menerima dengan lapang dada, mau tak mau kakak harus mengakui kalo aku adalah seorang korban perkosaan. Kalo itu yah, mesti kakak terima..” R.1W.4b.2712-2719h.59 IV.A.3.ii. Hubungan Positif dengan Orang Lain Sejak peristiwa perkosaan itu diketahui oleh umum, hubungan antara responden dengan orang-orang di sekitarnya mengalami perubahan. Beberapa dari mereka seperti keluarga inti, keluarga dari pihak ibu, beberapa tetangga, kekasih, jemaat gereja mau menerima kondisi responden dan anaknya, serta tetap menjalin hubungan baik. Namun ada juga sampai sekarang masih memiliki hubungan buruk dengan responden dan anaknya seperti keluarga pihak ayah, tetangga, dan pelaku perkosaan yang tidak lain ayah kandungnya sendiri. Pihak yang sangat dekat dengan responden adalah keluarga inti dan keluarga pihak ibunya. Keluarga dengan senang hati menerima kehadiran anak Universitas Sumatera Utara responden sebagai anugerah. Mereka juga menunjukkan kepedulian dalam bentuk doa, perhatian, nasehat, dan pemberian barang. Responden sangat mensyukuri adanya keluarga yang masih peduli dengan keberadaan dia dan anaknya. “..malah mereka anggap Icha itu jadi berkat di tengah-tengah keluarga. Mereka ga pernah ungkit Icha itu bapaknya siapa? Padahal bapaknya adalah opungnya sendiri..” R.1W.2b.1208-1213h.27 “..bersyukur karena Tuhan masih memberikan orang-orang yang sayang dan peduli sama kami berdua..” R.1W.4b.3036-3038h.66 Lingkungan sekitar yakni tetangga juga tidak semua membenci responden dan anaknya. Ada juga beberapa tetangga yang masih mau menjalin hubungan baik dengan responden dan keluarganya. Mereka memberikan perhatian kepada anak responden seperti bermain, menggendong atau membelikan jajanan untuk anaknya. Responden pun tidak membatasi mereka untuk dekat dengan anaknya bahkan ia sangat senang dengan tetangga yang menyayangi anaknya. “..kalo tetangga yang sayang sama Icha, kakak ga pernah batasi, kalo mereka gendong atau kasih Icha jajanan, kakak malah merasa senang. Berarti mereka mau menerima kondisi kami yang seperti ini..” R.1W.4b.3120-3125h.67 Selain dengan tetangga, responden juga masih mau membukakan hati dengan lawan jenisnya. Jauh sebelum peristiwa perkosaan terjadi, responden sudah memiliki sahabat pria bernama Jordan. Jordan adalah teman masa kecil responden sekaligus teman satu pelayanan di gereja. Sejak peristiwa perkosaan sampai sekarang responden memiliki anak, Jordan selalu setia menemani dan mendukung responden. “..sewaktu kakak down setelah kejadian itu, dia selalu ada di dekat kakak, menguatkan kakak, selalu menghibur, bahkan selama kakak hamil, dan melahirkan Icha, dia selalu setia mendampingi kakak..” R.1W.3b.2002- 2007h.44 Universitas Sumatera Utara Sejak dulu Jordan sudah memendam rasa cinta kepada responden. Banyak pengorbanan yang sudah dia lakukan untuk membuktikan rasa cintanya, salah satunya dengan menerima kondisi responden dan anaknya. Jordan sangat menyayangi anak responden, dia sudah menganggap anak responden seperti anaknya sendiri. Begitu besarnya pengorbanan dan rasa cinta Jordan kepada responden dan anaknya, membuat responden akhirnya luluh dan menerima Jordan sebagai kekasihnya di awal tahun 2011. “..sayang kali pun dia sama Icha. Udah dianggapnya kayak anak sendiri, suka beliin jajan, makanan, mainan, mau kasih makan Icha, bobokin Icha juga mau..” R.1W.3b.2080-2084h.46 Hubungan kasih antara responden dengan Jordan telah diketahui keluarga responden, mereka kagum dengan Jordan yang mau menerima kondisi responden apa adanya. Berbeda dengan keluarga Jordan yang sempat terkejut dengan hubungan kekasih yang terjalin diantara mereka. Awalnya berat bagi keluarga Jordan untuk menerima kehadiran responden dan anaknya, sekalipun mereka sudah mengenal responden sejak kecil. Namun Jordan selalu meyakinkan keluarganya untuk membawa responden sebagai menantu di keluarga mereka, akhirnya membuat keluarga menyerahkan segala keputusan di tangan Jordan. “..yah siapa sih yang mau punya menantu korban perkosaan? Tapi setelah dijelasin ama abang itu dan mereka juga liat kakak itu orangnya gimana, yah mereka akhirnya menyerahkan semua keputusan di tangan Jordan..” R.1W.3b.2048-2056h.45 Jemaat gereja juga sudah mengetahui hubungan kekasih antara responden dengan Jordan, sedari dulu pihak gereja tahu kalau Jordan sudah lama menyimpan rasa dengan responden. Mereka semua mendukung hubungan kasih di antara Universitas Sumatera Utara keduanya, lagi-lagi responden bersyukur dengan banyak orang yang masih mendukung dan menerima kondisinya. “..pemuda-pemudi, sesama guru sekolah minggu, inang dan amang pendeta, ibu-ibu dan bapak-bapak yang lainnya udah tau. Puji Tuhan, mereka mendukung hubungan kami, dan mereka terimalah kondisi kakak. Inilah enaknya kalo saudara-saudara seiman, kita bisa saling mendukung satu sama lain..” R.1W.3b.2118-2127h.46-47 Responden sangat bersyukur atas peristiwa perkosaan yang menimpanya, sebab dibalik itu semua dia yakin Tuhan telah mempersiapkan hal-hal baik untuknya. Kehadiran Jordan menjadi salah satu anugerah terindah dari Tuhan. Bagi responden, Jordan adalah satu dari sedikit pria yang mau menerima apa adanya kondisi wanita korban perkosaan terlebih lagi wanita itu mempunyai anak hasil perkosaan seperti dia. “..mungkin di dunia ini, cuman dialah satu-satunya laki-laki yang baik banget, menerima apa adanya seorang perempuan yang jelas-jelas statusnya pernah diperkosa, apalagi diperkosa sama bapaknya sendiri. Yah, itu semua kakak syukurilah, mungkin ini udah rencana indah dari Tuhan..” R.1W.3b.2085-2093h.46 Keadaan yang demikian sangat bertolak belakang dengan beberapa pihak yang masih tidak menyukai keberadaan responden dan anaknya. Pihak keluarga dari ayah responden yang sampai saat ini hubungan dengan responden memburuk. Keluarga dari pihak ayah responden masih tidak menerima kalau ayah responden sebagai tersangka perkosaan, mereka masih tetap menyalahkan responden sebagai biang atas peristiwa perkosaan yang terjadi. “..kalo dari pihak bapak tetap ga suka gitulah. Sampe sekarang, pihak bapak tetap menyalahkan kakak kalo bapak berbuat kayak gitu karena kakak yang mancing deluan..” R.1W.2b.1180-1184h.26 Universitas Sumatera Utara Sekalipun demikian, responden sama sekali tidak membenci keluarga ayahnya. Responden dan keluarganya berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga ayahnya. Usaha yang dilakukan responden dengan berkomunikasi lewat telepon dan mengunjungi rumah keluarga ayahnya. Beberapa kali responden mendapat penolakan dari keluarga ayahnya, namun tidak mematahkan nyalinya untuk terus menjaga hubungan baik. “..tetap jaga komunikasilah sama keluarga bapak, bou, paktua, amangboru, pariban, semualah lewat telepon atau kadang datang ke rumah mereka untuk kunjungan, walaupun ga senang dengan kehadiran kakak, tetap ajalah berbuat baik..” R.1W.3b.2376-2382h.52 Sejak peristiwa perkosaan itu tercium oleh publik, sebagian besar tetangga sangat menolak kondisi responden. Perlakauan tidak terpuji yang sering mereka lakukan kepada responden berupa kekerasan verbal, seperti kata-kata makian. Setelah responden melahirkan pun kekerasan verbal itu tetap berlanjut dan anak responden turut menjadi korban. Mereka menjuluki anak responden sebagai anak haram atau anak yang membawa aib. Responden pernah sakit hati dengan perkataan mereka, namun karena sudah sering mendengar ia pun bersikap cuek. “..wah, sakit hatilah dek. Segitu sadisnya mereka bilang anakku anak haram, anak yang bawa aib. Seenak jidat mereka ngomong gitu. Biar aja mulut mereka yang capek jelek-jelekkan orang, yang dosanya makin bertambah kan dosa mereka..” R.1W.4b.3145-3148,3151-3154h.68 Selain dalam bentuk perkataan, tetangga yang tidak menyukai kondisi responden juga menunjukkan ketidaksukaan kepada anak responden dalam bentuk tindakan penghindaran. Misalnya saja ketika sore hari anak responden sedang bermain dengan anak-anak seumurannya di sekitar rumah, ibu dari anak tersebut langsung menarik anaknya untuk tidak bermain dengan anak responden. Universitas Sumatera Utara “..Icha suka gabung main-main dengan anak-anak lain, yah tau sendirilah kayak mana anak-anak, yah terus datanglah ibu si anak ini, kan langsung narik anaknya jauh dari Icha..” R.1W.4b.3094-3098h.67 Walaupun sebagian besar tetangga tetap berlaku kasar kepada responden dan anaknya, namun responden dan keluarga berusaha untuk tetap menjalin hubungan baik dengan mereka. Misalnya ketika responden berjumpa tetangga di tengah jalan maka ia akan menyapa atau sekedar memberikan senyum kepada mereka sekalipun tidak dibalas. Selain itu, responden dan keluarga juga memberi ucapan selamat kepada tetangga pada hari raya besar keagamaan sebagai bentuk penghargaan dengan datang ke rumah atau telepon. “..kalo ada acara besar keagamaan, yah kita ucapin selamat sama mereka, karena kan tetangga-tetangga ada yang seiman dengan kita, ada juga yang gak. Sempat datang ke rumah ato gak kirim sms sama mereka, yang penting kan kakak dan keluarga menghargai tetangga..” R.1W.3b.2313- 2318,2320-2323h.51 Responden dan keluarganya juga ketika membuat sebuah acara, mereka mengundang para tetangga untuk menghadiri acara mereka. Salah satu contohnya ketika perayaan hari ulang tahun anak responden, keluarga mengundang semua tetangga. Sekalipun hanya sedikit tetangga yang datang, namun keluarga responden sudah berniat baik untuk mengundang mereka. “..acara pesta ulang tahun Icha, kami undang kok mereka, walaupun sikit yang datang, yah yang penting kan diundang..” R.1W.3b.2341- 2344h.51 Walalupun berbagai cara telah dilakukan responden, tidak langsung membuat para tetangga mau untuk berhubungan baik lagi dengannya. Awalnya sikap dan tindakan sebagian besar tetangga responden sempat melahirkan sakit hati dan benci dalam diri responden. Namun karena sudah terbiasa mendengar hal Universitas Sumatera Utara itu, responden pun bersikap cuek dan perlahan-lahan kebencian itu pun hilang dari hati responden. Responden juga menyadari kalau agama juga melarang keras menyimpan akar pahit sesama manusia. “..benci itu sudah ga ada, toh ga ada gunanya benci ataupun menyimpan sakit hati sama mereka. Tuhan juga bilang jangan simpan akar pahit, dan jangan membenci musuhmu..” R.1W.4b.3166-3168,3170-3172h.68 Selain hubungan dengan orang-orang sekitar, hubungan antara responden dengan pelaku perkosaan yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri perlahan membaik. Dahulu responden sempat membenci ayahnya atas perkosaan yang dilakukan beliau dan tidak ingin berjumpa dengan ayahnya. Saat ini responden sudah memaafkan segala kesalahan ayahnya, namun ia masih tidak mau bertemu ayahnya lagi karena takut dapat membangkitkan trauma perkosaan jika melihat wajah ayahnya. “..kayak mana dibilang yah? Kakak sih udah maafin semua kesalahan bapak cuman kakak gak mau sering jumpa sama beliau, nanti kebayang semua kejahatannya sama kakak. Itu juga satu cara biar trauma itu gak bangkit lagi, menajuhi beliau..” R.1W.2b.1230-1237h.27 Sekalipun ayahnya tega melakukan tindakan perkosaan pada responden, sampai kapanpun ia tetap mengakui bahwa beliau adalah ayahnya. Jauh dari hati yang paling dalam responden sangat menyayangi ayahnya. Pernah suatu ketika responden mendengar bahwa ayahnya jatuh sakit di penjara, ia hanya bisa bantu kesembuhan ayahnya melalui doa. “..kakak sayang sama bapak, walaopun bapak gitu jahat sama kakak, apapun ceritanya dia tetap bapak kakak..” R.1W.3b.2214-2217 “..bapak sehat, Puji Tuhan, tapi pernah juga bapak jatuh sakit, kakak hanya bisa bantu doalah..” R.1W.4b.2852-2855h.62 Universitas Sumatera Utara Sampai sekarang ini, hanya ibu responden yang masih setia berkunjung ke penjara menjumpai suami tercinta begitu juga dengan keluarga dari pihak ayahnya. Walaupun responden belum mau bertemu dengan ayahnya, dia hanya bisa membantu ibunya mempersiapkan makanan kesukaan ayahnya sebelum ibunya membesuk ayahnya di penjara. “..mamak biasanya bawa makanan kesukaan bapak, bapakkan suka kali makan ikan mas arsik, jadi dimasak mamaklah. Belum bisa ketemu sama bapak, setidaknya kakak bisa bantu hanya dengan masak..” R.1W.4b.2826-2829,2836-2839 Keinginan responden untuk berjumpa dengan ayahnya sebenarnya ada, hanya saja dia masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan hatinya sampai benar-benar matang. Responden pun tetap setia berdoa meminta agar Tuhan mempersiapkan hatinya untuk berjumpa dengan ayahnya. “..ga tau juga, kapan waktunya. Pokoknya, sampai kakak siap ajalah. Sampai sekarang kakak masih setia berdoa minta kekuatan Tuhan untuk bisa bertemu bapak lagi..” R.1W.4b.2843-2847h.62 IV.A.3.iii. Otonomi Dalam hal keputusan, responden diberi kebebasan oleh keluarga untuk memutuskan segala sesuatu yang terbaik untuk hidupnya dengan tetap bersedia menanggung segala resiko. Misalnya keputusan untuk tetap mempertahankan kehamilan dan dalam membesarkan anaknya. Responden berprinsip berani melahirkan berarti berani juga untuk membesarkan anak. Apalagi mengingat perjuangan responden susah payah melahirkan anaknya semakin meyakinkan ia untuk tidak melepaskan anaknya begitu saja dengan orang lain. Universitas Sumatera Utara “..kakak sendiri yang memutusin untuk besarin Icha, ga maulah lepas aja dari Icha. Masa udah capek melahirkan, ujung-ujungnya anak ga sama kita?..” R.1.W.2b.1068-1072h.24 Sebenarnya keputusan responden untuk tetap membesarkan anaknya tidak disetujui oleh abangnya. Abang responden sempat menolak keputusan ini, ia menyarankan agar anak yang dilahirkan responden itu lebih baik diasuh oleh saudara mereka yang sudah berumah tangga selama 15 tahun namun belum dikarunia seorang anak. Pasalnya abang responden takut dengan kehadiran anak akan semakin menambah beban psikologis responden, belum lagi pandangan tetangga kepada adiknya akan semakin buruk. “..bang Rudi kasih saran sama kakak kalo Icha itu ga usah kakak besarin, kasih sama keluarga aja, kebetulan ada tante dan uda kakak yang udah 15 taun nikah tapi ga punya keturunan. Alasannya biar kakak ga makin tertekan batin dengan kehadiran Icha karena kejadian kemaren, ditambah lagi apa ntar kata lingkungan..” R.1W.2b.1082-1091h.24 Mendengar hal itu, responden menjelaskan lebih dalam lagi kepada abangnya mengenai keputusannya. Resiko dengan apa kata lingkungan sekitar, responden tidak terlalu mengkhawatirkannya karena sejak peristiwa perkosaan terjadi ia sudah banyak menerima pil pahit dari sebagian besar tetangganya. Setelah mendengar penjelasan responden, akhirnya abangnya menyetujui keputusannya. “..jelasin panjang lebar, akhirnya bang Rudi mau menerima juga. Lagian udah komitmen kalau kakak memutuskan untuk melahirkannya berarti harus siap membesarkannya. Kalo masalah tetangga, ga terlalu open ya, kan mereka juga udah tau gimana kondisi kakak yang sebenarnya, yah ngapain malu lagi dengan adanya Icha..” R.1W.2b.1095-1105h.24 Kebutuhan anak juga menjadi salah satu hal yang diperhatikan responden dalam membesarkan anak. Dalam hal pemenuhan kebutuhan anak, sejauh ini Universitas Sumatera Utara keluarga hanya sekedar berdiskusi dan memberikan saran kepada responden selebihnya keluarga menyerahkan keputusan kepadanya. Keluarga sepenuhnya mempercayakan seluruh kebutuhan anak kepada responden, mereka yakin responden tahu apa yang terbaik buat anaknya. “..palingan diskusi kebutuhan Icha ajanya, itu pun mereka kasih saran, selebihnya diserahkan semuanya sama kakak. Pokoknya keluarga ngasih dan nyerahin semuanya sama kakak..” R.1W.2b.1358-1364h.30 Setelah status responden berganti menjadi seorang ibu, ia mengemban sebuah tanggung jawab besar. Dulu sebelum responden melahirkan, kebutuhan hidup responden ditanggung oleh ibunya. Setelah melahirkan, responden tidak lagi hanya memikirkan kebutuhan dirinya sendiri tapi juga kebutuhan anaknya. Terkadang responden harus mengurungkan niat membeli sesuatu yang ia sukai hanya untuk mengutamakan kebutuhan anaknya. “..sebelum Icha lahir, kebutuhan hidup kakak kan lebih banyak ditanggung sama mamak, nah setelah Icha lahir, kan mulailah kakak yang memenuhi kebutuhan hidup Icha, makanya kakak kerja, ngumpulin uang buat beli kebutuhan Icha, kadang-kadang yah kalo kakak pengen beli sesuatu kayak pakaian, gitu mikir-mikir jadinya, ah bagusan uangnya ditabung buat keperluan Icha..” R.1W.3b.2423-2434h.53 Untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya, responden harus bekerja. Sejak anaknya lahir sampai sekarang, responden bekerja di grosir milik keluarga yang berlokasi di dalam pasar, membantu ibunya berjualan di grosir. Dari bekerja di grosir, sejauh ini responden mampu memenuhi segala kebutuhan anaknya seperti pakaian, susu, dan mainan. “..bekerja di grosir mamak, masalah penghasilan, mamak dan kakaklah yang nentukan. Yang jelas sejauh ini, kakak sanggup kok memenuhi segala kebutuhan Icha, mulai dari susu, baju, dan mainannya..” R.1W.2b.1259-1265h.28 Universitas Sumatera Utara Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti makan, listrik, atau air lebih sering dipenuhi oleh ibu responden berhubung responden dan anaknya masih tinggal satu atap dengan orangtua. Namun terkadang bila ada kesempatan, responden yang bergantian membeli kebutuhan makanan ataupun membayar tagihan listrik. “..karena tinggal sama orangtua, jadi kebutuhan makan, listrik, air, tetap mamak yang bayar, kalo kakak cuman sekali-kalinya mau bayar listrik ataupun masak makanan pake uang sendiri..” R.1W.2b.1268-1271,1277- 1280h.28 Setelah melahirkan, aktivitas sehari-hari responden diisi dengan bekerja dan mengurus anak. Responden harus bisa mengatur kegiatannya bekerja dan mengurus anak agar berjalan dengan seimbang. Awalnya responden sempat mengalami kesulitan dalam menjalankan rutinitasnya. Namun setelah responden membuat sejenis jadwal kegiatan, perlahan-lahan ia mampu menjalankan rutinitasnya dengan teratur. Dalam menjalankan rutinitasnya responden tidak sendirian, ia dibantu oleh tantenya yang tinggal di rumah. “..bangun pagi jam 5 kakak doa pagi dan saat teduh, biasanya sekitar sejam. Icha biasanya bangun jam 7-an makanya kakak sempat bersih- bersihin rumah, nyuci piring, nyuci kain. Kalo Icha bangun, kakak langsung mandiin, buat sarapannya, kasih makan minum susu, pokoknya Icha kakak beresin, kalo dah siap barulah mandi siap-siap ke grosir jam 8- an. Trus pulang dari grosir jam 4 atau 5, main-main sama Icha, biasanya sih kalo kakak pulang kerja Icha dah siap mandi, dimandiin sama tante. Trus malam jam 7 kasih makan Icha jam 9 Icha bobok kan? Disitulah waktu kakak ngobrol sama mamak dan tante, kadang habisin nonton TV, terus jam 11 doa dan renungan malam, sebelum tidur. Gitulah aktivitas biasanya, kurang lebih kek gitu..” R.1W.2b.1295-1316h.28-29 Selain bekerja, responden juga mengikuti aktivitas lain diluar kegitan mengurus anak yakni kegiatan rohani koor di gereja. Latihan koor diikuti responden dan teman-teman pelayanannya setiap hari Sabtu malam. Terkadang Universitas Sumatera Utara responden membawa anaknya ke gereja untuk latihan. Bila responden membawa anaknya latihan koor, terlebih dahulu responden membereskan kebutuhan anaknya seperti memberi makan malam. Namun mengingat jadwal latihan koor sampai larut malam, responden lebih sering meninggalkan anaknya. “..paling kakak siapinlah Icha, beres-beres, kakak kasih makan, bawa bontotnya Icha, itu ajanya dek. Tapi kasihan juga kalo kakak bawa hari Sabtu, kan siap latihan koor mau sampe jam 10 atau jam 11, makanya jarang kakak bawa..” R.1W.3b.2399-2404h.52 Berbeda dengan hari Minggu, hari dimana responden beribadah dan mengajar anak-anak sekolah Minggu di gereja. Setiap hari Minggu, responden selalu membawa anaknya ikut beribadah bersamanya. Hampir sama dengan hari Sabtu, sebelum responden berangkat untuk mengajar sekolah minggu dan beribadah, ia menyiapkan terlebih dahulu segala kebutuhan anaknya seperti memberi sarapan agar anaknya tidak kelaparan karena kegiatan ibadah berlangsung dari pagi sampai siang hari. “..kalo hari minggu, samanya dek, bangun pagi buatin sarapan buat Icha, barulah berangkat ke gereja jam tengah 8, ngajar sekolah mnggu, habis itu gereja lagi ampe siang kan, abis tuh kumpul bentar di gereja dengan amang pendeta, abis tuh pulang ke rumah. Yah, gitu-gitu ajanya..” R.1W.3b.2405-2413h.52 Selain itu, berkaitan dengan hubungan kasih yang terjalin antara responden dengan Jordan dimana mereka memiliki keinginan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, keluarga juga sangat mendukung. Apabila responden dan kekasihnya Jordan suatu saat menikah, pastinya tanggung jawab keluarga dalam menjaga responden akan digantikan oleh suaminya. Sampai sekarang ini, apapun yang menjadi keputusan responden keluarga sepenuhnya mempercayakan kepadanya. Universitas Sumatera Utara “..semuanya diserahkan sama kakak, kan yang jalani hidup kakak sendiri, malah mereka senang pun kalo misalnya rencana kakak itu terwujud, jadi kakak udah ada yang jagain. Selama ini kan yang jaga kakak, ada orang mamak, kakakku, dan abang, ntar kalo nikah kan tanggung jawabnya udah beda, yah sama abang Jordan itulah..” R.1W.3b.2483-2488,2490- 2494h.54 IV.A.3.iv. Penguasaan Lingkungan Secara garis besar responden sudah mampu mengatur lingkungan di sekitarnya dan mampu menciptakan lingkungan yang baik sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dibuktikan sejak ayah responden masuk ke dalam penjara, responden berinisiatif untuk segera pindah kamar tidur. Kamar tidur responden adalah satu-satunya saksi bisu perkosaan itu terjadi dan memberikan kesan ketakutan bagi responden seperti tidur tidak tenang, cemas, dan marah. Untuk itu responden ingin membuang segala rasa traumatis itu dengan pindah kamar tidur. Kamar tidur yang sekarang ditempati responden dan anaknya adalah kamar abang responden dulunya. Dalam merenovasi kamar baru, responden tidak sendirian, ia dibantu oleh keluarga. “..supaya ga kakak ingat-ingat lagi kejadian yang kemaren. Kamar itu salah satu yang bisa ingatkan kakak dengan kejadian yang dulu. Sejak bapak ditahan penjara, kakak langsung pindah kamar, minta mamak, abang, dan kakak untuk bantu-bantu pindah ke kamar bang Rudi Ah, pokoknya seramlah dek, kalo kakak mesti di kamar itu tidur. Bawaannya cemas, marah, tidur gak tenang, mimpi buruk, merindinglah..” R.1W.2b.1468-1479h.32 Kamar baru yang telah direnovasi oleh responden dan keluarganya dapat memberikan efek nyaman pada diri responden. Pasalnya kamar baru responden terletak di lantai dua, jauh dari kamar dia terdahulu. Selain posisi kamar tidur berada di lantai dua dimana posisinya bagus untuk pertukaran udara, lingkungan Universitas Sumatera Utara fisik kamar tidur pun diubah sesuai dengan kesukaan responden. Lingkungan fisik yang diubah seperti dinding kamar dicat warna pink warna kesukaan responden, barang-barang seperti lemari, tempat tidur diganti dengan yang baru. “..di lantai dua kamar abang, udara banyak yang masuk, jauh lebih sejuklah. Terus kamar kakak yang baru direnovasi sama abang, kan dulu kamarnya, banyak poster-poster cowok, bola, mobillah. Akhirnya dibuang abang, trus digantinya suasana kamar, catnya diganti jadi warna pink, warna kesukaan kakak, terus tempat tidur diganti, lemari baju, semuanyalah, sampai kamar jadi enak kakak tempati..” R.1W.2b.1485- 1497h.32-33 Sementara itu, kamar tidur responden yang dulu tempat perkosaan itu terjadi jadinya dikunci rapat-rapat oleh keluarga untuk tidak mengingatkan responden dengan peristiwa traumatis yang dialaminya. Siapapun tidak diperbolehkan masuk kesana oleh keluarga responden, sampai akhirnya kamar tidur itu sendiri menimbulkan efek menyeramkan karena tidak berpenghuni sudah empat tahun lamanya. “..kamar kakak yang dulunya jadi dikunci, ga ada yang boleh masuk kesana. Udah macam kamar setan lah dek, ga berpenghuni..” R.1W.2b.1462-1465h.32 Selain kamar tidur, foto-foto yang bergambar ayah responden yang ada di setiap sisi rumah juga disimpan jauh-jauh oleh ibu responden. Sama dengan kamar tidur, wajah ayah responden juga dapat membangkitkan kembali ingatan tentang peristiwa perkosaan. “..foto-foto keluarga, foto-foto bapak itu disimpan semua jauh-jauh dek. Yang nyimpan mamak, ntah ga tau dimana disimpan itu semua. Gak mau kejadian itu kakak ingat-ingat lagi. Jadi disimpan semualah foto yang ada gambar bapak..” R.1W.2b.1499-1503,1508-1511h.33 Terlalu pahit peristiwa perkosaan itu untuk diingat kembali dalam hidup responden, sebisa mungkin ia menghapus semua rasa traumatis itu sekalipun Universitas Sumatera Utara sangat sulit. Keinginan untuk pindah kamar tidur dan menyimpan jauh-jauh semua foto-foto bergambar ayah responden berasal dari inisiatif responden sendiri. Keluarga sama sekali tidak keberatan dengan keinginan responden, bahkan mereka mendukung keinginannya setidaknya dapat membantu responden mengurangi rasa traumatis perkosaan tersebut. “..itu semua inisiatif dari kakak, kakak yang minta itu semua yang namanya berbau ada bapak harus dijauhkan, terus mamak, abang, dan kakak yang bantu semua. Yang kayak foto-foto itu, mamak yang simpan jauh-jauh..” R.1W.4b.2898-2903h.63 Timbul rasa nyaman dalam diri responden setelah pindah ke kamar yang baru dan menyimpan semua foto-foto bergambar ayahnya. Setidaknya tindakan tersebut mengurangi kecenderungan responden untuk teringat kembali dengan peristiwa traumatis yang dialaminya. “..perasaan kakak saat ini tenang, jauh lebih nyaman dek, yah tenang aja gitu, ga teringat lagi yang kemaren-kemaren..” R.1W.4b.2922- 2925h.63 Selain rasa traumatis yang harus diatasi oleh responden, ia juga harus mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam membesarkan anaknya. Dahulu ketika pertama-tama menjadi seorang ibu, responden mengalami kesulitan dalam mengurus anak pasalnya sebelumnya ia tidak dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu. Namun kegiatan mengurus anak seperti menyusui, mandikan anak, mengerti arti tangisan bayi, responden dibantu oleh ibunya. Selain itu ketika responden sedang bekerja dan anaknya ditinggal di rumah, ada tante yang menjaga anaknya. “..dulu kan belum siap jadi ibu, jadi masih lum tau banyak tentang ngerawat bayi gimana. Contohnya kayak masalah Icha nangis, ngajarin netek, mandikan bayi, itu semua mamak yang ngajarin. Trus udah tau Universitas Sumatera Utara sikit-sikit barulah tanpa mamak, kakak coba-coba sendiri, coba memahami gimana kalo Icha nangis, itu tandanya apa..” R.1W.4b.3007-3016h.65 Kontrol emosional juga terkadang menjadi masalah bagi responden. Misalnya ketika responden pulang dari kerja, ia menjumpai anaknya sedang menangis, hal ini dapat membuat kondisi emosionalnya naik dan berujung kemarahan. Tidak jarang cubitan dan pukulan kecil menjadi bentuk kekerasan fisik yang diberikan kepada anaknya. Kondisi demikian sering membuat anaknya menangis, bila terjadi demikian responden akan menenangkan anaknya dengan membawanya bermain atau jalan-jalan. “..misalnya kakak baru pulang dari pajak, kan kadang-kadang capek gitu yah, pulang-pulang eh Icha kadang nangis tanpa sebab, suka juga darting, udah lelah tambah lagi anak nangis, apa ga naik spaning dek?..” R.1W.4b.3052-3057h.66 Lingkungan sekitar juga berpengaruh pada pergaulan anak responden. Misalnya ketika anak responden bermain dengan anak-anak sebayanya dan diketahui oleh orangtua anak tersebut, maka mereka langsung bertindak menarik anak mereka untuk tidak bermain dengan anak responden. Walaupun anak responden masih terlampau kecil dan belum mengerti apa-apa, namun ketika anaknya mendapat perlakuan seperti itu respon yang diberikan anaknya dengan menangis. “..kalo udah ditarik ibu itu anaknya, muka Icha kayak sedih terus lama- lama menangis, makanya kakak malas sebenarnya bawa Icha gabung ke tetangga yang lain..” R.1W.4b.3105-3109h.67 Melihat kondisi demikian, akhirnya responden memutuskan untuk membawa anaknya hanya bergaul dengan orang-orang yang masih mau menerima kehadiran mereka, misalnya saja anak-anak di lingkungan gereja yang dijumpai Universitas Sumatera Utara saat sekolah minggu. Mengingat lingkungan gereja salah satu pihak yang sepenuhnya mendukung dan menerima kondisi responden sejak peristiwa perkosaan sampai saat ini. “..Icha pun jadinya berteman cuman sama anak-anak di gereja aja, itu pun jumpanya pas sekolah minggu. Kalo untuk dekat dengan anak-anak tetangga yang lain, susahlah dek..” R.1W.4b.3111-3116h.67 Responden juga melihat adanya kesempatan yang tersedia di lingkungan yang dapat dia gunakan. Misalnya kesempatan bisnis MLM bidang perabotan rumah tangga dari teman responden. Jika melihat lingkungan sekitar responden yang kebanyakan sudah berkeluarga, bisnis ini cukup membawa kesempatan besar, namun karena rasa rendah diri responden terhadap kondisi dan hubungannya dengan tetangga yang lain membuat ia memilih mundur dan lebih fokus kepada pekerjaan dan anaknya. “..lagian tau diri kok dek, mana mungkinlah mau tetangga-tetangga jadi konsumen, liat kondisi kakak ini? Mana maulah mereka? fokus kakak saat ini cuma Icha dan kerjaan di grosir..” R.1W.2b.1541-1547h.34 Selain itu berkaitan dengan bidang pendidikan, dulu responden sempat berhenti kuliah di semester tiga karena peristiwa perkosaan yang dialami responden. Hal ini tidak membuat responden tertarik kembali untuk melanjutkan pendidikannya disebabkan karena dia malu dengan usianya yang sudah tua dan saat ini fokus responden hanya bertumpu pada anaknya. “..yah enggaklah dek, mengingat umur udah 26, udah tua. Gak mungkin lagilah sekolah. Ga fokus itu, sekarang hanya fokus dengan Icha saja” R.1W.2b.1408-1410,1414-1415h.31 Universitas Sumatera Utara IV.A.3.v. Tujuan Hidup Tujuan hidup responden saat ini sudah berubah setelah peristiwa perkosaan itu. Dahulu responden memiliki keinginan untuk merantau di luar kota untuk mengikuti jejak abangnya setelah lulus kuliah. Namun sejak peristiwa perkosaan itu, keinginan responden pun hilang dan tidak bisa kembali terwujud. “..dulu kakak punya cita-cita untuk merantau ke luar kota, mau tinggal nyusul bang Rudi ke Bandung habis tamat kuliah, tapi setelah kejadian itu, hushhh, hilang semualah. Pupuslah harapan mau merantau di luar kota..” R.1W.2b.1598-1606h.35 Hidup bersama anak dan bekerja menjadi tujuan hidup responden saat ini. Keinginan hidup mandiri sangat besar dalam diri responden, termasuk ingin memiliki usaha grosir sendiri. Untuk mencapai keinginannya, responden bekerja dan menabung uangnya sedikit demi sedikit di Bank. Sebenarnya responden bisa saja meminta modal awal untuk punya grosir sendiri dari ibunya. Namun karena selama ini sudah terlalu banyak merepotkan ibunya, responden pun berkeras untuk membangun grosir dari hasil tabungannya sendiri. “..dengan bekerja lah dek, kakak kan kerja di grosir mamak, penghasilan yang diterima, kakak tabung dikit-dikit, kakak punya tabungan di Bank, terus kalo uang itu udah terkumpul banyak, kakak mau punya grosir sendiri. Jadi kan enak kalo punya grosir sendiri..” R.1W.2b.1619- 1626h.35 Selain ingin memiliki grosir sendiri, responden juga punya keinginan untuk mempunyai rumah sendiri sebagai tempat tinggal ia bersama anaknya. Bagi responden tidak mesti harus membeli sebuah rumah, dengan menyewa rumah kecil saja tidak menjadi masalah asal ia bisa hidup mandiri tanpa merepotkan orangtuanya. “..udah ngumpulin uang, buka grosir sendiri, kakak mau punya rumah sendiri, ga mesti beli rumah, tapi ngontrak rumah kecil-kecilan pun Universitas Sumatera Utara gapapanya. Biar kakak hidup bersama Icha, berdua ajapun kami jadinya..” R.1W.2b.1636-1642h.35-36 Memiliki pendamping hidup juga menjadi salah satu keinginan responden. Awalnya responden sempat memandang sosok pria sebagai sosok penjahat yang suka menyakiti wanita. Namun peristiwa perkosaan yang dialaminya tidak menutup hati responden untuk menyukai lawan jenisnya. Bagi responden, memiliki pasangan hidup dapat membuat hidup lebih bahagia sebab ada tempat berbagi dalam suka dan duka. “..gini-gini pun enggaklah sampe mati rasa kakak liat cowok. Dulunya itu, pas baru-baru kejadian semua cowok di mata kakak sama ajanya, sama- sama penjahat, suka nyakitin wanita. Tapi dipikir-pikir bahagia jugalah kalo kita punya pasangan hidup, ada tempat berbagi..” R.1W.2b.1650- 1658h.36 Sejak awal tahun 2011, responden sudah meresmikan jalinan kasihnya bersama Jordan. Responden berharap bahwa Jordan bisa menjadi pasangan hidupnya. Hubungan kasih yang mereka jalani sudah serius bahkan mereka berencana untuk membawa hubungan tersebut ke jenjang pernikahan. Pernikahan yang direncanakan akan berlangsung tahun depan sebab masih banyak yang harus mereka persiapkan untuk melangkah ke jenjang tersebut. “..untuk saat ini kami jalani aja dulu, tapi memang kakak dan abang itu ada niat untuk melanjutkan ke pernikahan. Tapi mungkin ga sekaranglah, tahun depan mungkin. Lagian kakak udah pernah bilang ke kau dek kalo tujuan hidup kakak salah satunya pengen punya pendamping hidup..” R.1W.3b.2023-2031h.44-45 Memiliki pasangan hidup dan menikah artinya responden akan memberikan sebuah kebahagian besar kepada anaknya dengan menghadirkan sosok ayah. Kebahagiaan dimana anaknya akan mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah yang hampir empat tahun ini tidak diperolehnya. Sampai saat ini, Universitas Sumatera Utara responden masih setia mendoakan jalinan kasihnya dengan Jordan agar Tuhan memantapkan langkah mereka ke jenjang pernikahan. “..pengen kali kasih satu kebahagiaan buat Icha, memberikan dia seorang ayah. Inilah yang masih kakak doakan dek, semoga hubungan kakak dengan bang Jordan itu bisa sampai ke pernikahan sesuai dengan harapan kami..” R.1W.4b.2744-2750h.60 Keinginan melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan antara responden dengan Jordan sudah diketahui oleh kedua belah pihak keluarga. Berencana untuk menikah dengan Jordan berarti responden juga harus menikahi seluruh keluarga Jordan. Responden sedang berusaha untuk mendekati seluruh keluarga Jordan untuk memastikan kalau mereka benar menerima apa adanya responden dengan status korban perkosaan dan ibu dari seorang putri hasil perkosaan. “..itulah semua lagi dikawinkan, istilahnya kayak gitulah dek, didekatkan dulu satu sama lain. Kakak harus pastikan kalo memang keluarganya benar-benar menerima kakak apa adanya dengan kondisi kalo kakak itu korban perkosaan bapak sendiri ditambah punya anak perempuan hasil perkosaan itu..” R.1W.4b.2757-2757h.60 Selain mempersiapkan pernikahan, satu tujuan yang sekarang menjadi fokus responden adalah anaknya yang akan segera memasuki bangku sekolah taman kanak-kanak. Saat ini responden sedang berusaha untuk mencari sekolah yang terbaik untuk anaknya dan mulai menabung uang untuk biaya pendidikan anaknya kelak. “..lagi nyari-nyari TK yang bagus untuk Icha, udah nemu sih..” R.1W.5b.3510-3511h.76 “..paling nabung dek, soalnya biaya masuk sekolah kan cukup mahal..” R.1W.5b.3515-3516h.76 Universitas Sumatera Utara IV.A.3.vi. Pertumbuhan Pribadi Responden menyadari banyak hikmah yang ia terima di balik peristiwa perkosaan yang dialaminya. Responden semakin mendekatkan diri dengan Tuhan melalui pelayanan, ia juga lebih banyak belajar menghargai hidup, mengembangkan diri sendiri, dan menghargai hubungan dengan sesama manusia. “..hikmah banyaklah dek. Kakak jadi semakin dekat sama Tuhan Yesus, semakin melayani Dia di dalam hidup kakak, terus kakak juga merasa banyak hal yang positif berkembang dalam diri kakak, bisa belajar bagaimana mengasihi sesama, mengasihi keluarga, mengasihi Icha, bagaimana menikmati hidup dengan bahagia, bagaimana akhirnya kakak semakin menerima diri kakak sendiri. Wah, banyaklah dek berkat-berkat Tuhan yang kakak rasakan. R.1W.3b.2175-2187h.48 Responden mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengikuti berbagai kegiatan rohani, salah satunya adalah guru sekolah minggu. Sudah lama responden aktif menjadi guru sekolah minggu di gereja. Dahulu sebelum peristiwa naas itu terjadi, responden rajin berusaha untuk menjadi guru sekolah minggu yang baik. Ia sering membeli buku-buku tentang anak-anak di toko buku rohani, membacanya, dan menerapkannya kepada anak-anak sekolah minggu. “..baca buku tentang anak-anak, kakak juga pernah ke Metanoia, beli buku untuk anak-anak sekolah minggu, ada juga buku yang kakak beli isinya tentang kalo ga salah, bagaimana menjadi guru sekolah minggu yang baik dan dekat sama anak-anak. Kakak baca bukunya, trus kakak latih di setiap minggunya selama proses kebaktian sekolah minggu. Tapi itu dulunya pas masa-masa SMA dan sebelum kejadian itu..” R.1W2b.1726-1738h.37- 38 Usaha-usaha yang dulu dilakukan responden dalam melatih kemampuan dia sebagai guru sekolah minggu tidak pernah lagi dilaksanakannya sekarang ini. Responden lebih sering menghabiskan waktu berbagi cerita tentang anak-anak sekolah minggu dengan teman-teman sesama guru sekolah dan ibu pendeta. Universitas Sumatera Utara “..paling ngumpul-ngumpullah dengan guru sekolah minggu yang lain, diskusi buat kegiatan anak-anak, kadang-kadang kakak minta petunjuk dan nasehat dari inang pendeta..” R.1W.2b.1745-1750h.38 Responden juga berlatih guru sekolah minggu di rumah bersama anaknya yang juga ikut sekolah minggu. Apa saja yang responden hadapi di rumah setiap hari bersama anaknya dapat menjadi bahan pembelajaran di sekolah minggu. Bagi responden menjadi guru sekolah minggu merupakan tugas yang cukup susah namun menyenangkan. Dibutuhkan kesabaran, kontrol emosi, dan keikhlasan dalam mengerjakannya terutama ketika melayani anak-anak. “..terkadang kita ga tau gimana caranya menghadapai anak, tapi dari Icha jugalah kakak belajar, belajar banyak hal, kayak kesabaran, pintar-pintar meredam emosi. Yah kayak gitulah, apalagi kalo mengajar di sekolah minggu, anak-anak banyak dengan tingkah laku yang bermacam-macam, kan kita harus pande-pande berhadapan dan mengajari mereka, harus sabar, ga boleh emosian, harus senyum biar anak-anak makin dekat dengan kita..” R.1W.2b.1765-1777h.38 Banyak hasil yang dirasakan responden setelah menjadi guru sekolah minggu selama bertahun-tahun terlebih setelah responden memiliki anak. Untuk diri pribadi sendiri, responden jadi lebih sabar dalam menghadapi sesuatu, emosi lebih terkontrol, dan mudah berinteraksi dengan anak-anak. Di rumah juga demikian, responden lebih belajar menjadi seorang ibu yang baik untuk anaknya. “..kakak makin sabar, mengontrol emosi, jadi tau tentang kondisi anak gimana, tau menempatkan diri ketika berinteraksi dengan anak. Di rumah juga demikian, kakak jadi tau gimana caranya mengajar anak yang benar, jadi anak yang baik, jadi seorang ibu..” R.1W.2b.1783-1791h.38-39 Selain menjadi guru sekolah minggu, sampai saat ini responden juga aktif mengikuti kegiatan koor pemuda. Responden melakukan latihan koor setiap malam Sabtu di gereja. Selain latihan menyanyi, ia juga dapat berkumpul dengan pemuda-pemudi gereja untuk saling berbagi cerita satu sama lainnya. Universitas Sumatera Utara “..setiap Sabtu malam, lagian disitu juga ngumpul semua pemuda-pemudi kita, kau juga kan ikut dek. Disitu, selain latihan nyanyi juga bisa saling curhat dengan teman-teman seiman. Senang juga..” R.1W.2b.1823- 1828h.39 Sekalipun sekarang status responden sudah berubah bukan pemuda melainkan seorang ibu, dia masih semangat mengikuti latihan koor. Responden juga aktif mengikuti festival koor gereja, ada damai yang dirasakan responden setiap kali menyanyikan kidung-kidung pujian dalam koor. “..walaupun status kakak udah jadi mamak-mamak, tapi kakak juga masih aktif di koor kayak kemaren ada festival koor gereja distrik Medan-Aceh sekitarnya, kakak ikut lombanya. Senang juga bisa memuji nama Tuhan, ada damai yang dirasakan kalo nyanyi-nyanyi kidung pujian..” R.1W.2b.1807-1809h.39 Selain mengikuti kegiatan-kegiatan rohani di gereja, responden juga mendekatkan diri kepada Tuhan di rumah. Berdoa, saat teduh, dan berpuasa merupakan bentuk ibadah yang dapat dilakukan responden di dalam rumahnya setiap hari. Damai sejahtera juga dirasakan responden setiap kali bersekutu dengan Tuhan. “..berdoa, setiap hari saat kakak teduh, kalo malam kakak melaksanakan renungan malam, kadang juga berpuasa, kalo dah kayak gitu, damai sejahteralah yang kakak rasakan..”R.1W.3b.2242-2245,2248-2250h.49 Pertumbuhan pribadi yang dilakukan responden tidak semata untuk kedamaian hatinya. Responden juga tidak lupa mengajari anaknya sejak dini untuk dekat kepada Tuhan melalui kegiatan berdoa. Mengajari anak bagaimana sikap berdoa yang baik sekalipun anaknya hanya mampu mengucap kata amin. “..sekalipun masih kecil, kakak ajarin kekmana lipat tangan, paling Icha yang tau cuman ngomong Amen, itu aja yang dia tau..” R.1W.3b.2253- 2257h.49 Universitas Sumatera Utara IV.A.4. Interpretasi Intra Responden I Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai dimensi-dimensi pada responden 1 Mawar yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dimensi-dimensi tersebut dihubungkan dengan teori yang telah dikemukakan di Bab II. 1. Penerimaan Diri Self-Acceptance Ryff 1995 mengatakan seseorang yang menilai positif diri sendiri adalah mereka yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Untuk mencapai penerimaan diri Mawar hingga saat ini bukanlah proses yang mudah. Semua proses penerimaan diri Mawar tidak terlepas dari penyerahan dirinya kepada Tuhan melalui pergumulan di dalam doa. Saat ini Mawar sudah mampu menerima status dirinya sebagai korban perkosaan ayah kandungnya dan ibu dari seorang putri hasil perkosaan. Sekarang ini Mawar sedang menikmati peran barunya sebagai seorang ibu dan ia juga sangat mencintai anaknya. Mawar berusaha menjadi seorang ibu yang baik memperjuangkan masa depan dan kebahagiaan anaknya. Mawar juga sudah berpikir positif terhadap dirinya sendiri, sekalipun peristiwa perkosaan itu sangat membekas di hidupnya namun tidak menjadi penghalang ia untuk melangkah maju ke depan. Mawar meyakini bahwa ia adalah manusia yang masih berguna dan berhak menjalani hidup ke depan yang lebih baik. Baginya, hidup terlalu berharga untuk disia-siakan. Universitas Sumatera Utara 2. Hubungan Positif dengan Orang Lain Positive Relations with Others Menurut Ryff 1995, seseorang yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain. Dalam hal ini, Mawar tetap memiliki hubungan yang hangat dengan orang-orang di sekitarnya, yakni keluarga ibu, kakak, dan abang, keluarga dari pihak ibunya, beberapa tetangga, dan jemaat gereja. Mawar sangat bahagia dengan penerimaan mereka terhadap anaknya, untuk itu ia juga berusaha untuk membalas kebaikan mereka dengan tetap menjaga silaturahmi. Ryff 1995 juga mengatakan bahwa dalam dimensi ini digambarkan sosok individu yang mampu memberikan cinta dan memiliki persahabatan yang mendalam. Hal ini sejalan dengan hubungan Mawar dengan kekasihnya Jordan. Walaupun perkosaan itu memberikan dampak traumatis, tidak berarti Mawar menutup dirinya dengan lawan jenis. Melihat kebaikan, kesabaran, dan kasih sayang Jordan kepada Mawar dan anaknya, ia pun berubah pikiran untuk membagi cintanya kepada Jordan lewat hubungan kekasih. Pihak keluarga ayah Mawar dan sebagian besar tetangga masih tidak menyukai keberadaan Mawar dan anaknya. Pihak keluarga ayah Mawar masih belum terima kenyataan ayahnya sebagai pelaku, mereka masih tetap berpendirian bahwa biang peristiwa itu adalah Mawar. Begitu juga dengan tetangga-tetangga, yang menganggap Mawar dan anaknya sebagai pembawa aib. Sekalipun mereka tidak menyukai keberadaan Mawar dan anaknya, Mawar tetap bersikap baik untuk menjaga tali silaturahmi yang sempat terputus. Universitas Sumatera Utara Selain itu, Mawar juga membatasi hubungan dengan pelaku perkosaan yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri sampai saat ini. Walaupun hati kecil Mawar sudah memaafkan segala perbuatan ayahnya dan tidak membenci ayahnya, namun ia masih belum mau berjumpa dengan ayahnya yang berada di tahanan penjara karena takut akan terbayang kembali peristiwa perkosaan yang dilakukan oleh ayahnya. Walaupun demikian, Mawar tetap mendoakan ayahnya sebagai wujud kasihnya. 3. Otonomi Autonomy Ryff 1995 mengatakan individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri dan mengatur perilaku diri sendiri, mandiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal ini sejalan dengan Mawar, keputusan untuk melahirkan dan membesarkan anak sendirian berasal dari dirinya sendiri. Mawar harus siap menanggung resiko-resiko ke depannya jika ia membesarkan anak dengan latar belakang hasil perkosaan. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, Mawar berusaha mandiri dengan bekerja membantu ibunya di grosir usaha mereka. Mawar juga memiliki jadwal yang dibuatnya sendiri agar kegiatan mengurus anak dan bekerja terlaksana dengan baik. Dalam hal mengurus anak, Mawar dibantu oleh ibu dan tante responden, misalnya ketika bekerja ia menitipkan anaknya kepada tantenya. Selain itu, keputusan Mawar untuk melanjutkan hubungan bersama Jordan ke jenjang pernikahan tahun depan diserahkan keluarga sepenuhnya kepadanya. Universitas Sumatera Utara 4. Penguasaan Lingkungan Ryff 1995 mengatakan individu yang baik dalam dimensi ini adalah memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan, mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Hal ini sejalan dengan Mawar yang berusaha menjauhi stimulus-stimulus yang dapat mengingatkan kembali peristiwa perkosaan dengan berinisiatif pindah kamar dan menyimpan jauh-jauh foto-foto ayahnya. Mawar juga merenovasi kamar barunya sesuai dengan kebutuhannya. Dalam membesarkan anak, Mawar juga menghadapi beberapa masalah seperti kontrol emosi dan lingkungan sekitar. Emosi yang kurang terkontrol terkadang membuat Mawar mendaratkan cubitan atau pukulan kecil ke tubuh anaknya. Bila anaknya menangis, Mawar segera tersadar segera menenangkan anaknya dengan membawa bermain atau jalan-jalan. Untuk mengatasi masalah di lingkungan sekitar yang berpengaruh pada tumbuh kembang anaknya, Mawar hanya mendekatkan anaknya dengan tetangga-tetangga yang menerima kondisi mereka. Mawar tidak mau anaknya merasa ditolak oleh lingkungan sekitarnya. Ryff 1995 mengatakan individu yang memiliki penguasaan yang kurang baik tidak mampu memanfaatkan peluang atau kesempatan di lingkungan sekitarnya. Hal ini terjadi pada Mawar yang memiliki kesempatan dalam bisnis MLM, namun tidak dimanfaatkan. Mawar langsung rendah diri dan merasa putus asa menjalankan bisnis tersebut melihat kondisi tetangga yang sebagian besar masih belum menerima kondisi Mawar dan anaknya. Universitas Sumatera Utara 5. Tujuan Hidup Ryff 1995 mengatakan individu yang menilai positif kondisi hidupnya adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup yang jelas dan memegang keyakinan bahwa individu tersebut mampu mencapai tujuan dalam hidupnya. Hal ini sejalan dengan yang dialami Mawar. Peristiwa perkosaan yang dialami Mawar membuat tujuan hidupnya berubah. Dulu Mawar memiliki keinginan untuk merantau mengikuti jejak abangnya, sekarang diganti dengan keinginan untuk hidup mandiri yakni memiliki rumah sendiri dan usaha grosir sendiri. Untuk mewujudkan keinginannya, Mawar menabung uang sedikit demi sedikit tanpa melibatkan orangtuanya lagi. Mawar juga memiliki impian untuk menikah ke depannya. Bagainya punya pasangan hidup dapat menjadi tempat Mawar berbagi suka dan duka. Mawar berencana membawa hubungannya bersama J ke jenjang pernikahan di tahun 2012. Khusus buat anaknya Icha, Mawar memiliki keinginan anaknya bisa menjadi orang yang sukses. Salah satu cara yang dilakukan Mawar dengan mencari sekolah terbaik untuk anaknya. 6. Pertumbuhan Pribadi Ryff 1995 mengatakan individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif. Mawar merasakan dirinya semakin bertumbuh di dalam Tuhan dengan melibatkan diri dalam kegiatan pelayanan di gereja dan di rumah. Menjadi guru sekolah minggu membuat Mawar menjadi pribadi yang lebih sabar, mampu Universitas Sumatera Utara mengontrol emosi, dan mudah berinteraksi dengan anak-anak. Dalam koor juga demikian, Mawar merasakan kedamaian setiap kali menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan. Ibadah juga setiap hari dilakukan Mawar di rumah seperti doa, saat teduh, renungan malam, dan puasa. Mawar juga mengikutsertakan anaknya dalam ibadah, mengenalkan agama kepada anaknya sejak dini. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Analisa Psychological Well-Being Responden 1 No. DIMENSI GAMBARAN 1. Penerimaan Diri Self-Acceptance 1. Responden memandang positif dirinya sendiri, meyakini dirinya adalah manusia berguna yang memiliki masa depan yang panjang. 2. Untuk bisa sampai saat ini, responden mendekatkan diri kepada Tuhan, berusaha untuk tidak mengingat peristiwa perkosaan, dan berpikir positif. 3. Responden sudah mampu menerima status dirinya sebagai korban perkosaan dan ibu dari seorang putri hasil perkosaan. Hal ini dibuktikan dengan : - Bangga dengan dirinya yang bisa bertahan sampai saat ini - Hidupnya semakin bahagia sejak kehadiran putri kecilnya - Berusaha menjadi orangtua yang baik untuk anaknya 2. Hubungan Postif dengan Orang Lain Positive Relation with Others 1. Responden menjalin hubungan baik dengan : - Keluarga inti - Keluarga dari pihak ibunya - Tetangga yang menerima kondisi dia dan anaknya - Kekasih - Jemaat gereja. 2. Responden juga tetap membuka diri dan menjalin silaturahmi dengan : - Pelaku perkosaan  namun belum siap untuk bertemu - Keluarga pihak ayah - Tetangga yang menolak kondisi dia dan anaknya 3. Otonomi Autonomy 1. Secara keseluruhan, responden mampu memutuskan hal-hal yang terbaik untuk hidupnya mis : membesarkan anak, memutuskan untuk menikah. 2. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden bekerja di grosir milik orangtuanya. Universitas Sumatera Utara 3. Menjalankan aktivitas bekerja dan mengurus anak dengan teratur dan dibantu oleh ibu dan tante responden. 4. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery 1. Responden menekan stimulus-stimulus perkosaan dengan : - Pindah ke kamar baru - Merenovasi kamar barunya sesuai dengan kenyamanannya dinding warna pink dan mengganti barang-barang di kamar dengan yang baru - Meniadakan foto-foto yang bergambar ayahnya di semua sisi rumah 2. Yang dilakukan responden dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi selama membesarkan anaknya : - Kesulitan mengurus anak  meminta bantuan ibu dan tante - Kurangnya kontrol emosional  mengatur diri sendiri - Lingkungan sekitar yang menolak kondisi anaknya  menjaga jarak anaknya dengan mereka 3. Responden tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya  bisnis MLM 4. Responden tidak ingin meneruskan pendidikannya  faktor usia dan anak 5. Tujuan Hidup Purpose in Life 1. Tujuan hidup responden sekarang berubah sejak peristiwa perkosaan. 2. Tujuan hidup responden saat ini : - Hidup mandiri  punya rumah dan grosir sendiri - Memiliki pendamping hidup  memberikan sosok ayah pada anaknya - Anaknya menjadi orang yang berhasil 3. Yang dilakukan responden untuk mecapai tujuan hidupnya : - Menabung di Bank - Melakukan pendekatan dengan keluarga calon suaminya - Mencari sekolah yang baik untuk anaknya 6. Pertumbuhan Diri Personal Growth 1. Responden mendekatkan diri kepada Tuhan dengan : - Melayani di gereja  guru sekolah minggu dan anggota koor - Ibadah di rumah  berdoa, saat teduh, renungan malam, puasa Universitas Sumatera Utara 2. Hasil yang diperoleh responden : - Menjadi pribadi yang takut akan Tuhan - Mampu mengontrol emosi, sabar, dan belajar menjadi ibu yang baik 3. Responden mengenalkan Tuhan kepada anaknya sejak dini  berdoa Universitas Sumatera Utara IV.B. RESPONDEN II Tabel 4. Deskripsi Data Responden II No. Identitas Responden II 1. Nama samaran Indah 2. Usia 30 tahun 3. Agama Kristen Protestan 4. Pendidikan terakhir SMA 5. Pekerjaan Buruh 6. Domisili Medan 7. Urutan keluarga 4 dari 6 bersaudara 8. Kasus perkosaan oleh Keponakan 9. Peristiwa perkosaan Januari 2007 10 Anak hasil perkosaan Laki-laki IV.B.1. Observasi Umum Responden II IV.B.1.i. Observasi Lingkungan Rumah Responden II Pengambilan data wawancara pertama sampai ke enam diambil di rumah responden. Untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai tempat pengambilan data, peneliti akan menggambarkan bagaimana kondisi lingkungan rumah responden tersebut. Rumah responden terletak di sebuah gang yang padat penduduk. Sebagian besar rumah berdempetan dinding dengan dinding rumah yang lain. Rumah yang berukuran sekitar 8x15 meter ini dikelilingi pagar kecil berwarna hitam. Di sebelah kanan rumah subjek terdapat sebuah rumah minimalis, sedangkan di sebelah kiri terdapat rumah berukuran hampir sama besarnya dengan rumah responden yang sedang dalam kondisi direnovasi oleh pemilik rumahnya. Di seberang rumah responden terdapat sebuah warung tempat responden sering membelikan jajanan buat anaknya. Universitas Sumatera Utara Rumah responden dindingnya berwarna putih namun terlihat sudah kusam karena di beberapa sudut ditumbuhi jamur. Di teras rumah terdapat dua buah kursi plastik berwarna hijau dan sebuah pot bunga kertas. Rumah juga tidak memiliki garasi sehingga responden menyimpan sepeda motor dan sepedanya ke dalam rumah. Sebelum memasuki rumah responden, peneliti disambut dengan sebuah tulisan “Syalom” yang berada di pintu rumah responden. Rumah berlantai keramik putih ini cukup sederhana, hanya terdapat sebuah ruang tamu berukuran 2x3 meter, tiga buah kamar tidur, ruang makan, dapur, dan sebuah kamar mandi. Masuk ruang tamu responden, peneliti menemukan dua buah sofa berwarna coklat dan sebuah meja kaca yang tidak dilapisi taplak meja. Di dinding ruang tamu terdapat sebuah salib berwarna coklat dan digantung persis menghadap pintu rumah. Setelah ruang tamu, peneliti menjumpai tiga buah kamar tidur yang jaraknya cukup berdekatan satu sama lain. Kamar pertama adalah kamar orangtua responden, kamar kedua adalah kamar responden dan anaknya, sedangkan kamar ketiga adalah kamar kosong yang berisi mesin jahit dan alat-alat jahit benang, jarum, kain-kain yang digunakan responden untuk menjahit dan juga digunakan untuk tempat menyetrika pakaian. Responden mengajak peneliti ke dalam kamarnya. Kamar responden berukuran 3x3 meter dan dindingnya bercat putih. Terdapat dua buah jendela yang berhadapan dengan rumah tetangga. Dalam kamar responden terdapat sebuah kasur yang langsung bersentuhan dengan lantai, sebuah cermin bermeja berisi perlengkapan wanita dan anak sebuah lemari pakaian dua pintu, sebuah radio, sebuah meja kecil tempat responden meletakkan Alkitab, kaset, dan buku-buku Universitas Sumatera Utara rohani. Di sudut kamar terdapat keranjang pakaian yang di dalamnya terdapat sejumlah mainan anak responden, ada motor-motoran, robot, dan boneka. Suasana kamar responden begitu tentram, pasalnya hampir di sisi dinding terdapat kata- kata rohani atau ayat-ayat Alkitab, terdapat juga sebuah salin yang terletak di atas kasur responden. Setelah memasuki kamar tidur responden peneliti masuk ke ruangan dapur. Ruangan dapur berukuran mini tersebut berisi perabotan masak yang tersusun dengan rapi. Di sudut pintu dapur terdapat sebuah kulkas dua pintu berwarna krem dan diberi alas taplak. Di sudut ruangan dapur terdapat sebuah kamar mandi berukuran 2x2 meter. Kamar mandi ini juga digunakan sekaligus sebagai tempat untuk mencuci pakaian terlihat dari deterjen, pewangi, sikat pakaian dan beberapa baskom hitam berukuran besar yang didalamnya terendam pakaian. Ruangan terakhir di rumah responden adalah dapur. Setelah dapur, peneliti langsung berhadapan dengan halaman belakang responden. Halaman belakang yang cukup sempit ini diisi dengan tiang jemuran pakaian yang digunakan responden untuk menjemur pakaian setelah selesai mencuci. Di halaman itu juga terdapat gudang yang dibangun apa adanya yang hanya ditutupi dengan kain putih, di dalamnya terdapat beberapa barang-barang rongsokan seperti sepeda, ban, kayu-kayu. Terdapat juga beberapa pot bunga sejenis bunga talas yang berada di sisi dinding belakang rumah. Universitas Sumatera Utara IV.B.1.ii. Observasi Responden II selama Wawancara Berlangsung 1. Wawancara pertama Wawancara dilakukan sore hari di ruang tamu responden sesuai dengan perjanjian yang dilakukan sebelumnya. Saat itu peneliti menjumpai responden sedang menggunakan pakaian berwarna hijau bertulisan Bali dan celana pendek berwarna hitam. Kondisi rumah saat itu sedang sepi, anak responden sedang dibawa jalan-jalan keluar oleh keponakan responden sedangkan kedua orangtuanya sedang menghadiri sebuah acara keluarga. Peneliti dan responden duduk di sofa coklat dan saling berhadapan. Wawancara pertama ini dilakukan peneliti untuk mengetahui latar belakang peristiwa perkosaan yang menimpa responden. Wawancara dibuka dengan pertanyaan tentang data biografi responden yang berlangsung sekitar sepuluh menit. Setelah itu, peneliti mulai bertanya tentang latar belakang peristiwa perkosaan, responden sempat terdiam sekitar lima menit. Dari raut wajah, peneliti melihat kalau responden agak berat untuk menceritakan pengalaman traumatis yang menimpanya. Selama wawancara berlangsung, responden sangat ekspresif menunjukkan perasaannya terhadap perkosaan yang menimpanya melalui gerakan bahasa tubuh. Responden mulai bercerita tentang peristiwa perkosaan yang menimpanya dimulai dengan pengalaman dia merantau di kota Batam. Ketika menceritakan perasaan jatuh cinta terhadap seorang pria bernama Andre, responden mengeluarkan senyum simpul. Namun ketika cerita dilanjutkan tentang responden gagal menikah dengan Andre, nada kekecewaan “huh” keluar dari bibir responden Universitas Sumatera Utara sekalian menarik nafas. Responden juga menirukan gaya menampar ketika bercerita dia mendapati perselingkuhan kekasihnya Andre bersama sahabatnya. Kata-kata “cuih” juga sempat terucap dari bibir responden ketika menceritakan sahabatnya meminta maaf atas kesalahannya yang telah menghianati responden. Ketika peneliti bertanya tentang awal persitiwa perkosaan, responden menceritakan dengan lambat, beberapa kali responden menghela nafas. Responden juga sempat menangis dan menghapus airmatanya dengan bajunya. Saat itu peneliti lupa untuk membawa tisu sebagai persediaan kalau responden menangis. Beberapa kali responden sempat berbicara gagap seperti mengatakan “sampe..sampe” ketika bercerita dirinya yang tidak haid selama dua bulan. Butuh kesabaran peneliti untuk mendengarkan responden bercerita sebab responden sering berhenti sejenak untuk menceritakan peristiwa perkosaan yang menimpanya. Responden juga beberapa kali menengadahkan kepala ke atas seolah-olah teringat kembali dengan perkosaan yang menimpanya. Raut wajah sedih, mata memerah, juga menggambarkan betapa sedihnya perasaan responden atas perkosaan yang menimpanya empat tahun yang lalu. Wawancara sempat terhenti sekitar 15 menit ketika responden meminta izn untuk pergi ke kamar mandi. Setelah selesai, responden kemudian melanjutkan pengalaman traumatis yang dialaminya. Kata “huft” juga keluar dari responden ketika bercerita tentang keinginannya untuk bunuh diri karena merasa tidak sanggup untuk menjalani hidup. Responden juga sempat bisik-bisik ketika mengatakan pelaku perkosaannya adalah hipersex. Sekitar dua jam lebih responden menceritakan peristiwa perkosaan yang dialaminya. Universitas Sumatera Utara Wawancara ditutup dengan ucapan terima kasih dari peneliti atas kesediaan responden untuk diwawancarai. 2. Wawancara kedua Wawancara kedua dilakukan sore hari di ruang tamu responden sesuai kesepakatan dengan peneliti. Di rumah saat itu ada responden, anaknya, dan ibunya. Responden menggunakan baju kaus berwarna putih, celana pendek berwarna coklat, dan rambut yang diikat. Sebelum wawancara dimulai responden pergi sejenak sekitar 10 menit untuk pergi ke warung untuk membelikan makanan-makanan kecil. Saat wawancara peneliti dan responden tidak duduk di sofa melainkan di lantai dengan posisi bersebelahan. Hal ini dilakukan agar responden bisa lebih santai wawancara sambil makan jajanan yang telah dibeli. Sebelumnya ibu dan anak responden sedang menikmati menonton televisi, sehingga mengakibatkan wawancara agak sedikit bising karena volume televisi. Selama wawancara berlangsung, responden bercerita menggunakan bahasa tubuh dan sering bergumam “hmmm”. Raut wajah senang dan tersenyum ketika responden menceritakan tentang kelahiran anaknya. Namun ketika menceritakan bahwa anaknya sempat diasuh sama orang lain wajah responden berubah menjadi sedih. Dengan nada suara rendah responden menguraikan perasaannya ketika anaknya diserahkan kepada orang lain untuk diasuh. Responden juga menggerakkan tangannya dan mengusap dada ketika menceritakan dia mengalami mimpi buruk berulang kali ketika anaknya terpisah darinya. Universitas Sumatera Utara Responden menceritakan dengan perlahan-lahan tentang hubungannya dengan pelaku perkosaan. Responden sempat terdiam ketika peneliti menyebutkan nama pelaku perkosaan. Ia juga beberapa kali menggaruk kepala ketika ditanyakan apakah dia masih mau berkomunikasi dengan pelaku perkosaan. Sama halnya dengan pelaku perkosaan, responden juga menceritakan tentang rasa traumatis perkosaan mendengar suara hujan deras dan petir dengan pelan-pelan. Sesekali responden mengusap dada dan menghela nafas, terlihat juga mata responden mulai berkaca-kaca ingin menangis. Kondisi yang sama juga ditunjukkan responden ketika menceritakan ayahnya sangat berperan besar dalam memutuskan sesuatu. Responden juga menguraikan satu per satu permasalahan yang ia hadapi di lingkungannya dengan lambat sambil menghitung dengan jari. Berbeda dengan ketika responden menceritakan hikmah yang diperoleh setelah peristiwa perkosaan yang dialaminya. Responden menceritakannya dengan senang sambil mengusap dagu. Jajanan yang dibelikan oleh responden juga telah habis sejalan dengan lamanya wawancara. Di penghujung wawancara, responden pun mengucapkan terima kasih kepada peneliti atas kesediaan diri dan waktunya untuk melakukan wawancara. Setelah itu peneliti meminta responden untuk menandatangani lembar pernyataan informed consent penelitian. Universitas Sumatera Utara 3. Wawancara ketiga Wawancara kali ini dilakukan sore hari dan berlangsung singkat. Tak lupa ketika datang ke rumah, responden membawa sekotak bolu kacang untuk responden dan keluarganya. Sama dengan wawancara pertama dan kedua, wawancara ketiga dilakukan di ruang tamu. Rumah responden sepi sebab anak responden sedang dibawa jalan-jalan oleh keponakan responden. Sore itu responden yang baru menyelesaikan jahitan langganannya menggunakan kaus coklat dengan bawahan celana selutut berwarna hitam, dan juga bando putih menghiasi rambutnya. Peneliti dan responden duduk bersebelahan di sofa coklat. Selama wawancara berlangsung, suasana didominasi dengan senyum dan tawa. Ketika ditanya tentang tujuan hidup, responden mengelus-elus dadanya ketika bercerita keinginannya untuk tidak menikah. Responden menceritakannya dengan rasa rendah diri dan tempo bicara yang lambat. Berbeda dengan kondisi ketika responden menceritakan tentang anaknya, ia menceritakan dengan nada suara yang senang dan sesekali tersenyum. Responden menceritakan tentang keinginan dia untuk membesarkan usaha jahitannya. Ia mengajak peneliti ke kamarnya dan menunjukkan mesin jahit dan alat-alat jahitannya. Setelah itu, peneliti dan responden balik ke ruang tamu untuk melanjutkan kembali wawancaranya. Responden sangat antusias sekali ketika menceritakan pengalamannya melayani di penjara dimana ia berjumpa dengan seorang napi wanita yang ditahan karena ketahuan melakukan aborsi. Dengan penuh keyakinan, responden berbicara dengan tegas dan sambil menepuk dada menyatakan bahwa dia sangat bersyukur karena tidak melakukan aborsi. Universitas Sumatera Utara Sebelum wawancara ditutup, responden sedikit menceritakan kegiatannya sebagai seorang WL di gereja. Dengan senyum bahagia terlihat jelas kalau responden sangat menikmati pelayanannya. Di penghujung wawancara, seperti biasa peneliti menutup dengan menyampaikan ucapan terima kasih kepada responden yang telah bersedia meluangkan waktu. 4. Wawancara keempat Wawancara selanjutnya dilakukan pada bulan Juli, sempat tertunda sebulan lebih karena kesibukan responden dalam pelayanannya di gereja. Wawancara keempat ini dilakukan di kamar tidur responden pada siang hari. Hari itu responden tidak bekerja dikarenakan kondisi kesehatannya sedang menurun. Responden menggunakan baju daster berwarna biru laut dan rambutnya diikat dengan jepitan rambut berwarna pink. Responden lalu mengajak peneliti masuk ke kamarnya untuk melakukan wawancara disana. Selama wawancara, responden berbicara dengan pelan dan sedikit serak karena pengaruh sakit batuk. Dengan nada suara yang pelan namun meyakinkan responden menjelaskan tentang penerimaan dirinya. Berulang kali responden mengucapkan nama Tuhan untuk menekankan bahwa dia sudah menerima kondisi dirinya seutuhnya sembari memberikan senyum simpul. Kata “hmmm” juga beberapa kali terlontar dari bibir responden ketika menceritakan bagaimana ia membagi jadwal antara kerja dengan mengurus anak. Responden juga sempat memukul pundak peneliti sampai dua kali ketika mengutarakan tentang bagaimana manusia menghadapi sebuah masalah. Universitas Sumatera Utara Wawancara sempat terhenti ketika anak responden masuk ke kamar tidur. Responden memanggil anaknya, beranjak dari kasur dan memangku anaknya. Baru sekitar tiga menit lanjut wawancara, anak responden buang air kecil dan membasahi celana responden. Responden pun meminta ijin mengurus anaknya ke kamar mandi. Sekitar lima belas menit kemudian, responden balik ke kamar tidur tanpa membawa anaknya. Wawancara dilanjutkan kembali, responden menceritakan alasannya kenapa ia tidak menikah dengan menghitung menggunakan jarinya. Tidak berapa lama kemudian, wawancara pun terhenti karena keluarga pelaku perkosaan akan berkunjung menjumpai anak responden di rumah. Peneliti pun mengucapkan terimakasih kepada responden atas kesediaan waktunya untuk wawancara. 5. Wawancara kelima Wawancara kembali dilakukan di rumah responden tepatnya di ruang tamu. Wawancara kali ini dilakukan sore hari sesuai kesepakatan dengan responden. Rumah responden ramai karena dua keponakan responden datang dari Rantau Prapat. Sore itu responden menggunakan kaus berwarna kuning dengan bawahan celana tidur bercorak garis-garis, dan juga jepitan rambut kupu-kupu menghiasi rambutnya. Suasana wawancara saat itu sedikit bising karena anak dan kedua keponakan responden sedang menonton televisi. Seperti biasa peneliti dan responden duduk bersebelahan di sofa coklat. Selama wawancara responden menggunakan bahasa tubuh. Responden menggerak-gerakkan tangannya untuk menjelaskan percobaan bunuh diri yang Universitas Sumatera Utara pernah dilakukannya. Beberapa kali responden menyentuh tangan peneliti untuk mencontohkan bagaimana suara hatinya berkata ketika ia ingin menggugurkan kandungannya. Responden juga menggeleng-gelengkan kepalanya ketika menyatakan tidak siap untuk berjumpa dengan pelaku perkosaan. Beberapa kali responden sempat terdiam sebelum menjawab pertanyaan peneliti. Responden juga sempat mencontohkan sikap berdoa dan mengelus-ngelus dadanya ketika teringat kembali dengan traumatis perkosaan karena hujan deras atau petir. Wawancara yang berlangsung selama satu jam lebih pun diakhiri dengan ucapan terima kasih oleh peneliti kepada responden. Responden pun menyampaikan titip salam kepada keluarga peneliti. 6. Wawancara keenam Wawancara terakhir dilakukan sore hari di rumah responden sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Responden menggunakan kaos oblong putih dan celana pendek berwarna hitam. Kemudian responden mengajak peneliti untuk masuk ke kamar tidur sebab ia ingin menjaga anaknya yang sedang tidur. Responden berada di sebelah kanan anaknya dan peneliti duduk di sebelah kiri anaknya. Wawancara singkat yang hanya berlangsung empat puluh menit itu berlangsung dalam kondisi yang gelap karena kondisi sedang mati lampu. Ketika menjelaskan kedekatan kepada Tuhan, responden berhenti mengipas anaknya lalu duduk tegak di sudut kamar dan menjelaskannya dengan menggerak-gerakkan tangan dan menunjuk salib dan alkitab yang ada di kamarnya. Peneliti juga sempat tertawa kecil ketika responden menceritakan anaknya yang menggoyang- goyangkan kepala ketika ia sedang menyanyikan lagu-lagu rohani. Universitas Sumatera Utara Wawancara singkat itu berakhir dengan ucapan terima kasih responden kepada peneliti atas kesediaannya untuk wawancara. IV.B.2. Riwayat Responden II Responden kedua bernama Indah adalah sosok wanita berdarah Batak, bertubuh kurus, tinggi badan sekitar 155 cm, berkulit sawo matang, rambut lurus sepinggang, bermata bulat, dan memiliki tahi lalat di ujung bibir kanan. Wanita berusia 30 tahun ini ketika berbicara sangat kental dengan logat Batak. Indah adalah anak ke empat dari enam bersaudara. Kedua kakak, abang, dan adik laki- lakinya sudah menikah dan tinggal di luar kota sedangkan Indah dan adik perempuannya masih melajang. Indah terlahir dari keluarga sederhana, ayahnya adalah seorang pensiunan sipir sedangkan ibunya adalah pensiunan guru. Setelah menyelesaikan kursus menjahit, Indah pun berniat merantau. Walau tidak mengantongi restu orangtua, isu gaji yang besar memantapkan keinginan Indah mengadu nasib di kota Batam. Setelah setahun bekerja menjadi buruh, Indah jatuh cinta dengan pria berinisial Andre yang juga bekerja sebagai buruh. Setelah menjalin kasih selama tiga tahun, Indah dan Andre berencana melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Keseriusan Andre ditunjukkan dengan mengenalkan Indah ke keluarganya, doa bersama, dan sudah memiliki tabungan bersama. Namun semua harapan menjadi pupus ketika Indah harus menerima kenyataan kekasihnya Andre berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Betapa hancur perasaan Indah, sejak saat itu hidupnya diisi dengan kegelisahan Universitas Sumatera Utara dan kemarahan bahkan ia sampai bolos kerja. Indah juga membuang segala barang kenangannya bersama Andre. Sejak peristiwa itu, Andre membawa kabur buku tabungan bersama ke Pulau Burung. Indah segera mengejar mantan kekasihnya sampai ia mengorbankan kehilangan pekerjaannya. Setelah sebulan pencarian akhirnya Indah menemukan Andre. Namun bukan buku tabungan yang ditemukan melainkan kenyataan melihat Andre telah menikah dengan wanita lain ditambah lagi teman yang menampungnya selama masa pencarian telah pulang kampung. Tidak memiliki uang membuat hidupnya terbuang selama beberapa hari di Pulau Burung. Kondisi fisik Indah semakin melemah dan ia jatuh pingsan di tengah jalan, beruntung ada Monang menemukannya dan membawanya ke rumah. Monang adalah keponakan Indah, seorang duda yang telah menikah sebanyak dua kali namun tidak dikaruniai anak dari hasil pernikahannya. Walaupun usia Monang lebih tua lima tahun, secara adat Indah tetap adalah tantenya. Monang bekerja sebagai koordinator bagian di sebuah perusahaan dan juga memiliki usaha kedai kopi di rumahnya. Indah menceritakan semua peristiwa yang dialaminya kepada Monang, ia pun berniat untuk pulang ke rumah orangtuanya. Monang menawarkan bantuan tinggal di rumahnya dan bekerja sebagai kasir di kedai kopinya agar Indah perlahan-lahan dapat mengumpulkan uang untuk dapat balik ke kota Medan. Tanpa pikir panjang, Indah pun menerima tawaran Monang. Selama dua bulan Indah bekerja di kedai kopi Monang, suatu ketika Andre datang ke kedai kopi, Indah sangat terkejut. Awalnya Indah bersikap cuek namun Universitas Sumatera Utara karena tidak tahan lama-lama memandang wajah Andre, emosinya pun meledak. Malam harinya, Indah menceritakan kejadian Andre kepada Monang dengan menangis. Di tengah curhat, Monang pergi ke dapur dan memberikan segelas sirup kepada Indah untuk meredam emosinya. Setelah meneguk sirup, kepala Indah menjadi pusing dan ia tidak menyadarkan diri. Keesokan paginya, Indah menemukan dirinya dalam keadaan telanjang berbalut selimut di kamar Monang. Ucapan terima kasih dari bibir Monang membuat hati Indah semakin hancur. Ia segera menyadari bahwa dirinya telah diperkosa oleh keponakannya sendiri. Indah mengalami perkosaan sebanyak dua kali. Berbeda dengan perkosaan pertama, perkosaan kedua dilakukan Monang dalam kondisi Indah sadar dan waktu hujan deras. Tidak tahan dengan perlakuan Monang, Indah bertekad untuk melepaskan diri dari cengkeraman Monang. Lagi-lagi uang menjadi kendala utama Indah untuk melarikan diri sebab Monang menahan gajinya. Indah pun menceritakan kondisinya kepada kedua teman kerjanya. Akhirnya kedua teman kerjanya bersedia membantu dengan membelikan tiket pesawat dan memberikan sejumlah uang untuk meloloskan diri. Indah berhasil balik ke Medan pertengahan tahun 2007. Orangtua Indah sangat terkejut melihat perubahan fisik anaknya menjadi kurus. Pemutusan hubungan kerja PHK menjadi alasan Indah kepada orangtuanya untuk menjelaskan sehingga ia balik ke Medan. Dua bulan kemudian, Indah mendapati dirinya tidak menstruasi dan sering muntah-muntah dan test pack membuktikan bahwa dirinya positif hamil. Perasaan Indah semakin hancur melihat penderitaan Universitas Sumatera Utara hidupnya yang datang terus menerus. Percobaan bunuh diri hampir dilakukan Indah sebagai jalan pintas untuk menghapus semua penderitaannya. Akhirnya Indah membuka mulut tentang kondisi kehamilannya kepada kedua orangtuanya. Kedua orangtua Indah sangat terkejut, terlebih ayahnya yang sangat marah besar mengetahui pelakunya adalah Monang yang tidak lain cucunya. Pro kontra terjadi ketika masalah ini dibukakan ke seluruh keluarga besar. Setelah diberi penjelasan akhirnya keluarga menyerahkan sepenuhnya keputusan ke tangan Indah. Ia memutuskan tidak melakukan aborsi dengan alasan janin itu anugerah dari Tuhan, pengalaman dari teman yang mengalami pendarahan setelah aborsi, takut dipenjara, dan mulai tumbuh rasa cinta terhadap kandungannya. Indah memberi nama anaknya Martua yang dalam bahasa Batak artinya diberkati. Kehadiran Martua menjadi anugerah luar biasa dan sebagai ibu yang sangat mencintai anaknya. Hal ini terbukti ketika usia Martua baru sebulan, ayah dan abang Indah memberikan Martua kepada orang lain untuk diasuh. Selama dua bulan sejak Martua tidak disisinya, kondisi psikologis Indah menjadi buruk. Ia menjadi stress, malas makan, pendiam, dan mengalami mimpi buruk. Melihat kondisi Indah, ayahnya pun segera meminta balik Martua ke tangan anaknya. Kabar kelahiran Martua didengar oleh keluarga Monang dan disambut gembira oleh mereka karena akhirnya Monang memiliki keturunan. Kedua pihak keluarga sempat ribut. Keluarga Indah tidak ingin Monang dan keluarganya punya hak atas anak tersebut sementara keluarga Monang meminta Indah untuk menikah dengan Monang. Kedua keluarga berunding dan akhirnya solusi ditemukan bahwa Universitas Sumatera Utara Indah tidak akan menikah dengan Monang, anaknya tetap memakai marga ayahnya dan Monang sebagai ayah bertanggung jawab secara materi kebutuhan anaknya. Sampai saat ini, Monang tidak pernah menjumpai anaknya, hanya keluarga besarnya yang memantau kondisi anaknya. Monang masih belum berani menjumpai ayah Indah sebab kebencian ayah Indah mendalam terhadap dirinya. Konflik tidak hanya berasal dari keluarga, masyarakat di lingkungan sekitar memandang Indah negatif. Mereka menjadi benci bahkan sampai mengusir Indah dari lingkungan rumah. Beruntung kepala lingkungan membantu keluarga memberi pehamaman kepada masyarakat untuk mengerti kondisi Indah dan anaknya. Sampai saat ini, jemaat gereja dan teman kerja Indah termasuk orang- orang yang menerima keberadaan Indah dan anaknya. Berbeda dengan sebagian besar tetangga yang tetap tidak menyukai keberadaan Indah. Mereka tetap bersikap negatif kepada Indah dan anaknya. Sekalipun demikian, Indah dan keluarga tetap menjalin silaturahmi dengan mereka. Berbeda dengan hubungan antara Indah dan Monang. Walaupun Indah sudah memaafkan segala kesalahan Monang, ia masih tetap belum siap untuk bertemu dengan alasan dapat membangkitkan traumatis perkosaan. Akibat perkosaan itu, Indah memiliki ketakutan yang luar biasa terhadap hujan deras atau petir. Traumatis yang dirasakannya sampai sekarang belum bisa terhapus. Ditambah lagi sudah dua kali disakiti oleh pria membuat Indah takut menjalin hubungan dengan pria. Indah pun bertekad dalam hati untuk tidak menikah sampai kapanpun. Universitas Sumatera Utara Dibalik penderitaan yang dialaminya, Tuhan adalah alasan utama Indah untuk tetap kuat menjalani hidup hingga detik ini. Indah mengakui sejak peristiwa perkosaan itu menimpanya, ia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ibadah dan pelayanan di gereja. Indah juga tidak lupa mengenalkan Tuhan kepada Martua sejak dini, ia ingin anaknya menjadi orang yang takut akan Tuhan. Saat ini Indah hanya fokus untuk mengurus buah hatinya dan ke depannya ia ingin hidup bersama-sama anaknya dalam penyertaan kasih Tuhan. IV.B.3. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being pada Responden II IV.B.3.i. Penerimaan Diri Gagal menikah dan mengalami perkosaan sebanyak dua kali oleh keponakan membuat hidup responden menjadi hancur. Saat itu, responden menyalahkan Tuhan atas segala penderitaannya. Responden juga merasa hidupnya sudah tidak berarti lagi dan ia tidak sanggup menjalani hidup dengan beban penderitaan seberat itu. Percobaan bunuh diri dengan minum anti nyamuk hampir dilakukan responden untuk mengakhiri semua penderitaannya. Namun gagal karena responden menyadari tindakan yang dilakukannya adalah dosa, ia pun segera minta pengampunan dari Tuhan. “..kok gini nasibku Tuhan? Sial kali, udahlah mati ajalah aku..” R.2W.1b.578-587h.90 “..karena ngerasa ga ada guna lagi, makanya sempat terpikirku bunuh diri. Kayaknya kalo bunuh diri itu enak yah, langsung mati aja ga nanggung beban malu lagi..” R.2W.4b.2823-2827h.139 Tidak pernah terpikir oleh responden bahwa dua kali perkosaan itu membuahkan kehamilan. Sebenarnya berat bagi responden untuk menerima Universitas Sumatera Utara kehamilannya, namun karena sudah berpasrah diri kepada Tuhan akhirnya ia memutuskan untuk melahirkan anaknya. Selama mengandung, responden berdoa meminta kepada Tuhan untuk menumbuhkan cinta kasih kepada janinnya. Sampai tiba waktu melahirkan, responden merasakan kebahagiaan yang luar biasa. “..sejak ku putuskan untuk tetap melahirkan Martua, tante rajin mendoakan kandungan setiap hari, rutin ku pegang perutku ini ku doakan sama Tuhan, minta sama Tuhan supaya dikasih cinta untuk sayang sama Martua, terus-terusan tante doakan sampai tiba waktunya melahirkan dan Tuhan menjawab semua doa-doa tante, makanya pas waktu Martua lahir, senang kalilah ku rasa, wihh bahagianyalah Ruth..” R.2W.2b.1221- 1233h.104 Baru sebulan usia anaknya, responden harus menerima kenyataan pahit kalau anaknya diasuh oleh orang lain atas keinginan ayah dan abang responden. Mereka sebenarnya bermaksud baik memisahkan responden dengan anaknya, sebab mereka tidak ingin responden menjadi terbebani dengan kelahiran anaknya. Dua bulan ditinggal oleh anaknya, responden menjadi sering menangis, murung, sedih, kehilangan nafsu makan, bahkan sampai mimpi buruk. Melihat kondisi psikologis responden yang memburuk, akhirnya ayahnya mengembalikan anak responden. Sukacita luar biasa yang dirasakan responden ketika anaknya kembali lagi ke pangkuannya. Sejak peristiwa itu, responden menyadari kebahagiaannya terletak pada diri anaknya. “..senang kalilah Ruth, tante cium-ciumlah, kangen kali aku sama anakku itu. Balik lagilah tante bisa bahagia kembali..” R.2W.2b.1504- 1507h.110 Responden menyadari hidupnya harus bangkit dari pengalaman traumatis yang menimpanya. Proses bangkitnya diawali dengan mengubah pemikiran negatif tentang dirinya sendiri akibat perkosaan itu harus kembali positif seperti Universitas Sumatera Utara semula. Untuk mengubah pemikiran yang negatif itu, responden tidak lupa meminta bantuan kepada Tuhan. Sampai saat ini, semua kehidupan responden perlahan kembali positif tidak terlepas dari Tuhan. Responden bisa bertahan sampai detik ini semua karena rencana Tuhan. Ia meyakini ada rencana indah yang Tuhan sediakan bagi dirinya dan anaknya. “..harus bangkit, jalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, minta supaya Tuhan bukakan jalan hidup yang baik buat tante dan Martua..” R.2W.2b.1186-1190h.103 “..semuanya sudah diatur Tuhan. Aku bisa diijinkan Tuhan hidup sampe saat ini berarti karena Tuhan punya rencana besar dalam hidupku. Jadi apa alasanku negatif melihat diriku sendiri..” R.2W.4b.2451-2456h.131 Responden dapat menerima pengalaman-pengalaman traumatis dalam hidupnya tidak terlepas dari ketekunannya berdoa. Ia menyerahkan segala keluh kesan dan penderitaannya di dalam doa. Selain berdoa, responden juga berusaha untuk melupakan pengalaman traumatis itu dengan menghindari atau menekan stimulus-stimulus yang mampu mengingatkan dirinya atas pengalaman traumatis itu. Berpikir positif juga menjadi kunci responden untuk bisa bangkit menerima kondisi hidupnya yang sekarang. “..berdoa kan itu yang pertama, berserah sama Tuhan, melupakan semua kejadian pahit itu, berpikir positif..” R.2W.2b.1174-1175,1180- 1182h.103 Walaupun sudah menerima kondisinya sekarang ini, responden masih belum siap untuk mengenalkan anaknya tatap muka dengan Monang. Sejauh ini responden hanya mengijinkan kedekatan Monang dengan anaknya sebatas suara di telepon. Bagi responden, terlalu dini anaknya untuk mengetahui siapa ayahnya dan mengapa ibunya tidak menikah dengan ayahnya. Responden akan menceritakan latar belakang siapa anaknya ketika anaknya tumbuh dewasa, Universitas Sumatera Utara alasannya anaknya sudah dewasa secara umur berarti juga sudah dewasa dalam berpikir dan bertindak. “..tante kasitau pun siapa bapaknya, dan dikasitau jugalah apa alasannya aku ga menikah sama bapaknya. Tapi tunggu udah agak gede adekmu ini..” R.2W.4b.2767-2771h.137 Selain tidak siap menjumpakan anaknya dengan Monang, responden juga tidak siap untuk berjumpa langsung dengan pelaku perkosaana itu. Responden masih takut peristiwa perkosaan yang dulu teringat kembali bila bertemu Monang. Awalnya ketika melihat wajah anaknya, responden sempat teringat kembali dengan Monang. Namun karena sudah membiasakan diri dan selalu berdoa setiap teringat kembali dengan peristiwa perkosaan itu, akhirnya responden memandang anaknya secara utuh tanpa ada bayangan wajah Monang. Bagi responden, anaknya dan Monang adalah dua hal yang berbeda dan harus dipisahkan. “..si Monang yah si Monang, anakku yah anakku. Dua hal yang berbeda dan jangan diliat jadi satu. Harus dipisahlah. Bisa-bisa jadi benci pula aku sama adekmu ini, kan?..” R.2W.5b.2982-2986h.142 Responden menyadari kehadiran anak di tengah-tengah kehidupannya meupakan anugerah terindah dari Tuhan. Responden menemukan kembali semangat hidup yang hilang berkat anaknya, Martua. Besar cinta responden kepada anaknya melebihi besar cintanya terhadap dirinya sendiri. Bagi responden anaknya adalah jiwanya, jika jiwa hilang maka kehidupan pun tidak ada. Untuk ke depannya, responden memiliki harapan agar dia bisa hidup bersama-sama dengan anaknya. “..bah, janganlah ditanya Ruth seberapa besar cintaku pada anakku ini. Cinta kalilah, melebihi diriku sendiri. Kalo kata Anang, separuh jiwaku, kalo ku bilang Martua adalah seluruh jiwaku..” R.2W.5b.2884- 2888h.140 Universitas Sumatera Utara Saat ini, status korban perkosaan dan memiliki anak hasil perkosaan yang telah diterima responden. Untuk menerima diri sebagai korban perkosaan tidak mudah, responden harus berjuang mengalahkan ego dengan fakta yang diterimanya. Responden selalu membawa di dalam doa setiap harinya. Doa-doa responden perlahan dan pasti terjawab, saat ini dirinya sudah ikhlas menyandang status korban perkosaan dan memiliki anak hasil perkosaan. “..mo kekmanapun mo jungkir balek dunia ini, status korban perkosaan dan punya anak hasil perkosaan itu pasti melekat samaku. Jadi apa lagi alasan tante ga terima kondisi ini? Kalo ga terima, bagusan aku milih mati aja dari dulu, ya gak? Lagian selalu rutin ku bawa dalam doa supaya Tuhan bantu aku untuk bisa ikhlas menerima semuanya Ruth..” R.2W.2b.2476-2486h.131-132 IV.B.3.ii. Hubungan Positif dengan Orang Lain Sejak peristiwa perkosaan itu, hubungan antara responden dengan orang- orang di sekitarnya mengalami perubahan. Keluarga besar responden, beberapa tetangga bersuku Jawa, jemaat tetap menjalin hubungan baik. Namun ada juga sampai sekarang masih memiliki hubungan buruk dengan responden yakni keluarga pihak pelaku, sebagian besar tetangga bersuku Batak, dan pelaku perkosaan. Keluarga besar responden adalah orang-orang yang setia menemani dirinya menghadapi masa-masa sulit dalam hidupnya. Masa-masa sulit itu adalah masa responden mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya. Keluarga besar menunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada anak responden melalui kunjungan ke rumah, memberikan baju, ataupun uang. Universitas Sumatera Utara “..sering datang ke rumah, mo juga tante dtelepon, ada juga kayak nantulang yang jualan baju, punya grosir mo juga dikasihnya sama Martua baju-bajunya, apa lagi ya? Mo juga kasih makanan bayi, bawa Martua jalan-jalan, kalo kayak paktua mo juga kasih uang kalo datang ke rumah. kan tradisi orang Batak kan kek gitu, kalo datang ke rumah sodara biasanya pas pulang ngasih uang..” R.2W.5b.3124-3134h.145 Melihat kebaikan keluarganya hingga saat ini, responden juga ikut membalas kebaikan mereka dengan perbuatannya. Responden bertindak demikian agar hubungan diantara mereka terjalin seimbang. Misalnya ketika keluarga berkunjung ke rumah, dengan senang hati responden melayani dengan baik. “..kalo ada pesta atau buat acara keluarga, tante ikut bantu-bantulah, atau kalo mereka datang ke rumah, sebisa mungkin kulayani dengan baik, ato ada anaknya nanguda, kukasih juga uang kalo datang ke rumah, gitu-gitulh Ruth. Pokoknya kulakukan yang terbaik buat mereka..” R.2W.2b.1307- 1315h.106 Sama dengan keluarga besar, hubungan responden dengan keluarga Monang juga berjalan dengan baik. Silaturahmi antara responden dengan keluarga Monang tetap terjalin. Responden tidak pernah menghalangi keluarga Monang untuk berhubungan dengan anaknya sebab anaknya juga menjadi keturunan keluarga Monang. Sedikit pun tidak pernah terlintas di pikiran responden untuk tidak berhubungan dengan keluarga Monang dengan syarat tidak memaksa keinginan mereka untuk menikahkan responden dengan Monang. “..kalo dari akunya baik-baik ajanya Ruth. Ga guna juganya kalo kita itu benci sama mereka, yang jelas jangan sampelah diungkit-ungkit minta tante kawin sama si Monang tuh..” R.2W.2b.1334-1338h.106 Berbeda dengan pihak keluarga responden yang masih sekarang tidak menyukai keluarga Monang. Keluarga responden masih bersikap tidak menyenangkan kepada keluarga Monang karena bagi mereka perbuatan yang dilakukan Monang kepada responden tidak bisa dimaafkan. Keluarga responden Universitas Sumatera Utara sangat memantau hubungan antara responden dengan keluarga Monang. Mereka takut responden akan tersakiti kedua kalinya oleh keluarga Monang. Misalnya setiap kali keluarga Monang berkunjung ke rumah, ayah atau saudara responden yang lainnya langsung mengeluarkan seribu pertanyaan tentang maksud dan kedatangan keluarga Monang, selain itu mereka juga memantau gerak-gerik keluarga Monang kepada responden dan anaknya bila setiap kali berkunjung. “..takut aja kalo penderitaan yang kemaren terulang lagi, itu ajanya Ruth. Kalo masalah benci atau dendam udah gak, udah pun tante bawa dalam doa sama Tuhan agar Tuhan Yesus yang memaafkan segala dosa-dosanya yang diperbuat samaku..” R.2W.2b.1395-1401h.107-108 Hubungan dengan sebagian besar masyarakat lingkungan sekitar berubah menjadi buruk setelah responden balik ke Medan dan membawa derita perkosaannya. Sebagian besar tetangga yang tidak menerima keberadaan responden dan anaknya berasal dari suku Batak, suku responden sendiri. Mereka suka memberi sindiran atau menunjukkan sikap menjauhi kepada responden dan anaknya. Sikap sebagian besar tetangga itu ditunjukkan sejak responden hamil hingga saat ini. Responden menyadari bahwa itu adalah hak para tetangganya. “..kalo orang kita Batak ini yang susahan, itulah mereka kebanyakan gak suka liat aku. Itulah yang suka nyindir-nyindir. Padahal sesama orang Batak aja pun. Huftt tapi ya sudahlah. Hak orang itulah..” R.2W.4b.2629-2634h.135 Walaupun responden tidak menyukai sikap dan tingkah laku tetangganya, ia tetap tidak membencinya. Sekalipun timbul rasa marah atau kesal, sebisa mungkin responden membuang perasaan itu agar tidak tumbuh menjadi akar pahit. Responden mengasihi orang-orang yang tidak menyukai keberadaannya bahkan ia membawa mereka ke dalam doanya. Responden juga bersikap demikian Universitas Sumatera Utara karena agama yang mengatakan harus mengasihi musuh seperti mengasihi diri sendiri. “..benci? ah gaklah Ruth, buat apa aku benci, dilarang Tuhan itu. Walopun mereka kayak gitu, tante tetap mengasihi mereka. Alkitab bilang kasihilah musuhmu seperti dirimu sendiri. Yah, jadi mo apapun cengkunek mereka, biarin ajalah. Tetap doakan aja mereka..” R.2W.4b.2651-2658h.135 Walaupun sebagian besar tetangga tidak menyukai responden, namun ada beberapa tetangga yang mengasihi responden. Tetangga-tetangga responden yang bersuku Jawa adalah orang-orang yang mengasihi responden. Mereka mau datang ke rumah untuk menanyakan kondisi anak responden atau tidak segan untuk bermain-main dengan anak responden. Mereka juga memperbolehkan anak-anak mereka untuk bermain bersama anak responden. Responden sangat bahagia ternyata masih ada banyak orang yang menerima keadaan anaknya. “..kan daerah ini banyakan orang Jawa, taulah kan Jawa itu lembut- lembut, mereka yang orang Jawa inilah yang baik samaku, mau datang ke rumah nanya-nanya kondisi Martua, mau juga maen-maen sama Martua, apalagi di lingkungan ini kan banyakan anak kecil seumuran Martua, jadi ada temen mainnya..” R.2W.2b.1567-1575h.111 Hubungan yang baik juga terjalin antara responden dengan teman-teman kerja dan pimpinan responden. Teman-teman kerja tidak mau mengungkit masalah kehidupan responden atau latar belakang anaknya. Mereka menerima responden dan anaknya apa adanya, tidak lupa mereka memberi perhatian kepada anak responden dengan menanyakan kabar anaknya. Pimpinan responden juga bersikap baik, terkadang memberikan roti kepada responden sebagai oleh-oleh untuk anaknya. “..mereka ga mau ngungkit-ngungkit masalah tante, perhatian juga mereka, baiklah pokoknya. Bosku juga kayak gitu, sekali-sekali bos kasih Universitas Sumatera Utara roti buat tante untuk dibawa pulang kasih sama Martua..” R.2W.2b.1644-1649h.113 Responden merasa senang karena masih banyak orang-orang yang mau berhubungan dengan dirinya. Namun berbeda dengan hubungannya dengan Monang. Sampai saat ini responden masih belum siap untuk bertemu tatap muka dengannya. Responden masih ketakutan akan teringat kembali peristiwa perkosaan itu jika melihat wajah sang pelaku. Walaupun belum mau bertemu, responden tidak membenci. Responden sudah memaafkan kesalahan fatal yang telah diperbuat Monang. Sampai saat ini responden masih terus berdoa agar Tuhan mempersiapkan hatinya untuk berjumpa dengan Monang. “..benci? Gak Ruth, udah ga benci. Kemaren sempat benci, tapi sekarang gak. Lagian aku sudah memaafkannya..” R.2W.5b.2920-2922h.141 “..gaklah, untuk saat ini aku belum mau jumpa sama dia. Memang lebih bagus aku ga jumpa sama dia Ruth. Takut juga kalo ku liat dia, teringat lagi aku dengan perbuatan bejatnya itu kan?..” R.2W.5b.2924- 2928h.141 IV.B.3.iii. Otonomi Kebutuhan anak menjadi salah satu hal yang diperhatikan responden dalam membesarkan anak. Responden sedikit agak ringan dalam hal pemenuhan kebutuhan anaknya, sebab Monang selaku bapak anaknya secara materi bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Monang mengirim uang untuk kebutuhan anaknya melalui rekening responden setiap bulan. Selanjutnya responden yang membelanjakan kebutuhan anaknya seperti makanan dan susu. “..Martua kan dibayar sama bapaknya, setiap bulan dikirim ke rekeningku uang untuk kebutuhan Martua, kayak susu, popok, makanannya..” R.2W.2b.1668-1671h.113 Universitas Sumatera Utara Sekalipun Monang sebagai ayah akan memenuhi segala kebutuhan anaknya, responden merasa dirinya kurang bertanggung jawab dengan anaknya dari segi materi. Oleh karena itu, responden giat bekerja di usaha pembuatan roti dan membuka usaha jahitan kecil-kecilan di rumah. Semua hal itu dilakukan responden bukan semata untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk anaknya. Responden juga ingin anaknya mencicipi hasil keringat dia selama ini. “..cuman ga enak jugalah Ruth, masa semua dari si Monang? Tante juga maulah kasih uang hasil jerih payahku untuk anakku ini, untuk apa aku susah payah bekerja kalo gak semuanya sama si Martua..” R.2W.2b.1676-1680h.113 Dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, responden bekerja di usaha pembuatan roti rumahan. Responden bekerja dari pagi sampai sore dan sudah bekerja di tempat tersebut selama dua tahun. Gaji yang diterima responden setiap bulannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden tidak ingin membebankan kedua orangtuanya lebih berat lagi, terlebih mengandalkan gaji pensiun kedua orangtuanya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, responden dan ibunya bergantian membelanjakan kebutuhan hidup namun dalam hal memasak responden yang mengambil alih. “..kerjalah di usaha roti rumahan, karena kalo masalah makan aku dan opung yang sama-sama sediain Ruth, jadi kadang pake uang opung yang belanja ke pasar kadang juga tante, tapi kalo masalah masak-memasak itu semua kerjaanku Ruth..” R.2W.2b.1659-1665h.113 Selain bekerja di usaha pembuatan roti rumahan, responden memiliki usaha jahitan kecil-kecilan di rumahnya. Dengan mengandalkan sebuah mesin jahit dan peralatan menjahit lainnya seperti benang dan jarum, responden berani menerima jahitan dari orang-orang. Sejauh ini responden hanya menerima jahitan Universitas Sumatera Utara yang biasa-biasa saja dan tidak memakan waktu yang banyak seperti memasang kancing baju, masak resleting, atau menjahit sarung bantal. Dari usaha jahitan, responden memiliki pendapatan tambahan walaupun jumlahnya tidak terlalu besar. Ia bisa menabung uang hasil menjahitnya agar dapat dipakai untuk kebutuhan yang lain. Responden menjahit pesanan sepulang dia bekerja. Biasanya responden menjahit antara sore atau malam hari sekaligus mengurus anaknya. “..yang biasa-biasa aja, kayak masak resleting, masang kancing, trus kalo ada baju yang robek sikit-sikit, jahit sarung bantal, itulah yang tante jahit..” R.2W.2b.1710-1714h.114 Dalam hal mengurus anak, responden dibantu oleh kedua orangtuanya. Misalnya ketika responden sedang bekerja, ia menitipkan anaknya kepada ibunya untuk dijaga. Pernah suatu waktu responden membawa anaknya ke tempat dia bekerja, ia menjadi tidak fokus dalam bekerja. Responden harus mengerjakan dua kegiatan sekaligus yakni bekerja untuk membuat roti sekaligus harus mengurus makanan anaknya. Sejak itu responden meninggalkan anaknya di rumah dan meminta bantuan ibunya untuk mengurus anaknya selama bekerja. “..pernah ku coba bawa Martua sekali ke tempat kerja, jadi repotlah harus kerja buat roti, belum lagi kalo Martua nangis-nangis, weeh pusing juga kepalaku, tambah lagi kasih makannyalah. Makanya sejak itu ku tinggalkan ajalah dia di rumah sama opung. Lagian bentar ajanya aku kerja kan..” R.2W.4b.2550-2557h.133 Kegiatan sehari-hari responden diisi dengan bekerja dan mengurus anak. Rutinitas ini tidaklah mudah dijalankan, responden harus mampu membagi waktu antara anak dan pekerjaannya. Beruntung, ibu responden yang sudah lama pensiun dan sering berada di rumah membantu responden untuk mengurus anaknya. Dari pagi sampai sore, ibu responden mengurus kebutuhan makan, minum, dan pakaian Universitas Sumatera Utara anaknya. Setelah responden pulang bekerja, ibu responden mengalihkan tugas mengurus anak kepada dirinya. “..kalo pagi kan tante kerja, sore pulang kerja barulah tante bisa ngurus Martua sampai malam, kalo ada jaitan tante bisa kerjainnya sambil jaga Martua sambil menjahit juga. Siang-siang aku minta tolong sama opung boru untuk jaga Martua..” R.2W.2b.1744-1750h.115 Dalam hal pengambilan keputusan responden diijinkan sepenuhnya oleh keluarga untuk memutuskan sesuatu. Namun ada hal yang sampai sekarang keluarga masih ikut serta dalam keputusan responden. Misalnya dalam pengambilan keputusan responden mengijinkan keluarga Monang untuk berkunjung ke rumah melihat anaknya. Ayah responden sangat protektif menjaga jarak antara responden dengan keluarga Monang, yakni dengan bertanya-tanya alasan keluarga Monang datang ke rumah, apa aja yang dibawa oleh mereka, bahkan ketika Monang atau keluarganya menelepon ayah responden harus mengetahui. Segala tindakan keluarga Monang terhadap responden dan anaknya harus diketahui oleh ayah responden. “..masalah keluarga si Monang yang datang ke rumah untuk jenguk Martua, ditanya-tanya ama opung doli, untuk apa datang, bawa apa aja, terus kalo mo si Monang nelpon, opung doli harus tau..” R.2W.2b.1774- 1778h.115 IV.B.3.iv. Penguasaan Lingkungan Mengurus anak bukan suatu pekerjaan yang mudah. Sulit mengontrol emosi menjadi tantangan internal dari diri responden sendiri. Responden menyadari kemarahan yang terkadang muncul berdampak kepada anaknya. Kekerasan fisik seperti cubit atau pukul dan kekerasaan verbal seperti menyenggak menjadi bentuk sasaran kemarahan responden. Kesehatan anak juga Universitas Sumatera Utara menjadi fokus penting responden dalam membesarkan anaknya. Responden berusaha keras agar anaknya tetap dalam kondisi yang sehat. Sampai saat ini, responden masih banyak belajar banyak hal dalam mengurus anak. Baginya, menjadi ibu bukanlah suatu tugas yang mudah. “..sulit ngontrol emosi, kalo udah marah, hahh udahlah, Martua pun ku senggak-senggak, terus kadang terasa juganya lelah ngurus anak ini. Apalagi kalo anak sakit, bahh susahlah Ruth, nanagis-nangis sepanjang hari, susah makan, minum obat gak mau. Kasihan juga liat adekmu sakit. Makanya sampe sekarang tante kontrol terus kesehatan adekmu. Sampe sejauh ini masih banyak-banyak belajarlah aku dalam mengurus anak. Ga segampang itu ternyata jadi mamak..” R.2W.5b.3207-3220h.147 Keadaan lingkungan sekitar terutama tetangga juga menjadi tantangan responden dalam membesarkan anak. Kebanyakan tetangga tetap menunjukkan ketidaksukaan mereka melalui bentuk kata-kata sindirian dan tatapan yang tidak menyenangkan. Anak responden juga menjadi sasaran ketidaksukaan mereka. Hal ini yang membuat responden menjaga jarak anaknya dengan mereka agar anaknya tidak menjadi tertekan batin oleh keadaan lingkungan sekitarnya. “..nyindir-nyindir trus cara mereka liat aku sinis-sinis gitu Ruth, sama Martua juga orang tuh buat kek gitu juga..” R.2W.2b.1827-1830h.116 Selain tetangga, keluarga dari pihak Monang juga menjadi beban tersendiri bagi responden. Setiap kali keluarga Monang berkunjung ke rumah untuk meilihat anaknya, ayah responden selalu bersikap tidak menyenangkan kepada mereka. Keluarga Monang bermaksud baik-baik berkunjung ke rumah namun disambut dengan kebencian dari ayahnya. Merasa tidak nyaman dengan sikap ayahnya, responden selalu membawa keluarga Monang ke kamarnya agar bisa leluasa bermain dengan anaknya. Responden bertindak demikian agar tercipta rasa nyaman antara dirinya dengan keluarga Monang. Universitas Sumatera Utara “..aku bawa mereka ke kamar aja, jadi di kamar lebih leluasa untuk bisa main-main dengan Martua, tante juga jadi ga enak sama keluarga Monang, ku buat kayak gitu biar sama-sama nyaman..” R.2W.2b.1891- 1897h.118 Selain masalah eksternal yang harus dihadapi responden, ia juga harus mampu mengatasi internal dirinya sendiri. Ketakutan yang luar biasa terhadap hujan deras dan petir membuat responden harus berjuang untuk mengatasinya. Responden mengalami ketakutan itu sejak peristiwa perkosaan kedua yang dialaminya terjadi dalam kondisi hujan deras dan petir. Jantungnya berdetak sangat kencang dan keringat dingin ketika berada dalam kondisi itu. “..jantungku jadi deg deg srr gitu, apa namanya jadi kencang gitu detaknya, terus bisa nanti jadi keringat dingin gitu Ruth. Ahh, pokoknya takutlah...” R.2W.5b.3001-3004h.143 Ketika responden dihadapkan dengan kondisi hujan deras dan petir, ia langsung menutup telinga dan langsung berdoa di dalam hati menyebut nama Tuhan agar diberi ketenangan. Bila responden berada di rumah dan dalam kondisi hujan deras, ia langsung mengambil tindakan memeluk ibunya, memanggil nama ibunya, atau meminta kedua orangtua untuk menemaninya. “..hujan yang deras kali itu ditambah petir yang kuat aku takut kalilah, kalo udah kayak gitu biasanya langsung tutup kuping, berdoa, nyebut nama Tuhan ato ku peluklah opung, biasanya kalo kondisi hujan, tante ditemani opung boru atau opung doli..” R.2W.2b.1920-1927h.118 Untuk meminimalkan ketakutan terhadap hujan deras dan petir, responden membuat kamarnya berada di tengah-tengah rumah dan jauh dari bagian luar rumah. Hal ini dilakukan responden agar tidak langsung terhubung dengan kondisi luar rumah. Responden juga memajang salib ataupun ayat-ayat Alkitab di Universitas Sumatera Utara dinding rumah, agar setiap responden berada dalam kondisi ketakutan ia langsung mengingat Tuhan yang dapat memberikan damai sejahtera di dalam hatinya. “..jadi pas liat salibnya Tuhan, oh langsung terbayanglah aku kalo Tuhan itu solusi semuanya, jadi gak usah takut. Damai sejahteralah yang ku rasakan.” R.2W.5b.3067-3071h.144 Walaupun trauma yang dirasakan responden masih membekas di hidupnya tidak langsung membuatnya untuk berhenti mengembangkan dirinya. Kesempatan yang ada di lingkungan dimanfaatkan oleh responden sebagai salah satu cara untuk mengembangkan potensinya. Contoh kesempatan lingkungan rumah yang tidak terdapat penjahit, masyarakat sekitar berasal dari ekonomi menengah ke bawah, serta keterampilan menjahit yang dimiliki menjadi motivasi untuk membuka usaha jahitan. Responden memasang tarif harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan masyarakat sekitar. Walaupun usaha jahitannya baru berusia dua tahun, namun responden yakin suatu saat usaha jahitannya akan berkembang. “..diliat kondisi ekonomi masyarakat ini, kan rata-rata kelas bawahnya. Lagian kalo ntar kau perhatikan baik-baik disini, mana ada penjahit Ruth? Makanya tau kalo tante bisa jahit langsung tante buka jahitan disini, dan aku pun ga mahal-mahal buat harganya, sesuai kantong mereka juga Ruth, harga tetangga..” R.2W.2b.1984-1992h.119 Selain usaha jahitan, responden juga melihat peluang berjualan roti di sekitar rumahnya cukup menjanjikan. Lingkungan rumah yang kebanyakan anak- anak sekolah ditambah lagi responden bekerja di usaha roti rumahan semakin memotivasi dirinya untuk berjualan roti. Responden pun berencana untuk membuka warung roti kecil-kecilan di rumahnya. Ia akan berjualan berbagai jenis roti yang didistribusi langsung dari tempatnya bekerja dan dijual dengan harga yang murah dan standar. Universitas Sumatera Utara “..rencana buat kede roti kecil-kecilan, kan tante kerja di usaha buat roti kan, maksudnya biar tante ikut juga jual rotinya, yang murah-murah aja kan dibuat harganya. Untung-untung 300-500 kan lumayan juga Ruth..” R.2W.2b.1996-2001h.120 IV.B.3.v. Tujuan Hidup Peristiwa perkosaan yang dialami responden membuat tujuan hidupnya berubah. Dahulu kota Batam menjadi tempat responden mencapai keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan memiliki banyak uang. Namun sekarang, responden menjalani hidup apa adanya di kota asalnya. Mengandalkan ijazah SMA dan keterampilan menjahit tidak memberi kesempatan besar bagi responden untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi. Ditambah lagi status memiliki anak tanpa suami yang disandang responden semakin meyakinkannya tidak akan ada perusahaan yang menerima dia bekerja. “..cuman punya ijazah SMA, keterampilan menjahit yang kutau. Mo kerja dimana lagi? Apalagi statusku udah punya anak tanpa suami. Kan manalah mungkin mereka terima?..” R.2W.6b.3244-3249h.148 Melihat kebutuhan hidup saat ini yang semakin lama semakin tinggi membuat responden membutuhkan uang yang lebih banyak. Responden tidak cukup mengandalkan penghasilan yang diterimanya sebagai karyawan di usaha roti tempat ia bekerja sekarang. Responden pun mencari cara untuk dapat menambah uang dengan membuka usaha jahitan di rumahnya. Responden memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha jahitan yang telah dirintisnya selama dua tahun terakhir dan bila perlu sampai ia bisa membuka lowongan kerja bagi orang-orang. Universitas Sumatera Utara “..tante juga mau buka usaha jahitan ini menjadi lebih besar, kalo bisa sampe mempekerjakan orang. Itupun kalo bisa..” R.2W.3b.2240- 2243h.126 Untuk mengembangkan usaha jahitan yang besar dibutuhkan modal yang cukup besar. Responden pun mulai mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Selain modal, keahlian dan pengetahuan sangat diperlukan untuk mengembangkan usaha jahitan. Responden kembali belajar teknik dan pola menjahit dari buku pegangan yang ia miliki selama kursus dulu. Jari-jari responden masih kaku untuk kembali menjahit kebaya, jas, rok, atau baju karena sudah lama meninggalkan mesin jahit sehingga ia pun berlatih sekali dalam seminggu. Sebenarnya responden memiliki kemauan yang kuat untuk mengikuti kursus menjahit lagi, namun karena keterbatasan biaya akhirnya ia belajar otodidak. “..dulu semasa masih kursus, kami kan dikasih buku yang isinya pola-pola baju, kekmana menjait baju kebaya, jait jas, rok, buat baju. Untung masih ada disimpan opung boru bukunya, paling itulah yang sekarang aku pelajari lagi, diulang-ulang. Soalnya aku juga mau menjahit kebaya kayak dulu lagi, makanya belajar-belajar lagi..” R.2W.3b.2328-2337h.127- 128 Uang yang dikumpulkan responden dari penghasilan bekerja di usaha roti dan menjahit sedikit demi sedikit dijadikan tabungan untuk biaya pendidikan anaknya. Walaupun Monang secara keseluruhan mampu membiayai hidup anaknya, namun responden sebagai ibu memilki keinginan yang kuat untuk lebih memberikan yang terbaik untuk anaknya. Responden sedang mempersiapkan kebutuhan untuk pendidikan yakni mencari sekolah yang terbaik untuk anaknya, ia ingin suatu saat anaknya menjadi orang yang berhasil. Universitas Sumatera Utara “..kerja keras, ngumpulin uang biar bisa dijadikan tabungan untuk Martua di bangku sekolah, sekalipun aku tau kalo bapaknya bisa menyekolahkan dia, tapi aku mau lebih lebih bisa menyekolahkan dia sampe berhasil. Inilah Ruth, tante juga lagi nyari-nyari TK yang bagus untuk Martua, kan gak lama lagi dia masuk sekolah..” R.2W.3b.2130-2138h.123 Selain mencari sekolah yang tepat untuk anaknya, responden juga memperhatikan kebutuhan nutrisi anaknya sejak dini. Responden menyadari untuk menjadi orang yang sukses juga didukung dengan kebutuhan nutrisi yang cukup. Sejak anaknya lahir, ia sudah memberikan anaknya makanan dan minuman yang bergizi untuk perkembangan otak. Saat ini dan ke depannya responden berencana mencukupi kebutuhan nutrisi sampai anaknya tumbuh dewasa. “..mulai dari sekarang juga tante perhatiin makanan dan susunya, kan kalo dari kecil anak-anak dikasih makanan minuman bergizi, kan bisa bantu perkembangan otaknya, itulah yang udah tante lakukan dari dia lahir sampe sekarang, yang pasti ke depannya juga. ” R.2W.3b.2140- 2147h.123-124 Selain memiliki keinginan anaknya tumbuh menjadi orang yang berhasil. Responden juga memiliki keinginan untuk membahagiakan kedua orangtuanya. Responden menyadari selama beberapa tahun terakhir ia sudah terlalu banyak menyusahkan orangtua dengan masalah-masalahnya. Sebagai balasannya, responden ingin membawa kedua orangtuanya liburan ke tempat-tempat suci umat Kristiani di Yerusalem. “..mau bawa jalan-jalan opung ke sana, melihat tempat-tempat suci kan, sejarah Tuhan Yesus. Pengen kalilah bawa mereka ke sana..” R.2W.3b.2185-2188h.124 Responden menyadari liburan ke Yerusalem bukan sesuatu yang mudah. Biaya transportasi, paspor, travel, dan pengingapan membutuhkan dana yang sangat besar. Walaupun suatu saat responden belum bisa mewujudkan Universitas Sumatera Utara keinginannya ke Yerusalem, setidaknya ia bisa membawa kedua orangtuanya berlibur ke suatu tempat yang masih berlokasi di Indonesia seperti Bandung. Responden ingin keinginannya terwujud dengan menggunakan uangnya sendiri tanpa meminta saudara-saudaranya yang lain untuk mengumpulkan uang biaya liburan kedua orangtuanya. “..ga mau minta-minta gabung gitu sama mereka, aku maunya pake uanagku sendiri. Udah terlalu banyak susah mereka ku buat. Tapi kalopun ga bisa kesana, setidaknya tante mau bawa opung jalan-jalan ke luar kota buat liburan. Ntah ke Bandung atau kemanalah yang mereka suka, kalo sekitar Indonesia ini masih dan pasti bisalah aku. Bisa, aku yakin bisa..” R.2W.3b.2208-2218h.125 Hidup bersama kedua orangtuanya juga menjadi impian responden. Sebenarnya jauh dari lubuk hati, responden memiliki keinginan untuk hidup mandiri tanpa menyusahkan kedua orangtuanya di umurnya yang kepala tiga. Namun karena melihat kondisi fisik orangtuanya yang sudah terlalu tua dan lemah, ia pun mengurungkan niatnya untuk berpisah dari orangtuanya. Responden ingin membalas semua kebaikan orangtuanya dengan tinggal satu atap yang dapat memudahkan responden mengurus segala keperluan orangtuanya. Satu pintanya kepada Tuhan agar senantiasa memberikan kesehatan dan umur yang panjang untuk kedua orangtuanya. “..siapa lagi yang bisa ngurus opung kalo ga tante? Makanya ah sudahlah ga usah pala hidup mandiri, yang penting ku urus orangtuaku biar panjang umurnya, sehat selalu..” R.2W.6b.3274-3278h.149 Selain orangtua dan anak yang menjadi prioritas responden, pemeliharaan iman juga menjadi sesuatu yang sangat penting dalam hidup responden. Ia memiliki keinginan untuk semakin mengenal Tuhan dalam hidupnya. Responden menyadari tanpa belas kasih dari Tuhan, ia tidak akan bisa hidup sampai saat ini. Universitas Sumatera Utara Bila mengingat kembali segala peristiwa traumatis di dalam hidupnya, ia bisa saja mengambil cara pintas untuk mengakhiri segala penderitaannya. Oleh karena itu, responden berkomitmen untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dalam bentuk ibadah dan pelayanannya di gereja. Responden ingin hidupnya dipakai oleh Tuhan seturut kehendakNya. “..mo lebih banyak mengenal Tuhan Yesus, karena Dia Juruslamatku, yang membuat aku kuat sampai sekarang ini. Kalo dipikir-pikir secara manusiawi, bisa gilak aku menghadapi ini semua bahkan bisa mati pun, tapi bersama Tuhan, aku mampu melewati semua penderitaanku ini..” R.2W.3b.2083-2091h.122 Memiliki pasangan hidup menjadi keinginan setiap orang namun tidak bagi responden. Pengalaman gagal menikah dan perkosaan telah menjadi pembelajaran yang cukup bagi responden dalam mengenal lawan jenis. Responden tidak pernah memiliki keinginan untuk hidup berumah tangga bersama suami. Ia berkomitmen untuk tidak menikah sampai kapanpun. Responden menyadari tidak akan ada satu pun pria yang mau menerima kondisi dirinya sebagai korban perkosaan yang telah memiliki anak dari hasil perkosaan tersebut. Saat ini responden hanya fokus untuk membesarkan anaknya. “..lagian mana ada laki-laki yang nerima perempuan dengan kondsi begini? Punya anak tapi belum kawin, anaknya itu pula hasil dari perkosaan. Sampe kapanpun ga ada niatku untuk kawin. Udahlah fokusku sekarang Martua aja, gaklah yang lain..” R.2W.3b.2291-2297,2302- 2305h.127 Berbagai peristiwa hidup baik yang traumatis atau tidak traumatis membuat responden sadar bahwa hidup tidaklah mudah untuk dijalani. Ia pun menjadikan semua pengalamannya sebagai suatu proses pembelajaran hidup. Universitas Sumatera Utara Responden semakin belajar untuk memahami bagaimana kehidupan di dunia. Belajar untuk tetap bertahan dan menghadapi kerasnya dunia. “..semakin belajar oh ternyata kek gini rupanya hidup Keras ah, belajar untuk menghadapi pahit dan kejamnya dunia..” R.2W.2b.2025- 2029h.120 IV.B.3.vi. Pertumbuhan Pribadi Responden menyadari ada banyak rencana Tuhan yang indah dibalik peristiwa perkosaan yang dialaminya lima tahun yang lalu. Bisa bertahan hidup sampai detik ini sekalipun masih dibayang-bayangi rasa trauma perkosaan dan menjadi ibu dari seorang anak laki-laki menjadi salah satu anugerah terindah yang dirasakan responden. Tuhan menjadi dasar terkuat responden untuk tetap melanjutkan hidupnya. “..Tuhan itunya nomor satu di hidupku. Kalo ga karena Tuhan kurasa bisa mati aku dari dulu. Semua karena anugerahNya..” R.2W.5b.3331- 3334h.150 Sejak peristiwa perkosaan yang menimpanya, responden semakin menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, responden mengikuti kegiatan pelayanan di gereja sebagai worship leader WL atau pemimpin penyembahan umat saat ibadah berlangsung. Latihan worship leader dilakukan sehari sebelum ibadah, jadi waktu responden tidak tersita lebih banyak. Ada damai sejahtera yang dirasakan responden ketika dia melayani sebagai worship leader sebab ia bisa menyembah dan memuliakan Tuhan bersama-sama dengan umat yang lain. “..senang kalilah pas jad WL, bisa mimpin dan mengajak umat menyembah Tuhan bersama-sama. Pokoknya senanglah Ruth. Damai Universitas Sumatera Utara sejahtera yang luar biasalah memang kalo kita itu menyembah dan memuliakan Tuhan..” R.2W.3b.2421-2427h.129 Selain melayani sebagai worship leader di gereja, responden juga mengikuti kegiatan gereja melayani di penjara. Responden melayani narapidana wanita. Muncul perasaan bahagia dalam diri responden ketika ia bisa berdoa, berbagi pengalaman, dan berbagi firman Tuhan dengan narapidana wanita. Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang narapidana wanita yang dihukum karena telah melakukan aborsi beberapa kali, responden langsung mengucap syukur kepada Tuhan. Responden mengucap syukur telah membuat keputusan yang benar untuk tidak melakukan aborsi karena bisa saja ia bernasib sama dengan narapidana wanita itu. “..berdoa dengan mereka, terus kita saling cerita tentang pengalaman, berbagi pengalaman gitulah, terus membagikan firman Tuhan. Gitulah Ruth. Ada juga yang tante jumpai seoranag ibu dipenjara karena ketahuan melakukan aborsi beberapa kali, pas tau itu langsung teringat aku masa laluku kemaren. Oh, syukurlah kemaren ga jadi aku aborsi..” R.2W.3b.2402-24127h.129 Bertumbuh di dalam Tuhan juga dilakukan responden setiap harinya di rumah seperti berdoa, baca Alkitab, saat teduh, renungan malam, dan berpuasa. Pagi hari setelah bangun dan sebelum melakukan aktivitas, responden melakukan saat teduh seperti yang dilakukan umat Kristiani lainnya. Malam hari sebelum tidur juga diisi responden dengan melakukan renungan malam. Biasanya untuk melakukan saat teduh dan renungan malam responden menggunakan buku renungan sebagai pedoman. Berbagai hal tersebut dilakukan responden agar semakin bertumbuh di dalam Tuhan. “..doa itu pastilah dilakukan setiap hari, setiap saat pun. Terus subuh- subuh aku lakukan saat teduh, baru bangun dan sebelum melakukan Universitas Sumatera Utara aktivitasku, aku saat teduh, hmm terus tiap malam kadang renungan malam..” R.2W.6b.3342-3346h.150 Bertumbuh di dalam Tuhan bukan hanya dilakukan responden untuk dirinya sendiri, ia juga mengajak kedua orangtuanya untuk beribadah bersama- sama di rumah. Namun kedua orangtuanya lebih menikmati ibadah hanya diantara mereka, oleh karena itu responden jarang beribadah di rumah bersama-sama dengan orangtuanya. Sejak dini responden telah mengenalkan Tuhan kepada anaknya, misalnya saja anak responden ikut bernyanyi dan menggoyang- goyangkan kepala ketika responden menyanyikan lagu-lagu pujian. Cara berdoa juga tidak lupa diajarkan responden kepada anaknya meski anaknya belum paham arti berdoa. Hal tersebut dilakukan responden agar ke depannya anaknya tumbuh menjadi orang yang takut akan Tuhan. “..berdoa paling lipat tangan. Amen-amenlah kata orang kita, terus sering juga tante nyanyi-nyanyi rohani, si Martua ku ajakkan, mau juga sikit-sikit nyanyi walopun ntah apa dibilangnya, kepalanya ikut goyang-goyang seolah tau apa arti lagunya..” R.2W.6b.3375-3381h.151 IV.A.4. Interpretasi Intra Responden II Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai dimensi-dimensi pada responden 2 Indah yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dimensi- dimensi tersebut dihubungkan dengan teori yang telah dikemukakan di Bab II. 1. Penerimaan Diri Self-Acceptance Ryff 1995 mengatakan penerimaan diri berkaitan dengan kemampuan seseorang menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah mereka yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun Universitas Sumatera Utara buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Gagal menikah dan perkosaan adalah dua peristiwa traumatis yang membuat hidup Indah terpuruk. Untuk bangkit dari keterpurukan dan mampu menerima diri dengan kondisi saat ini dibutuhkan proses dan usaha yang keras, salah satunya mengubah pandangan diri menjadi positf kembali. Semua proses penerimaan diri Indah tidak terlepas dari penyerahan dirinya kepada Tuhan. Indah bisa bertahan sampai saat ini karena ia meyakini ada rencana indah yang Tuhan sediakan buat dirinya. Ditambah lagi kehadiran anaknya bernama Martua menjadi sumber semangat baru di kehidupan Indah. Sekarang ini Indah sudah mampu menerima status dirinya sebagai korban perkosaan dan memiliki anak hasil perkosaan tersebut. 2. Hubungan Positif dengan Orang Lain Positive Relations with Others Menurut Ryff 1995, seseorang yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain. Dalam hal ini, Indah tetap memiliki hubungan yang hangat dengan orang-orang di sekitarnya, yakni keluarga besarnya, sebagian besar tetangga bersuku Jawa, teman kerja, dan jemaat gereja. Indah sangat bahagia dengan penerimaan mereka terhadap anaknya, untuk itu ia juga berusaha untuk membalas kebaikan mereka dengan tetap menjaga silaturahmi. Indah menjalin hubungan baik dengan keluarga pelaku perkosaan Monang. Indah memberikan kebebasan kepada mereka untuk dekat kepada Universitas Sumatera Utara anaknya, sebab ia menyadari anaknya adalah keturunan mereka. Hubungan yang terjalin antara Indah dengan pelaku perkosaan Monang tidak terlalu baik. Sekalipun hati kecil Mawar sudah memaafkan Monang atas kejahatan perkosaan yang dilakukannya, namun ia masih belum siap untuk berjumpa karena takut terbayang kembali peristiwa perkosaan. Indah juga tidak membatasi hubungan ayah anak antara Monang dengan anaknya. Namun di satu sisi, Indah memiliki masalah hubungan dengan lawan jenis. Salah satu ciri individu kurang baik dalam dimensi ini adalah merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal Ryff, 1995. Dua kali diperlakukan sadis oleh dua orang pria membuat Indah ketakutan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Baginya, pria adalah sosok yang tidak dipercaya dan suka menyakiti wanita. Oleh karena itu, Indah sangat waspada menjaga hubungannya dengan teman-teman prianya 3. Otonomi Autonomy Ryff 1995 mengatakan individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri dan mengatur perilaku diri sendiri, mandiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal ini sejalan dengan Indah, secara garis besar diberikan kebebasan oleh keluarga untuk memutuskan sesuatu hal termasuk keputusan untuk melahirkan dan membesarkan anak sendirian adalah berasal dari dirinya sendiri. Walaupun diberi kebebasan, ayah Indah sangat memantau hubungan antara Indah dan keluarga pelaku perkosaan karena ayahnya takut Indah Universitas Sumatera Utara tersakiti lagi oleh keluarga Monang. Ada rasa tidak nyaman dalam diri Indah ketika diperlakukan demikian. Namun karena alasan kasih sayang ayah terhadap anaknya, Indah pun membiarkannya. Walaupun Monang bertanggung jawab sepenuhnya dengan kebutuhan anaknya, Indah tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ia tidak mau merepotkan kedua orangtuanya yang hanya hidup dari gaji pensiun. Indah adalah sosok wanita pekerja keras. Indah bekerja sebagai buruh di usaha roti rumahan dan ia juga membuka usaha jahit kecil-kecilan di rumahnya untuk menambah pemasukan. Dalam hal mengurus anak, Indah dibantu oleh kedua orangtuanya, misalnya ketika bekerja ia meninggalkan anaknya bersama kedua orangtuanya di rumah. 4. Penguasaan Lingkungan Ryff 1995 mengatakan individu yang baik dalam dimensi ini adalah memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan, mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Hal ini sejalan dengan Indah yang berusaha menekan stimulus-stimulus yang dapat mengingatkan kembali peristiwa perkosaan. Sejak peristiwa perkosaan itu, Indah mengalami ketakutan luar biasa dengan hujan deras dan petir. Indah pun membuat kamarnya senyaman mungkin dengan memasang kata-kata firman Tuhan. Jika hujan deras dan petir datang, Indah bisa menekan ketakutannya dengan mengingat Tuhan. Universitas Sumatera Utara Dalam membesarkan anak, Indah juga menghadapi beberapa masalah seperti kontrol emosi, kesehatan anak, dan lingkungan sekitar. Emosi yang kurang terkontrol terkadang membuat Indah melakukan cubitan atau pukulan kecil ke tubuh anaknya. Untuk mengatasi masalah di lingkungan sekitar yang berpengaruh pada tumbuh kembang anaknya, Indah hanya mendekatkan anaknya dengan tetangga-tetangga yang menerima kondisi mereka. Ryff 1995 mengatakan salah satu ciri individu yang memiliki penguasaan yang baik adalah mampu memanfaatkan peluang atau kesempatan di lingkungan sekitarnya. Hal ini sejalan dengan Indah yang mampu menggunakan peluang yang ada di lingkungannya. Memiliki keterampilan menjahit dan lingkungan yang tidak ada penjahit, membuat Indah akhirnya membuka usaha jahitan kecil-kecilan di rumahnya. Indah juga berencana untuk berjualan roti di rumah dengan mengandalkan pekerjaannya di usaha roti. 5. Tujuan Hidup Ryff 1995 mengatakan individu yang menilai positif kondisi hidupnya adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup yang jelas dan memegang keyakinan bahwa individu tersebut mampu mencapai tujuan dalam hidupnya. Hal ini sejalan dengan yang dialami Indah. Peristiwa gagal menikah dan perkosaan yang dialami Indah membuat tujuan hidupnya berubah. Dulu Indah sempat menikmati pekerjaan yang menghasilkan uang banyak, namun sekarang ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Berbekal keterampilan menjahit dan kemauan yang kuat akhirnya Indah membuka usaha jahitan kecil- Universitas Sumatera Utara kecilan di rumahnya untuk menambah pemasukan. Indah juga memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha jahitannya. Untuk mewujudkan keinginannya, ia pun perlahan-lahan menabung menabung. Hidup bersama kedua orangtuanya juga menjadi impian Indah. Melihat kondisi fisik orangtuanya yang sudah tua, Indah pun berniat membalas kebaikan kedua orangtuanya dengan menjaga dan merawat mereka. Ia juga berkeinginan membawa orangtuanya liburan ke luar kota suatu saat nanti. Khusus buat anaknya Martua, Indah memiliki keinginan anaknya bisa menjadi orang yang sukses. Salah satu cara yang dilakukan Indah dengan menabung dan mencari sekolah terbaik untuk anaknya. Kebutuhan nutrisi anak juga diperhatikan Indah sejak dini. Indah memberikan makanan dan minuman yang bergizi untuk perkembangan otak anaknya. Dalam hal pasangan hidup, Indah berkomitmen untuk tidak akan menikah. Gagal menikah dan perkosaan menjadi pelajaran bagi Indah untuk tidak menjalin hubungan khusu dengan pria. 6. Pertumbuhan Pribadi Ryff 1995 mengatakan individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif. Indah merasakan dirinya semakin bertumbuh di dalam Tuhan dengan melibatkan diri dalam kegiatan pelayanan di gereja sebagai worship leader dan melayani narapidana wanita di penjara. Menjadi worship leader membuat Indah bahagia sebab ia bisa melayani Tuhan bersama dengan umat gereja. Indah juga Universitas Sumatera Utara merasa bahagia ketika ia bisa saling berbagi pengalaman hidupnya bersama narapidana wanita. Selain pelayanan di gereja dan penjara, Indah juga biasa melakukan ibadah seperti doa, saat teduh, renungan malam, dan puasa di rumah. Indah juga mengikutsertakan anaknya dalam ibadah, mengenalkan agama kepada anaknya sejak dini. Hal ini dilakukan Indah agar ke depannya anaknya Martua tumbuh menjadi orang yang takut akan Tuhan. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Gambaran Psychological Well-Being Responden 2 No. DIMENSI GAMBARAN 1. Penerimaan Diri Self-Acceptance 1. Responden sudah kembali memandang positif dirinya sendiri. 2. Untuk bisa menerima kondisi sampai saat ini, yang dilakukan responden adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, berusaha untuk tidak mengingat peristiwa perkosaan, dan berpikir positif. 3. Responden sudah menerima dirinya sebagai korban perkosaan dan ibu dari seorang putra anak hasil perkosaan. Hal ini dibuktikan dengan : - Ingin hidup bersama-sama dengan anaknya - Menemukan semangat baru untuk menjalani hidup lewat anaknya 2. Hubungan Postif dengan Orang Lain Positive Relation with Others 1. Responden masih menjalin hubungan baik dengan : - Keluarga besar - Keluarga pelaku perkosaan - Tetangga-tetangga bersuku Jawa yang menerima kondisi dia dan anaknya - Pimpinan dan teman-teman kerja - Jemaat gereja 2. Responden tetap menjalin silaturahmi dengan : - Pelaku perkosaan M  belum siap untuk berjumpa - Tetangga-tetangga bersuku Batak yang menolak kondisi dia dan anaknya  sekalipun tidak menerima keberadaan responden 3. Otonomi Autonomy 1. Secara keseluruhan, responden mampu memutuskan hal-hal yang terbaik untuk hidupnya mis : membesarkan anak.Namun dalam hal berhubungan dengan keluarga pelaku perkosaan, ayah responden bersikap protektif dengan responden. Universitas Sumatera Utara 2. Kebutuhan anak responden sepenuhnya ditanggung oleh pelaku perkosaan. 3. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden bekerja sebagai karyawan di usaha roti rumahan dan membuka usaha jahitan kecil-kecilan. 4. Menjalankan aktivitas bekerja dan mengurus anak, responden dibantu oleh ibunya. 4. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery 1. Responden memiliki ketakutan terhadap hujan deras dan petir. Responden menekan stimulus-stimulus perkosaan dengan membuat kamarnya senyaman mungkin dengan mengisi kata-kata dari Alkitab. 2. Yang dilakukan responden dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi selama membesarkan anaknya : - Kesulitan mengurus anak  meminta bantuan kedua orangtuanya - Kurangnya kontrol emosional  mengatur diri sendiri - Lingkungan sekitar yang menolak kondisi anaknya  menjaga jarak anaknya dengan mereka 3. Responden memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya  usaha jahitan dan jualan roti 4. Responden ingin kembali kursus menjahit 5. Tujuan Hidup Purpose in Life 1. Tujuan hidup responden sekarang berubah sejak peristiwa perkosaan. 2. Tujuan hidup responden saat ini : - Mengembangkan usaha jahitan - Anaknya menjadi orang yang berhasil - Membahagiakan kedua orangtuanya  liburan ke luar kota, menjaga dan merawat kedua orangtuanya 3. Yang dilakukan responden untuk mecapai tujuan hidupnya : - Menabung  butuh modal besar - Mengikuti kursus menjahit kembali  mengembangkan usahanya - Mencari sekolah yang baik untuk anaknya dan memperhatikan kebutuhan nutrisi anaknya Universitas Sumatera Utara - Tinggal bersama orangtuanya 4. Responden tidak ingin menikah  trauma dan fokus dengan anak 6. Pertumbuhan Diri Personal Growth 1. Responden mendekatkan diri kepada Tuhan dengan : - Melayani di gereja sebagai worship leader dan penjara - Ibadah di rumah  berdoa, saat teduh, renungan malam, puasa 2. Hasil yang diperoleh responden : - Menjadi pribadi yang semakin dekat dengan Tuhan - Mampu mengontrol emosi, sabar, dan belajar menjadi ibu yang baik 3. Responden mengenalkan Tuhan kepada anaknya sejak dini  berdoa, nyanyi lagu pujian Universitas Sumatera Utara IV.C. PEMBAHASAN Arif 1987 mengatakan korban perkosaan adalah seorang wanita yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dipaksa bersetubuh dengan orang lain di luar perkawinan. Dalam penelitian ini dikatakan responden I dan responden II adalah korban perkosaan dimana mereka mengalami persetubuhan dengan paksa tanpa persetujuan dari diri mereka sendiri. Perkosaan yang dialami responden I dan responden II termasuk jenis acquaintance rape dimana korban mengetahui siapa pelaku perkosaan Arif, 1987. Responden I diperkosa berulang kali oleh ayah kandungnya sendiri sedangkan responden II diperkosa sebanyak dua kali oleh Monang, saudara yang masih memiliki hubungan darah dengannya. Kedua responden juga tergolong sebagai korban ganda, yakni mereka tidak hanya mengalami penderitaan fisik, juga mengalami penderitaan mental dan sosial misalnya mengalami ancaman. Responden I yakni Mawar mengalami tekanan berulang kali berupa ancaman ibunya akan dibunuh jika tidak mau memenuhi nafsu birahi ayahnya. Responden II yakni Indah tidak diberi gaji selama bekerja dua bulan di kafe Monang jika tidak mau menuruti nafsu birahinya, sementara saat itu Indah sangat membutuhkan uang. Perkosaan sendiri memberikan dampak traumatis dalam diri korban, diantaranya dampak psikologis, fisik, dan sosial Ehrlich, 2001. Dalam penelitian ini ditemukan dampak psikologis yang dirasakan kedua responden yakni Mawar dan Indah berupa gangguan emosi seperti depresi, marah, merasa hina, dan ketakutan yang berlebih setelah mengalami perkosaan. Gangguan emosi yang Universitas Sumatera Utara dirasakan berlangsung dalam waktu yang cukup lama bahkan sampai kedua responden mengetahui dirinya hamil janin yang tidak dikehendaki. Mawar dan Indah sama-sama memutuskan untuk melahirkan anak hasil perkosaan dan membesarkan anaknya sendirian. Tidak mudah bagi mereka untuk memutuskan mempertahankan kehamilannya, selain butuh persiapan mental yang kuat, mereka harus siap menanggung setiap konsekuensi yang akan muncul. Salah satu konsekuensinya adalah stigma dari lingkungan sekitar terhadap kedua responden. Stigma merupakan prasangka negatif terhadap seseorang. Menurut Taslim 1995, stigma masyarakat terhadap korban perkosaan adalah seorang wanita yang hina. Mawar dan Indah mengalami hal demikian, mereka distigma negatif sebagai pembawa aib oleh lingkungan seperti tetangga-tetangga sekitar yang tidak menerima kondisi mereka dan anak mereka tanpa memandang latar belakang status perkosaan yang menimpa mereka bahwa mereka adalah korban perkosaan. Hubungan dengan orang-orang yang menerima kondisi kedua responden dan anaknya terjalin dengan baik. Pihak keluarga dan jemaat gereja menjadi pihak yang sangat menerima kondisi kedua responden. Kelurga menjadi sahabat yang setia menemani kedua responden menjalani setiap harinya. Ryff 1995 mengatakan individu yang tinggi dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain digambarkan dengan sosok yang hangat, puas, dan mampu untuk membina hubungan interpesonal yang dibangun atas dasar saling percaya. Sekalipun mendapat stigma negatif dari lingkungan sekitar, kedua responden mampu membina hubungan baik dengan mereka sekalipun lingkungan sekitar masih Universitas Sumatera Utara menunjukkan ketidaksukaan dengan keberadaan responden dan anaknya. Khusus hubungan dengan pelaku perkosaan, dalam penelitian ini ditemukan kedua responden sudah memaafkan segala kesalahan pelaku dan tidak membenci mereka akan tetapi kedua responden tidak mau untuk bertemu kembali dengan pelaku perkosaan atas alasan takut peristiwa perkosaan tersebut teringat kembali. Ryff 1995 mengatakan individu yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri adalah mampu menerima dirinya secara keseluruhan. Kedua responden sudah menerima status dirinya sebagai korban perkosaan dan ibu dari anak hasil perkosaan. Proses penerimaan diri yang dialami kedua responden tidaklah mudah, mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk bisa menerima kondisi dirinya. Proses penerimaan diri kedua responden disertai dengan cara pikir positif terhadap kehidupan mereka. Ryff 1995 mengatakan berpikir positif terhadap diri sendiri menjadi salah satu hal yang penting dalam proses penerima diri, seperti Indah yang meyakini dirinya sebagai individu yang berguna dan memiliki masa depan yang panjang. Kehadiran anak memberi makna tersendiri dalam hidup kedua responden. Indah merasa dirinya semakin bahagia sejak kelahiran anaknya, begitujuga dengan Mawar yang menemukan semangat baru menjalani hidup sejak kelahiran putranya. Kedua responden sudah menerima dirinya dengan kondisi saat ini, namun rasa traumatis yang diciptakan oleh peristiwa perkosaan tersebut masih membekas dalam diri mereka. Mawar masih memiliki ketakutan akan kamarnya yang dulu menjadi saksi bisu perkosaan. Untuk menekan traumatis tersebut Mawar berinisiatif untuk pindah kamar dan menyimpan jauh foto-foto bergambar Universitas Sumatera Utara ayahnya. Begitu juga dengan Indah yang memiliki ketakutan tersendiri dengan hujan deras dan petir dimana perkosaan kedua terjadi dalam situasi demikian. Untuk menekan traumatis tersebut Indah memilih kamar tidur yang berada di posisi tengah rumah untuk menghindari kontak yang terlalu dekat dengan luar dan mengisi kamarnya dengan ayat-ayat Alkitab. Hal-hal yang dilakukan kedua responden ini untuk menciptakan dan mengontrol lingkungannya sesuai dengan kebutuhan mereka yakni untuk tidak mengingat kembali peristiwa perkosaan tersebut. Ryff 1995 mengatakan penguasaan lingkungan yang tinggi ditandai dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, memilih, mengontrol, dan menciptakan lingkungannya sesuai dengan kebutuuhannya. Dalam penelitian ini secara keseluruhan kedua responden tinggi dalam penguasaan lingkungan. Masalah- masalah internal dan eksternal yang muncul selama membesarkan anak mampu dihadapi dan diselesaikan oleh kedua responden dengan baik. Dalam pemanfaatan kesempatan yang ada di lingkungan Indah lebih baik daripada Mawar. Mawar langsung merasa rendah diri untuk menjalankan bisnis MLM yang ada di lingkungannya, berbeda dengan Indah yang memiliki keinginan kuat untuk memanfaatkan kesempatan di lingkungannya dengan membuka usaha jahitan kecil-kecilan dan usaha distribusi roti. Dalam penelitian ini juga ditemukan dimensi otonomi tinggi pada kedua responden. Ryff 1995 mengatakan individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu menentukan nasib sendiri, mengatur perilaku Universitas Sumatera Utara sendiri, dan mandiri Ryff, 1995. Mawar dan Indah sudah mampu memutuskan nasib mereka, salah satunya dalam memutuskan untuk membesarkan anak. Mereka memutuskan untuk melanjutkan hidup bersama dengan anak mereka. Keputusan untuk melanjutkan hidup menikah atau tidak, juga dapat diputuskan oleh kedua responden. Seperti pada responden II, Mawar yang memiliki keinginan untuk menikah dengan pasangannya. Ia yakin dengan menikah hidupnya akan jauh lebih baik. Dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, Mawar bekerja di grosir milik orangtuanya sedangkan Indah bekerja di usaha roti rumahan. Masalah pemenuhan kebutuhan anak, Mawar lebih berat dibanding Indah karena seluruh kebutuhan anak Indah ditanggung oleh pelaku perkosaan. Walaupun demikian, kegigihan bekerja ditunjukkan oleh Indah. Selain bekerja di usaha roti rumahan, Indah juga membuka usaha jahitan kecil-kecilan di rumahnya untuk menambah uang pemasukan sementara Mawara hanya mengandalkan pendapatan dari grosir. Karena kedua responden bekerja di luar rumah dan fokus dengan pekerjaannya, maka mereka menitipkan anak mereka kepada keluarga yang tinggal di rumah seperti pada anak Mawar dititipkan kepada tante dan anak Indah dititipkan kepada kedua orangtuanya. Dalam dimensi tujuan hidup, kedua responden sudah memiliki tujuan hidup yang jelas dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Seperti yang dikatakan Ryff 1995, individu tinggi dalam dimensi tujuan hidup adalah individu yang memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas. Tujuan hidup kedua responden saat ini sudah jelas meskipun berbeda-beda. Pada responden I, Universitas Sumatera Utara Mawar memiliki keinginan untuk menikah dan berumah tangga. Saat ini ia sudah memiliki calon suami yang akan dibawa ke jenjang pernikahan. Berbeda dengan Indah yang berkomitmen untuk tidak menikah akibat trauma gagal menikah yang dialaminya. Selain itu, Mawar memiliki keinginan hidup mandiri dan berpisah dengan ibunya sedangkan Indah memilih untuk tetap tinggal bersama kedua orangtuanya. Walaupun demikian, kedua responden memiliki satu tujuan yang sama yakni ingin anaknya menjadi orang yang berhasil. Untuk mencapai tujuan itu, kedua responden mulai menabung dan mencari tempat pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Sejak peristiwa perkosaan menimpa kedua responden, mereka semakin mendekatkan diri dan berpasrah kepada Tuhan. Mereka menyadari ada hikmah yang Tuhan sediakan dibalik peristiwa traumatis tersebut. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kedua responden mampu meningkatkan diri dan perilaku lewat kegiatan rohani di gereja dan rumah. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Ryff 1995 individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang tinggi ditandai dengan kemampuan untuk berkembang, terbuka terhadap pengalaman- pengalaman baru, dan mampu meningkatkan diri dan perilaku sepanjang waktu. Mawar memiliki pelayanan sebagai guru sekolah minggu dan aktif dalam koor sedangkan Indah melayani sebagai worship leaader di gereja dan melayani narapidana wanita di penjara. Selain untuk pertumbuhan pribadi, kedua responden juga tidak lupa mengajarkan anaknya untuk beribadah sejak dini. Hasil yang dirasakan kedua responden adalah mereka menjadi pribadi yang semakin takut akan Tuhan. Universitas Sumatera Utara IV.D. HASIL TAMBAHAN Adapun hasil tambahan yang ditemukan dalam penelitian ini yakni : 1. Religiusitas menjadi faktor terkuat kedua responden memiliki psychological well-being yang tinggi. Dalam penelitian ini, hampir seluruh dimensi psychological well-being, kedua responden mengaitkan Tuhan. Kedua responden meyakini Tuhan menjadi alasan terbesar mereka bisa sampai pada kondisi sekarang ini. 2. Kehadiran anak mampu memberikan kebahagiaan kepada kedua responden. Sejak kelahiran anaknya, kedua responden menemukan kembali semangat baru setelah mereka mengalami kejatuhan akibat perkosaan tersebut. Status anak yang lahir dari hasil perkosaan tidak menghalangi tumbuhnya cinta kasih dalam diri kedua responden terhadap anak mereka. Kedua responden juga mengakui mereka bertahan melanjutkan hidup sampai saat ini karena anak mereka. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Gambaran Psychological Well-Being Antar Responden 1 dengan Responden 2 No. Dimensi Responden 1 Responden 2 1. Penerimaan Diri Self- Acceptance 1. Responden memandang positif dirinya sendiri, meyakini dirinya adalah manusia berguna yang memiliki masa depan yang panjang. 2. Untuk bisa sampai saat ini, responden mendekatkan diri kepada Tuhan, berusaha untuk tidak mengingat peristiwa perkosaan, dan berpikir positif. 3. Responden sudah mampu menerima status dirinya sebagai korban perkosaan dan ibu dari seorang putri hasil perkosaan. Hal ini dibuktikan dengan : - Bangga dengan dirinya yang bisa bertahan sampai saat ini - Hidupnya semakin bahagia sejak kehadiran putri kecilnya - Berusaha menjadi orangtua yang baik untuk anaknya 1. Responden sudah kembali memandang positif dirinya sendiri. 2. Untuk bisa menerima kondisi sampai saat ini, yang dilakukan responden adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, berusaha untuk tidak mengingat peristiwa perkosaan, dan berpikir positif. 3. Responden sudah menerima dirinya sebagai korban perkosaan dan ibu dari seorang putra anak hasil perkosaan. Hal ini dibuktikan dengan : - Ingin hidup bersama-sama dengan anaknya - Menemukan semangat baru untuk menjalani hidup lewat anaknya 2. Hubungan Postif dengan Orang Lain Positive Relation with Others 1. Responden menjalin hubungan baik dengan : - Keluarga inti - Keluarga dari pihak ibunya 1. Responden masih menjalin hubungan baik dengan : - Keluarga besar - Keluarga pelaku perkosaan Universitas Sumatera Utara - Tetangga yang menerima kondisi dia dan anaknya - Kekasih - Jemaat gereja. 2. Responden tetap menjalin silaturahmi dengan : - Pelaku perkosaan  namun belum siap untuk bertemu - Keluarga pihak ayah - Tetangga yang menolak kondisi dia dan anaknya - Tetangga-tetangga bersuku Jawa yang menerima kondisi dia dan anaknya - Pimpinan dan teman-teman kerja - Jemaat gereja 2. Responden tetap menjalin hubungan dengan : - Pelaku perkosaan  belum siap untuk berjumpa - Tetangga-tetangga bersuku Batak sekalipun menolak kondisi dia dan anaknya 3. Otonomi Autonomy 1. Secara keseluruhan, responden mampu memutuskan hal-hal yang terbaik untuk hidupnya mis : membesarkan anak, memutuskan untuk menikah. 2. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden bekerja di grosir milik orangtuanya. 3. Menjalankan aktivitas bekerja dan mengurus anak dengan teratur dan dibantu oleh ibu dan tante responden. 1. Secara keseluruhan, responden mampu memutuskan hal-hal yang terbaik untuk hidupnya mis : membesarkan anak.Namun dalam hal berhubungan dengan keluarga pelaku perkosaan, ayah responden bersikap protektif dengan responden. 2. Kebutuhan anak responden sepenuhnya ditanggung oleh pelaku perkosaan. 3. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden bekerja sebagai karyawan di usaha roti rumahan dan membuka Universitas Sumatera Utara usaha jahitan kecil-kecilan. 4. Menjalankan aktivitas bekerja dan mengurus anak, responden dibantu oleh ibunya. 4. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery 1. Responden menekan stimulus- stimulus perkosaan dengan : - Pindah ke kamar baru - Merenovasi kamar barunya sesuai dengan kenyamanannya dinding warna pink dan mengganti barang- barang di kamar dengan yang baru - Meniadakan foto-foto yang bergambar ayahnya di semua sisi rumah 2. Yang dilakukan responden dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi selama membesarkan anaknya : - Kesulitan mengurus anak  meminta bantuan ibu dan tante - Kurangnya kontrol emosional  mengatur diri sendiri - Lingkungan sekitar yang menolak kondisi anaknya  menjaga jarak anaknya dengan mereka 3. Responden tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkan kesempatan yang 1. Responden memiliki ketakutan terhadap hujan deras dan petir. Responden menekan stimulus- stimulus perkosaan dengan membuat kamarnya senyaman mungkin dengan mengisi kata-kata dari Alkitab. 2. Yang dilakukan responden dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi selama membesarkan anaknya : - Kesulitan mengurus anak  meminta bantuan kedua orangtuanya - Kurangnya kontrol emosional  mengatur diri sendiri - Lingkungan sekitar yang menolak kondisi anaknya  menjaga jarak anaknya dengan mereka 3. Responden dapat memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya  usaha jahitan dan jualan roti Universitas Sumatera Utara ada di lingkungannya  bisnis MLM 4. Responden tidak ingin meneruskan pendidikannya  faktor usia dan anak 4. Responden ingin kembali kursus menjahit 5. Tujuan Hidup Purpose in Life 1. Tujuan hidup responden sekarang berubah sejak peristiwa perkosaan. 2. Tujuan hidup responden saat ini : - Hidup mandiri  punya rumah dan grosir sendiri - Memiliki pendamping hidup  memberikan sosok ayah pada anaknya - Anaknya menjadi orang yang berhasil 3. Yang dilakukan responden untuk mecapai tujuan hidupnya : - Menabung di Bank - Melakukan pendekatan dengan keluarga calon suami - Mencari sekolah yang baik untuk anaknya 1. Tujuan hidup responden sekarang berubah sejak peristiwa perkosaan. 2. Tujuan hidup responden saat ini : - Mengembangkan usaha jahitan - Anaknya menjadi orang yang berhasil - Membahagiakan kedua orangtuanya  liburan ke luar kota, menjaga dan merawat kedua orangtuanya 3. Yang dilakukan responden untuk mecapai tujuan hidupnya : - Menabung  butuh modal besar - Mengikuti kursus menjahit kembali  mengembangkan usahanya - Mencari sekolah yang baik untuk anaknya dan memperhatikan kebutuhan nutrisi anaknya - Tinggal bersama orangtuanya 4. Responden tidak ingin menikah  Universitas Sumatera Utara trauma dan fokus dengan anak 5. Pertumbuhan Diri Personal Growth 1. Responden mendekatkan diri kepada Tuhan dengan : - Melayani di gereja  guru sekolah minggu dan anggota koor - Ibadah di rumah  berdoa, saat teduh, renungan malam, puasa 2. Hasil yang diperoleh responden : - Menjadi pribadi yang takut akan Tuhan - Mampu mengontrol emosi, sabar, dan belajar menjadi ibu yang baik 3. Responden mengenalkan Tuhan kepada anaknya sejak dini  berdoa 1. Responden mendekatkan diri kepada Tuhan dengan : - Melayani di gereja sebagai worship leader dan penjara - Ibadah di rumah  berdoa, saat teduh, renungan malam, puasa 2. Hasil yang diperoleh responden : - Menjadi pribadi yang semakin dekat dengan Tuhan - Mampu mengontrol emosi, sabar, dan belajar menjadi ibu yang baik 3. Responden mengenalkan Tuhan kepada anaknya sejak dini  berdoa, nyanyi lagu pujian Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN