1. Mbak, njenengan wau dipadosi bapak.
‘Mbak, Anda tadi dicari bapak.’
2. Griya tipe 21 niku sitine wiyare pinten meter?
‘Rumah tipe 21 itu luas tanahnya berapa meter?’ b
Krama Inggil Yang dimaksud dengan krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa
Jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap. Leksikon krama inggil dan andhap selalu
digunakan untuk penghormatan terhadap mitra wicara. Dalam tingkat tutur ini afiks dipun-
, -
ipun , dan –aken cenderung lebih sering muncul daripada afiks di-, -e, dan – ake.
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh krama alus.
1. Sapunika ngaten kemawon Mbak, Dhik Handoko punika dipunsuwuni bantuan pinten?
‘Sekarang begini saja Mbak, Dik Handoko dimintai bantuan berapa? 2. Ing wekdal semanten kathah tiyang sami risak watak lan budi pakartinipun.
‘Saat itu banyak orang yang rusak perangai dan budi pekertinya’
2.1.7. Keterampilan Berbicara
Seseorang perlu belajar untuk mampu berbicara dengan baik dan benar, sehingga pesan yang akan disampaikan dapat diterima oleh lawan bicara dengan tepat
pula. Menurut Tarigan 2008:3, berbicara adalah suatu keterampilan dasar berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan
menyimak. Berbicara juga merupakan kemampuan untuk mengucapkan bunyi- bunyi
artikulasi atau kata- kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan Wahyuni, 2012: 31. Dalam belajar berbicara, tidak
terlepas dari keterampilan dasar berbahasa yang lain, seperti menyimak, menulis dan membaca. Keterampilan berbicara seseorang berpengaruh pada status sosial maupun
keuntungan profesional. Secara sosial, orang yang cakap berbicara memiliki nilai lebih ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Pentingnya penguasaan keterampilan
berbicara di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis dan menyimak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan pikiran, pendapat, gagasan
kepada lawan bicaranya dengan tepat. Sehingga tercipta suatu komunikasi yang terjalin antara pembicara dengan pendengar. Sedangkan
keterampilan berbicara Bahasa Jawa yaitu berbicara menggunakan bahasa Jawa sesuai kaidah atau unggah
ungguh yang berlaku misalnya krama inggil, krama lugu, ngoko alus.
2.1.7.1.Tujuan Berbicara. Pada dasarnya berbicara mempunyai satu tujuan umum yaitu untuk
berkomunikasi. Berkomunikasi ini dapat dijabarkan menjadi beberapa poin, yang pertama adalah memberitahukan dan melaporkan to inform, yang kedua adalah
menjamu dan menghibur to entertain dan yang ketiga adalah membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan to persuade Tarigan, 2008: 17. Sedangkan menurut
Iskandarwassid 2008: 242 keterampilan berbicara mencakup : a kemudahan berbicara sehingga guru sebagai fasilitator harus memberikan ruang dan kesemapatan
yang seluas- luasnya untuk peserta didik mengembangkan kemampuan berbicaranya sehingga mampu untuk berkomunikasi dengan baik, b kejelasan, terkait dengan
pilihan kata, diksi dalam kalimat sehingga maksud dan tujuan yang akan disampaikan dapat diterima oleh pendengar dengan jelas, c bertanggung jawab. Artinya didalam
menyampaikan maksud dan tujuan, dapat dipertanggung jawabkan apa yang telah disampaikannya, d membentuk pendengaran kritis. Dengan menjadi pembicara
yang baik, otomatis akan mempunyai tingkat pemahaman sebagai pendengar yang baik pula yang kritis dalam menangkap apa saja yang disampaikan oleh pembicara,
dan e membentuk kebiasaan. Ketika seseorang mampu berbicara dengan baik, maka ini akan melekat dengan kebiasaan orang tersebut dalam berbagai hal.
Peneliti mengkaji dari uraian di atas untuk mengambil kesimpulan bahwa tujuan berbicara tidak hanya sekedar untuk berkomunikasi, melainkan dengan
mengungkapkan pendapat, pikiran, dan gagasan- gagasan dapat mempengaruhi orang lain sebagai pendengar atau lawan bicaranya. Perlu diperhatikan bahwa penilaian
keterampilan berbicara ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor kebahasaan meliputi ucapan, tata bahasa, kosa kata, dan juga faktor lain adalah non kebahasaan
meliputi ketenangan, volume suara, kelancaran dan pemahaman. Inilah indikator yang peneliti amati dalam penelitian pembelajaran bahasa Jawa Krama Inggil dengan
model Role Playing dan dikembangkan dengan media papan tempel.
2.1.8. Model dan Media Pembelajaran